Anda di halaman 1dari 30

Skenario 1

KATA-KATA SULIT
1.
2.
3.

Urinalisis
tubuh lainnya
Proteinuria
Hematuria

pengujian sampel urin yang dapat mengungkapkan banyak masalah system kemih dan system

:
:

ditemukannya protein di dalam urin


ditemukannya darah di dalam urin

PERTANYAAN DAN JAWABAN


1.

Mengapa dilakukan pemeriksaan gastroskopi?


Untuk melihat keadaan dan juga melihat ada atau tidaknya kelainan pada lambung dan duodenum

2.

Mengapa feses berwarna hitam?


Terjadinya perdarahan pada mukosa lambung yang kemudian bercampur dengan asam lambung yang menyebabkan darah
berwarna hitam dan kemudian dikeluarkan melalui feses

3.

Apakah hubungan obat anti nyeri dan terjadinya ulkus?


Obat anti nyeri seperti NSAID dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam lambung serta penghambatan prostaglandin
yang berakibat penurunan sekresi mucus lambung. Kedua hal ini dapat menyebabkan iritasi pada mukosa lambung.

4.

Mengapa terdapat nyeri tekan pada epigastrium?


Karena lesi sudah sampai ke lapisan submucosa dimana terdapat pembuluh darah serta syaraf.

5.

Mengapa tes lab feses menunjukkan darah samar positif?


Terjadinya perdarahan pada mukosa lambung yang kemudian bercampur dengan asam lambung yang menyebabkan darah
berwarna hitam dan kemudian dikeluarkan melalui feses

6.

Bagaimana terjadinya kerusakan enzim pencernaan?


Karena obat NSAID dapat memberikan efek pada enzim pencernaan, seperti peningkatan sekresi asam lambung serta
penghambatan prostaglandin yang berakibat penurunan sekresi mucus lambung.

7.

Apakah fungsi enzim pencernaan di lambung?


Untuk menjaga keseimbangan asam lambung serta berperan pada proses pencernaan untuk
menjadi mikromolekul.

8.

Apakah contoh obat untuk tatalaksana ulkus peptikum?


Antaasid, sucralfate, antagonis H2

9.

Apakah obat yang dapat menyebabkan komplikasi semakin parah?


NSAID, ibuprofen, aspirin

merombak makromolekul

10. Apakah penyebab ulkus peptikum selain obat?


Helicobacter pylori
HIPOTESIS
NSAID dan Helicobacter pylori dapat menyebabkan ulkus peptikum. NSAID dapat menyebabkan peningkatan sekresi asam
lambung serta penghambatan prostaglandin yang berakibat penurunan sekresi mucus lambung, kemudian dapat menyebabkan
perdarahan lambung. Kelainan pada lambung menyebabkan nyeri tekan epigastrium, sementara perdarahan lambung
menyebabkan feses berwarna hitam. Dilakukan pemeriksaan darah samar dan gastroskopi untuk menegakkan diagnosis.
Kemudian diberi tatalaksana medikamentosa antasaid, sucralfate dan antagonis H2.
SASARAN BELAJAR
LI 1 Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pencernaan atas
LO 1.1 Memahami dan menjelaskan makroskopis saluran pencernaan atas
LO 1.2 Memahami dan menjelaskan mikroskopis saluran pencernaan atas
LI 2 Memahami dan menjelaskan fisiologi gaster

LI 3 Memahami dan menjelaskan enzim pencernaan


LI 4 Memahami dan menjelaskan dispepsia
LO 4.1 Memahami dan menjelaskan definisi dispepsia
LO 4.2 Memahami dan menjelaskan etiologi dan klasifikasi dispepsia
LO 4.3 Memahami dan menjelaskan pathofisiologis dispepsia
LO 4.4 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dispepsia
LO 4.5 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dispepsia
LO 4.6 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dyspepsia
LO 4.7 Memahami dan menjelaskan komplikasi dispepsia
LO 4.8 Memahami dan menjelaskan pencegahan dispepsia
LO 4.9 Memahami dan menjelaskan prognosis dispepsia

LI 1 Memahami dan menjelaskan anatomi saluran pencernaan atas


LO 1.1 Memahami dan menjelaskan makroskopis saluran pencernaan atas
MULUT
Rima Oris
Rima oris (celah mulut), dibatasi oleh labium superius (bibir atas), labium inferius (bibir bawah yang bertemu pada angulus
oris, membentuk commisura labiorum. Labium dibentuk oleh kulit, mukosa, dan m. orbicularis oris.
Vaskularisasi labium superius dan labium inferius oleh rete labialis superior dan rete labialis inferior yang merupakan
cabang dari arteri facialis. Innervasi motoris labium dan bucca oleh nervus facialis dan otot-otot lain oleh plexus
pharyngeus. Innervasi sensibel labium superius dan inferius, bucca dekat angulus oris oleh n. infraorbitalis, n. mentalis, dan
n. buccalis.
Cavitas Oris
Di dalamnya dibatasi oleh dentes, processus alveolaris, dan gingiva menjadi vestibulum oris dan cavitas oris proprius.
Kedua ruangan itu ada hubungan di antara gigi molar III dan ramus mandibulae. Vestibulum oris, yaitu ruangan antara gigi
(dentes) dan bucca. Vestibulum oris dibatasi oleh labium dan bucca. Labium yang melekat pada gingiva (gusi) disebut
frenulum labii superioris (gusi atas), dan frenulum labii inferioris (gusi bawah). Di dalamnya, tepatnya di gingiva dekat
molar III atas, terdapat muara dari kelenjar liur yang bernama glandulla parotis (ductus excretorius glandulla parotis).
Cavitas oris proprius, ruangan di dalam dentes, dibatasi oleh arcus dentalis. Di bagian dorsal terdapat oropharynx. Bagian
atas (bagian cranial) dari cavitas oris proprius ada palatum, di mana yang dua pertiga anterior adalah palatum durum
(keras), dan sepertiga posterior adalah palatum molle (lunak). Bagian bawah (caudal) dari cavitas oris proprius terdapat
lingua (lidah). Terdapat muara-muara kelenjar ludah (glandulla salivatorius) pada cavitas oris ini, di antaranya glandulla
parotis, sublingualis, dan submandibularis.
Palatum
Palatum merupakan atap dari cavitas oris, juga sebagai lantai dari cavitas nasi. Dua pertiga anteriornya adalah palatum
durum, yang tersusun atas processus palatinus maxillae dan pars horizontalis ossi palatini. Batas lateral palatum durum
adalah processus alveolaris. Sepertiga posterior palatum adalah palatum molle, yang dibentuk oleh aponeurose palatini
(tendo musculi tensor veli palatini), kelenjar limfoid, mukosa, dan pada tepi posteriornya terdapat reseptor gustatoris
(pengecapan). Di belakang palatum terdapat arcus palatoglossus (dibentuk oleh m. palatoglossus) dan arcus
palatopharyngeus (dibentuk oleh m.palatopharyngeus), di antara kedua arcus ini terdapat struktur yang disebut tonsilla
palatina. Di linea mediana pada tepio posteriornya terdapat uvula.
Vaskularisasi palatum durum oleh arteri palatina major, arteri sphenopalatina, dan arteri palatina minor. Innervasi
secretomotoris kelenjar palatum oleh ganglion sphenopalatinum. Innervasi sensibel palatum oleh rete palatinus majus, rete
palatinus minus, rete nasopalatinus, dan rete tonsilaris, yang merupakan cabang dari nervus maxillaris, dan nervus
glossopharyngeus.
Lingua
Lingua atau lidah dibagi menjadi dua, yaitu dua pertiga bagian anterior (corpus linguae) dan sepertiga bagian posterior
(radix linguae). Fungsiny antara lain gustatorius (pengecapan), mastikasi (pengunyahan), deglutitio (menelan), dan bicara.
Otot-otot lingua ada otot instrinsik dan otot ekstrinsik. Otot-otot instrinsik antara lain m. longitudinalis superior (seluruh
facies dosrsum linguae), m. longitudinalis inferior (sisi linguae), m. transversus linguae (septum linguae ke tepi linguae), m.
verticalis linguae. Otot ekstrinsik dari lingua antara lain, m. genioglossus (dari spina mentalis mandibulae ke sisi lingua), m.
hyoglossus (dari cornu majus ossis hyoidei dan corpus ossis hyoidei ke bagian posterior sisi lingua dan cornu minus ossis
hyoidei), m. styloglossus (dari apex processus styloideus dan ligamentum stylohyoideus ke sisi linguae), dan m.
palatoglossus (dari palatum molle ke sisi linguae).
Vaskularisasi lingua berasal dari arteri lingualis, rete suprahyoideus, arteri dorsalis linguae, arteri sublingualis, dan arteri
profunda linguae. Innervasinya olehnervus lingualis (sensibel) dan chorda tympani (sensoris) pada dua pertiga bagian
anterior lingua, dan nervus glossopharyngeus (sensibel dan sensoris), nervus hypoglossus (motoris) pada sepertiga bagian
posterior lingua.
ESOPHAGUS
Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari
hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea,
anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta.
Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya :

Krikifaringeal
Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan
tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan.
Sfingter Esofagus bagian bawah
Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal,
sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu :
1. Mukosa
Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak
tahan terhadap isi lambung yang sangat asam
2. Sub Mukosa
Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan
melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.
3. muskularis
otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang
diantaranya terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos.
4. lapisan bagian luar (Serosa)
Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa
mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.
Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari
sistem saraf otonom. Serabut-serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap
merupakan saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala
longitudinal (Pleksus Allerbach) dan berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal.
Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh cabangcabang arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang
segmental aorta dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh
arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.
Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung.
Pada keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh
sfingter esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik
cairan lambung ke esofagus (Refluks).
Menelan
Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan atau cairan berjalan dari
mulut ke lambung. Juga merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi,
dimulai dari pergerakanvolunter lidah & diselesaikan refleks dalam faring dan esofagus.
Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan
menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama
antara kedua lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang peristaltik primer) dan adanya daya tarik
gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai cardia lebih cepat darii gelombang peristaltik primer. Tapi pada
posisi berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan gelombang peristaltik primer.
Fase Menelan :

1. Fase Oral
Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke
belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan
volunter lidah.
2. Fase Faringeal
Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring
terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan masuk
trakea. Kemudian bolus melewati epiglotis menuju faring
bagian bawah dan memasuki esofagus.
3. Fase Esofageal
Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong
bolus menuju sfingter esofagus bagian distal, kemudian
menuju lambung.

GASTER
Gaster (lambung) merupakan bagian saluran
pencernaan yang melebar dan mempunyai tiga fungsi: (a) menyimpan makananpada orang dewasa, gaster mempunyai
kapasitas sekitar 1500 ml; (b) mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah cair;
dan (c) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat
berlangsung.
Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra sampai regio
epigastrica dan umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar, gaster berbentuk
huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan
curvatura minor; dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior.
Gaster relatif terfiksasi pada kedua ujungnya, tetapi di antara ujung-ujung tersebut gaster sangat mudah bergerak.
Gaster cenderung terletak tinggi dan transversal pada orang pendek dan gemuk (gaster steer-horn) dan memanjang vertikal
pada orang yang tinggi dan kurus (gaster berbentuk huruf J). Bentuk gaster sangat berbeda-beda pada orang yang sama dan
tergantung pada isi, posisi tubuh, dan fase pernafasan.

Gambar 1. Anatomi makroskopis lambung/gaster


Gaster dibagi menjadi bagian-bagian berikut:

Fundus gastricum berbentuk kubah, menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus
berisi penuh udara.
Corpus gastricum terbentak dari ostium cardiacum sampai incisura angularis, suatu lekukan yang ada pada bagian
bawah curvatura minor.

a.

Anthrum pyloricum terbentang dari incisura angularis sampai pylorus.


Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot pylorus yang tebal membentuk musculus
sphincter pyloricus. Rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus.
Pendarahan gaster
Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.
- Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai
oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi
1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.
- Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri
sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian kanan bawah gaster.
- Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam
ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.
- Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan berjalan ke depan di
dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang bagian atas curvatura major.
- Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan cabang arteria
hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major.

Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra dan dextra bermuara
langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam
vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena mesentrica superior.

b.

Gambar 2. Perdarahan lambung/gaster

Persarafan gaster
Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis
dari nervus vagus dextra dan sinistra.
Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus sinistra, memasuki
abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi
menjadi cabang-cabang yang menyarafi permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas
menuju hepar, dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus.
Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus dextra, memasuki
abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi
permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior
dan kemudian didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas.

Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut parasimpatis nervus vagus
membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus
sphincter pyloricus menerima serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.

LO 1.2 Memahami dan menjelaskan mikroskopis saluran pencernaan atas


Peralihan Oesophagus-Gaster (Cardiac)
Merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, fungsi utama menambah cairan makanan, mengubahnya menjadi
bubur dan melanjutkan proses pencernaan. Ada 3 daerah struktur histologis yang berbeda yaitu, corpus, fundus dan pylorus. Peralihan
oesophagus dan lambung disebut oesophagus-cardia, epitel berlapis gepeng oesophagus beralih menjadi epitel selapis toraks pada
cardia. Mukosa cardia terlihat berlipat-lipat disebut foveola gastrica. Didalam lamina propria terdapat kelenjar terpotong melintang
(kelenjar tubulosa berkelok-kelok), dapat meluas ke dalam lamina propria oesophagus.
kardia

Esofagus

T. Muskularis eksterna

T. submukosa

Setelah mencapai cardia, kelenjar oesophagus di submukosa tidak ada lagi. Tunica muscularis circularis menebal
membentuk sphincter.
Gaster
Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus (PAS-positif). Permukaan lambung ditandai dengan lipatan mukosa
disebut rugae. Dalam lipatan terdapat invaginasi atau cekungan disebut gastric-pits atau foveolae gastrica. Di dalam mukosa
terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveolae gastrica.
Fundus
Mukosa diliputi epitel selapis toraks. Pada dasar faveola gastrica bermuara kelenjar fundus, kelenjar tubulosa simpleks
dan lurus. Foveolae gastrica sepertiga tebal mukosa (dangkal), sedang kelenjarnya (fundus) dua pertiga tebal mukosa, terletak
dalam lamina propria.

Ada 4 macam sel kelenjar :


1. Sel mucus leher (neck cell), terdapat di leher kelenjar, mirip sel epitel mukosa. Bagian apikal sel kadang-kadang
mengandung granula.
2. Sel HCl (parietal cell). Bentuk sepertiga atau bulat, terdapat dibagian isthmus kelenjar. Sitoplasma merah (asidofil), inti
ditengah, kromatin padat
3. Sel zimogen (chief cell). Sel bentuk mirip sel HCl, tidak teratur, sitoplasma basofil (biru), inti terletak di basal. Terdapat
banyak dibagian bawah kelenjar.
4. Sel argentaffin (sediaan HE, sukar dijumpai). Dinding serupa saluran cerna yang lain, seperti, tunica muscularis mucosa,
tunica submucosa, tunica muscularis dengan lapisan circular lebih tebal dan tunica serosa.

