Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan portofolio yang berjudul Sirosis Hepatis tepat pada
waktunya. Penulisan tugas ini merupakan salah satu prasyarat dalam melaksanakan kegiatan
Program Internsip Dokter Indonesia di RSUD Kabupaten Pacitan.
Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari awal hingga
akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1)

dr. Joko Priyanto, Sp.PD, selaku pembimbing portofolio ini, atas bimbingan, saran
dan masukan selama penyusunannya.

2)

Rekan-rekan Dokter Internsip yang bertugas di RSUD Kabupaten Pacitan atas


bantuannya dalam penyusunan portofolio ini.
Penulis menyadari bahwa responsi kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran

dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan tugas serupa di waktu berikutnya. Semoga
tugas ini juga dapat memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Pacitan, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI
1

KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 3
BAB II PORTOFOLIO................................................................................................ 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 12
Definisi.................................................................................................................. 12
Etiologi.................................................................................................................. 12
Epidemiologi........................................................................................................... 14
Anatomi Hepar......................................................................................................... 14
Fisiologi Hepar......................................................................................................... 17
Patofisiologi............................................................................................................ 18
Manifestasi Klinis..................................................................................................... 22
Diagnosis................................................................................................................ 30
Penatalaksanaan........................................................................................................ 33
Komplikasi.............................................................................................................. 37
Prognosis................................................................................................................ 38
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 40

BAB I
PENDAHULUAN
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2%

berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang terlihat dari luar.
Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
2

Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan
posterior yang melekat langsung pada diafragma.1
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteria dan dua pertiganya
adalah darah vena dari vena porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya
adalah 1.500 ml dan dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya
bermuara pada vena kava inferior.1
Selain merupakan organ parenkim yang paling besar, hati juga menduduki urutan
pertama dalam hal jumlah, kerumitan, dan ragam fungsi. Hati sangat penting untuk
mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan
terutama bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah, hati memiliki
kapasitas cadangan yang besar, dan hanya membutuhkan 10-20% jaringan yang berfungsi
untuk tetap bertahan. Destruksi total atau pengangkatan hati menyebabkan kematian dalam
waktu kurang dari 10 jam. Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan.
Pada kebanyakan kasus, pengangkatan sebagian hati akan merangsang tumbuhnya hepatosit
untuk mengganti sel yang sudah mati atau sakit. Proses regenerasi akan lengkap dalam waktu
4 hingga 5 minggu. Pada beberapa individu, massa hati normal akan pulih dalam waktu 6
bulan. Fenomena ini penting dalam transplantasi segmen hati.1
Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu; saluran empedu
mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke
dalam usus halus sesuai kebutuhan. Hati berperan penting dalam metabolisme tiga
makronutrien yang dihantarkan oleh vena porta pasca absorpsi di usus. Bahan makanan
tersebut adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah
metabolisme lemak; penimbunan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid
adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Akhirnya, hati
berfungsi sebagai gudang darah dan penyaring karena terletak strategis antara usus
sirkulasi umum. Pada gagal jantung kanan, hati membengkak secara pasif oleh banyaknya
darah. Sel Kupffer pada sinusoid menyaring bakteri dan bahan berbahaya lain dari darah
portal melalui fagositosis.1
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (Lesmana, 2004). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati
urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit ini. Sirosis hepatis merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
3

perawatan dalam. Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka
kasus sirosis hepatis yang datang berobat kedokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi
penyakit ini dan lebih dari 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat , sisanya
ditemukan saat otopsi (Sutadi, 2003).
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar 170 juta umat
manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi
manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi baru sirosis hepatis bertambah 3-4 juta orang.
Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui.
Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari
rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap
sirosis hepatis (Anonim, 2008).
Menurut Ali (2004), angka kasus penyakit hati menahun di Indonesia sangat tinggi.
Jika tidak segera diobati, penyakit itu dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati,
sekitar 20 juta penduduk Indonesia terserang penyakit hati menahun. Angka ini merupakan
perhitungan dari prevalensi penderita dengan infeksi hepatitis B di Indonesia yang berkisar 510 persen dan hepatitis C sekitar 2-3 persen. Dalam perjalanan penyakitnya, 20-40 persen
dari jumlah penderita penyakit hati menahun itu akan menjadi sirosis hati dalam waktu
sekitar 15 tahun, tergantung sudah berapa lama seseorang menderita hepatitis menahun itu.
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di
Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita
dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59
tahun dengan puncaknya sekitar 40-49 tahun (Hadi, 2008).

BAB II
PORTOFOLIO
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal (Kasus)

: Priscilia
: RSUD Kabupaten Pacitan
: Ilmu Penyakit Dalam
: 11 Agustus 2015
Presenter : dr. Priscilia
Pendamping : dr. Joko Priyanto, Sp.PD
Tanggal Presentasi: September 2015
dr. Masrifah
4

Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan Komite Medik


Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien pria 54 tahun datang ke Poli Interna RSUD Pacitan dengan keluhan perut
terasa penuh, membesar.
Tujuan: Mampu menegakkan diagnosis klinik dan memberikan terapi awal sebelum
merujuk ke spesialis yang relevan
Tinjauan
Bahan Bahasan:
Riset
Kasus
Audit
Pustaka
Cara
Presentasi dan
Diskusi
Email
Pos
Membahas:
Diskusi
Data Pasien:
Nama: Tn. S
Nomor Registrasi: 153781
Nama Klinik:
Telp: Terdaftar Sejak: 11 Agustus 2015
Data Utama untuk Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Keluhan utama: perut terasa penuh dan membesar.
Os datang kontrol berobat dengan keluhan perut terasa penuh dan membesar sejak 2
minggu ini. Perut dirasakan semakin membesar dan terasa tegang. Os mengeluh sedikit
sesak (+), nyeri pada ulu hati (+), disertai keluhan mual (+), muntah (-). Os juga
mengeluh lemas sejak 4 hari ini, dan bengkak pada kedua kaki. Os mengatakan 1 minggu
yang lalu, BAB berwarna kehitaman seperti aspal dengan konsistensi sedikit lunak
dengan frekuensi 2x sehari, BAK seperti teh disangkal, nyeri BAK (-).
2. Riwayat Pengobatan:
Os mengkonsumsi obat untuk sirosis hepatis setiap bulan selama 5 tahun.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit:
Riwayat sakit yang sama sebelumnya (+), riwayat operasi (-), riwayat trauma (-), riwayat
batuk-batuk lama (-), riwayat konstipasi (-), riwayat prostat (-), riwayat hipertensi (-),
riwayat DM (-), riwayat alergi (-), riwayat alkohol (-), riwayat merokok (-), riwayat
minum jamu (+).
4. Riwayat Keluarga:
Os mengaku tidak pernah ada anggota keluarga yang sakit serupa. Riwayat asma,
penyakit jantung, hipertensi, dan kencing manis disangkal.
5. Riwayat Pekerjaan dan Sosial:
Os adalah seorang petani yang setiap harinya ke sawah dan melakukan aktivitas cukup
berat.
6. Pemeriksaan Fisik:
Status Generalisata :
5

