DEPARTEMEN MEDIKAL
Disusun Oleh:
Eka Fitri Cahyani
115070201111001
AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang mengakibatkan rusaknya/menurunnya sistem kekebalan
tubuh terhadap berbagai penyakit. Apabila HIV ini masuk ke dalam peredaran darah
seseorang, maka HIV tersebut menyerap sel-sel darah putih. Sel-sel darah putih ini
adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh yang berfungsi melindungi tubuh dari
serangan penyakit. HIV secara berangsur-angsur merusak sel darah putih hingga tidak
bisa berfungsi dengan baik.
HIV
(Human
Immunodeficiency
Virus)
adalah
sebuah
retrovirus
yang
menginfeksi sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama CD4+ T cell. HIV terdapat di
dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani atau
cairan vagina. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat
dalam waktu kira-kira 5 sampai 10 tahun. Walaupun tampak sehat, mereka dapat
menularkan HIV pada orang lain melalui hubungan seks yang tidak aman, tranfusi darah
atau pemakaian jarum suntik secara bergantian.
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS
ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T < 200) dan memiliki antibodi
positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia
progresif, wasting syndrome, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia > 60 tahun),
kanker-kanker khusus lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit
yang umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB).
2. Klasifikasi HIV
a. Stadium 1 : Periode Jendela
HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam darah
Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini
Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 1-6 bulan.
b. Stadium 2 : HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
HIV berkembang biak dalam tubuh
Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibodi terhadap HIV
Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
c. Stadium 3 : HIV Positif (muncul gejala)
-asimtomatik
Kriteria
Asimtomatik.Total
CD4>500
Stadium klinis II.Sakit -Penurunan berat badan 10%
ringan.Total
499
CD4:200- -ISPA
berulang
(sinusitis,tonsillitis,otitis
faringitis)
-herpes zoster
-Kelitis angularis
Stadium klinis III (sakit -penurunan berat badan >10%
sedang)
media
dan
3. Etiologi HIV
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.
HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
c. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
d. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan
luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya
telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV
karena terjadi kontak darah.
e. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
1)
2)
Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu
atau cairan vagina
3)
4. Patofisologi HIV
a.
Struktur Genomik HIV
Acquired immune defficiency syndrome
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immmunodeficiency Virus) yang termasuk famili
retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, 2007). HIV
adalah retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan menunjukkan banyak gambaran
fisikomia yang merupakan ciri khas famili. Genom RNA lentivirus lebih kompleks
daripada genom RNA Retrovirus yang bertransformasi. Virus mengandung tiga gen
yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus gag, pol, dan env (Brooks, 2004).
Virion HIV-1 berbentuk icosahedral dan memiliki ujun tajam eksternal sebanyak
72. Lebih kompleks dibandingkan HTLV-1 dan HTLV-2. Produk gen dapat dibagi
menjadi tiga kelompok.
b.
Patogenesis HIV
Awalnya terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel CD4, yang memicu
perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan pengikatan dengan
koreseptor kemokin (biasanya CCR5 atau CXCR4). Setelah itu terjadi penyatuan pori
yang dimediasi oleh gp41 Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi
dari genom RNA oleh enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa oleh virus. Ini
merupakan proses yang sangar berpotensi mengalami kesalahan. Selanjutnya DNA ini
ditranspor ke dalam nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam genom sel pejamu.
Virus yang terintegrasi diketahui sebagai DNA provirus. Pada aktivasi sel pejamu, RNA
ditranskripsi dari cetakan DNA ini dan selanjutnya di translasi menyebabkan produksi
protein virus. Poliprotein prekursor dipecah oleh protease virus menjadi enzim
(misalnya reverse transcriptase dan protease) dan protein struktural. Hasil pecahan ini
kemudian digunakan untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang keluar dari
permukaan sel dan bersatu dengan membran sel pejamu. Virus infeksius baru (virion)
selanjutnya dapat menginfeksi sel yang belum terinfeksi dan mengulang proses
tersebut. Terdapat tiga grup (hampir semua infeksi adalah grup M) dan subtipe (grup B
domina di Eropa) untuk HIV-1.
c.
d.
