Anda di halaman 1dari 27

USULAN PENELITIAN

TUGAS METODE PENELITIAN LINGKUNGAN

EVALUASI LINGKUNGAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI TELUK


BAGULA, MALUKU

DOSEN PENGAMPU
PROF. DR. IDA BAGOES MANTRA

Diajukan oleh :
JOHANSON. D. PUTINELLA
14848/ IV – 7/ 416 /00

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJA MADA
YOGYAKARTA
JANUARI 2001
I. PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan , pengawasan dan pengendalian lingkungan

hidup ( Undang-undang no 23 tahun 1977 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir diharapkan dapat meningkatkan laju

pembangunan dan mengurangi ketergantungan pada wilayah daratan. Sumberdaya di

wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih dan sumberdaya alam

yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih antara lain meliputi:

sumberdaya perikanan (plankton, benthos, ikan, moluska, krustasea mamalia laut),

rumput laut (seaweed), padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang.

Sumberdaya tak dapat pulih antara lain : minyak, gas, biji besi, pasir timah, bouksit

dan mineral, serta bahan tambang lainnya (Dahuri, 1996).

Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir haruslah dikelola secara terpadu yang

dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram untuk mencapai tujuan yang

dapat mengharmoniskan dan mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara

lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi.

Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah ribuan pulau

(17.508 buah) terletak didaerah tropis. Garis pantainya membentang sejauh

lebih kurang 81.000 kilometer, yang merupakan negara dengan garis pantai

terpanjang di dunia. Luas wilayah lautan yang meliputi 2/3 luas keseluruhan
wilayahnya merupakan suatu tantangan untuk dikelola dan dimanfaatkan demi

kesejahteraan masyarakat.

Sebagaimana dimaklumi, bahwa perairan pantai tropis adalah bagian yang

umumnya paling tinggi produktivitasnya, maka pemanfaatan akan dapat memecahkan

persoalan-persoalan penting yang dihadapi perikanan. Persoalan tersebut antara lain

tekanan usaha penangkapan yang terus meningkat (over exploitation) dan

keterbatasan air bagi pengembangan budidaya air tawar (Ditjen Perikanan, 1982).

Budidaya laut yang saat ini banyak dikembangkan meliputi : budidaya ikan,

mutiara dan rumput laut. Dengan semakin meningkatnya permintaan rumput laut oleh

para konsumen di berbagai negara, maka sudah sewajarnya diadakan suatu penelitian

untuk mengetahui potensi rumput laut di wilayah Indonesia Bagian Timur (Papalia

dan Sumadhiharga, 1990). Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan budidaya rumput laut di daerah tersebut. Selain itu dapat melestarikan

dan meningkatkan produksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri

maupun sebagai komoditas ekspor.

Budidaya laut di Maluku telah dikembangkan sejak tahun 1980-an yaitu

budidaya mutiara dan ikan hias, sedangkan budidaya rumput laut baru

dikembangkan sekitar tahun 1994 dengan sekitar 100 petani yang menjalin pola

kemitraan dengan perusahan asing. (Dinas Perikanan Propinsi Maluku, 1998).

Meningkatnya minat petani untuk melakukan budidaya rumput laut disebabkan

murahnya biaya yang dikeluarkan dan teknologi yang digunakan relatif sederhana.
Mengingat kondisi propinsi Maluku yang masih dilanda konflik sosial, dan

berdampak pada berbagai sektor kehidupan masyarakat, antara lain sektor pendidikan,

ekonomi,sosial, ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Dan hal ini diperperparah

dengan krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 1997 yang lalu serta kondisis

Indonesia yang belum terlepas dari krisis yang ada.

Dalam rangka menyongsong “otonomi daerah” yang telah dicanangkan oleh

Pemerintah dengan UU No: 23 Tahun 1999, maka pemerintah daerah Maluku

diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang ada diantaranya; masalah pendidikan,

tingginya tingkat inflasi dan pengangguran , serta kurangnya sektor usaha di sana dan

lain lain sebagai ekses dari permasalah di daerah ini.