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran

: Compos Mentis, E4V5M6

Nadi

: 92 x/mnt

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nafas

: 22 x/mnt

Suhu

: 370C

BB

: 73 kg

Status Umum :

Kulit

: Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis

Kepala : Bulat simetris, deformitas (-), penonjolan ubun-ubun besar (-)

Mata

: Mata cekung (-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil

isokhor, diameter pupil 2 mm, refleks cahaya +/+

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Nafas cuping hidung (-)

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Dada

Paru Inspeksi

: normochest, simetris kiri kanan, retraksi dinding dada tidak ada

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi : napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/Jantung Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi

: iktus teraba 1 jari medial LMCS IC V

Perkusi

: batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: tampak membuncit, distensi, terdapat dilatasi vena

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium (+),
undulasi (+)

Perkusi

: redup, shiffting dullness (+)

Auskultasi : bising usus (+) menurun


6

Ekstremitas : akral hangat, oedema (+) di ekstremitas bawah.


7. Pemeriksaan Lain:
Pemeriksaan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
LED

Hasil
9.8 g/dl
28 %
3.2 juta / L
8.600 /L
314.000 /mm3
25 mm/jam

Nilai normal
12 16 g/dl
40 50 %
4 5.5 juta / L
4000 10000 /L
150.000 400.000 /mm3
<10 mm/jam

Pemeriksaan Kimia Klinik


Pemeriksaan
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Creatinin
Albumin
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek

Hasil
107
104
58
27,0
0,90
3,1
3,25
5
1,54

Nilai Normal
<120
0 - 35
0 - 35
10,0 50,0
0,60 0,90
3,5 5,2
0,0-1,0
0,0-0,35
0,0-0,65

Infeksi lain: HbsAg: negatif


8. Diagnosis :
Sirosis Hepatis
9. Penatalaksanaan :
-

Furosemide 1-0-0

Spironolacton 1 x 100mg

Propanolol 2 x 10mg

Aspar K 1 x 1

Curcuma 2 x 1

- Lanzoprazole 1 x 1
Hasil Pembelajaran:.
1. Diagnosis sirosis hepatis
2. Identifikasi etiologi sirosis hepatis
3. Identifikasi patofisiologi terjadinya sirosis hepatis
4. Identifikasi komplikasi sirosis hepatis
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
7

Interpretasi
Normal
Tinggi
Tinggi
Normal
Normal
Rendah
Tinggi
Tinggi
Tinggi

1. Subyektif
Pasien laki-laki usia 54 tahun, datang kontrol berobat dengan keluhan perut terasa
penuh dan membesar sejak 2 minggu ini. Perut dirasakan semakin membesar dan terasa
tegang. Os mengeluh sedikit sesak (+), nyeri pada ulu hati (+), disertai keluhan mual (+),
muntah (-). Os juga mengeluh lemas sejak 4 hari ini, dan bengkak pada kedua kaki. Os
mengatakan 1 minggu yang lalu, BAB berwarna kehitaman seperti aspal dengan
konsistensi sedikit lunak dengan frekuensi 2x sehari, BAK seperti teh disangkal, nyeri
BAK (-).

2. Objektif
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis, E4V5M6

Nadi

: 92 x/mnt

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nafas

: 22 x/mnt

Suhu

: 370C

BB

: 73 kg

Mata

: Mata cekung (-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pupil
isokhor, diameter pupil 2 mm, refleks cahaya +/+

Abdomen
o Inpeksi

: tampak membuncit, distensi, terdapat dilatasi vena

o Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan epigastrium (+),
undulasi (+)

o Perkusi

: redup, shiffting dullness (+)

o Auskultasi

: bising usus (+) menurun.

Ekstremitas

: akral hangat, oedema (+) di ekstremitas bawah.

Pada hasil pemeriksaan penunjang didapatkan hasil: Hb 9,8 g/dl. SGOT 104. SGPT 58,
Ureum 27, Creatinin 0,90, Albumin 3.1, Bilirubin total 3.25, Bilirubin Direk 5, Bilirubin
Indirek 1.54.
3. Assessment
8

Berdasarkan dari hasil alloanamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan bahwa
Tn.S, laki-laki, 54 tahun didiagnosa Sirosis Hepatis. Dimana sirosis adalah suatu
keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung
progresif. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan
dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara
klinis.
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air
kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental,
meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil; eritema
palmaris, jari gada, kontraktur dupuytren, ginekomasti, atrofi testis, hepatomegali,
splenomegali, asites, fetor hepatikum, ikterus.
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrinning untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. Pemeriksaan marker serologi
seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA, HCV RNA., untuk
menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam
menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan. Pemeriksaan radiologis
barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta.
Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif
dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang.
9

4. Plan
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di
antaranya: alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa
menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau
imunosupresif. Pada hemokromatosis, flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi
menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik;
menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon
alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Pada hepatitis C kronik;
kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Pada pengobatan fibrosis
hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak
terhadap fibrosis.
Pengobatan Sirosis Dekompensata. Asites; tirah baring dan diawali diet rendah
garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam
dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu
pasien untuk mengeluarkan amonia. Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah
berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Peritonitis bakterial spontan;
diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida.
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular.
Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular,
dan regenerasi nodularis parenkim hati.1
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Telah diketahui
bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan bentuk hati yang
normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya
aliran darah vena porta yang akhirnya menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini
biasanya hati membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.2
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati.2

11

Etiologi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih
dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan
makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini
juga kurang memuaskan.2
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis
menjadi: 1). alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4)
kardiak, dan 5) metabolik, keturunan, dan terkait obat.2
Etiologi dari sirosis hati disajikan dalam Tabel 1. Di negara barat yang tersering
akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C.
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 4050%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di
Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.2
Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan /atau Penyakit Hati Kronik
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi 1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fluktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alcohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
12

Penyakit perlemakan hati non alkoholik


Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis

Epidemiologi
Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu
pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat
penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%)
dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat
steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati
belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito
Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian
Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam
kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh
pasien di Bagian Penyakit Dalam.2
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan
wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun,
dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.3

Anatomi Hepar
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih
25% berat badan orang dewasa yang menepati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen
dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. 5 Hepar
menempati daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke
epigastrium. Hepar berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior
hepar mengikuti bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus
kanan yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan
kiri dipisahkan oleh ligamentum falsiforme. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan
13

posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi
segmen medial dan lateral oleh ligamnetum falsiformis yang terlihat dari luar. 7 Pada daerah
antara ligamentum falsiform dengan knadung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus
kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamnetum venosum
pada permukaan posterior.1
Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melakat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ :
bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatis.5