Patofisiologi HIV
Karena peran penting sel T dalam menyalakan semua kekuatan limfosit dan
makrofag, sel T penolong dapat dianggap sebagai tombol utama sistem imun. Virus
AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan
sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang
makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk
ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang
parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS.
Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga
satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua
orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada tahun
pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun
hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian
meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar
getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV
asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 810 tahun.
Gambar waktu CD4 T-cell dan perubahan perkembangan virus berkesinambungan pada
infeksi HIV yang tidak diterapi.
Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap
hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi,
untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4
sekitar 109 setiap hari.
e.
(Nasronudin, 2007). Di
mana alternatif yang layak tersedia, ibu-ibu positif HIV-1 tidak boleh menyusui
bayinya karena ia dapaT menambah penularan perinatal (Parks, 1996). Selama
beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa penularan HIV perinatal dapat
dikaitkan lebih akurat dengan pengukuran jumlah RNA-virus di dalam plasma.
Penularan vertikal lebih sering terjadi pada kelahiran preterm, terutama yang
berkaitan dengan ketuban pecah dini (Cunningham, 2004).
4) Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain
Walaupun air liur pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang
terinfeksi, tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa air liur dapat menularkan
infeksi HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain misalnya sewaktu
bekerja bagi petugas kesehatan. Selain itu, air liur dibuktikan mengandung
inhibitor terhadap aktivitas HIV. Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan
tubuh lain misalnya air mata, keringat dan urin dapat merupakan media transmisi
HIV (Nasronudin, 2007).
5) Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium
Berbagai penelitian multi institusi menyatakan bahwa risiko penularan HIV setelah
kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang tercemar oleh darah seseorang
yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan HIV ke
membran mukosa atau kulit yang mengalami erosi adalah sekitara 0,09%. Di
rumah sakit Dr. Sutomo dan rumah sakit swasta di Surabaya, terdapat 16 kasus
kecelakaan kerja pada petugas kesehatan dalam 2 tahun terakhir. Pada evaluasi
lebih lanjut tidak terbukti terpapar
.
5. Manifestasi Klinis HIV
Ditinjau dari stadium perkembangan virus, manifestasi klinis HIV dibagi menjadi
empat fase, yaitu:
a.
b.
Fase II: HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun
Berlangsung lebih lama, yaitu sekitar 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase
kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit, tetapi
sudah dapat menularkan pada orang lain.
c.
d.
Demensia/ensefalopati HIV.
b. Gejala minor:
Kandidiasis orofaringeal.
Limfadenopati generalisata.
Tujuan Tes
Kisaran Normal
laboratorium
Jumlah dan
Mengukur tingkat
500-1500/ml
prosentase
kesehatan sistem
>25% limfosit
mengindikasikan infeksi
CD4+
imun. Perhitungan
(jumlah atau
AIDS.
ini menentukan
prosentase CD4+
yang kurang dari
helper) di dalam
jumlah normal,
akan
bekerja untuk
meningkatkan
mempertahankan
resiko terjadinya
respon imun
infeksi).
Keperawatan
<200 atau 14% dari limfosit
melawan infeksi.
Jumlah prosentase
limfosit
menggambarkan
Tes Antibodi
HIV (ELISA)
untuk mengetahui
prosentase dari
antibodi HIV.
Penggunaannya jarang
digunakan dibandingkan tes
viral. Tidak digunakan untuk
memonitor perkembangan
penyakit. Hasil positif palsu
DNA HIV
dapat terjadi.
Paling sering digunakan untuk
Polymerase
untuk mengetahui
Chain Reaction
prosentase dari
(PCR) Assay
darah.
Mengukur jumlah
Tidak terdeteksi
mengkonfirmai diagnosa.
Jumlah yang lebih tinggi
jumlah HIV di
darah tepi.
Dilaporkan dalam
milliliter darah.
Penatalaksanaan
HIV/AIDS
termasuk
terapi ARV
dimaksudkan
untuk
- Abacavir (ABC)
Enfuvirtide (T-20)
Maraviroc (MVC)
Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan
ini mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan
menghambat langkah kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama adalah:
Raltegravir (RGV)
Obat infeksi opportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit
yang mungkin didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah.