Pylorus
Berbeda dengan fundus foveolae gastrica lebih dalam. Sel-sel kelenjar hampir homogen, semua sel mucus kelenjar
pylorus sering berkelok-kelok di dalam lamina propria. Kadang-kadang ditemukan nodulus lymphaticus yang menembus
sampai tunica submucosa. Tunica muscularis, dengan lapisan circular amat tebal membentuk sphincter.

Peralihan Gaster-Duodenum
Perubahan histologis dari dinding gaster pylorus ke dinding duodenum. Tunica mucosa epitel toraks, yang pada bagian
duodenum mulai terdapat sel goblet. Pada duodenum mulai terdapat tonjolan ke permukaan villus intestinal yang gemuk atau
lebar dengan sel goblet dan criptus atau sumur Lieberkuhn. Pada pylorus terdapat kelenjar pylorus.
Ciri khas duodenum adalah adanya kelenjar Brunner atau mucu. Tunica adventitia pada duodenum, tidak terbungkus

peritoneum.
Epitel berlapis gepeng
Tanpa lpsn tanduk

Kelenjar esofagus
Epitel selapis torak

a.

Sel epitel permukaan (sel-sel mukus)


Epitel selapis silindris melapisi seluruh lambung dan meluas ke dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis
silindris ini berawal di cardia, di sebelah epitel berlapis gepeng oesophagus, dan pada pylorus melanjutkan diri menjadi
epitel usus (epitel selapis silindris). Pada tepian muka yang menghadap lumen, terdapat mikrovili gemuk dan pendekpendek. Mukus glikoprotein netral yang disekresikan oleh sel-sel epitel permukaan membentuk lapisan tipis, melindungi
mukosa terhadap asam. Tanpa adanya mukus ini, mukosa akan mengalami ulserasi.
b. Sel zimogen (Chief cell)
Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi protein (zimogen). Sel
zimogen mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di lambung akan diubah menjadi pepsin aktif dan
berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida yang lebih kecil.
c. Sel parietal (oksintik)
Sel ini tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di antara jenis sel lainnya, mulai dari ismus sampai ke dasar kelenjar
lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Pada keadaan isitirahat, terdapat banyak gelembung tubulosa,
dan kenalikuli melebar dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan
gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam
sitoplasma dan mikrovili pada permukaan, sekresi asam HCl terjadi pada permukaan membran yang luas ini. Sel ini
juga mensekresikan faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B 12 dan membantu absorbsi vitamin
ini di usus halus. Vitamin B12 diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B 12 akibat kurangnya
faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
d. Sel mukus leher
Sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satu-satu. Bentuknya cenderung tidak
teratur, seakan-akan terdesak oleh sel-sel disekitarnya (terutama sel parietal). Sel ini memiliki mikrovili apikal yang
gemuk dan pendek berisi filamen halus yang tampak kabur. Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus
netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan.
e. Sel enteroendokrin
Beberapa jenis sel enteroendokrin ditemukan di dalam kelenjar lambung. Sel-sel ini berjumlah banyak, terutama di
daerah antrum pylorik, dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin
yang mensekresi peptida. Sel ini juga ditemukan di dalam epitel usus halus dan besar,
kelenjar oesophagus bagian bawah (cardia), dan dalam jumlah terbatas pada ductus utama hati dan pankreas. Sel
enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni (sekretin, gastrin, kolesitokinin); semuanya melalui
peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung
empedu. Walaupun sistem saraf mengendalikan aktivitas sekretoris dan gerakan otot dalam saluran cerna, terdapat
interaksi yang rumit dengan kebanyakan hormon yang dihasilkan oleh sel enteroendokrin ini.

10

Gambar 1-2. Histologi gaster: sel epitel permukaan, sel mukosa, sel parietal, Chief sel.

LI 2 Memahami dan menjelaskan fisiologi gaster


Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna
makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama,
yaitu fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl,
sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi
lambung serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus yang
berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan
dapat diproses dalam duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus, dan pengosongan
makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005).
Lambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk mencerna makanan. Lambung memiliki
motilitas khusus untuk gerakan pencampuran makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang
dinamakan kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung
yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk,
membantu pencernaan protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang empedu dan
cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak
mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupakan faktor perlindungan lambung
(Ganong, 2001).
Sekresi asam lambung dipengaruhi oleh kerja saraf dan hormon. Sistem saraf yang bekerja yatu saraf pusat dan saraf otonom,
yakni saraf simpatis dan parasimpatis. Adapun hormon yang bekerja antara lain adalah hormon gastrin, asetilkolin, dan histamin.
Terdapat tiga fase yang menyebabkan sekresi asam lambung. Pertama, fase sefalik, sekresi asam lambung terjadi meskipun makanan
belum masuk lambung, akibat memikirkan atau merasakan makanan. Kedua, fase gastrik, ketika makanan masuk lambung akan
merangsang mekanisme sekresi asam lambung yang berlangsung selama beberapa jam, selama makanan masih berada di dalam
lambung. Ketiga, fase intestinal, proses sekresi asam lambung terjadi ketika makanan mengenai mukosa usus. Produksi asam lambung
akan tetap berlangsung meskipun dalam kondisi tidur. Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung karena
kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan sehingga produksi lambung terkontrol (Ganong, 2001).
FUNGSI LAMBUNG
a
Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval yang panjang antara saat makan dan
kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran
cerna.
b
Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair berkadar asam tinggi
yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum.
c
Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.

11

d
e

f
1

Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung
terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri.
Produksi faktor intrinsik.
Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.
Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik
vitamin B12 dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin B12 diabsorbsi.
Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol
diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas.

Fungsi motorik lambung


Fungsi menampung : menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikt demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna.
Menyesuaikan peningkatan volume tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos yang diperantarai oleh nervus vagus dan
dirangsang oleh gastrin.
Fungsi mencampur : memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui
kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh suatu irama listrik intrinsik dasar.
Fungsi pengosongan lambung : diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipengaruhi viskositas, volume, keasamam, aktivitas
osmotik, keadaan fisik, serta emosi, obat-obatan, dan olahraga. Pengosongan lambung juga diatur oleh faktor saraf dan hormonal,
seperti kolesistokinin.
Fungsi pencernaan dan sekresi
Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL dimulai disini : pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam
lambung kecil peranannya.
Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum, dan rangsangan
vagus.
Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah
diangkut.
Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya berperan sebagai barrier dari asam lumen dan pepsin.

Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2) penyimpanan lambung/gastric storage, (3)
pencampuran lambung/gastric mixing, dan (4) pengosongan lambung/gastric emptying.
1. Pengisian lambung

Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter
(1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan
pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:
Plastisitas otot lambung. Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan ketegangan konstan dalam
rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan demikian,
saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan
ketegangan otot.
Relaksasi reseptif lambung. Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini
meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan
tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa
tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus.
2.

Penyimpanan lambung

Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu
tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu
ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan
ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin
disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung.
Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena
lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang
menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal.
Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus
tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi
sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.

12

3.

Pencampuran lambung

Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan
kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat
diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat,
menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong
ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali
ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan
maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.
4.