Gambar 1. Anatomi hepar


Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan
memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan
kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatika. Vena
hepatika mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk
dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar,
darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh
14

limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan
setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah
halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut ena interlobular.4
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan
arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika
ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara selsel hepar yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam

vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika.
Pembuluh-pembuluh ini membawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami
deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah
dioksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis.
Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan,
dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga
jarak ke septum interlobularis.5

Gambar 2. Pembuluh darah pada hepar


Hepar terdiri atas bernacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan
sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel
nonparenkimal yang termasuk didalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata
berbentuk seperti bintang.5
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena
hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena
porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap.
Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap
15

kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang


mempunyai benyak mikrofili. Mikrofili juga tempak pada sisi lain sel yang membatasi
saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan
lateral hepatosit memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan
dengan disebelahnya.5
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah
sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian terpenting dalam sistem retikuloendotelial dan
sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik
yang dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting
dalam perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi
faktor kunci pembentukan fibrosis di hepar.5

Fisiologi Hepar
Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja
sebagai tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume darah berlebihan dan
mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga
merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi,
saling memberikan substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain,
mengolah dan mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan
melakukan berbagai fungsi metabolisme lain. Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar
adalah:1
1. Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar melakukan fungsi
sebagai berikut:
Menyimpan glikogen dalam jumlah besar
Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
Glukoneogenesis
Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolise karbohidrat
Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah normal.
Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil kelebihan glukosa dari darah,
menyimpannya, dan kemudian mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi
glukosa darah rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.
2. Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme lemak antara
lain:
Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain
16

Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein


Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol

yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam empedu yang kemudian disekresikan
kembali ke dalam empedu, sisanya diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke
semua sel jaringan tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam
lipoprotein. Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk menran, struktur intrasel,
dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fingsi sel.
3. Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam metabolisme protein
adalah sebagai berikut:
Deaminasi asam amino
Pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh
Pembentukan protein plasma
Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino.
Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk
membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain yang penting
dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto yang mempunyai komposisi
kimia yang sama dengan asam amino yang akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino
ditransfer melalui beberapa tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam
keto untuk menggantikan oksigen keto.
4. Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai kecenderungan
tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama diketahui sebagai sumber vitamin
tertentu yang baik pada pengobatan pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam
hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan.
5. Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung sejumlah besar
protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah
sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh,
maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.

Patofisiologi
Meskipun etiologi berbagai bentuk sirosis masih kurang dimengerti, terdapat tiga pola
khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus sirosis Laennec, pascanekrotik, dan biliaris.2
17

Sirosis Laennec
Sirosis Laennec (disebut juga sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi) merupakan
suatu pola khas sirosis terkait penyalahgunaan alkohol kronis yang jumlahnya sekitar 75%
atau lebih dari kasus sirosis. Sejumlah 10 hingga 15% peminum alkohol mengalami sirosis. 1
Sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati
yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut sirosis
mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi
hati utama akibat induksi alkohol adalah 1). Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis
alkoholik, dam 3). Sirosis alkoholik. 2
Hubungan pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec tidaklah
diketahui, walaupun terdapat hubungan yang jelas dan pasti antara keduanya. Perubahan
pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di
dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak). Pola infiltrasi lemak yang serupa juga ditemukan pada
kwashiorkor (gangguan yang lazim ditemukan di negara berkembang akibat defisiensi protein
berat), hipertiroidisme, dan diabetes. Para pakar umumnya setuju bahwa minuman beralkohol
menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya
sejumlah gangguan metabolik yang mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan,
menurunnya jumlah keluaran trigliserida dari hati, dan menurunnya oksidasi asam lemak.
Individu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan juga mungkin tidak makan
selayaknya. Penyebab utama kerusakan hati tampaknya merupakan efek langsung alkohol
pada sel hati, yang meningkat pada saat malnutrisi. Pasien dapat mengalami beberapa
defisiensi nutrisi, termasuk tiamin, asam folat, piridoksin, niasin, asam askorbat, dan vitamin
A. Pengeroposan tulang sering terjadi akibat asupan kalsium yang menurun dan gangguan
metabolisme. Asupan vitamin K, besi, dan seng juga cenderung menurun pada pasien-pasien
ini. Defisiensi kalori-protein juga sering terjadi.1
Degenerasi lemak tak berkomplikasi pada hati seperti yang terlihat pada alkoholisme
dini bersifat reversibel bila berhenti minum alkohol; beberapa kasus dari kondisi yang relatif
jinak ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis hati membesar, rapuh,
tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam
jumlah banyak.1,2
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, terutama apabila semakin berat, dapat
terjadi suatu hal (belum diketahui penyebabnya) yang akan memacu seluruh proses sehingga
akan terbentuk jaringan parut yang luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam
18

perkembangan sirosis hati mungkin adalah hepatitis alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai
secara histologis oleh nekrosis hepatoselular, sel-sel balon, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi, tidak semua penderita lesi hepatitis alkoholik
akan berkembang menjadi sirosis hati yang lengkap.1,2
Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal
terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul
ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati untuk mengganti sel-sel
yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi dan regenerasi yang
dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering disebut
sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras, dan hampir tidak memiliki parenkim
normal pada stadium akhir sirosis, yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal
hati. Penderita sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma sel hati primer
(hepatoselular).1
Sirosis Pascanekrotik
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan
sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan
fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang
berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka
sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti
oleh jaringan ikat.2
Sirosis pascanekrotik agaknya terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati.
Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati
dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan
berakhir dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Kasus sirosis pascanekrotik berjumlah
sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat
hepatitis virus sebelumnya. Banyak pasien yang memiliki hasil uji HBsAg-positif, sehingga
menunjukkan bahwa hepatitis kronis aktif agaknya merupakan peristiwa penting. Kasus HCV
merupakan sekitar 25% dari kasus sirosis. Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang
pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industri, racun, ataupun obat-obatan seperti
fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenik, dan karbon tetraklorida.1