Propinsi maluku yang 75 % meliputi wilayahnya merupakan perairan laut dan

memiliki potensi perikanan laut yang sangat besar serta bila dikelola secara baik

diharapkan dapat meningkatkan kesejateraan masyaraka Maluku. Sehingga untuk

meningkatkan produksi, memperluas kesempatan berusaha, dan mengurangi tingkat

pengangguran, maka dirasakan perlu untuk mengembangkan dan memperluas wilayah

pemanfaatan untuk budidaya rumput laut. Meskipun kira-kira 2/3 wilayah Indonesia

terdiri dari laut, yakni wilayah pesisir yang sempit sepanjang garis pantai yang

mempunyai potensi untuk mengembangkan budidaya laut. Ini pun tidak semua ,

karena ada persyaratan teknis , sosio-ekonomis dan oseanologis yang harus

dipertimbangkan sesuai dengan teknik budidaya yang akan dikembangkan

(Romimohtarto, 1982).
Teluk Baguala merupakan perairan semi tertutup yang bagian timur dan

tenggara terdapat penghalang (barrier), yaitu pulau Seram dan Pulau Haruku

memiliki paparan terumbu yang relatif agak luas dengan tersedianya bibit alami pada

daerah sekitar maupun dilokasi ini. Untuk mengembangkan budidaya rumput laut

pada Teluk Baguala , maka diperlukan suatu kajian hidro-oseanografi perairan

tersebut yang meliputi ; arus, gelombang, suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO),

kandungan bahan organik (nitrat dan fosfat), kecerahan air dan material dasar

perairan.

B. Perumusan Masalah.

Teluk Baguala yang berada pada bagian timur Pulau Ambon memiliki karakteristik

tersendiri, dimana teluk yang semi tertutup. Wilayah darat pada bagian barat dan

selatan memberikan pengaruh terhadap kondisi perairan Teluk Baguala karena pada

kedua daerah ini mengalir beberapa sungai-sungai kecil tadah hujan yang akan

memberikan kandungan bahan organik pada perairan ini selain itu perairan ini juga

dipengaruhi oleh Laut Banda pada bagian Timur dari Pulau Ambon. Yang pada

waktu waktu tertentu akan mengalami “ upwelling” sehingga akan mempengaruhi

sifat hidro-oseanografi dari perairan Teluk Baguala.

Wilayah perairan Teluk Baguala tidak semuanya mengalami fluktuasi salinitas

yang besar dan kekeruhan akibat material yang terangkut oleh sungai-sungai kecil

yang ada pada musim hujan. Banyak lokasi lain yang mungkin mempunyai potensi

besar untuk budidaya rumput laut baik atas petimbangan aksesibilitas, masyarakat,

maupun faktor oseanografis.


Beberapa permasalahan yang berusaha dipecahkan dalam penelitian ini adalah

1. Dalam pembudidayaan rumput laut di Teluk Baguala apakah nanti dalam

perkembangannya lokasi-lokasi budidaya telah sesuai dengan persyaratan hidup

rumput laut.

2. Metode penanaman apung yang akan digunakan dalam budidaya nanti apakah

sudah sesuai dengan persyaratan hidro-oseanografi yang ada untuk

pertumbuhan hasil yang akan diperoleh.

3. Bagaimana respon masyarakat dan apakah nantinya ada kemungkinan dalam

pengembangan dari budidaya rumput laut dapat mendukung dan menaikan dari

kondisi sosial-ekonomi masyarakat disekitar lokasi pembudidayaan rumput laut

C. Tujuan penelitian.

Tujuan penelitian ini mengacu pada pada perumusan masalah, yaitu :

1. Menentukan dan mengevaluasi daerah mana yang mempunyai potensi besar untuk

mengembangkan usaha budidaya rumput laut.

2. Menentukan metode yang digunakan untuk mengembangkan budidaya rumput laut

pada daerah yang berpotensi dengan berdasar pada karakteristik substrat dasar dan

kedalaman.

3. Menjelaskan apakah kondisi sosial-ekonomi masyarakat dapat mendukung usaha

budidaya rumput laut atau tidak.

D. Manfaat penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan akademis, yaitu

pengembangan penelitian dan ilmu pengetahuan, serta kegunaan praktis. Hasil


penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah dalam hal ini Bappeda,

pengusaha dan petani untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut di Maluku

maupun sebagai solusi didalam memecahkan masalah tingkat pengangguran yang

terjadi selama konflik sosial di sana.

E. Keaslian Penelitian.

Beberapa penelitian tentang rumput laut telah dilakukan oleh para ahli

diantaranya :

1. Papalia, S. (1990) melakukan penelitian untuk menentukan pengaruh

perbedaan sistem penanaman rumput laut terhadap laju pertumbuhan Euchema

spp yang dilakukan di daerah teluk Un, Tual, Maluku Tenggara.

2. Papalia, S., dkk (1990) melakukan penelitian penanaman rumput laut atasdasar

perbedaan kedalaman di pantai Arfai, Manokwari, Irian Jaya.

3. Noor, Z. (1990) melakukan penelitian tentang sistem tanam dan pengaruhnya

terhadap kualitas rumput laut yang dilakukan di Bali

4. Fatmawati (1998) , melakukan studi kesesuaian budidaya rumput laut di

Kota Baru Kalimantan Selatan untuk mengetahui kesesuaian waktu dan

wilayah budidaya.