Pengosongan lambung

Kontraksi peristaltik antrumselain menyebabkan pencampuran lambungjuga menghasilkan gaya pendorong untuk
mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus
tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh
berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum.
Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan
kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang
sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung
peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat
keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai,
semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.
Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di
duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan
dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum
siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak
dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru.
MEKANISME SEKRESI ASAM LAMBUNG
Kecepatan sekresi lambung dapat dipengaruhi oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum makanan mencapai lambung; (2) faktorfaktor yang timbul akibat adanya makanan di dalam lambung; dan (3) faktor-faktor di duodenum setelah makanan meninggalkan

lambung. Dengan demikian, diaktifkan, pepsin secara autokatalis mengaktifkan lebih banyak pepsinogen dan memulai pencernaan
protein. Sekresi pepsiongen dalam bentuk inaktif mencegah pencernaan protein struktural sel tempat enzim tersebut dihasilkan.
Pengaktifan pepsinogen tidak terjadi sampai enzim tersebut menjadi lumen dan berkontak dengan HCl yang disekresikan oleh sel lain
di kantung-kantung lambung. Sekresi lambung dibagi menjadi tiga fasefase sefalik, fase lambung, dan fase usus.
1 Fase sefalik terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran
tentang makanan dapat merangsang sekresi lambung. Fase ini sepenuhnya diperantarai oleh nervus vagus dan dihilangkan dengan

13

vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Impuls eferen
kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastric terangsang untuk menyekresi HCl,
pepsinogen, dan menambah mucus. Fase sefalik menghasilkan 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan
makanan.
2

Fase lambung terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih ada. Dimulai saat makanan
mencapai antrum pilorus. Distensi anthrum juga dapat menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor pada dinding
lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus. Impuls ini
merangsang pelepasan hormon gastrin dan secara langsung merangsang kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan
kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga dirangsang oleh
pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein makanan dan alcohol. Membran sel parietal di fundus dan korpus
lambung mengandung reseptor untuk gastrin, histamine dan asetilkolin, yang merangsang sekresi asam. Setelah makan, gastrin
dapat beraksi pada sel parietal secara langsung untuk sekresi asam dan juga dapat merangsang pelepasan histamine dari sel
snterokromafin dan mukosa untuk sekresi asam. Fase sekresi gastric menghasilkan lebih dari dua per tiga sekresi lambung total
setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2.000 ml. Fase
gastric dapat terpengaruh oleh reseksi bedah pada antrum pilorus , sebab disinilah pembentukan gastrin.

Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan memicu refleks lambung. Serabut
aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung
untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin.
Fungsi gastrin:
- merangsang sekresi lambung,
- meningkatkan motilitas usus dan lambung,
- mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus,
- efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.
Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi
lambung.
- Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan rendah dan sekresi lambung
terbatas.
- Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang mengakibatkan peningkatan pH dan
sekresi lambung.

Fase usus terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang kemudian memicu faktor saraf dan
hormon.Dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal.
Adanya protein yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang
menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil
sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar. Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh
pleksus mienterikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam (pH <2,5),
lemak, dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesistokinin, dan peptide
penghambat gastrik (gastric inhibiting peptide,GIP), semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.

Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam.
Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.
Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa
sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada
makanan berlemak. Hormon-hormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin
(CCK), dan hormon pembersih enterogastron.

14

Tabel 2-1. Stimulasi Sekresi Lambung

Mekanisme pembentukan asam lambung


Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen
lambung. pH isi lambung turun sampai serendah 2 akibat sekresi HCl. Ion hidrogen dan ion klorida secara aktif ditansportasikan oleh
pompa yang berbeda di membran plasma parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi karena itu
diperlukan banyak energi, sel-sel parietal memiliki banyak mitokondria. Klorida juga disekresikan secara aktif tetapi melawan gradien
kosentrasi jauh lebih kecil.
Ion hidrogen yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-proses metabolisme di dalam sel parietal.
Apabila

+
+
H disekresikan, netralitas interior di pertahankan oleh pembentukan H dari asam karbonat untuk menggantikan

+
H yang keluar tersebut.

H2O +CO2 dibantu oleh Carbonat Anhidrase menjadi H2CO3


H+ masuk ke lumen lambung melalui H+K+ATPase

HCO3- bertukar dengan Cl- di plasma

H+ berikatan dengan Cl
Menjadi HCl

15

LI 3 Memahami dan menjelaskan enzim pencernaan


a DIGESTI PROTEIN
Pepsin mengawali pencernaan protein. Peristiwa ini merupakan fungsi pencernaan utama lambung. Pepsin dihasilkan oleh
chief cell sebagai zimogen yang inaktif, pepsinogen. Pepsinogen ini diaktifkan menjadi pepsin oleh H +, yang memecah suatu
polipeptida pelindung untuk memajan pepsin aktif; dan oleh pepsin itu sendiri, yang secara cepat mengaktifkan molekul
pepsinogen (autokatalisis). Pepsin memecah protein yang terdenaturasi menjadi derivat polipeptida berukuran besar. Pepsin
merupakan enzim endopeptidase karena menghidrolisis ikatan peptida yang terletak di dalam struktur polipeptida utama, bukan
yang terletak di dekat residu terminal-amino atau karboksil, yang merupakan ciri khas eksopeptidase. Enzim ini bersifat spesifik
untuk ikatan peptida yang dibentuk oleh asam-asam amino aromatik (misal, tirosin) atau asam-asam amino dikarboksilat (misal,
glutamat).
Renin (kimosin, rennet) mengkoagulasi susu
Renin memiliki peran penting pada proses pencernaan oleh bayi karena mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung.
Dengan adanya kalsium, renin mengubah kasein di dalam susu secara ireversibel menjadi parakasein. Pepsin kemudian bekerja
pada parakasein ini. Renin dilaporkan tidak ada pada lambung orang dewasa. Enzim ini digunakan dalam pembuatan keju.

Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel
utama (chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja
pada suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada daging-dagingan).

DIGESTI LIPID
Lipase melanjutkan pencernaan triasilgliserol. Panas lambung merupakan faktor penting untuk mencairkan massa lemak yang
berasal dai makanan; proses emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik. Lambung mensekresikan lipase lambung
(lipase gastrik) yang pada manusia merupakan lipase praduodenal utama. Lipase lingual dan gastrik memulai pencernaan lemak
dengan menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai pendek, sedang, dan umumnya asam lemak tak jenuh
rantai panjang, untuk membentuk terutama asam lemak bebas serta 1,2-diasilgliserol, dengan ikatan sn-3 ester sebagai tempat
hidrolisis utamanya. Enzim ini hancur pada nilai pH rendah, tetapi bekerja aktif sesudah makan karena kerja pendaparan yang
dimiliki protein makanan di dalam lamung. Nilai pH optimal cukup luas, mulai dari 3,0 hingga 6,0.
*) Digesti karbohidrat. Amilase dalam saliva yang menghidrolisis zat tepung bekerja pada pH netral. Enzim ini terbawa
bersama bolus dan tetap bekerja dalam lambung sampai asiditas lambung menembus bolus. Lambung tidak mensekresi
enzim yang mencerna karbohidrat.

c. DIGESTI KARBOHIDRAT

16

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa),
oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan,
yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan).
Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur
akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam
sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Meskipun asam menginaktifkan amilase liur, namun bagian dalam massa makan
yang tidak tercampur, bebas dari asam lambung. Karena kontraksi peristaltik di fundus dan korpus sangat lemah.
Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar
15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida (14) dan
menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida.

Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus
halus.

Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa),
oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi sehari-hari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan,
yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan). Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di
mulut. Enzim ptyalin (amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini
bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung.
Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30
menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida (14) dan menghasilkan
maltosa dan beberapa oligosakarida. Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali
dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, -dekstrinase) yang dihasilkan oleh selsel epitel usus halus akan memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu
monosakarida, terutama glukosa. Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan fruktosa. Glukosa dan
galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi aktif sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa dibawa masuk dari
lumen ke interior sel dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan
energi melalui protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan
keluar dari sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel
melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan pengangkut GLUT-5.
Garam dan air
Natrium dapat diserap secara pasif atau aktif di usus halus maupun di usus besar. Secara pasif Na+ dapat berdifusi di antara sel-sel
epitel melalui taut erat yang bocor. Secara aktif, Na+ menembus sel dengan bantuan pompa Na+ bergantung ATPase. Pompa ini
akan memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya dan proses tersebut memerlukan energi. Setelah berada di dalam sel, Na+
akan dipompa secara aktif ke ruang lateral dan berdifusi ke dalam kapiler untuk selanjutnya diangkut menuju sistem sirkulasi.
Perpindahan Na+ tersebut dapat mempengaruhi perpindahan zat-zat lain seperti Cl-, glukosa, dan asam amino, hal ini disebut sebagai
transpor aktif sekunder.
Penyerapan (perpindahan) Na+ akan menciptakan daerah dengan tekanan osmotik yang tinggi di antara sel-sel. Dengan adanya
tekanan osmotik yang tinggi ini, air (H2O) akan masuk menembus sel menuju ruang lateral (untuk menurunkan tekanan osmotik yang
tinggi tersebut). Masuknya air mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga air tersebut akan didorong lagi ke ruang
interior vilus untuk selanjutnya diserap di kapiler darah.

17

Vitamin
Pada umumnya vitamin larut-air akan diserap bersama dengan air, dan vitamin larut-lemak akan diangkut ke dalam misel dan diserap
secara pasif bersama dengan produk akhir pencernaan lemak. Adapun vitamin B12 bersifat unik, karena harus berikatan dengan faktor
intrinsik yang dihasilkan oleh sel parietal agar dapat diserap di ileum terminal.
Ion bikarbonat
Penyerapan ion bikarbonat agak sedikit berbeda dibandingkan dengan penyerapan zat-zat lainnya. Ketika sodium (Na+) diserap oleh
sel epitel, akan dilepaskan ion H+ ke lumen usus. Ion H+ ini akan berikatan dengan ion bikarbonat menjadi asam karbonat (H2CO3).
Selanjutnya, asam karbonat ini akan terdisasosiasi menjadi air dan karbon dioksida. Air akan diserap secara osmosis, sedangkan
karbon dioksida akan diserap ke kapiler darah dan dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Besi dan kalsium
Besi diserap sesuai dengan kebutuhan tubuh (tidak semua besi yang masuk akan diserap). Dari lumen, besi akan dipindahkan ke sel
epitel melalui transpor aktif, di mana besi Fe2+ lebih mudah diserap dibanding besi Fe3+. Dari epitel, besi kemungkinan akan
diangkut ke kapiler darah oleh transferin atau disimpan di sel dalam bentuk ferritin. Sedangkan penyerapan kalsium (Ca2+) terjadi di
duodenum, melalui transpor aktif yang bergantung kepada pengaturan oleh hormon paratiroid dan vitamin D (vitamin D akan
menginduksi sintesis kalbindin, suatu protein pengikat kalsium intrasel). Penyerapan kalsium dapat dihambat oleh asam fitat, yang
terdapat dalam sereal.
Ion-ion lain
Potassium, magnesium, pospat dan ion lain diserap di mukosa intestinal. Ion monovalen lebih mudah diserap dibandingkan dengan ion
bivalen. Walaupun demikian, hanya sedikit ion bivalen yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
LI 4 Memahami dan menjelaskan dispepsia
LO 4.1 Memahami dan menjelaskan definisi dyspepsia
Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dyspepsia sebagai yang mengarah ke rasa sakir atau rasa tidak
nyaman yang berpusat di atas abdomen.
Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dyspepsia yang berlangsung paling tidak 12 minggu, yang tidak perlu terus menerus
dalam 1 tahun yang terdiri dari :
Persistent / Recurrent dyspepsia ( rasa sakit/ tidak nyaman mengarah ke abdomen atas
Tidak ada bukti dari penyakit organic yang mungkin menjelaskan gejalanya
Tidak ada bukti bahwa dyspepsia secara eksklusif sembuh dari defekasi atau berhubungan dengan gejala dari berubahnya
frekuensi BAB atau bentuk BABnya ( Contoh : Tidak Diare)
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan gejala/ keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/ begah. Setiap pasien memliki keluhan
yang bervariasi.
Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas
perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti pencernaan yang jelek.
Menurut Konsensus Roma tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasa sakit atau ketidaknyamanan yang berpusat pada perut
bagian atas.
Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis
(sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu
perasaan panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan
banyak mengeluarkan gas asam dari mulut.2 Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya
hilang timbul atau terus-menerus.
LO 4.2 Memahami dan menjelaskan etiologi dan klasifikasi dyspepsia
Etiologi sindrom dispepsia
Esofago-gastro-duodenal
tukak peptic, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan
Obat-obatan
antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotic
Hepato-Bilier
hepatitis, kolesistitis, kolelotiasis, keganasan, disfungsi sfingter odii

18

Pankreas
pankreatitis, keganasan
Penyakit sistemik lain
DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner / iskemik
Gangguan fungsional
Dispepsia funsional, irritable bowel syndrome
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter
Pylori
Obat-obatan: NSAIDs, aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dll.
Penyakit pada hati, pankreas, sistem billier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik
Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner
Fungsional: tidak terdapat kelainan / gangguan struktural biokimia

Klasifikasi sindrom dispepsia


Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. Karena
banyaknya penyebab yang menimbulkan kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1)
dispepsia organik dan (2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional.
a Dispepsia organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia
organik baru dapat digunakan bila penyebabnya sudah jelas, antara lain:
Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di
ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.
Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis,
tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam,
terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya,
maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.
Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari
perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.
Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan yang sering diajukan
adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.
Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Di
samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada.
Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita inidi samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea,
anoreksia, sering flatus, kembungkeluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.
Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati
tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin,
digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang
dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.
Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat,
sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di
perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai
rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

Tabel 4-1. Etiologi Dispepsia Organik


Esofago-gastro-duodenal

Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis


NSAID, keganasan

Obat-obatan

Antiinflamasi
non-steroid,
digitalis, antibiotik

teofilin,

Hepatobilier

Hepatitis,
kolesistitis,
kolelitiasis,
keganasan, disfungsi sphincter Odii.
Pankreatitis, keganasan

19

Pancreas

Penyakit sistemik lain

Diabetes melitus, penyakit tiroid, gagal


ginjal, kehamilan, penyakit jantung
koroner atau iskemik

b Dispepsia non-organik/fungsional
Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik, tetapi merupakan kelainan
dari fungsi saluran makanan. Dalam Konsensus Roma III (2006), definisi nya adalah:
Adanya satu atau lebih keluhan rasa penuh setelah makan, cepat kenyang, nyeri ulu hati/ epigastrik, rasa terbakar di
epigastrium.
Tidak ada bukti kelainan structural (termasuk di dalamnya pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas) yang dapat
menerangkan penyebab keluhan tersebut.
Keluhan ini terjadi selama tiga bulan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diagnosis ditegakkan.
Dalam usaha untuk mencoba ke arah praktis pengobatan, dispepsia fungsional dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Dispepsia tipe seperti ulcus. Yang lebih dominan adalah nyeri epiastric.
Dispepsia tipe seperti dismotilitas. Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu
pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita
dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung yang meningkat.
Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali
pada faal saluran cerna pada proses pencernaan yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya
merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel
parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang
banyak, yang mengandung HCl dan pepsin. Yang lebih dominan adalah keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat
kenyang.
Dispepsia tipe non-spesifik. Tidak ada keluhan yang dominan.
LO 4.3 Memahami dan menjelaskan pathofisiologis dyspepsia
Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam
lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral.
1 Sekresi asam lambung. Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung yang ratarata normal, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
2

Helicobacter pylori. Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima.