19

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran
mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi,
dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang
susunannya tidak teratur.2
Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola
sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat
sirosis.1
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis
empedu menyebabkan penumpukan di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati.
Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti
pada sirosis Laennec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan.
Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus,
malabsorbsi, dan steatorea.1
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder
yang baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebab keadaan ini (yang
berkaitan dengan lesi-lesi duktulus empedu intrahepatik) tidak diketahui. Sirosis biliaris
primer paling sering terjadi pada perempuan usia 30 hingga 65 tahun dan disertai dengan
berbagai gangguan autoimun (misal, tiroiditis autoimun atau arthritis rheumatoid). Antibodi
anti-mitokondrial dalam sirkulasi darah (AMA) terdapat dalam 90% pasien. Sumbat empedu
sering ditemukan dalam kapiler-kapiler dan duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali
mengandung pigmen hijau. Saluran empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Hipertensi portal
yang timbul sebagai komplikasi, jarang terjadi. Osteomalasia terjadi pada sekitar 25%
penderita sirosis biliaris primer (akibat menurunnya absorpsi vitamin D).1
Sirosis biliaris primer sering dibagi menjadi empat stadium berdasarkan temuan
morfologik. Lesi yang paling dini (stadium 1), disebut kolangitis destruktif nonsupuratif
kronik; merupakan proses peradangan nekrotikans pada triad portal. Proses ini ditandai oleh
kerusakan duktus biliaris kecil dan sedang, sebukan padat sel radang akut dan kronik, fibrosis
ringan, dan kadang stasis ernpedu. Kadang-kadang ditemukan granuloma periduktus dan
folikel limfe di dekat duktus biliaris yang rusak. Kemudian, infiltrat peradangan berkurang,
jumlah duktus biliaris menurun, dan duktulus biliaris yang lebih kecil berproliferasi (stadium
II). Perkembangan selama beberapa bulan sarnpai tahun menyebabkan penurunan duktus
20

interlobaris, hilangnya sel hati, dan meluasnya fibrosis periportal menjadi jalinan jaringan
parut (stadium III). Akhirnya, terbentuk sirosis, yang dapat bersifat mikronoduler atau
makronoduler (stadium IV).4
Sirosis biliaris sekunder disebabkan oleh obstruksi duktus koledokus atau cabang
utamanya parsial atau total yang memanjang. Pada dewasa, obstruksi paling sering
disebabkan oleh striktura pasca operasi atau batu empedu, biasanya bersama kolangitis
infeksius. Pankreatitis kronik mungkin menyebabkan striktura biliaris dan sirosis sekunder.
Sirosis biliaris sekunder mungkin juga berkembang pada pasien dengan perikolangitis atau
kolangitis sklerosis idiopatik. Pasien dengan.tumor ganas duktus koledokus atau pankreas
jarang bertahan hidup cukup lama untuk mengalami sirosis biliaris sekunder. Pada anak,
atresia biliaris kongenital dan fibrosis kistik adalah penyebab sirosis biliaris sekunder yang
sering. Kista koledokus, bila tidak dikenali, mungkin juga merupakan penyebab sirosis
biliaris sekunder yang jarang.4
Obstruksi duktus biliaris ekstrahepatik yang tidak dihilangkan menyebabkan (1) stasis
empedu dan area nekrosis sentrilobulus setempat disertai dengan nekrosis periportal, (2)
proliferasi dan dilatasi duktus dan duktulus biliaris portal, (3) kolangitis steril atau terinfeksi
dengan penumpukan inflitrat polimorfonuklear sekitar duktus biliaris, dan (4) perluasan
saluran portal yang progresif oleh edema dan fibrosis. Ekstravas empedu dari duktus biliaris
interlobulus yang ruptur ke dalam area nekrosis periportal menyebabkan pembentukan
"danau empedu" yang dikelilingi oleh sel pseudoxantomatosa kaya kolesterol. Seperti dalam
bentuk sirosis lainnya, cedera dibarengi dengan regenerasi pada parenkim residual.
Perubahan ini secara bertahap menyebabkan sirosis nodular dengan halus. Pada umumnya,
paling sedikit 3 sampai 12 bulan diperlukan untuk obstruksi biliaris untuk menyebabkan
sirosis. Pembebasan obstruksi sering disertai oleh perbaikan biokimiawi dan morfologik.4

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala Sirosis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala
awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan
21

demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan
gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.2 Berdasarkan stadium menurut consensus
Baveno IV:
a. Stadium 1 :tidak ada varises , tidak ada asites
b. Stadium 2 :varises , tanpa asites
c. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises
d. Stadium 4 :perdarahan atau tanpa varises
Stadium 1 dan 2 :kompensata
Stadium 3 dan 4 :dekompensata
Temuan Klinis
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau
umumnya ukuran lesi kecil.2
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal
ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak
spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan
keganasan hematologi.2
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan
warna

normal

kuku.

Mekanismenya

juga

belum

diketahui,

diperkirakan

akibat

hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain
seperti sindrom nefrotik.2
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu
periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.2
Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi
jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan
perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.2

22

Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae


laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga
hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke
arah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira
fase menopause.2
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol
pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.2
Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil.
Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.2
Splenomegali

sering

ditemukan

terutama

pada

sirosis

yang

penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.2
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.2
Fetor hepatikum bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.2
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi
bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh.2
Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan.2
Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya: 2

Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar.

Batu pada vesika felea akibat hemolisis

Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder
infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi

insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. 2
Sirosis Laennec
Gambaran klinis perlemakan hati alkoholik sering minimal atau tidak ada sama sekali,
dan kelainan ini mungkin tidak diketahui kecuali timbul penyakit lain (sering berkaitan juga
dengan alkohol) yang membawa pasien berobat. Hepatomegali, kadang disertai nyeri,
mungkin merupakan satu-satunya temuan. Ikterus, edema, dan asites hanya tampak pada
kerusakan hati yang lebih serius.4
23