Sedangkan obat yang bersifat infeksi opportunistik adalah Aerosol Pentamidine,
Ganciclovir, Foscamet.
Pecegahan
Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan
penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka
Ada dua hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau
cukur) harus disterilisasi dengan benar
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan
orang lain
yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan
penularan HIV)
Ada tiga cara:
1. Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan seks)
2. Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling
setia kepada pasangannya
3. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko,
dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom
(3)
AZT 2X/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu dosis 4 mg/kgBB/kali
PEMBERIAN ARV PROFILAKSIS PADA BAYI YANG LAHIR DARI IBU HIV(3).
Status HIV dari wanita hamil
ANTENATAL
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------PERSALINAN
(2)
SEGERA(2)
luka tusuk: bilas dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik.
pajanan mukosa mulut: ludahkan dan kumur.
pajanan mukosa mata: irigasi dengan air atau garam fisiologis.
pajanan mukosa hidung: hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.
desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan salah satu: (1) betadine (povidone
iodine 2,5%) selama 5 menit atau (2) alkohol 70% selama 3 menit. chlorhexidine
cetrimide bekerja melawan HIV tetapi tidak HBV
LAPORKAN(2)
catat dan laporkan kepada: (1) panitia PIN, (2) panitia K3, (3) atasan langsung, agar
setelahnya.
pantau sesuai denga protokol pengobatan ART.
hitung sel darah, LFT, kepatuhan dan beri dukungan.
Pertimbangan profilaksis didasarkan pada derajat pajanan, status infeksi dari sumber
pajanan dan ketersediaan obat PPP.
8. Komplikasi HIV
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
akut,
karena
reaksi
terapeutik,
hipoksia,
hipoglikemia,
Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi
skunder dan sepsis.
f.
Sensorik
sering tidak
babi, sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya. Untuk tertular penyakit
toxoplasmosis tidak hanya terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi
juga bisa terjadi pada orang lainnya yang suka memakan makanan dari daging
setengah matang atau sayuran lalapan yang terkontaminasi dengan agent penyebab
penyakit toxoplasmosis.
Toksoplasmosis adalah penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang
disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Toxsoplasma adalah parasit protozoa dengan sifat
alami dengan perjalanannya dapat akut atau menahun, juga dapat menimbulkan gejala
simtomatik maupun asimtomatik .Insiden komplikasi SSP pada penderita AIDS cukup
besar. Manifestasi klinis AIDS pada SSP dapat terjadi karena 2 hal yaitu virus AIDS itu
sendiri atau akibat infeksi oportunistik atau neoplasma.Ensefalitis toksoplasma
merupakan penyebab tersering lesi otak fokal infeksi oportunistik yang paling banyak
terjadi pada pasien AIDS. Ensefalitis toksoplasma muncul pada kurang lebih 10%
pasien AIDS yang tidak diobati.
Siklus hidup Toxoplasma gondii :
a. Fase seksual
Berlangsung pada Hospes definitif dari T. Gondii (kucing) dan jenis Feliidae. Siklus
seksual berlansung dalam epitel usus kucing yang kemudian berakhir dengan
pembentukan Oocyst yang dikeluarkan bersama tinja (10-20 hari atau bisa lebih
lama). Oocyst berbentuk oval dengan diameter 10-20 dan berisi 8 sporozoit di dalam
2 sporokista.
b. Fase aseksual
T. gondii mengalami siklus reproduksi aseksual di semua spesies. Kista jaringan atau
oocyst larut selama digesti, menghasilkan bradizoit atau sporozoit, yang masuk ke
lamina propria pada usus kecil dan mulai untuk memperbanyak diri sebagai takizoid.
Takizoid dapat menyebar pada jarinngan eksternal dengan waktu singkat melalui
limfe dan darah. Mereka dapat masuk pada beberapa sel dan memperbanyak diri.
Sel dari host akhirnya pecah dan menghasilkan takizoid masuk ke sel yang baru.
Ketika host berkembang menjadi resisten, kira-kira 3 minggu setelah infeksi, takizoid
mulai menghilang dari dalam jaringan dan menjadi bentuk resting bradizoid dalam
kista jaringan (Knapen, 2008).