II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS


A. Tinjauan Pustaka
A.1. Terminologi rumput laut .

Istilah rumput laut (seaweed) berbeda dengan komunitas rumput laut atau lamun

(seagrass). Lamun dimasukkan dalam kelompok tumbuhan berbunga (Anthophyta).

Rumput laut didefenisikan sebagai tumbuhan dasar perairan yang dikenal sebagai alga
(Chapman and Chapman, 1980). Istilah rumput laut itu sendiri bukanlah istilah

taksonomik, melainkan istilah yang umum digunakan untuk menggambarkan

sejumlah alga laut ukuran besar yang masuk dalam kelompok Chlorophyceae (alga

hijau), Rhodophyceae (alga merah) dan Phaeophyceae (alga coklat). Alga tersebut

berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi, dimana mereka tidak mempunyai akar,

batang dan daun yang sejati.

Alga tersebar hampir di seluruh dunia dengan jenis yang spesifik. Di Eropa dan

atlantik Utara didominasi oleh Pelvetia sp dan Fucus sp, perairan pantai Amerika

oleh alga coklat Macrocystis sp dan Laminaria sp. Pasifik Tengah dan Hawaii oleh

genus Euchema dan Indonesia didominasi oleh alga merah dari genus Euchema dan

Gracillaria.

Euchema sp pada dasarnya berbentuk filamen dengan pertumbuhan apical .

Reproduksi berlangsung secara aseksual dengan variasi spora. Reproduksi vegetatif

berlangsung dengan cara pengembangan cabang lateral dengan 4 – 5 sel (Bell,1992).

Sumich (1992) menjelaskan bahwa masing-masing kelas alga mempunyai pigmen

fotosintesis yang berbeda untuk melaksanakan proses fotosintesis dalam jaringan

tubuhnya. Kelas Phaeophyta mempunyai pigmen chlorophyll a dan c, xanthophylls

dan carotenes. Kelas Rhodophyta mempunyai pigmen chlorophyll a, carotenes dan

phycobilins. Kelas Chloriphyta dengan pigmen chlorophyll a dan b serta carotenes .

A.2. Aspek Ekologi Rumput Laut

Kondisi oseanografi fisika di kawasan pesisir dan laut dapat digambarkan oleh

terjadinya fenomena alam seperti terjadinya pasang surut , arus , kondisi suhu dan
salinitas, serta angin. Fenomena-fenomena tersebut memberikan kekhasan

karakteristik pada kawasan pesisir dan laut, sehingga menyebabkan terjadinya

kondisi fisik perairan yang berbeda-beda ( Dahuri dkk, 1996).

A.2.1. Gelombang dan Arus

Kenyataan bahwa gelombang kebanyakan berjalan pada jarak yang luas,

sehingga mereka bergerak makin jauh dari tempat asalnya dan tidak lagi dipengaruhi

langsung oleh angin. Sifat-sifat gelombang dalam hal ini besar kecilnya dan

kecuraman dipengaruhi oleh kecepatan angin waktu dimana angin sedang bertiup dan

jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch). Untuk mengetahui

gelombang di lautan digunakan skala beafort (Hutabarat dan Evans, 1985).

Bentuk gelombang akan berubah dan akhirnya pecah begitu mereka sampai di

pantai. Pecahnya gelombang ini sering disertai dengan gerakan maju ke depan yang

berkekuatan sangat besar yang dapat merusak konstruksi budidaya. Bila sebuah

gelombang pecah, airnya akan dilemparkan jauh ke depan sampai mencapai daerah

pantai sebagai sebuah arus. Sumich (1980) menyatakan bahwa kebanyakan rumput

laut mampu mentoleransi aksi gelombang yang besar dan terekspos pada daerah

intertidal berbatu dan substrat yang padat.

Dahuri, dkk (1996) menjelaskan bahwa gelombang yang datang menuju pantai

dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh terhadap

proses sedimentasi dan abrasi pantai. Pola arus pantai ditentukan terutama oleh

besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai.

Jika sudut datang itu cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusuri pantai
(longshore current) dan jika sudut yang datang itu kecil maka akan terbentuk arus

meretas pantai (rip current).

Arus sangatlah penting di laut. Arus adalah perpindahan massa air dari satu

tempat ke tempat lainnya. Tanpa arus, lautan menjadi stagnan dan tidak dapat

mendukung kehidupan. Makanan, nutrien dan oksigen , merupakan 3 subtansi utama

yang harus mengalami sirkulasi dalam upaya mendukung kehidupan di laut. Arus

dipengaruhi oleh angin, bentuk topografi dan pasang surut (Bell, 1992).