Keparahan klinis hepatitis alkoholik sangat bervariasi, berkisar dari penyakit


asimtomatik atau ringan sampai insufisiensi hati yang fatal. Gambaran klinis hepatitis
alkoholik mirip dengan gambaran cedera hati toksik atau akibat virus. Pasien sering
mengalami anoreksia, mual dan muntah, malaise, penurunan berat, keluhan abdomen, dan
ikterus. Dapat terjadi demam setinggi 39,4C (103F) pada sekitar separuh kasus. Pada
pemeriksaan fisik, sering dijumpai hepatomegali dengan nyeri tekan, dan splenomegali
ditemukan pada sekitar sepertiga pasien. Pasien mungkin memperlihatkan spider angioma
arterial di kulit dan ikterus. Kasus yang lebih parah mungkin disertai asites, edema,
perdarahan, dan ensefalopati. Pada saat datang, temuan sistem saraf pusat rnungkin sulit
dibedakan dengan manifestasi keracunan atau ketagihan alkohol.4
Walaupun ikterus, asites, dan ensefalopati dapat menghilang setelah masukan alkohol
dihentikan, minum alkohol berlebihan dan terus menerus dan kebiasaan makan yang buruk
biasanya menimbulkan episode dekompensasi hati akut yang berulang. Beberapa pasien
meninggal akibat eksaserbasi akut ini, tetapi sebagian besar pulih setelah beberapa minggu
atau bulan. Bahkan setelah masukan alkohol dihentikan sama sekali, pemulihan klinis
mungkin berjalan lambat, dan kelainan histologik dapat menetap sampai 6 bulan atau lebih.
Ikterus kolestatik yang mirip dengan obstruksi saluran empedu juga dapat timbul pada
sebagian kasus hepatitis alkoholik akut.4
Sirosis alkoholik secara klinis juga dapat tenang; pada kenyataannya, 10 persen kasus
ditemukan secara tidak sengaja pada saat laparotomi atau autopsi. Pada sebagian besar kasus,
awitan penyakitnya perlahan, biasanya terjadi 10 tahun atau lebih setelah pemakaian alkohol
berlebihan dan secara lambat makin parah dalam beberapa minggu atau bulan. Anoreksia dan
malnutrisi menimbulkan penurunan berat dan berkurangnya massa otot rangka. Pasien
mungkin mudah mengalami memar, merasa makin lemah, dan sering merasa lelah. Akhirnya
timbul manifestasi disfungsi hepatoseluler dan hipertensi portal, yaitu ikterus progresif,
perdarahan akibat varises gastroesofagus, asites, dan ensefalopati. Awitan akut salah satu dari
komplikasi di atas mungkin merupakan penyebab pasien datang berobat. Pada kasus lain,
sirosis pertama kali tampak nyata sewaktu pasien memerlukan terapi untuk gejala yang
berkaitan dengan hepatitis alkoholik.4
Hati yang padat dan berbenjol-benjol mungkin merupakan tanda awal penyakit; hati
dapat membesar, normal, atau mengecil. Tanda lain yang sering ditemukan adalah ikterus,
eritema palmaris, angioma laba-laba, pembesaran kelenjar parotis dan lakrimalis; jari gada,
splenomegali, mengecilnya otot, dan asites dengan atau tanpa edema perifer. Pasien laki-laki
24

mungkin mengalami kerontokan bulu badan dan/atau ginekomastia serta atrofi testis, yang
seperti tanda di kulit, terjadi akibat gangguan metabolisme hormon, termasuk peningkatan
pembentukan estrogen di jaringan akibat berkurangnya klirens prekursor androstenedion oleh
hati. Atrofi testis mungkin mencerminkan gangguan hormonal atau efek toksik alkohol pada
testis. Pada perempuan, kadang dijumpai tanda virilisasi atau gangguan haid. Kontraktur
Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris yang menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari
berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berhubungan dengan sirosis.4
Setelah periode 3 sampai 5 tahun, pasien sirosis biasanya mengalami emasiasi, lemah,
dan ikterus kronik. Asites dan tanda hipertensi portal lainnya mulai mencolok. Sebagian besar
pasien sirosis lanjut meninggal akibat koma hepatikum, yang sering dicetuskan oleh
perdarahan varises esofagus atau infeksi. Disfungsi ginjal progresif sering mempersulit fase
penyakit yang sudah terminal ini.4
Sirosis Pascanekrotik
Pada pasien sirosis yang etiologinya diketahui dan mengalami perkembangan menuju
stadium pascanekrosis, gambaran klinis yang terjadi merupakan perluasan dari proses
penyakit awal. Biasanya gejala klinis berkaitan dengan hipertensi portal dan sekuelenya,
misalnya asites, splenomegali, hipersplenisme, ensefalopati, dan perdarahan varises esofagus.
Kelainan fungsi hati dan hematologik mirip dengan sirosis jenis lain. Pada sebagian kecil
pasien sirosis pascanekrosis, diagnosis ditegakkan secara tidak sengaja pada saat operasi,
autopsi, atau oleh biopsi jarum hati yang dilakukan untuk menyelidiki hepatosplenomegali
asimtomatik4
Sirosis Biliaris
Banyak pasien sirosis biliaris primer asimtomatik, dan penyakit pertama kali
diketahui berdasarkan peningkatan kadar fosfatase alkali serum sewaktu pemeriksaan
penapisan rutin. Sebagian besar pasien tersebut tetap asimtomatik untuk jangka waktu lama,
walaupun banyak juga yang mungkin rnengalami cedera hati progresif.4
Di antara pasien yang simtomatik, 90 persen adalah perempuan berusia 35 sampai 60
tahun. Gejala paling dini yang tersering adalah pruritus, yang mungkin generalisata atau
terbatas di telapak tangan dan kaki. Selain itu, rasa lelah sering merupakan gejala awal yang
mencolok. Setelah beberapa bulan sampai tahun, timbul ikterus dan menggelapnya bagian
kulit yang terpajan (melanosis). Manifestasi klinis dini lain dari sirosis biliaris primer
mencerminkan gangguan ekskresi empedu. Manifestasi tersebut adalah steatore dan
malabsorpsi vitamin larut lemak, yang sering menyebabkan pasien mudah memar (defisiensi
25

vitamin K), nyeri tulang akibat osteomalasia (defisiensi vitamin D) yang biasanya terdapat
bersama osteoporosis, kadang buta senja (defisiensi vitamin A), dan dermatitis (mungkin
defisiensi vitamin E dan/atau asam lemak esensial). Peningkatan lipid serum, terutama
kolesterol, yang berkepanjangan menyebabkan deposit lemak subkutis di sekitar mata
(xantelasrna) dan di atas sendi serta tendon (xantoma). Setelah beberapa bulan sampai tahun,
gatal, ikterus, dan hiperpigrnentasi semakin parah. Akhirnya timbul tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal serta asites. Perkembangan penyakit dapat cukup
bervariasi. Sebagian pasien tidak memperlihatkan perkembangan penyakit selama satu
dekade atau lebih lama, sementara sebagian lagi meninggal akibat insufisiensi hati dalam 5
sampai 10 tahun setelah tanda awal penyakit muncul. Dekompensasi seperti ini sering
diperparah oleh infeksi atau perdarahan varises yang tidak terkontrol.4
Pada fase awal penyakit, sewaktu pasien asimtomatik atau hanya mengeluh gatal,
pemeriksaan fisis seluruhnya mungkin normal. Kemudian, timbul ikterus dengan keparahan
yang bervariasi, hiperpigmentasi di bagian tubuh yang terpajan, xantelasma serta xantoma
tendinosum dan planar, hepatomegali sedang sampai berat, splenomegali, dan jari tabuh.
Dapat juga ditemukan nyeri tulang, tanda kompresi vertebra; ekimosis, glositis, dan
dermatitis. Bukti klinis sindroma sika dapat dijumpai pada sekitar 75 persen pasien, dan bukti
serologik penyakit tiroid autoimun pada 25 persen. Kelainan lain yang sering ditemukan
adalah artritis rematoid, sindroma CRST, skleroderma, anemia pernisiosa, dan asidosis
tubularis ginjal. Penyakit tulang sering menimbulkan masalah selama perjalanan penyakit.
Dapat terjadi osteomalasia akibat penurunan penyerapan vitamin D, namun osteoporosis
lebih sering ditemukan pada populasi pasien ini (yang sebagian besar adalah perempuan
pascamenopause).4
Sirosis biliaris primer semakin sering didiagnosis pada tahap prasimtomatik, dengan
ditemukannya peningkatan dua sampai lima kali lipat fosfatase alkali serum sewaktu
pemeriksaan penapisan rutin. Aktivitas 5-nukleotidase serum juga meningkat. Dalam keadaan
ini, kadar bilirubin dan aminotransferase serum biasanya normal, tetapi diagnosis ditunjang
oleh pemeriksaan antibodi antimitokondria yang positif (titer >1:40); Pemeriksaan yang
terakhir relatif lebih spesifik dan sensitif, pemeriksaan yang positif ditemukan pada lebih dari
90 persen pasien simtomatik. Seiring dengan perkembangan penyakit, kadar bilirubin serum
meningkat secara progresif dan dapat mencapai 510 mol/L (30mg/dL) atau lebih pada
stadium akhir. Kadar aminotransferase serum jarang melebihi 2,5 sampai 3,3 kat (150
sampai 200 unit). Sering ditemukan hiperlipidemia, dan juga sering dijumpai peningkatan
26