2. Etiologi
Infeksi Toksoplasma atau yang sering disebut toksoplasmosis, disebabkan oleh
Toxoplasma gondii, salah satu parasit filum Protozoa Toxoplasma, yang menyerang
sistem saraf manusia. Infeksi ini dapat ditularkan melalui cairan tubuh seperti transfus
darah, melalui Infeksi ini dapat ditularkan melalui cairan tubuh seperti pada transfusi
darah, melalui daging mentah dari ternak yang terinfeksi Toksoplasma (foodborne), dari
hewan ke manusia (misal dari kucing dan anjing), serta dibawa secara kongenital oleh
bayi dari ibu yang terinfeksi Toksoplasma. Di Indonesia, angka prevalensi infeksi
toksoplasma masih cukup tinggi, yaitu sebesar 42.9%.
Ensefalitis toksoplasma
dibawa oleh kucing, burung dan hewan lain yang dapat ditemukan pada tanah yang
tercemar oleh tinja kucing dan kadang pada daging mentah atau kurang matang. Begitu
parasit masuk ke dalam sistem kekebalan, parasit tersebut menetap di sana, sistem
kekebalan pada orang yang sehat dapat melawan parasit tersebut hingga tuntas, dan
dapat mencegah terjadinya suatu penyakit. Namun, pada orang pasien HIV/AIDS
mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga tidak mampu melawan parasit
tersebut. Sehingga pasien mudah terinfeksi oleh parasit tersebut, gejala yang
ditimbulkan dapat berupa demam, nyeri kepala, kejang, mual, dan gangguan koordinasi
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila memakan daging babi atau domba
yang mentah dan mengandung oocyst (bentuk infektif dari Toxoplasma gondii). Bisa
juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak langsung dengan feses kucing. Selain
itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi darah, dan transplantasi organ.
Infeksi akut pada individu yang immunokompeten biasanya asimptomatik. Pada
manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten.
Yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi opportunistik dengan predileksi di otak.
Pada orang dengan sistem imun yang sehat, infeksi Toksoplasma tidak
menimbulkan gejala yang spesifik. Keluhan yang timbul biasanya seperti flu ringan (flulike symptoms) dan hilang dengan sendirinya setelah beberapa minggu. Parasit ini akan
diam di dalam tubuh dalam keadaan inaktif, kemudian akan mengalami re-aktivasi jika
pada individu tersebut mengalami supresi imun.
3. Daur Hidup Toxoplasma Gondhi
Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk yaitu thachyzoite, tissue cyst (yang
mengandung bradyzoites) dan oocyst (yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir
dari parasit diproduksi selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing
merupakan pejamu definitif dari Toxoplasma gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada
pejamu perantara (termasuk manusia). Dimulai dengan tertelannya tissue cysta
atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh bradyzoites atau
sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoite, organis
me ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik.
Parasit ini berubah bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer.
Bentuk ini dapat bertahan sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap
pada otak, myocardium, paru, otot skeletal dan retina. Tissue cyst ada dalam daging,
tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai 67oC, didinginkan sampai -20oC atau
oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial dengan bentuk oocyst hidup pada
kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging yang mengandung tissue
cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang. Oocyst menjadi
infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi (pembentukan spora). Lamanya
proses ini tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah
diekskresi. Oocysts menjadi infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun.
Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba
yang mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat
transplasental,transfusi darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang
imunokompeten biasanya asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang
rendah dapat terjadi reaktivasi dari infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya
infeksi
oportunistik
dengan predileksi
di
otak. Tissue
cyst menjadi
ruptur
dan
melepaskan invasive tropozoit (tachyzoite). Tachyzoite ini akan menghancurkan sel dan
menyebabkan focus nekrosis.
Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi
prediktor kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200
sel/mL kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi
yang mungkin terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis
carinii, CD4 < 100 sel/mL adalah toxoplasma gondii , dan CD4 < 50 adalah M. Avium
Complex, sehingga diindikasikan untuk pemberian profilaksis primer. M. Tuberculo
sis & candida species dapat menyebabkan infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.