Dismotilitas gastrointestinal. Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan
lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses
yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.

Ambang rangsang persepsi. Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan
nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di
gaster atau duodenum.

Disfungsi autonom. Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia
fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu
menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang.

Aktivitas mioelektrik lambung. Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan
terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten.

Hormonal. Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin
yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin
mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal.

Diet dan faktor lingkungan. Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional
dibandingkan kasus kontrol.

20

1.

2.

3.

4.

5.
6.
7.

8.
9.

10.

11.

Psikologis. Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat.
Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi
antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan
kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya
kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia
fungsional.

PATOFISIOLOGI DISPEPSIA
Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena bermacam- macam penyebab dan mekanismenya. Penyebab
dan mekanismenya dapat terjadi sendiri atau kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan gejalanya, seperti tercantum diatas,
adalah untuk panduan manajemen awal terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi. Patofisiologinya yang dapat dibahas disini
adalah :
Sekresi asam lambung dan keasaman duodenumHanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai hipersekresi asam
lambung dari ringan sampai sedang. Beberapa pasien menunjukkan gangguan bersihan asam dari duodenum dan meningkatnya
sensitivitas terhadap asam. Pasien yang lain menunjukkan buruknya relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang
banyak di duodenum tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia fungsional.
Infeksi Helicobacter pylori
Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta hubungannya dengan patofisiologi gastrik mungkin diperankan oleh
H pylori. Walaupun penelitian epidemiologis menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan terdapat hubungan
antara infeksi H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada ulkus peptikum, dimana H pylori merupakan penyebab
utamanya.
Perlambatan pengosongan lambung
25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan waktu pengosongan lambung yang signifikan. Walaupun
beberapa penelitian kecil gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu pengosongan lambung dengan
gejala dispepsia. Sebaliknya penelitian yang besar menunjukkan adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan
perasaan perut penuh setelah makan, mual dan muntah.
Gangguan akomodasi lambung
Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasien
fungsional dispepsia yang akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan
maldistribusi tersebut berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat badan.
Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna
Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional.
Hubungannya memang belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok kecil pasien.
Hipersensitivitas lambung
Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri abdomen post prandial, bersendawa dan penurunan berat
badan. Walaupun disfungsi level neurologis yang terlibat dalam hipersensitivitas lambung masih belum jelas.
Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro-duodenalPenelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum
terdapat pada sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat dengan gejala spesifiknya. Aktivitas
abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan pada pasien tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan
pengosongan lambung tetapi tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya
Intoleransi lipid intra duodenal Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan berlemak dan
dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung yang diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum.
Gejalanya pada umumnya adalah mual dan perut kembung.
Aksis otak saluran cernaKomponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan informasi dari reseptor sistem syaraf saluran
cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di dalam otak, informasi yang masuk diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan
kognitif. Kemudian otak mengembalikan informasi tersebut via jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi fungsi
akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.
Faktor psikososial
1 Korelasi dengan stress
2 Korelasi dengan hidup
3 Korelasi dengan kelainan psikiatri dan tipe kepribadian
4 Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan
Dispepsia fungsional pasca infeksiHampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan gejala akut yang mengikuti infeksi
gastrointestinal.
LO 4.4 Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis dyspepsia
Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:
nyeri perut (abdominal discomfort)

21

rasa pedih di ulu hati


mual, kadang-kadang sampai muntah
nafsu makan berkurang
rasa cepat kenyang
perut kembung
rasa panas di dada dan perut
regurgitasi
banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus)

Keluhan, kuantitas dan kualitas pada setiap pasien sangat bervariasi, maka dispepsia diklasifikasikan berdasarkan keluhan yang
dominan:
Bila nyeri ulu hati yang mendominasi dan disertai nyeri pada malam hari dikategorikan sebagai dispepsia fungsional tipe
seperti ulkus (ulcer like dyspepsia)
Bila kembung, mual, cepat kenyang merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan, dikategorikan sebagai dispepsia
fungsional tipe seperti dismotilitas (dismotility like dyspepsia)
Bila tidak ada keluhan yang bersifat dominan, dikategorikan sebagai dispepsia non spesifik.
LO 4.5 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dyspepsia
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sederhana dan
pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan radiologis dan endoskopi.
Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan banyak pasien yang dapat ditatalaksana dengan baik tanpa
pengobatan sehingga diagnosis secara klinis agak terbatas kecuali bila ada alarm sign. Bila ada salah satu atau lebih ada pada pasien,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan endoskopi. Alarm sign adalah:
Umur 45 tahun (onset baru)
Perdarahan dari rektal atau melena
Penurunan berat badan >10%
Anoreksia
Muntah yang persisten
Anemia atau perdarahan
Massa di abdomen atau limfadenopati
Disfagia yang progresif atau odinofagia
Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas
Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya
Riwayat ulkus peptikum
Kuning (Jaundice)
Radiologi (dalam hal ini pemeriksaan barium meal), dapat mengidentifikasi kelainan structural dinding/mukosa saluran cerna bagian
atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat
penyempitan/ stenotik/ obstruktif di mana skop endoskopi tidak dapat melewatinya.
Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindroma dispepsia. Oleh karena itu, sindroma
dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dari penyakit saluran cerna, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan
penyakitnya, maka diperlukan beberapa pemeriksaan, selain pemeriksaan fisik, juga diperlukan pemeriksaan penunjang.
Pada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi gangguan organik atau biokimiawi.
Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pancreas, dan sebagainya), radiologi (barium meal, USG), dan endoskopi
merupakan langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. Untuk menilai patofisiologinya, dalam
rangka mencari dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi klinisnya tidak jarang
dinilai masih kontroversial. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai
adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq
untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya.
Anamnesis
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual bebas di masyarakat perlu ditanyakan
dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Gejala (alarm symptom) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah
yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur peptik, adenokarsinoma gaster atau
esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau keganasan pankreas empedu.

22

Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah anak (meninggal, nakal, sakit, tidak
punya), hubungan antar manusia (orang tua, mertua, tetangga, adik ipar, kakak), hubungan suami-istri (istri sibuk, istri muda, dimadu,
bertengkar, cerai), pekerjaan dan pendidikan (kegiatan rutin, penggusuran, PHK, pindah jabatan, tidak naik pangkat). Hal ini dapat
mengakibatkan eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia. Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun,
merokok dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari
banyak ditemukan pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan
gejala perasaan asam pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit esofagus,
gastritis erosif dan karsinoma. Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus duodenum. Pasien
DNU lebih sering mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menemukan adanya organomegali, tumor abdomen, ascites, untuk menyingkirkan penyakit
organik.
Oleh karena dispepsia ini merupakan kumpulan gejala-gejala di mana pada suatu keadaan satu gejala lebih dominan dari yang
lain, sehingga para ahli membagi gejala-gejala ini dalam beberapa sub-group:
1 Dispepsia tipe refluks yaitu adanya rasa terbakar pada epigastrium, dada atau regurgitasi dengan gejala perasaan asam di mulut.
2 Dispepsia tipe dismotilitas yaitu nyeri epigastrium yang bertambah sakit setelah makan, disertai kembung, cepat kenyang , rasa
penuh setelah makan, mual atau muntah, bersendawa dan banyak flatus.
3 Dispepsia tipe ulkus yaitu nyeri epigastrium yang mereda bila makan atau minum antasid dan nyeri biasanya terjadi sebelum
makan dan tengah malam.
4 Dispepsia non-spesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori di atas.
Pemeriksaan penunjang
1 Laboratorium :
Pemeriksaan sekretori lambung merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis aklorhidria(tidak terdapat asam
hdroklorida dalam getah lambung) dan sindrom zollinger-ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak
adanya nyeri yang timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya
ulkus. Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala
yang sama.
Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum
sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat
perdarahan ulkus. Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
2

Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran cerna. Setidak-tidaknya perlu
dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks
gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di
antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di
lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media.
Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.

Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu menentukan diagnosis. Yang perlu
diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna
mukosa, lesi, tumor (jinak atau ganas).

23

Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk
membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan
setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia
terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan
lambung.

Biopsi. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes
laboratorium khusus. Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody pada antigen H.
Pylori

Diagnosis banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dapat menjadi salah satu diagnosis banding. Umumnya, penderita penyakit ini sering
melaporkan nyeri abdomen bagian atas epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel
syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air besar (defekasi) yang
tidak teratur dan perut kembung..
Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala yang sama dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu
menanyakan pola defekasi kepada pasien untuk mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS. Pankreatitis
kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri abdomen atas yang hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang.
Obat-obatan juga dapat menyebabkan sindrom dispepsia, seperti suplemen besi atau kalium, digitalis, teofilin, antibiotik oral,
terutama eritromisin dan ampisilin. Mengurangi dosis ataupun menghentikan pengobatan dapat mengurangi keluhan dispepsia.
Penyakit psikiatrik juga dapat menjadi penyebab sindrom dispesia. Misalnya pada pasien gengan keluhan multisistem yang salah
satunya adalah gejala di abdomen ternyata menderita depresi ataupun gangguan somatisasi. Gangguan pola makan juga tidak boleh
dilupakan apalagi pada pasien usia remaja dengan penurunan berat badan yang signifikan.
Diabetes Mellitus (DM) dapat menyebabkan gastroparesis yang hebat sehingga timbul keluhan rasa penuh setelah makan, cepat
kenyang, mual, dan muntah. Lebih jauh diabetik radikulopati pada akar saraf thoraks dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.
Gangguan metabolisme, seperti hipotiroid dan hiperkalsemia juga dapat menyebabkan nyeri abdomen bagian atas.
Penyakit jantung iskemik kadang-kadang timbul bersamaan dengan gejala nyeri abdomen bagian atas yang diinduksi oleh
aktivitas fisik. Nyeri dinding abdomen yang dapat disebabkan oleh otot yang tegang, saraf yang tercepit, ataupun miositis dapat
membingungkan dengan dispepsia fungsional. Cirinya terdapat tenderness terlokalisasi yang dengan palpasi akan menimbulkan rasa
nyeri dan kelembekan tersebut tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan meregangkan otot-otot abdomen.

Penyakit jantung iskemik sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita
infark miokard dinding inferior juga sering memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita
angina mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.
Penyakit vaskular kolagen, terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan sering memberi keluhan sindroma dispepsia.
Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.
LO 4.6 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dyspepsia
Pengelolaan penderita dengan sindroma dispepsia secara garis besar pada umumnya sama. Penderita yang mempunyai keluhan ringan
umumnya dapat dilakukan dengan berobat jalan, sedangkan yang mempunyai keluhan berat dengan atau tanpa komplikasi sebaiknya
dirawat di rumah sakit.
Terapi nonmedikamentosa

24

Diet merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai ialah cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh
Sippy 1915 hingga dikenal pula Sippys diet. Sekarang lebih dikenal dengan diet lambung yang sudah disesuaikan dengan masyarakat
Indonesia. Dasar diet tersebut ialah makan sedikit dan berulang kali, makan makanan yang mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi
makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang, dan kemungkinan dapat menetralisir HCl. Pemberiannya
dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, asam, alkohol.
TERAPI FARMAKOLOGIS
i Antasid Sistemik
Natrium bikarbonat
Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbon dioksida yang tebentuk dalam lambung
dapat menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi dan dapat menimbulkan perforasi. Selain menimbulkan alkalosis
metabolik, obat ini dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. Natrium bikarbonat sudah jarang digunakan sebagai antasid.
Obat ini digunakan untuk mengatasi asidosis metabolik, alkalinisasi urin, dan pengobatan lokal pruritus. Natrium bikarbonat
tersedia dalam bentuk tablet 500-1000 mg. Satu gram natrium bikarbonat dapat menetralkan 12 mEq asam. Dosis yang dianjurkan
1-4 gram. Pemberian dosis besar NaHCO 3 atau CaCO3 bersama susu atau krim pada pengobatan tukak peptik dapat menimbulkan
sindrom alkali susu (milk alkali syndrom)
ii Antasid Non-sistemik
Aluminium hidroksida -- Al(OH)3
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya paling panjang. Al(OH) 3 bukan merupakan obat yang unggul
dibandingkan dengan obat yang tidak larut lainnya. Al(OH) 3 dan sediaanya Al (aluminium) lainnya dapat bereaksi dengtan fosfat
membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga eksresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan
melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin
dan menginaktivasinya. Absorsi makanan setelah pemberian Al tidak banyak dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah.
Aluminium juga bersifat demulsen dan adsorben.
Efek samping Al(OH)3 yang utama ialah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antasid garam Mg. Mual dan
muntah dapat terjadi. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi fosfat disertai osteomalasia.
Al(OH)3 dapat mengurangi absorbsi bermacam-macam vitamin dan tetrasiklin. Al(OH) 3 lebih sering menyebabkan konstipasi pada
usia lanjut.
Aluminium hidroksida digunakan untuk tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. Antasid Al
tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang mengandung 3,6-4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan 8 mL. Tersedia juga dalam
bentuk tablet Al(OH)3 yang mengandung 50% Al2O3. Satu gram Al(OH)3 dapat menetralkan 25 mEq asam. Dosis tunggal yang
dianjurkan 0,6 gram.
Kalsium karbonat
Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif karena mula kerjanya cepat, maka daya kerjanya lama dan daya menetralkannya
cukup
lama.
Kalsium karbonat dapar menyebabkan konstipasi, mual, muntah, pendarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal, dan fenomena
acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasarkan daya netralisasi asam, tetapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum
yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal mengeluarkan HCl (H +). Sebagai akibatnya sekresi asam pada malam hari
akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi ialah hiperkalsemia, kalsifikasi
metastatik, alkalosis, azotemia, terutama terjadi pada penggunaan kronik kalisium karbonat bersama susu dan antasid lain (milk
alkali syndrom).
Pemberian 4 g kalsium karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan, sedangkan pemberian 8 g dapat menyebabkan
hiperkalsemia
sedang.
Kalsium karbonat tersedia dalam bentuk tablet 600 mg dan 1000 mg. Satu gram kalsium karbonat dapat menetralkan 21 mEq
asam. Dosis yang dianjurkan 1-2 gram.
Magnesium hidroksida -- Mg(OH)2
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasid. Obat ini praktis, tidak larut, dan tidak efektif sebelum obat ini
berinteraksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi denagn HCl akan tetap berada dalam
lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini dan natrium bikarbonat
sama efektif dalam hal menetralkan HCl.
Ion magnesium dalam usus akan cepat diabsorbsi dan cepat dieksresi melalui ginjal, hal ini akan membahayakan pasien yang
fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang diabsorbi akan bersifat sebagai antasid sistemik sehingga dapat menimbulkan
alkali uria, tetapi jarang alkalosis.
Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak
diabsorbsi, tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik air. Sebanyak 5-10% magnesium diabsorbsi dan dapat menimbulkan
kelainan neurologik, neuromuskular, dan kardiovaskular.

25

Sediaan susu magnesium (milk of magnesium) berupa suspensi yang berisi 7-8,55 Mg(OH). Satu ml susu magnesium dap
menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan 5-30 ml. Bentuk lain ialah tablet susu yang berisi 325 mg Mg(OH) 2 yang dapat
dinetralkan 11,1 mEq asam.
Magnesium trisiklat
Magnesium trisiklat (Mg2Si3O8H2O) sebagai antasid non sistemik, bereaksi dalam lambung sebagai berikut:
Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silika dari magnesium
trisiklat akan diabsorbsi melalui usus dan dieksresi dalam urin. Silika gel dan megnesium trisiklat merupakan adsorben yang baik;
tidak hanya mengadsorbsi pepsin tetapi juga protein dan besi dalam makanan. Mula kerja magnesium trisiklat lambat, untuk
menetralkan HCl 30% 0,1 N diperlukan waktu 15 menit, sedangkan untuk menetralkan HCl 60% 1,1 N diperlukan waktu satu jam.
Dosis tinggi magnesium trisiklat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadi batu silikat setelah penggunaan kronik
magnesium trisiklat. Ditinjau dari efektivitasnya yang rendah dan potensinya yang dapat menimbulakan toksisitas yang khas,
kurang beralasan mengunakan obat ini sebagai antasid.
Magnesium trisiklat tersedia dalam bentuk tablet 500mg; dosis yang dianjurkan 1-4 gram. Tersedia pula sebagai bubuk
magnesium trisiklat yang mengandung sekurang-kurangnya 20% MgO dan 45% silikon dioksida. Satu gram magnesium trisiklat
dapat menetralkan 13-17 mEq asam.
iii Obat Penghambat Sekresi Lambung
Penghambat pompa proton
Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dari AH 2. Obat ini bekerja di proses
akhir pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol,
lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau
benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol (Someprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol.
Farmakodinamik. Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah
diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan
mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H +, K+,
ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya
penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton tersebut.
Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi,
terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali
dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.
Farmakokinetik. Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif
tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet
yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya
akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.
Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi
luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam
lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4.
Indikasi. Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat
menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.
Efek samping. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi
miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit.
Sediaan dan posologi. Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu.
Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam
bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.
iv Antagonis Reseptor H2
Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Burinamid dan metiamid merupakan antagonis reseptor H2
yang pertama kali ditemukan, namun karena toksik tidak digunakan di klinik. Antagonis reseptor H 2 yang ada saat ini adalah
simetidin, ranitidin, famotidin, dan nizatidin.
Antagonis reseptor H2 merupakan obat yang efektif dan relatif aman untuk pasien dengan hipersekresi asam lambung,
misalnya untuk pasien tukak duodenum dan tukak lambung. Golongan obat ini menggeser penggunaan antasid yang
membutuhkan pemberian yang lebih sering sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien. Bagi pasien yang menggunakan obat
lain/banyak obat, nampaknya akan lebih aman menggunakan ranitidin, famotidin, atau nizatidin yang tidak/kurang

26

kemungkinannya dibandingkan simetidin untuk mengadakan interaksi dengan obat lain yang merupakan substrat enzim sitokrom
P450. Dibandingkan simetidin, kemungkinan efek samping ranitidin, famotidin, dan nizatidin nampaknya lebih kecil, termasuk
kemungkinan di antaranya kemungkinan impotensi dan ginekomastia karena ketiga obat tersebut tidak mengikat reseptor
androgen.
v Prokinetik
Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon, cisapride.
Bathanecol
Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai untuk mengobati penderita dengan
refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu.
Efek sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur,
kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.
Metoklopramid
Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik.
Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun perifer. Khasiat metoklopramid antara lain:
- meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik,
- merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan
- merupakan reseptor antagonis dopamin
Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi dari saluran cerna dan mempercepat pengosongan
lambung.
Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping
ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat
menyebabkan hipertonis dan kejang.
Domperidon
Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan antagonis dopamin perifer dan tidak menembus
sawar darah otak, maka tidak mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang rendah
daripada metoklopramid.
Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah sehingga mencegah terjadinya refluks
gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang
terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan
lambung akan lebih cepat.
Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa pengosongan yang lambat, refluks
gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pascabedah, bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.
Efek sampingnya lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare, pusing. Pada pemberian
jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada
pria, serta galaktore dan amenore pada wanita.
Cisapride
Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang mempunyai khasiat memperbaiki
motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas.
Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada saluran cerna bagian atas, obat ini
bermanfaat untuk memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian
bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan peristaltik antrum,
memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna
bagian bawah yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di sini. Jadi, obat
ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai
obat laxatif yang menahun.
Efek samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang sifatnya sementar.
Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung
1 Sulkralfat
Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan
nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap
HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka
pemberian bersama AH2 atau antasid menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah konstipasi. Karena
sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.

Antibiotik Untuk H. pylori

27

Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik
dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri,
penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas
antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada
regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam
jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan
pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori.
Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri
tersebut sudah hilang.
Terapi lini pertama
:
Urutan prioritas
o PPI + amoksisilin + kklaritromisin
o PPI + metronidazol + klaritromisin
o PPI + metronidazol + tetrasiklin
Pengobatan dilakukan selama satu minggu.
Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel
Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori
tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.
Urutan prioritas
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin
o Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin
Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori dengan media transport MIU.
Pembedahan
Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian obat sudah efektif.
Pembedahan terutama dilakukan untuk:
o mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi, penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap
pemberian obat atau mengalami kekambuhan)
o 2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus
o ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas
o ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan.
Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan dapat timbul masalah-masalah lain seperti pencernaan yang
buruk, anemia dan penurunan berat badan.

LO 4.7 Memahami dan menjelaskan komplikasi dyspepsia


Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia, diambil dari ulkus peptikum, yaitu perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus,
dan perforasi
LO 4.8 Memahami dan menjelaskan pencegahan dyspepsia
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor
resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai :
a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang potensial
mencetuskan serangan dispepsia.
b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan penyediaan air bersih.
c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai
dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya
d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok.
2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagmosis and Prompt Treatment).

28

a. Diagnosis Dini (Early Diagnosis)


Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi anamnese yang teliti, pemeriksaan
fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang
penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah berlangsung
lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping
pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan
b. Pengobatan Segera (Prompt Treatment)
1. Diet mempunyai peranan yang sangat penting. Dasar diet tersebut adalah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak
mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang
peningkatan dalam lambung dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCL.
2. Perbaikan keadaan umum penderita
3. Pemasangan infus untuk pemberian cairan, elektrolit dan nutrisi.
4. Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan penderita dispepsia adalah antasida,
antikolinergik, sitoprotektif dan lain-lain.
3. Pencegahan Tertier
a. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami
penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.
b. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan
ketika kembali ke masyarakat.
LO 4.9 Memahami dan menjelaskan prognosis dispepsia
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
FKUI, Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru
Ganong, W.F . 2008 . Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC
Murray, Robert K. 2003. Biokimia Harper, Edisi 25. Jakarta: EGC
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Prince, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep-konsep penyakit Volume 1 Edisi 6, Jakarta:EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2.Jakarta: EGC.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Sofwan, Achmad. 2012. Tractus Digestivus. Jakarta: FKUY
Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed. 4, Jakarta :Interna
Publishing
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31383/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14681/1/10E00274.pdf
http://baktiindonesia.net63.net/index.php?pilih=hal&id=10
dianhusadaannadwi.blogspot.com
www.nature.com
29

http://dokteraneh.blogspot.com/2011/11/anatomi-mulut.html

30

Anda mungkin juga menyukai