Mubarak (1982) menjelaskan bahwa pergerakan air dianggap sebagai kunci

diantara faktor-faktor oseanografis lainnya dalam budidaya rumput laut. Ombak dan

arus memudahkan transportasi nutrien dan menyebabkan masa air menjadi homogen.

Masa air homogen ini menghindari besarnya fluktuasi tempratur, salinitas, pH,

oksigen terlarut dan lain-lain

A.2.2. Pasang surut dan kedalaman .

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunya muka laut secara hampir periodik

karena gaya tarik benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Naik turunnya

muka laut dapat terjadi sekali sehari (pasut tunggal) atau dua kali sehari (pasut

ganda). Sedangkan pasut yang berlaku diantara keduanya disebut sebagai pasut

campuran (Dahuri dkk, 1996). Pasang surut terutama mempengaruhi kehidupan

organisme yang hidup pada wilayah pantai , seperti halnya rumput laut (Reseck,

1988).

Lembaga Penelitian Perikanan Laut (1980) dalam laporannya menyebutkan

bahwa salah satu hambatan pengembangan rumput laut di Pulau Samaringa, Sulawesi
Tengah adalah perbedaan (range) pasut yang terlalu besar, sehingga sebagian rakit

menjadi kering dan menyebabkan spine (ujung-ujung ) tanaman menjadi kering dan

rusak .
Rumput laut melimpah pada zona intertidal dan biasa ditemukan pada

kedalaman 30 – 40 meter. Pada daerah tropik yang jernih bisa mencapai

kedalaman 200 m(Sumic, 1980). Bell (1992) menjelaskan bahwa kebanyakan

anggota rhodophyta hidup pada perairan dalam dan hangat, biasa terlihat bila

terdampar dipermukaan . Kemampuan untuk hidup pada perairan yang

dalam dimungkinkan karena adanya biliprotein.

Hasil penelitian Papalia dkk (1990) didapatkan bahwa kedalaman memberikan

respon yang sangat nyata terhadap pertumbuhan berat rumput laut. Laju

pertumbuhan berat Gracillaria lichenoides yang ditanam pada lapisan atas

(kedalaman 30 cm) menunjukan pertumbuhan yang lebih baik dari pada

lapisan bawah (kedalaman 60 dan 90 cm).

A.2.3. Suhu, Slinitas dan Oksigen.

Suhu dan salinitas merupakan parameter oseanografi yang penting dalam sirkulasi

untuk mempelajari asal usul massa air. Kedua parameter ini serta tekanan

menentukan densitas air laut. Perbedaan densitas antara dua tempat akan

menghasilkan perbedaan tekanan yang kemudian memicu aliran massa air

dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah.

Pertumbuhan ganggang laut jenis Chlorella sp. Sangat baik pada kisaran pH

6-8 dan kisaran salinitas 20–40 ppt (Sutomo, 1990).


Konsentrasi dan distribusi oksigen di laut ditentukan oleh kelarutan gas oksigen

dalam air dan proses biologi yang mengontrol tingkat konsumsi dan

pembebasan oksigen. Proses fisik juga mempengaruhi kecepatan oksigen

memasuki dan distribusi di dalam laut. Hubungan antara besarnya oksigen

terlarut dengan derajat pencemaran disajikan pada tabel 1.

Pada budidaya rumput laut (Eucheuma spinosum), keadaan paparan terumbu

dengan dasar pasir yang tak bercampur lumpur, kejernihan air, salinitas yang tinggi,

suhu dan arus yang cukup kuat merupakan persyaratan yang diperlukan

(Romimohtarto, 1982).

Tabel 1. Hubungan antara oksigen terlarut dengan derajat pencemaran perairan

OKSIGEN TERLARUT (mg/l) DERAJAT PENCEMARAN

> 6,5 Belum tercemar


4,5 - 6,5 Tercemar ringan
2,0 - 4,5 Tercemar sedang
< 2,0 Tercemar berat
Sumber : Lee dalam Pandi dan Salim (1984).

A.2.4. Substrat, Nutrien dan Grazing.

Tipe dan sifat substratum dan dasar perairan merupakan faktor penting dalam

pemilihan lokasi. Keadaan substratum ini merupakan refleksi dari keadaan

oseanografi perairan karang dan dapat pula digunakan untuk menentukan derajat
kemudahan dalam pembangunan konstruksi budidaya. Area yang sangat berkarang

umumnya sangat terbuka terhadap ombak (wave exposed), sedangkan tipe substratum

yang terdiri dari fine sand atau silt umumnya terlindung dari segala macam gerak air.

Kedua macam substratum ini tidak tepat untuk dipilih (Mubarak , 1982). Klasifikasi

kurang sedimen dan tipe sedimen disajikan pada Tabel 2.

