Anda di halaman 1dari 4

JAMU 4 - SISTEM KESEHATAN NASIONAL

CICIPI JAMU -- Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih


mencicipi produk kesehatan tradisional yang ditawarkan
di salah satu stan di sela-sela penyelenggaraan
konferensi obat tradisional ASEAN
di The Sunan Hotel, Solo, Senin (31/10/2011).

INTEGRASI PENGOBATAN TRADISIONAL DALAM


SISTEM KESEHATAN NASIONAL
Dalam hal pelayanan kesehatan, obat tradisional dapat menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di
negara manapun di dunia, termasuk di negara-negara ASEAN. Obat tradisional yang sering lebih diterima
secara budaya oleh masyarakat dibandingkan dengan obat konvensional.
Demikian disampaikan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH saat
membuka the 3rd Conference on Traditional Medicine in ASEAN Countries di Surakarta, Senin (31/10).
Turut hadir dalam acara tersebut, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Dr. dr.
Trihono, M.Sc; Executive Director ASEAN Foundation; Director International Cooperation Nippon
Foundation; perwakilan WHO; dan sejumlah peserta konferensi yang berasal dari 10 negara ASEAN.
Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80% penduduk bergantung pada obat tradisional untuk
perawatan kesehatan primer. Karena itu, pemberian obat tradisional yang aman dan efektif dapat menjadi
alat penting untuk meningkatkan akses ke perawatan kesehatan secara keseluruhan, ujar Menkes.
Dalam sambutannya Menkes memaparkan, berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar 2010, hampir
setengah (49,53%) penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, mengonsumsi jamu. Sekitar lima
persen (4,36%) mengkonsumsi jamu setiap hari, sedangkan sisanya (45,17%) mengkonsumsi jamu
sesekali. Proporsi jenis jamu yang banyak dipilih untuk dikonsumsi adalah jamu cair (55,16%); bubuk
(43,99%); dan jamu seduh (20,43%). Sedangkan proporsi terkecil adalah jamu yang dikemas secara
modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58%).
Selanjutnya, Menkes menyatakan, terdapat dua tantangan utama dalam penggunaan obat tradisional di
Indonesia. Yang pertama, konsumen cenderung menganggap bahwa obat tradisional (herbal) selalu

aman. Tantangan selanjutnya, yaitu mengenai izin praktek pengobatan tradisional dan kualifikasi praktisi
kesehatan tradional.
Berdasarkan Survei Global WHO (1994), tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan obat tradisional,
yaitu kurangnya data penelitian, kurangnya mekanisme kontrol yang tepat, kurangnya pendidikan dan
pelatihan, dan kurangnya keahlian. Situasi serupa juga ditemukan di wilayah SEARO, sebuah survei
kebijakan nasional tentang obat tradisional dan regulasi jamu (2005) mengungkapkan bahwa belum
semua negara SEARO memiliki kebijakan yang berkaitan dengan obat tradisional, jelas Menkes.
Pada Deklarasi Alma Ata (1978) dunia telah berkomitmen bahwa obat tradisional harus dikembangkan
secara signifikan. Negara anggota ASEAN juga menyadari pentingnya mengintegrasikan pengobatan
tradisional ke dalam sistem kesehatan nasional, terutama dalam pelayanan kesehatan primer, dengan
memanfaatkan obat tradisional.
Seperti yang kita ketahui, dalam sistem pelayanan kesehatan modern didukung oleh pengetahuan yang
jelas dan metodologi penelitian, sementara pelayanan kesehatan tradisional seringkali kurang didukung
oleh data penelitian ilmiah, ujar Menkes.
Menurut Menkes, ada tujuh langkah untuk mengintegrasikan pengobatan tradisional ke dalam sistem
pelayanan kesehatan, yaitu Perumusan strategi untuk integrasi; Menetapkan regulasi untuk integrasi;
Menetapkan standar layanan dan kompetensi; Pelatihan dan pendidikan untuk konvensional provider dan
praktisi traditional medicine; Pengintegrasian pengobatan tradisional/alternatif ke dalam sistem kesehatan
(formal); Membangun kemitraan dan jaringan dengan negara-negara lain untuk bertukar informasi dan
pengalaman; dan Melakukan penelitian dan pengembangan untuk pembuktian secara ilmiah.
Pemerintah Indonesia berkomitmen kuat dalam mengembangkan obat tradisional, khususnya jamu
buatan Indonesia. Sehubungan dengan upaya untuk mengintegrasikan pengobatan tradisional ke dalam
sistem kesehatan nasional, sejumlah kerangka regulasi telah diterbitkan, mulai dari tingkat Undangundang, hingga Keputusan Menteri Kesehatan. Kebijakan tersebut meliputi: mandat pemerintah untuk
mengatur obat tradisional; pengaturan praktisi pengobatan tradisional; pengaturan praktik pengobatan
alternatif; dan pengembangan jamu berbasis ilmiah (saintifikasi jamu).
Berdasarkan proses, klaim keberhasilan, dan tingkat bukti, jamu Indonesia dikategorikan menjadi tiga,
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan phytomedicine, jelas Menkes.
Program saintikasi jamu dikembangkan agar jamu dapat dipromosikan oleh profesional medis dalam
kesehatan formal. Program ini bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah pemanfaatan jamu di pelayanan
kesehatan; membangun jaringan, dokter dapat bertindak sebagai penyedia jamu dan peneliti (dual
system); mendorong penyediaan jamu yang aman, efektif, dan berkualitas untuk pemanfaatan di
pelayanan kesehatan.
Jamu secara luas digunakan oleh masyarakat di Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk yang besar
dan juga memiliki kekayaan, berupa keragaman jenis tanaman obat. Dari sekitar 30.000 spesies tanaman
yang ada di Indonesia, 7.000 spesies merupakan tanaman obat dan 4500 spesies diantaranya berasal
dari pulau Jawa.Selain itu, terdapat sekitar 280.000 orang praktisi pengobatan tradisional di Indonesia,
tambah Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk
informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili: 52921669,
Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567, atau alamat email: puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1706-integrasi-pengobatan-tradisional-dalamsistem-kesehatan-nasional.html

PT Martina Berto Tbk (MBTO) dirikan


Kampoeng Djamoe Organik (KaDO) Martha Tilaar
seluas 10 hektare di Cikarang, Jawa Barat.