4. Patofisiologi
Infeksi oportunistik dapat terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh pada
penderita
HIV/AIDS.
Infeksi
tersebut
dapat
menyerang
sistem
saraf yang
membahayakan fungsi dan kesehatan sel saraf. Setelah infeksi oral, bentuk tachyzoite
kekebalan
pada
penderita-penderita
yang
semasa
mudanya
telah
untuk
Reaction (PCR)
mendeteksi
DNA Toxoplasmosis
untuk Toxoplasmosis
gondii dapat
gondii. Polymerase
Chain
juga positif
cairan
pada
bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aquos humor dari penderita toksoplasmosis
yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti
terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapat bertahan lama berada di otak setelah
infeksi akut.
d. CT scan
Menunjukkan fokal edema dengan bercak-bercak hiperdens multiple dan biasanya
ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan disertai edema
vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma jarang muncul dengan
lesi tunggal atau tanpa lesi.
e. Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak
7. Penatalaksnaan Medis
Tanda
terhadap aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : demam, proses penyembuhan luka lambat, perdarahan lama bila cedera
Tanda
: merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri,
dan depresi.
Tanda
Tanda
: feces encer disertai mucus atau darah, nyeri tekan abdominal, lesi pada
Tanda
: penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit jelek,
lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mukosa mulut
6) Hygiene
Tanda
7) Neurosensorik
Gejala
Tanda
: nyeri umum atau lokal, sakit, nyeri otot, sakit tenggorokan, sakit kepala,
ROM, pincang.
9) Pernapasan
Tanda
Tanda
: demam berulang
11) Seksualitas
Tanda : riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan
kondom yang tdk konsisten, lesi pada genitalia, keputihan.
12) Interaksi social
Tanda
terorganisir
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma,
yaitu IgG, IgM dan IgG affinity.
IgM adalah antibodi yang pertama kali meningkat di darah bila terjadi infeksi
toksoplasma.
IgG adalah antibodi yang muncul setelah IgM dan biasanya akan menetap
seumur hidup pada orang yang terinfeksi atau pernah terinfeksi.
IgG affinity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan organisme
penyebab infeksi. Manfaat IgG affinity yang dilakukan pada wanita yang hamil
atau akan hamil karena pada keadaan IgG dan IgM positif diperlukan
pemeriksaan IgG affinity untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi, apakah
sebelum atau pada saat hamil. Infeksi yang terjadi sebelum kehamilan tidak
perlu dirisaukan, hanya infeksi primer yang terjadi pada saat ibu hamil yang
berbahaya, khususnya pada trimester I.
dan
cairan
vitreus
atau
aquos
humor
dari
penderita
toksoplasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak
tidak berarti terdapat infeksi aktif karena tissue cystdapat bertahan lama berada
di otak setelah infeksi akut.
4) CT scan
Menunjukkan
fokal
edema
dengan
bercak-bercak
hiperdens
multiple
dan biasanya ditemukan lesi berbentuk cincin atau penyengatan homogen dan
disertai edema vasogenik pada jaringan sekitarnya. Ensefalitis toksoplasma
jarang muncul dengan lesi tunggal atau tanpa lesi.
5) Biopsi otak
Untuk diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi otak.
c. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri kronik berhubungan dengan adanya proses infeksi atau inflamasi
2) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit, ditandai
dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuat masukan
makanan dan cairan
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuat masukan makanan dan cairan.
Indikator
1.
Reported pain
3.
Respiratory rate
4.
5.
Blood presssure
Indikator
Reported pain
Skala
nyeri 10
7-9
4-6
1-3
25-30
15-20
5-10 menit
Tidak ada
episodes
menit
menit
Respiratory
>30
30-35
26-30
21-25
16-20
rate
x/menit
x/menit
x/menit
x/menit
x/menit
111-115
106-110
101-105
60-
Radial
pulse >115
nyeri
rate
x/menit
x/menit
x/menit
x/menit
100x/menit
Blood
140/110
140/100
130/100
130/90
120/90
presssure
mmHg
mmHg
mmHg
mmHg
mmHg
komprehensif
meliputi
lokasi,karakteristik,
faktor
ketidaknyamanan/nyeri
8) Ajarin klien terapi non-farmakologi dalam mengontrol nyeri (relaksasi,
guided imagery, music terapi, distraksi, therapy aktifitas)
9) Kolaborasi pemebrian analgesic
10) Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk memfasilitasi pengurangan nyeri
11) Monitoring TTV klien sebelum dan sesuadah terapi pengontrolan nyeri
b. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme dan penyakit,
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, tubuh menggigil
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh dapat
dipertahankan dalam batas normal
Kriteria Hasil:
Indikator
1.