Barnes dan Hughes (1988), menerangkan bahwa keberadaan nutrien dengan

komposisinya dalam air laut walaupun sangat sedikit, tetapi sangat penting bagi proses

ekologi. Pergerakan air sangat mempengaruhi kebanyakan proses ekologi dan

distribusi, terutama sirkulasi nutrien dan oksigen.

Tabel 2. Klasifikasi sedimen menurut skala Wentworth

UKURAN SEDIMEN (mm) TIPE SEDIMEN

> 2 Kerikil + Batuan


2 Pasir sangat kasar
1 Pasir kasar
0,5 Pasir agak kasar
0,250 Pasir halus
0,125 Pasir sangat halus
< 0,026 Lumpur + Liat

Sumber : Buchanan (1984)

Fotosintesis tumbuhan laut, selain menghasilkan oksigen, juga untuk

pembentukan protein, enzim, cadangan energi, energi pengangkutan, dan molekul

lainnya. Konsentrasi N dan P dalam perairan sangat sedikit padahal sangat

dibutuhkan. Kandungan nitrat rata-rata di perairan laut sebesar 0,5 ppm dan
kandungan fosfat lebih rendah dari itu, Kedua senyawa tersebut bisa melebihi batas

pada wilayah permukaan air.

Moewarni (1987) menjelaskan bahwa nitrat adalah senyawa nitrogen yang stabil

dan merupakan salah satu senyawa yang penting untuk sintesis protein tumbuhan dan

hewan. Senyawa ini dapat berasal dari limbah domestik sisa tanaman,senyawa

organik ataupun limbah industri. Tersedianya nitrogen dalam bentuk nitrat dapat

berasal dari limbah pertanian, hasil perubahan amoniak, tinja manusia dan hewan atau

dapat juga berasal dari proses alami seperti petir (Moos, 1986).

Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang penting bagi metabolisme sel

tanaman. Kehadiran fosfat diperairan juga tidak menimbulkan efek langsung yang

yang merugikan terhadap organisme perairan. Kandungan orthofosfat mempengaruhi

tingkat kesuburan perairan. Pada perairan alami, kandungan fosfat terlarut tidak lebih

dari 0,1 ppm, kecuali pada perairan penerima limbah rumah tangga dan industri, serta

limpahan air dari daerah pertanian yang umumnya mengalami pemupukan fosfat.

Dinitrifikasi senyawa nitrogen menyebabkan N tidak terakumulasi pada sedimen

(Wetzel, 1983) Hubungan antara kandungan orthofosfat dengan kesuburan perairan

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara kandungan orthofosfat dengan kesuburan perairan.

KAND. ORTOFOSFAT (mg/l) KESUBURAN


0,101 - 0,200 Sangat baik
0,050 - 0,100 Baik
0,021 - 0,049 Cukup
< 0,021 Jelek

Sumber: Wardoyo (1975)


Menurut Pringle dan Hamazaki (1997) ketidak hadiran dari ikan omnivorous

dapat mempertinggi struktur komunitas alga bentik. Hal yang sama didapatkan oleh

Harold dan Reed (1985) bahwa rekruitmen, ketahanan hidup dan pertumbuhan dari

alga dipengaruhi oleh faktor hidrografik dan grazing oleh bulu babi di pulau Nicolas,

California.

A.3. Budidaya dan Manfaat Rumput Laut.

Budidaya laut (mariculture) bertujuan untuk meningkatkan biomassa lapangan

per area substrat dibawah kondisi terkontrol atau semi kontrol. Lebih jauh, usaha

budidaya laut mempunyai dua jalur, yaitu; budidaya makroalga untuk komersial

secara langsung dan budidaya planktonik alga yang digunakan sebagai makanan

herbivora (udang dan kerang-kerangan) (Chapman and Chapman , 1980). Budidaya

dapat melestarikan dan meningkatkan produksi rumput laut (Papalia, 1990)

Committee for Marine Aquaculture USA (1992) dalam laporannya menjelaskan

bahwa budidaya rumput laut telah dikembangkan secara komersial di Cina, Jepang,

Taiwan, Korea, Filipina, dan Indonesia. Rumput laut ini digunakan sebagai bahan

makanan, ekstraksi agar- polisakarida, asam algenik dan karaginan.

Usaha budidaya rumput laut di perairan pantai Bali telah berkembang sejak

tahun1984, namun sebetulnya telah diperkembangkan sejak 1979. Daerah –daerah

utama penghasil rumput laut di Bali antra lain; Nusa Lembong, Nusa Cemingas, Nusa

Penida, dan Nusa Dua (Noor, 1990).

