Anda di halaman 1dari 16

BAB I

ENSEFALITIS
I.

Konsep Dasar Penyakit Ensefalitis


1. Pengertian
Ensefalitis menurut Mansjoer dkk,(2000) adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, protozoa.
Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan syaraf pusat di
medula spinalis dan meningen yang di sebabkan oleh japanese ensefalitis
virus yang ditularkan oleh nyamuk. (Soedarmo,2008)
Dari dua pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa ensefalitis
adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh virus dan menularkan penyakit
tersebut melalui vektor nyamuk, sehingga akan tejadi gangguan di susunan
syaraf pusat.
2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedarmo dkk, (2008) adalah:
a. Ensefalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembangbiakan virus ekstraneural yang hebat
b. Ensefalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak
lambat dan kerusakan otak ringan
c. Infeksi asimptomatik yang ditandai oleh hampir tidak adanya viremia,
sangat terbatasnya replikasi ekstraneural
d. Infeksi persisten.
Meskipun Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus encephalitis tetapi
baru Japanese B encepalitis yang ditemukan (Soedarmo dkk,2008).

3. Anatomi dan Fisiologi Sistem Persyarafan


a. Pengertian
Menurut Setiadi, (2007) sistem syaraf adalah salah satu organ yang
berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapih dalam
organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan pertolongan syaraf
kita dapat mengisap suatu rangsangan dari luar pengndalian pekerja
otot.
b. Sel sel pada sistem syaraf
1) Neuron adalah unit fungsional sistem syaraf yang terdiri dari :
Badan Sel, yaitu bagian yang mengendalikan metabolisme
keseluruhan neuron. Sedangakan Akson adalah suatu prosesus
tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrit. Bagian ini
mengahantarkan impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel
lain atau ke ke badan sel neuron yang menjadi asal akson ( arah
menuju ke luar sel). Maka, Semua akson dalam sistem syaraf
perifer di bungkus oleh lapisan schwann ( neurolema ) yang di
hasilkan oleh sel sel schwann. Kemudian mielin berfungsi
sebagai insulator listrik dan mempercepat hantaran impuls syaraf.
Sedangkan Dendrit adalah Perpanjang sitoplasma yang biasanya
berganda dan pendek yang berfungsi sebagai penghantar impuls ke
sel tubuh.
2) Neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada susunan syaraf
pusat yang berfungsi sebagai jaringan ikat yang mensuport sel dan
nervous sistem.
3) Sistam komunikasi sel. Rangsangan ini di sebut stimulus, sedangkan
yang di hasilkan dinamakan respon. Alat penghantar stimulus yang
berfungsi menerima rangsangan disebut reseptor,sedangkan yang

menjawab stimulus di sebut efektor seperti otot,sel , kelenjar atau


sebagainya.
c. Sistem Syaraf Pusat
1) Perkembangan Otak
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari
sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran
otak awal, yaitu:
a) Otak depan menjadi hamisfer serebri, korpus striatum, talamus,
serta hipotalamus. Fungsinya menerima dan mengintegrasikan
informasi mengenai kesadaran dan emosi.
b) Otak tengah, mengkoordinir otot yang berhubungan dengan
penglihatan dan pendengaran. Otak ini menjadi tegmentum, krus
serebrium, korpus kuadriigeminus.
c) Otak belakang ( pons ), bagian otak yang menonjol kebnyakan
tersusun dari lapisan fiber ( berserat ) dan termasuk sel yang
terlibat dalam pengontrolan pernafasan.
Otak belakang ini menjadi : Pons vorali, membantu meneruskan
informasi. Medula oblongata, mengendalikan fungsi otomatis
organ dalam( internal ). Serebelum, mengkoordinasikan pergerakan
dasar.
2) Pelindung Otak
a) Kulit kepala dan rambut
b) Tulang tengkorak dan columna vetebral
c) Meningen ( selaput otak )
3) Bagian bagian Otak

a) Hemifer cerebral ( otak besar ) dibagi menjadi 4 lobus, yaitu :


-

Lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung


jawab untuk proses berfikir

Lobus parietalis, merupakan area sensoris dari otak yang


merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedkit menerima
perubahan temperatur.

Lobus occipitallis, mengandung area visual yang menerima sensasi


dari mata.

Lobus temporalis, mengandung area auditory yang menerima


sensasi dari telinga.

Area khusus otak besar (cerebrum ) adalah : Somatic sensory area


yang menerima impuls dari reseptor sensory tubuh. Primary motor area
yang mengirim impuls ke otot skeletal broca's area yang terliabat
dalam kemampuan bicara.
b) Cerebelum ( otak kecil )
Fungsi cerebelum mengmbalikan tonus otot di luar kesadaran yang
merupakan suatu mekanisme syaraf yang berpengaruh dalam
pengaturan dan pengendalian terhadap :
-

Perubahan ketegangan dalam otot untuk mempertahankan


keseimbangan dan sikap tubuh

Terjadinya kontraksi dengan lancar dan teratur pada pergerakan


di bawah pengendalian kemauan dan mempunyai aspek
keterampilan.

Ada tiga jens kelompok syaraf yang di bentuk oleh syaraf


cerebrospinalis yaitu:

Syaraf sensorik, ( syaraf afferen ), yaitu membawa impuls dari


otak dan medulla spinalis ke perifer.

Syaraf motorik ( syaraf efferen ), menghantarkan impuls dari


otak dan medulla spinalis ke perifer.

Syaraf campuran, yang mengandung serabut motorik dan


sensorik, sehingga dapat mengantar impuls dalam dua jurusan.

c) Medulla Spinallis
Disebut juga sumsum tulang belakang. Yang terlindung di dalam
tulang belakang dan berfungsi untuk mengadakan komunikasi anatara
otak dan semua bagian tubuh serta berperan dalam : gerak reflek,
berisi pusat pengontrolan yang penting, heart rate contol atau denyut
jantung, pengaturan tekanan darah, pernafasan, menelan, muntah.
d. Susunan Syaraf Perifer
Sistem syaraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf
pusat ( CNS ) dengan cara membawa signals dari syaraf pusat ke CNS.
Susunan syaraf terbagi menjadi 2, yaitu :
1) Susunan syaraf somatic
Susunan syaraf yang memiliki peranan yang spesifik untuk mengatur
aktivitas otot sadar atau serat lintang, jadi syaraf ini melakuakan sistem
pergerakan otot yang di sengaja atau tanpa sengaja
2) Susunan syaraf otonom
Susunan syaraf yang mempunyai peranan penting mempengaruhi
pekerjaan otot sadar atau serat lntang, dengan membawa informasi ke
otot

halus

atau

otot

jantung

yang

dilakuakan

otomatis.

Menurut fungsinya susunan syaraf otonom terdiri dua bagian yaitu:


-

Susunan syaraf simpatis

Susunan syaraf para simpatis ( Setiadi,2007).

4. Etiologi
Berbagai macam organisme dapat menimbulkan Encephalitis, misalnya
ozoa, cacing, jamur, spirokaeta, dan virus. Penyebab yang tersering adalah
virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau
reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.
Encephalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan
serebrospinal selama pungsi lumbal.
Berbagai jenis virus dapat menimbulkan Encephalitis, meskipun gejala
klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus serta epidemiologinya, diketahui
berbagai macam Encephalitis virus. Menurut Soedarmo dkk,(2008) bahwa
virus Ensefalitis berkembang biak dari sel hidup yaitu di dalam nukleus
dan sitoplasma seperti babi, kuda, gigitan nyamuk, dan lain-lain
5. Patofisiologi
Setelah nyamuk menggigit manusia yang rentan, virus menuju sistem
getah bening sekitar tempat gigitan nyamuk (kelenjar regional) dan
berkembang biak, kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan
viremia pertama. Melalui aliran darah virus menyebar ke organ tubuh
seperti susunan syaraf pusat dan organ eksterneural. Kemudian virus di
lepaskan dan masuk ke dalam peredaran darah menyebabkan virema kedua
yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan
gejala penyakit sistemik.

Bagaimana cara virus masuk menembus sawar otak tidak diketahui dengan
pasti, namun diduga setelah terjadinya viremia virus menembus dan
berkembng biak pada endotel vaskular dengan cara endositosis, sehingga
dapat menembus sawar darah otak. Setelah mencapai susunan saraf pusat,
virus berkembang biak di dalam sel dengan cepat pada retikulum
endoplasma

yang

kasar

serta

badan

golgi

dan

setelah

itu

menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut maka permeabelitas sel


neuron, ganglia dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel
masuk ke dalam sel dan timbullah edema sistoksik. Adanya edema dan
kerusakan susunan saraf pusat ini memeberikan memberikan manifestasi
klinis berupa ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada thalamus,
ganglia basal, batang otak, hipokampus, dan korteks selebra.
(Soedarmo dkk,2008).
6. Manifestasi Klinis
Gejala klinisnya adalah :
a. Terjadi peningkatan tekanan intarakraniaum,berupa nyeri kepala,
penurunan kesadaran, dan muntah.
b. Terjadi demam akibat infeksi
c. Fotofobia (respon nyeri terhadap sinar) akibat iritasi saraf saraf
kranial
d. Ensefalitis biasanya memperlihatkan gejala awal yang dramatis
berupa delirium dan penurunan progresif kesadaran. Dapat timbul
kejang dan gerakan- gerakan abnormal (Corwin, 2001).
7. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan cairan serebrospinal

Warna jernih terdapat pleocytosis berkisar antara 50- 2000 sel.


Dimana sel limfosit merupakan sel yang dominan, protein agak
meningkat, sedangkan glukosa dalam batas normal.
2) Pemeriksaan EEG
Memperlihatkan proses inflamasi yang difuse "Bilateral"
dengan aktivitas rendah.

3) Pemeriksaan virus
Ditemukan virus pada CNS. Didapatkan kenaikan titer antibodi
yang spesifik terhadap virus penyebab.
b. Pengobatan pada encephalitis dilakukan dalam 2 cara, yaitu:
1) Pengobatan penyebabnya adalah :
Diberikan apabila jenis virus diketahui.Herpes encephalitis:
adenosine arabinose 15mg/kgBB/hari selama 5 hari.
2) Pengobatan suportif adalah :
Sebagian besar pengobatan encephalitis adalah pengobatan non
spesifik yang bertujuan mempertahankan fungsi organ tubuh.
Pengobatannya antara lain:
a) ABC

Airway,

Breathing,

Circulation)

harus

dapat

dipertahankan sebaik- baiknya.


b) Pemberian makanan secara adekuat baik secara interal maupun
parenteral dengan memperhatikan jumlah kalori, protein,
keseimbangan cairan elektrolit dan vitamin.

c) Obat- obatan yang lain apabila diperlukan harus diberikan agar


keadaan umum penderita tidak bertambah jelek.
Misalnya : Hiperpireksia, diberikan: antipiretik paracetamol 10
mg/ kgBB/ X,kompres dingin. Kejang, diberikan: Diazepam
0,3- 0,5mg/kgBB/X diikuti dengan oemberian, Fenitoin 2 mg/
kgBB/ X untuk rumatan. Edema otak, diberikan: steroid:
dexametasone 0,5 mg/ kgBB/ X dilanjutkan dengan dosis 0,1
mg /kg BB/ X tiap 6 jam, Monitol dosis 1-2 gr/ kgBB selama
15 menit diulangi 8- 12 jam apabila diperlukan.

c. Perawatannya, yaitu :
Mata : cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC
atau salep antibiotika. Cegah decubitus: dengan merubah posisi
penderita tiap 2 jam. Penderita dengan gangguan menelan dan
akumulasi sekret lakukan postural drainage dan aspirasi mekanis.
( Soedarmo dkk,2008 )
8. Komplikasi
Kompikasi yang terjadi pada ensefalitis adalah :
a. pasien dapat mengalami ketidakmampuan permanen, kerusakan
otak atau meninggal akibat ensefalitis.
b. dapat timbul kejang
( Corwin, 2001 ).
9. Pemeriksaan Laboraturium dan Diagnostik
a. Dilakukan pegambilan CSS untuk pemeriksaan sel darah putih dan
sensitivitas mikro-organisme. Glukosa dan protein dalam CSS.

b. Dapat digunakan CT scan atau MRI untuk mengevaluasi drajat


pembengkakan dan tempat nekrosis ( Corwin, 2001).

II.

KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
b. Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan
meningkat kurang lebih 1-4 hari, sakit kepala.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah
menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan
tenggorokan.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus
contoh:

Herpes

dll. Bakteri

Streptococcus, E, Coli, dll.


f. Imunisasi

contoh:

Staphylococcus

Aureus,

Kapan terakhir diberi imunisasi DTP

g. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


1) Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan
buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan
(daerah kumuh)
2) Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
3) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit, tanpa pengobatan

yang

semPemenuhan Nutrisi
4) Pola Eliminasi Kebiasaan
Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena
pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi
obstipasi.
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya
tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis
sampai koma.
6) Pola Aktivitas
a) Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena
pasien ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b) Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka
latihan gerak dilakukan latihan positif. Upaya pergerakan sendi
(bila terjadi atropi otot pada pasien gizi buruk maka dilakukan
latihan pasif sesuai ROM). Kekuatan otot berkurang karena
pasien ensefalitis dengan gizi buruk. Kesulitan yang dihadapi
bila

terjadi

komplikasi

ke

jantung,

ginjal,

mudah

terInfeksi berat, aktifitas togosit turun, Hb turun, punurunan


kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan
7) Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien
dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun
mulai dari apatis sampai koma.
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
b. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
c. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi
turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran
infeksi endogen
Intervensi:
1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik
petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder.
mengontrol penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajaran
pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2) Abservasi. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.

R/.

Deteksi

dini

tanda-tanda

infeksi

merupakan

indikasi

perkembangan Meningkosamia.
3) Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas
individu.
b. Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hipofalemia, anemia.
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak
adanya/menurunkan sakit kepala.
Intervensi :

1) Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya
resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis
dengan segera.
2) Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya, seperti GCS.
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam
menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari
kerusakan serebral
3) Pantau tanda vital,

seperti

tekanan

darah.

Catat

serangan

dari/hipertensi sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang


melebar.
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah
serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada
tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin
mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang
menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh
peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah
diastolic(tekanan darah yang melebar)
4) Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan
R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang
terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi
pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.
5) Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,
metilprednison(medrol)

R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi


pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko
terjadinyafenomena rebound ketika menggunakan manitol.

c. Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum


Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1) Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,
penghalang tempat tidur tetap terpasang dan berikan pengganjal pada
mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah
tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat
mulut relaksasi.
2) Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3) Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4) Observasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC


Dongoes, E. Marilyn,(2000) Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.ISBN
Setiadi. (2007). Anatomi Fisiologi Manusia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Johnson ,Morrison, (2000). Nursing Outcome Classification.Mosby Year Book
Philadelphia.
Mc. Closkey, Joanne, (2004) Nursing Intervention Classification Mosby Year
Book Philadelphia.
Joyce, E. (2009). Pengkajian Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
NANDA, (2005). Nursing Diagnose:Definition and Classification. NANDA
international.
Nursalam, et al.(2007). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak . Jakarta: EGC.
Mansjoer, et al.(2001).Kapita Selekta Kedokteran Volume 1Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Wong, D, et al.(2008).Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 volume
2.Jakarta:EGC
Wong, D.(2004).Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4.Jakarta:EGC
Soedarmo,et al.(2008).Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi 2.Jakarta:Ilmu
Kesehatan Anak FKUI
Rd. Arry yulianita, D.(2007). Buku Saku Keperawatan. Bandung:
Yusi Sofiyah.(2007).Cat Kuliah Anak. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Universitas Indonesia.

MAKALAH ENSEFALITIS

oleh
Diah Khusnul Khotimah (1.12.030)

Intan Meilisa (1.12.046)

Budi Kristanto (1.12.018)

Siska Dyah R (1.12.088)

Christina Febri Sabattani (1.12.021)

Edhi Ristriyanto (!.12.035)

Rifda Safriyani (1.12.076)

Anang Budi Julianto (1.12.008)

Naning Aprilia (1.12.056)

Nuari Lulus Muwarni (1.12.062)

Solechatin Venna A (1.12.089)

Agus Wahyudi (1.12.003)

Ferina Fadhmasari (1.12.039)

Ahmad Munib (1.12.004)

Sintiana Pebriani (1.12.087)

Imam Nursaid (1.12.044)

PROGRAM STUDY S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO
SEMARANG
2014

Anda mungkin juga menyukai