kolesterol tidak teresterifikasi dalam serum. Lipoprotein serum (lipoprotein X) yang


abnormal dapat ditemukan pada sirosis biliaris primer tetapi temuan ini tidak spesifik dan
dapat dijumpai pada penyakit kolestatik lain. Defisiensi garam empedu dalam usus
menyebabkan steatore sedang dan gangguan penyerapan vitamin larut lemak dan
hipoprotrombinemia. Pasien sirosis biliaris primer mengalami peningkatan kadar tembaga
dalam hati, tetapi temuan ini tidak spesifik dan dijurnpai pada semua penyakit dengan terjadi
kolestasis berkepanjangan.4
Tanda dan gejala sirosis biliaris sekunder sama dengan sirosis biliaris primer. Ikterus
dan pruritus biasanya merupakan gambaran yang paling menonjol. Di samping itu, demam
dan atau nyeri kuadran kanan atas, yang mencerminkan penyakit kolangitis atau kolik biliaris
adalah khas. Manifestasi hipertensi portal ditemukan hanya pada kasus yang lanjut.4
Peningkatan fosfatase alkali serum dan 5'-nukleotidase seperti hiperbilirubinemia
terkonjugasi hampir selalu ada. Terdapat peningkatan sedang aminotransferase serum. Bila
penyakit tersebut dikomplikasi dengan kolangitis, peningkatan kadar aminotransferase dan
leukositosis lebih berat. Seperti pada sirosis biliaris primer, terdapat kelainan lipid serum
(terrnasuk adanya lipprotein X) dan temuan laboratorium yang sesuai dengan steatore.
Namun, uji antibodi antimitokondria biasanya negatif.4
Gambaran Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu
seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrinning untuk evaluasi keluhan
spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil
transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin.2
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak
begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.2 Kenaikan kadar enzim transaminase SGOT, SGPT
bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini
timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan bilirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.5
Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis
bilier primer.2

27

Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase


pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol
selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari
hepatosit.2
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut.2
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perbaikan sirosis.2
Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
imunogobulin.2
Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga
pada sirosis memanjang.2 Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya
penurunan fungsi hati. Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik
dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis.5
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.2
Kelainan hematologi anemia,

penyebabnya

bisa bermacam-macam,

anemia

normokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan


trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan
hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.2
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) ini penting karena bila kadar CHE turun,
kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukan prognosis
jelek.5
Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus
meninggi prognosis jelek.5
Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV
DNA, HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto
protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi kearah keganasan.5
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya
non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa
dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
28

massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
splenomegali, thrombosis vena porta, serta skrinning adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis.2
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan
karena biayanya relatif mahal.2
Magnetic resonance imaging, peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis
selain mahal biayanya. 2

Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa
ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis
sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu
diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis
kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.2
Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tandatanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. 2 Diagnosis pada penderita suspek
sirosis hati dekompensata tidak begitu sulit, gabungan dari kumpulan gejala yang dialami
pasien dan tanda yang diperoleh dari pemeriksaan fisik sudah cukup mengarahkan kita pada
diagnosis. Namun jika dirasakan diagnosis masih belum pasti, maka USG Abdomen dan testes laboratorium dapat membantu.6
Pada pemeriksaan fisik, kita dapat menemukan adanya pembesaran hati dan terasa
keras, namun pada stadium yang lebih lanjut hati justru mengecil dan tidak teraba. Untuk
memeriksa derajat asites dapat menggunakan tes-tes puddle sign, shifting dullness, atau fluid
wave. Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu, spider
telangiekstasis (suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna
merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, foetor hepatikum (bau
yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus.2
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis. Fungsi hati kita
dapat menilainya dengan memeriksa kadar aminotransferase, alkali fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, serum albumin, protrombin time, dan bilirubin. Serum glutamil
29

oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak
begitu tinggi dan juga tidak spesifik.6
Pemeriksaan radiologis seperti USG abdomen, sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG meliputi sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil
dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu
USG juga dapat menilai asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta,
dan skrining karsinoma hati pada pasien sirosis.6
Dari diagnosis sirosis ini kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan
menggunakan klasifikasi Child Pugh. Klasifikasi Child-Pugh (Tabel 2), juga untuk menilai
prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi
bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini
terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C
berturut-turut 100, 80, dan 45%.2
Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi
Hati.2
Derajat Kerusakan

Minimal

Sedang

Berat

Bil. Serum (mu.mol/dl)

< 35

35-50

> 50

Alb.serum (gr/dl)

> 35

30-35

< 30

Asites

Nihil

Mudah dikontrol

Sukar

PSE/enselopati

Nihil

Minimal

Berat/koma

Sempurna

Baik

Kurang/kurus

Nutrisi

Sirosis Laennec
Perlemakan hati alkoholik harus dicurigai pada pasien alkoholik dengan hepatomegali
dan uji fungsi hati yang normal atau sedikit terganggu. Perlemakan hati alkoholik dapat
terjadi bersama dengan hepatitis alkoholik atau sirosis. Hepatitis alkoholik harus dipikirkan
pada individu alkoholik yang banyak minum dan mengalami ikterus, demam, pembesaran
hati yang nyeri, atau asites. Gambaran klinis sering ditunjang oleh gangguan uji fungsi hati
dan kelainan laboratorium lain seperti dijelaskan di atas. Hepatitis atau perlemakan hati
alkoholik dapat terjadi bersama dengan sirosis alkoholik.4
30