Jenis alga merah banyak digunakan sebagai obat tradisional di Cina. Analisa

kimia menunjukan bahwa alga tersebut mengandung senyawa terpenoid, asetogenik


maupun senyawa aromatik. Umumnya senyawa yang ditemukan pada alaga merah

bersifat anti mikroba, anti inflamasi, anti virus dan bersifat sitoksis (Simanjuntak,

1995). Reseck (1988) menambahkan bahwa produk rumput laut berupa: alginat, agar

dan karaginan.

Sunarto (1995), menjelaskan bahwa terdapat 3 (tiga) macam metode budidaya

rumput laut yang saat ini dikembangkan, yaitu :

1. Metode Tanam Dasar. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman 0,5 – 1,0

meter, sesuai dan agak sulit pada kedalaman 1,0 – 2,5 meter. Bentuk lahan

yang cocok adalah rataan karang atau pasir.

2. Metode Lepas Dasar. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman 1,0 – 2,5

meter, sesuai tetapi sulit pada kedalaman 2,5 – 5,0 meter, dan hanya untuk

penyimpanan bibit pada kedalaman > 5,0 meter. Substrat yang baik adalah

rataan karang atau pasir dan pasir dengan hancuran karang.

3. Tanam Apung. Metode ini sesuai dan mudah pada kedalaman 1,0 – 2,5 meter.

Substrat yang baik adalah rataan pasir dengan karang.

B. Landasan Teori

Budidaya rumput laut merupakan salah satu pilihan untuk memanfaatkan

potensi sumberdaya laut, penganekaragaman pangan, dan dapat pula memberikan

peluang berusaha, serta mengurangi pengangguran. Budidaya rumput laut ini telah

lama dikembangkan di dunia, termasuk Indonesia.

Rumput laut mempunyai nilai ekonomis cukup tingggi, baik untuk konsumsi

dalam negeri maupun sebagai komoditas eksport. Rumput laut dapat digunakan untuk
berbagai macam keperluan seperti: bahan makanan, obat-obatan, bahan kosmetika,

dan lain-lain.

Pengembangan budidaya rumput laut tidak terlepas dari beberapa faktor

pendukung, , seperti: faktor sosial-ekonomi, faktor teknis dan faktor hidro-

oseanografis. Faktor sosio-ekonomi berkaitan dengan kondisi masyarakat yang akan

melaksanankan usaha budidaya tersebut. Faktor teknis menyangkut pengadaan

material dan bisa tidak konsruksi budidaya dibangun pada daerah tersebut. Faktor

hidro-oseanografis yang dipertimbangkan dalam penelitian ini menyangkut kajian

gelombang, arus, salinitas, pH, suhu, oksigen terlarut, nutrien, pasang surut,

kedalaman perairan, kecerahan dan sedimen dasar perairan.

Masing-masing parameter hidro-oseanografis memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan rumput laut yang akan dibudidayakan. Karena itulah kajian tentang

kondisi hidro-oseanografis di daerah Teluk Beram dilakukan untuk mengembangkan

usaha budidaya rumput laut tersebut.

C. Hipotesa.

Dari uraian latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian,tinjauan pustaka dan

landasan teori, maka diajukan hipotesa sebagai berikut :

1. Daerah dimana lokasi penelitian dilakukan mempunyai potensi yang besar

untuk mengembangkan budidaya rumput laut.

2. Ketiga macam metode budidaya rumput laut (tanam dasar, tanam lepas dasar

dan tanam apung) dapat digunakan.


3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat mendukung usaha budidaya rumput

laut.

Gambar. Diagram Aliran Penelitian

PERAIRAN PANTAI

Lingkungan Fisik Lingkungan Biotik Lingkungan Sosekbud

Prediksi Pasut, Arus


dan Gelombang Rumput laut ( Euchema )

Peta Dasar 1 : 50.000

Kualitas Air Survei lapangan Syarat Tumbuh Rumput Laut

Kompilasi Peta Matching


Kedalaman
Dan Substrat

Peta Satuan Wilayah Perairan Sementara

Tabel dan Grafik Peta Kesesuaian Perairan :


1.Metode Tanam Dasar
Kualitas Air 2.Metode Lepas Dasar
3.Metode Apung
Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Rumput Laut (Euchema)

III. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 11 bulan, mulai September 2002

sampai dengan Juni 2003 yang meliputi: persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian

dan penyusunan laporan penelitian . Tahap persiapan penelitian mencangkup

observasi lapangan, penentuan stasiun penelitian, pengumpulan data sekunder dan

kajian pustaka. Pelaksanaan penelitian yaitu pengukuran lapangan dan analisa

laboratorium. Penyusunan laporan penelitian meliputi pengolahan data dan

pembahasan. Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pantai Teluk Baguala,

Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.