Body temperature
Increased
skin
temperature
3.
4.
Headache
Indikator
Body
1
>39
38,6-39
38,1-38,5
37,6-38
36,5-37,5
Panas
Sedang
Sedikit
Hangat
temperature
Increased skin Sangat
temperature
Moist
panas
mucous Sangat
panas
Kering
Sedang
Sedikit
Lembab
membrane
kering
kering
Headache
Sangat
Selalu
Sering
Kadang-
Tidak
sakit
sakit
sakit
kadang
kepala
kepala
sakit
kepala
tertahan
jam.
Tanda-tanda vita, dalam batas normal
Membran mukosa lembab
Nadi perifer teraba
Menampilkan hidrasi yang baik misalnya membran mukosa yang lembab.
Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.
sakit
Tekanan darah
3.
Urin output
4.
Fluid intake
Indikator
105-115
115-125
125-135
135-145
(Na)
mEq/L
mEq/L
mEq/L
mEq/L
mEq/L
Tekanan darah
140/110
140/100
130/100
130/90
120/90
mmHg
mmHg
mmHg
mmHg
mmHg
600-799 cc
800-999
1000-1199
1200-1399
1400-1500
cc
cc
cc
cc
600-899
900-1199
1500-1899
1800-2500
cc
cc
cc
cc
Urin Output
Fluid Intake
200-599 cc
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
Indikator
Food intake
Fluid intake
3.
Height ratio/weight
4.
Frequency of nausea
5.
Frequency of vomiting
Indikator
Food intake
1
Tidak
2
sekitar
3
3 sekitar
4
5 sekitar
5
7 Normal
mau
sendok
sendok
sendok
(menghabiskan
makan
makan
makan
makan
porsi
sama
Fluid intake
sekali
tidak
yang
ada)
gelas
1 gelas
2 gelas
Normal
mau
(menghabiskan
minum
porsi
sama
ada)
yang
Height
sekali
Turun
ratio/weight
kg
Frequency
of Sangat
Sering
Sedang
Jarang
sakit
Tidak pernah
nausea
Frequency
sering
of Sangat
Sering
Sedang
Jarang
Tidak pernah
vomiting
sering
5 Turun 4 kg
Turun 3 kg
Turun 2 kg
Sama dengan
BB
sebelum
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih
bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S.Jakarta: EGC.
Handoko AV. 2012. Hubungan Antara Hitung Sel CD4 dengan Kejadian Retinitis
pada Pasien HIV di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Skripsi. Program
Pendidikan Sarjana Kedokteran. Universitas Dipenogoro.
HIV
Discussion.
HIVwebstudy.
Available
at:
http://depts.washington.edu/hivaids/initial/case1/discussion.html. Accessed
on 2 march.
Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor. Patofisiologi:
Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG 2006. Hal .
224.
M. Leng see. Penanganan pajanan hiv bagi petugas kesehatan. Kesehatan
kedokteran.
2
disember
2010.
Available
at:
http://mlengsee.wordpress.com/2010/12/02/penanganan-pajanan-hiv-bagipetugas-kesehatan/. Acessesed on 2 march 2013.
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series.
Mansjoer, Arif M. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). In Triyanti
Kuspuji, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2000. Hal162-163
Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In : Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar ilmu
penyalit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: 2006. Hal 545-6
Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids. 2009
Current Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48th ed. Hal. 11761205.
Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.
Quinn TC, Wawer MJ, Sewankambo N and others. Hiv. Scribd. Available at:
http://www.scribd.com/doc/40951928/Hiv. Accessed on 2 march.
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya.Jakarta: Erlangga Medical Series.
Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.