INTEGRATION of TRADITIONAL MEDICINE into the


NATIONAL of HEALTH CARE SYSTEM (2nd CONFERENCE ON
TRADITIONAL MEDICINE IN ASEAN COUNTRIES HANOI VIETNAM, 2011)
Tergerak dari komitmen Konferensi Internasional Kesehatan Tradisional ke-2 negara-negara ASEAN di
Hanoi Vietnam 2010, yang menghasilkan kesamaan pandangan tentang perlu adanya Integrasi
Kesehatan Tradisional dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Nasional. Membangun sistem yang integratif
melalui pengembangan dan pengintegrasian pelayanan kesehatan tradisional ke dalam sistem pelayanan
kesehatan yang merupakan entry point dari pengembangan kesehatan tradisional di Indonesia yang
diamanahkan Presiden SBY tahun 2008.
Memperhatikan peluang, ancaman dan kekuatan bangsa Indonesia terdapat beberapa rencana yang
akan dilaksanakan oleh Direktorat Bina Yankes Tradkom yang diawali dengan akselerasi regulasi dalam
melaksanakan upaya kesehatan tradisional di pelayanan kesehatan formal. Terkait hal tersebut, Direktur
Bina Yankes Tradkom pada bulan Pebruari 2011 di Bandung pada Rapat Koordinasi Program Ditjen Bina
Gizi KIA menegaskan strategi Akselerasi menuju INTEGRASI pelayanan kesehatan tradisional, alternatif
dan komplementer pada Pelayanan Kesehatan Nasional melalui penguatan regulasi, perluasan
jejaring/kemitraan, peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan.
Pada tahun 2010 telah disusun Rencana Strategis Kesehatan tahun 2010 2014. Target yang akan
dicapai pada tahun 2011 adalah 20% Kabupaten/Kota dengan minimal 2 puskesmas disetiap
Kabupaten/Kota dan 36 RS pemerintah melaksanakan pelayanan kesehatan tradisional. Secara bertahap
sampai tahun 2014 target yang akan dicapai adalah 50% dari total kabupaten/kota dan 56 RS. Target
tersebut yang memacu Dit Bina Yankes Tradkom menyelenggarakan Pertemuan Koordinasi Teknis pada

tanggal 22 25 Juni 2011 di Jakarta dengan tema Percepatan Pencapaian Target Renstra
Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer.
Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA pada suatu kesempatan menekankan perlunya komitmen dari
berbagai pihak baik di pusat maupun daerah untuk dapat melaksanakan pelayanan kesehatan tradisional
pada pelayanan kesehatan formal sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Lebih lanjut Direktur Bina Yankestradkom mensosialisasikan program kerjanya melalui pembinaan dan
pengawasan dengan penguatan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) untuk mengatur
penyelenggara praktek battra baik lokal maupun asing dan cara penyelenggara pelayanan kesehatan
tradisonal yang aman, bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemantauan dan evaluasi perlu
dilakukan selain oleh Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga oleh unit
pelaksana teknis Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Makasar dan Loka Kesehatan
Tradisional Masyarakat (LKTM) Palembang. Selain itu Sentra Pengembangan dan Penerapan
Pengobatan Tradisional (SP3T) perlu didorong untuk mendukung pengembangan yankestardkom
melalui upaya penapisan, pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan.
Kementerian Kesehatan melalui pencanangan pengembangan dan promosi herbal asli Indonesia
mendorong dan menggalakkan kembali pemakaian herbal asli Indonesia di masyarakat dan
pengembangan pemanfaatannya oleh dokter di bidang kedokteran. Sampai saat ini sudah ada 6
fitofarmaka dan 26 herbal terstandar yang sudah teregistrasi untuk digunakan di sarana pelayanan
kesehatan.
Salah satu upaya untuk mendukung integrasi pelayanan kesehatan tradisional ke dalam sistem
pelayanan kesehatan, Dit. Bina Yankes Tradkom saat ini sedang menyusun Formularium Herbal Asli
Indonesia. Formularium ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan pengobatan standar, tapi sebagai
salah satu acuan bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagai alternatif dan
atau komplementer terhadap 24 jenis penyakit dengan menggunakan 68 jenis tanaman obat.
Direktorat Bina Yankes Tradkom mempunyai motivasi dan harapan dari upaya pelayanan kesehatan
tradisional. Hanya selama ini program kesehatan tradisional kurang mendapat perhatian secara
komprehensif dalam pengembangan dan pelaksanaannya. Motivasi yang cukup tinggi perlu didukung
oleh kemampuan SDM dalam bidang kesehatan tradisional dan serta dukungan dari Pemerintah Daerah
yang berdampak pada penyediaan pembiayaan dan sarana prasarana. (Redaksi Newsletter)

http://kendhilkencana.blogspot.co.id/2012/01/jamu-4-sistem-kesehatannasional.html

Anda mungkin juga menyukai