B. Alat dan Bahan.

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

- Handrefractometer
- DO- meter
- GPS seri 4.33
- PH- meter
- Thermometer
- Cammmere Water Sampler
- Botol sampel air laut
- Layang-layang arus
- Stop Watch
- Tali meteran
- Batu duga
- Perahu motor
- Alat selam dasar (fin, masker dan snorkel)
- Kamera
- Grap Sampler
- Secchi disk
- Kompas
- Saringan bertingkat
- Timbangan digital
- Sampel air laut
- Aquades
- Peta Topografi Skala 1 : 50.000

C. Penentuan Stasiun Penelitian.

Daerah penelitian ditentukan secara porposive, dengan mempertimbangkan

beberapa hal seperti; Jauh dari muara sungai yang mensuplai air tawar dan sedimen,

terdapat komunitas manusia dan mudah dijangkau (faktor aksebilitas). Daerah

penelitian mempunyai luas lebih kurang 5 kilometer persegi. Daerah yang diteliti

dibagi menjadi 15 stasiun pengambil sampel.

D. Jalan penelitian.
1. Pengambilan Sampel Air.

Sampel air diambil dari masing-masing stasiun penelitian kemudian langsung

dilakukan pengukuran suhu, salinitas,pH, dan oksigen terlarut (DO). Sedangkan

pengukuran kandungan nitrat dan fosfat dilakukan di laboratorium.


2. Pengukuran Arus dan Pasang Surut.

Mengukur arus dilakukan secara langsung dengan menggunakan layang-layang

arus yang dibentangkan dengan tali meteran sejauh 10 meter dan dicatat waktu

tempuhnya dengan menggunakan stop watch. Data pasang surut merupakan data

sekunder yang diperoleh dari Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL.

3. Pengukuran Kedalaman dan kecerahan Air.

Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan batu duga dan setiap titik

pengukuran kedalaman dilakukan pula pengukuran kecerahan air laut dengan

menggunakan secchi disk. Titik titik pengukuran kedalaman ditentukan posisinya

dengan menggunakan GPS seri 4.33 untuk pembuatan peta kontur kedalaman.

4. Pengambilan Sampel Substrat

Masing masing stasiun penelitian diambil sampel sedimennya beberapa titik

kemudian disatukan dan dicampur secara merata. Sampel tersebut dikering anginkan,

kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis penentuan tipe

substratnya.

5. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat.

Data tentang kondisi sosial-ekonomi masyarakat merupakan data sekunder yang

didapatkan dari monografi desa dan juga dilakukan pengamatan dan wawancara

langsung dengan masyarakat.

6. Analisa Data.
6.1. Prediksi Gelombang.

Prediksi tingginya gelombang (H), periode (T) dan panjang gelombang (L)

diperoleh dari hubungan fetch dan kecepatan angin tertinggi (Wilson dalam Faisal,

1998) dengan formula sebagai berikut :

g.H2/3
----------- = 0,3 [1- {1 + 0,004 (g.F/U2)1/2}-2] ………………………(1)
U2

g.T2/3
----------- = 1,37 [1-{1= 0,008 (g.F/U-2)1/2}-5] ………………………(2)
U2

Σ Xi Cos α i
F = ------------------ ……….……………………………………….. (3)
Σ Cos αI

g.T2
L = -------------- ……………………………………………….. (4)

Dimana :

U = Kecepatan angin (m/dt)


g = Percepatan grafitasi (m/dt2)
H = Tinggi Gelombang (m0
T = Periode Gelombang (dt)
L = Panjang Gelombang (m)
Xi = Jarak lokasi dengan pulau terdekat
α = Sudut antara lokasi dengan pulau terdekat.

6.2. Pembuatan Peta Kontur Kedalaman.


Data hasil pengukuran kedalaman dan posisi masing-masing titik sampling diolah

dengan menggunakan paket program surfer sehingga menghasilkan peta kontur

kedalaman. Peta kontur kedalaman dan peta sebaran substrat dikompilasi untuk

mendapat peta kesesuaian untuk metode budidaya.

6.3. Parameter Hidro-Oseanografi.

Hasil pengukuran parameter hidro-oseanografi disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik, kemudian dilakukan matching dengan syarat-syarat pertumbuhan untuk

budidaya rumput laut yang didapatkan melalui berbagai kajian pustaka.

6.4. Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat.

Analisa kondisi sosial-ekonomi masyarakat dilakukan dengan tabel dan grafik

kemudian dijelaskan secara deskriptif.