Sirosis alkoholik harus sangat dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat minum
alkohol berlebihan jangka panjang dan tanda-tanda fisis penyakit hati kronik. Gambaran
klinis dan temuan laboratorium biasanya cukup untuk menentukan ada tidaknya gangguan
hati dan keparahannya. Walaupun biasanya tidak diperlukan untuk memastikan temuan khas
sirosis atau hepatitis alkoholik, biopsi hati lewat jarum perkutis dapat membantu
membedakan pasien dengan penyakit hati yang tidak parah dengan yang mengalami sirosis
dan untuk menyingkirkan bentuk lain cedera hati misalnya hepatitis virus. Biopsi juga dapat
berguna sebagai alat diagnostik untuk mengevaluasi pasien yang gambaran klinisnya
mengisyaratkan penyakit hati alkoholik namun menyangkal minum alkohol. Pada pasien
yang memperlihatkan gambaran kolestasis, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk
menyingkirkan adanya obstruksi empedu ekstrahepatik. Bila pasien sirosis yang semula stabil
mengalami perburukan status klinis tanpa alasan yang jelas, harus dicari kemungkinan
komplikasi misalnya infeksi, trombosis vena portal, dan karsinoma hepatoseluler.4
Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrosis harus dicurigai pada pasien yang memperlihatkan tanda dan
gejala sirosis atau hipertensi portal. Biopsi hati dengan jarum atau operasi memastikan
diagnosis, walaupun dapat terjadi kesalahan pengambilan sampel karena proses patologik
tidak uniform. Diagnosis sirosis kriptogenik dicadangkan untuk pasien yang etiologinya tidak
diketahui. Sekitar 75 persen pasien mengalami penyakit progresif walaupun mendapat terapi
suportif dan meninggal dalam 1 sampai 5 tahun akibat komplikasi, yaitu perdarahan varises
yang berlebihan, ensefalopati hepatikum, atau karsinoma hepatoseluler.4
Sirosis Biliaris
Sirosis biliaris primer harus dipertimbangkan pada perempuan usia pertengahan yang
mengalami gatal tanpa dapat dijelaskan atau peningkatan kadar serum fosfatase alkali serta
pada mereka yang gambaran klinis atau laboratoriumnya mengisyaratkan gangguan ekskresi
ernpedu berkepanjangan. Walaupun pemeriksaan antibodi antimitokondria serum yang positif
memberikan bukti diagnostik yang penting, dapat terjadi hasil positif-palsu, sehingga harus
dilakukan biopsi hati untuk memastikan diagnosis. Pada sebagian besar kasus harus
dilakukan evaluasi atas saluran empedu untuk menyingkirkan obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik yang dapat disembuhkan, terutama karena seringnya ditemukan kolestasis.4
Sirosis biliaris sekunder sebaiknya dipertimbangkan pada semua pasien dengan bukti
klinis dan laboratorium dari obstruksi yang memanjang terhadap aliran empedu, khususnya
bila terdapat riwayat pembedahan saluran ernpedu atau batu empedu sebelumnya, penyakit
31

kolangitis asendens, atau nyeri kuadran kanan atas. Kolangiografi (baik perkutaneus maupun
endoskopis) biasanya memperlihatkan proses patologi yang mendasari. Biopsi hati, walau
tidak selalu perlu dari sudut klinis, dapat membuktikan perkembangan sirosis.4

Penatalaksanaan
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi
progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet
yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari.2
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya:
alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.2
Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif.2
Pada hemokromatosis, flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi
normal dan diulang sesuai kebutuhan.2
Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya
sirosis.2
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi
utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama
satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD
sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MlU,
tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.2
Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MlU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/ hari selama 6 bulan.2
Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah
kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan
untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon
mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata.
Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum
32

terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis, Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.2
Pengobatan Sirosis Dekompensata
Asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki
atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat
bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.2
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino
rantai cabang.2
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat
penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin
atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.2
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida.2
Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.2
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum
dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.2
Sirosis Laennec
Sirosis dan hepatitis alkoholik merupakan penyakit serius yang memerlukan
pengawasan medis dan.penatalaksanaan cermat jangka panjang. Terapi penyakit hati yang
mendasari umumnya bersifat suportif. Terapi spesifik ditujukan kepada komplikasi tertentu
misalnya perdarahan varises dan asites. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa
pemberian prednison atau prednisolon dengan dosis sedang dapat membantu pada pasien
hepatitis alkoholik yang berat dan ensefalopati. Namun, penggunaan glukokortikoid pada
hepatitis alkoholik masih diperdebatkan dan sebaiknya dicadangkan untuk pasien yang
33

penyakitnya parah. Walaupun sejumlah penelitian menyarankan penggunaan propiltiourasil


pada penatalaksanaan hepatitis alkoholik akut, cara kerja obat tersebut masih belurn
diketahui, dan efektivitasnya belum benar-benar dipastikan. Yang lebih baru, pada satu
penelitian jangka panjang diperlihatkan bahwa terapi pemeliharaan dengan kolkisin (0,6 mg
per oral dua kali sehari) dapat memperlambat perkembangan penyakit dan memperpanjang
usia pasien penyakit hati alkoholik. Obat lain, misalnya penisilamin dan infus intravena
insulin dan glukagon pernah digunakan secara eksperimental, tetapi efektivitas dan
keamanannya belum dipastikan.4
Pada ketiadaan tanda koma hepatik yang akan datang, pasien sebaiknya dianjurkan
melakukan diet yang mengandung paling sedikit 1 g protein per kilogram berat badan dan
8.500-12.500 kJ (2000 sampai 3000 kkal) per hari. Penggunaan diet yang diperkaya asam
amino rantai-cabang dianjurkan.pada pasien yang diprediposisi ensefalopati hati, tetapi diet
yang berharga ini pada pasien dengan sirosis terkompensasi tidak terbukti. Tambahan
multivitamin setiap hari sebaiknya diresepkan, dengan tambahan dosis tiamin parenteral yang
besar pada pasien dengan penyakit Weruicke-Korsakoff. Pasien tersebut sebaiknya
disadarkan bahwa tidak ada obat yang akan melindungi hati terhadap efek pencernaan
alkohol lebih lanjut. Oleh karena itu, alkohol sebaiknya sama sekali dihindari. Komponen
perawatan lengkap yang penting dari pasien seperti itu didesak untuk menjadi terlibat dalam
program penyuluhan alkohol yang tepat.4
Pada pasien sirosis semua obat harus diberikan dengan hati-hati, terutama obat yang
dikeluarkan atau dimodifikasi melalui metabolisme hati atau jalur empedu. Harus dihindari
pemakaian obat berlebihan yang dapat secara langsung atau tidak langsung mencetuskan
komplikasi sirosis. Misalnya, pengobatan asites yang berlebihan dengan diuretik dapat
menimbulkan gangguan elektrolit atau hipovolemia, yang dapat menimbulkan koma.
Demikian juga, sedatif dosis rendah pun dapat memperparah ensefalopati.4
Sirosis Pascanekrotik
Penatalaksanaan biasanya terbatas pada pengobatan untuk komplikasi hipertensi
portal, termasuk mengatasi asites, menghindari obat atau masukan protein berlebihan yang
dapat mencetuskan koma hepatikum, dan pemberian terapi segera bila terjadi infeksi. Pada
pasien sirosis asimtomatik, penatalaksanaan yang bersifat menunggu saja cukup. Pada pasien
yang telah mengalami sirosis pascanekrosis akibat penyakit yang dapat diobati, terapi yang
ditujukan kepada penyakit primer dapat menghambat perkembangan penyakit (misal penyakit
Wilson, hemokromatosis).4
34

Sirosis Biliaris
Tidak terdapat terapi spesifik untuk sirosis biliaris primer. Glukokortikoid tidak
efektif dan bahkan dapat memperparah kelainan tulang. D-Penisilamin pernah dicoba karena
kemampuannya mengikat tembaga dan karena kemungkinan sifat antifibrotik dan
imunomodulatornya. Namun, obat ini tampaknya tidak efektif dan menyebabkan banyak
insidensi efek samping. Sebagian menyarankan bahwa pemberian azatioprin mungkin dapat
memperlambat perkembangan penyakit, tetapi hal ini belum dibuktikan. Kolkisin
diperlihatkan memiliki efektivitas terbatas dalam memperlambat perkembangan penyakit
pada pasien simtomatik dan harus dicoba (dosis 0,6 mg per oral dua kali sehari) kecuali bila
ada keluhan gastrointestinalis. Pemberian metotreksat dosis rendah dilaporkan dapat
memperlambat atau membalikkan proses perkembangan sirosis biliaris primer. Diperlukan uji
klinis terkontrol untuk memastikan peran obat ini dalam penatalaksanaan sirosis biliaris
primer. Siklosporin pernah dianjurkan untuk memperlambat perkembangan penyakit pada
sebuah penelitian yang relatif kecil. Namun, keuntungan terapi ini harus dibandingkan
dengan nefrotoksisitas yang relatif sering terjadi sebelum obat ini dianjurkan untuk kelainan
yang akan menetap seumur hidup ini. Baru-baru ini, terapi ursodiol (13 sampai 15 mg/kg per
hari) juga dilaporkan menghasilkan perbaikan simtomatik dan perbaikan dalam penandapenanda biokimiawi serum pada pasien sirosis biliaris primer. Mekanisme kerja asam
ursodeoksikolat dalam mencapai hasil ini belum jelas. Sementara menunggu konfirmasi lebih
lanjut, obat ini umumnya aman dan ditoleransi baik.4
Pengobatan biasanya ditujukan untuk menghilangkan gejala. Walaupun mekanisme
pruritus tidak seluruhnya jelas, kolestiramin, suatu resin oral untuk sekuestrasi garam
empedu, dengan dosis 8 sampai 12 g/hari dapat digunakan untuk menurunkan pruritus dan
hiperkolesterolemia. Steatore dapat dikurangi dengan diet rendah lemak dan mengganti
trigliserida rantai panjang dalam diet dengan trigliserida rantai-sedang. Vitamin A dan K yang
larut lemak harus diberikan secara parenteral dan teratur masing-masing untuk mencegah
atau memperbaiki buta senja dan hipoprotrombinemia. Suplemen Zn mungkin diperlukan
untuk mengatasi buta senja bila refrakter terhadap vitamin A. Osteomalasia dan osteoporosis
dapat diatasi dengan suplemen kalsium bersama vitamin D oral. Pada penyakit tahap lanjut,
lebih baik digunakan 25 (OH)D3 atau 1 ,25(OH2)D3 daripada vitamin D, karena gangguan
fungsi hati dapat mengurangi konversi vitamin D menjadi metabolit aktif. Perkembangan
sirosis biliaris primer menimbulkan komplikasi yang lazim dijumpai pada penyakit hati tahap
lanjut.4
35

Penatalaksanaan asites, perdarahan varises, dan ensefalopati juga dilakukan. Selama


beberapa dekade terakhir, telah dibuktikan bahwa transplantasi hati ortotopik merupakan
pengobatan yang sangat efektif bagi pasien sirosis biliaris primer. Analisis berjenjang
terhadap pasien dengan beragam derajat risiko menggunakan model prognostik telah
memperlihatkan adanya peningkatan kesintasan pada semua pasien. Bila tersedia,
transplantasi hati merupakan pengobatan pilihan bagi sirosis biliaris primer tahap lanjut.4
Pembebasan obstruksi aliran empedu, baik dengan pembedahan maupun cara
endoskopis, adalah langkah yang paling penting dalam pencegahan dan terapi sirosis biliaris
sekunder. Dekompresi saluran empedu yang efektif menyebabkan perkembangan gejala dan
ketahanan hidup yang mencolok, bahkan pada pasien dengan sirosis yang ditetapkan. Bila
obstruksi tidak dapat dibebaskan, seperti pada kolangitis sklerosis, antibiotic mungkin
membantu secara akut dalam mengendalikan infeksi yang melapisi atau bila diberikan atas
dasar kronik, seperti terapi profilaksis pada penekanan episode kolangitis asendens yang
berulang. Tanpa pembebasan obstruksi, terdapat progresi yang terus menerus terhadap sirosis
stadium akhir dan manifestasi terminalnya. 4

Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. 2
Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu
infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.2
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.2
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Dua puluh sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun
walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.2
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mulamula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma.2
Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.2
36

Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyait lain yang menyertai. Klasifikasi
Child Pugh, juga dapat digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver
Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.2
Indeks Hati

Albumin (g%)
Bilirubin (mg%)
Gangguan kesadaran
Asites

Nilai
1
3,0-3,5
2,0-3,0
Minimal
Minimal

0
>3,6
<2,0
-

Keterangan nilai: Kegagalan hati ringan :

indeks hati 0-3

Kegagalan hati sedang :

indeks hati 4-6

Kegagalan hati berat

indeks hati 7-10

37

2
<3,0
>3,0
+
+

Daftar Pustaka
1. Lindseth GN. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam: Price SA, Wilson
LM, editor. Patofisiologi. Volume 1. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2006.h.472-7; 493-7.
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK,
Setiati S, editor. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam,2009.h.668-72.
3. David CW. Cirrhosis. Available from: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm.
Accessed on August 25, 2015.
4. Podolsky DK, Isselbacher KJ. Penyakit hati ynag berkaitan dengan alcohol dan sirosis.
Dalam: Isselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL,
editor. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta:
EGC, 2000.h.1665-71.
5. Sutadi

SM.

Sirosis

hepatis.

Available

from:

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf. Accessed on August 25,


2015.
6. Jeffrey

AG.

Cirrhosis.

Available

http://www.emedinehealth.com/cirrhosis/article.htm. Accessed on August 25, 2015.

38

from:

39

Anda mungkin juga menyukai