DAFTAR PUSTAKA

Barnes, R.S.K., and Hughes, R.N., 1988. An introduction to Marine Geology. Second
Editio. Blackwell Science ltd. Oxford.
Bell, P.R., 1992. Green Plant, Their Origin, and Diversity. Dioscorides Press.
Portland. Oregon.
Buchanan, J.B., 1984. Sediment analysis. Blackwell. Oxford.

Chapman, V.J., and Chapman, D.J., 1980. Seaweeds and Their Uses. Third Edition.
Chapman and Hall 150 th Anniversary . London- New York.

Committee and Assesment of Technology and Opportunities for Marine aquaculture,


1992. Marine Aquaculture ; Opportunities for growth. National Academy
Press. Washington.
Dahuri, R., Rais, J.,Ginting, S.P., dan Sitepu, M.J., 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Dinas Perikanan Propinsi Maluku, 1997. Laporan Tahunan.

Direktorat Jendral Perikanan, 1982. Prosiding Pertemuan Teknis Budidaya Laut.


Anyer, 10 – 13 mei 1982.

Faizal, A., 1998. Studi Material Sedimen Tersuspensi Pada Perairan Panta
Kecamatan Biringkanaya Kodya Ujung Pandang. Skripsi Ilmu Kelautan
Unhas, Ujung Pandang.
Harrold, C. and Reed, D.C., 1985. Food Availability, Sea Urchin Grazing, and Kelp
Forest Community Structure. Ecology Journal. Ecological Society oAmerica.

Hutabarat, S. dan Evans, S. M., 1985 Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia


Press, jakarta.

Lembaga Penelitian Perikanan laut, 1980. Laporan Penelitian perikanan Laut.


Departemen Pertanian, Jakarta.

Moerwani, P., 1987. Analisa Air. Makalah Kursus Dasar Amdal Angkatan XVII.
Pusat
Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia

Jakarta.

Moos, B., 1986. Ecology of Fresh water. Blackwell Scietific Publishing, Oxford.

Mubarak, H., 1982. Teknik Budidaya Rumput Laut. Makalah Prosioding Pertemuan
Teknis Budidaya Laut. Anyer, 10-13 Mei 1982.
Noor, Z., 1990. Sistem Tanam dan Kualitas Rumput Laut. Buku Panduan dan
kumpulan Abstrak Seminar Ilmiah Nasional Lustrum VII Fakultas Biologi
UGM. Yogyakarta , 20-21 September 1990.

Pandi dan Salim, 1984. Aspek Limnologi dalam Analisis Dampak lingkungan.
Makalah Kursus Dasar-dasar Andal. 27 agustus – 11 september 1984.
Universitas Padjajaran, Bandung.
Papalia, S., Yulianto, K. dan Renyaan, A., 1990. Pentingnya Penelitian Potensi
Rumput Laut di Perairan Indonesia Timur. Buku Panduan dan Kumpulan
Abstrak seminar Ilmiah Nasional Lustrum VII Fakultas Biologi UGM.
Yogyakarta , 20-21 September 1990.

Papalia, S., Yulianto, K., dan Renyaan, A., 1990. Percobaan Penanaman Rumput
Laut di Perairan Pantai Arfai Manokwari, Irian Jaya. Buku Panduan dan
Abstrak Seminar Ilmiah Nasional Lustrum VII Fakultas Biologi UGM.
Yogyakarta, 20-21 September 1990.
Pringle, C. M. and Hamazaki, T., 1997. Effect of Fishes on Algal Response to Stroms
in a Tropical Stream. Ecology Journal. Ecological Society of America.

Reseck Jr, J., 1988. Marine Biology. Second Edition. A reston Book Prentice Hall.
Englewood Cliffs, N. J. 07632.

Romimohtarto, K., 1982. Pertimbangan- pertimbangan Oseanologi untuk


Pengembangan Budidaya Laut. Makalah Prosiding Pertemuan Teknis
Budidaya Laut Anyer, 10-13 Mei 1982.
Sumich, J.L., 1980. An Introduction to the Biology of marine Life. Second Edition.
Wm. C. Brown Company Publishers. Dubuque-Iowa.

Simanjuntak, P., 1995. Senyawa Bioaktif dari Alga. Hayati, Jurnal Biosains. Penerbit
Jurusan Biologi FMMIPA, IPB, Bogor.

Sutomo, 1990. Pengaruh Salinitas dan pH terhadap Pertumbuhan Chorella sp. Buku
Panduan dan Kumpulan Abstrak Seminar Ilmiah Nasional Lustrum VII
Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta, 20-21 September 1990.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Wardoyo, S. T.H., 1975. Pengelolaan Kualitas air. Proyek Peniongkatan Mutu


Perguruaan Tinggi. IPB, Bogor.

Wetzel, R. g., 1983. Limnology. Sounders College Publishing. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai