Anda di halaman 1dari 36

Nama : Galih Nugraha

Nim : 04121401078
Daftar Pustaka :
1. Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun.
Jakarta: Puspa Swara
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.
FKUI. Jakarta. 1985; 360-66.
3. WHO. The WHO Child Growth Standards. Diperoleh 24 maret 2015, dari
http://www.who.int/childgrowth/standards/en/
4. Marcdante, Karen J. Kliegman, Robert M. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial
Edisi Keenam. Singapore : Elsevier
5. IDAI. 2011. Rekomendasi Asuhan Nutrisi Pediatrik (Pediatric Nutrition Care). UKK
Nutrisi dan Penyakit Metabolik
Scenario A Blok 24 Tahun 2015
Wili, anak laki-laki usia 18 bulan, dibawa ibunya ke rumah sakit tipe D karena bengkak seluruh
tubuh dan BAB cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning, tidak ada
lendir dan tidak ada darah. Tidak ada muntah. Wili sebelumnya juga pernah menderita diare
hampir setiap bulan. Wili lahir aterm, spontan, cukup bulan ditolong bidan dengan berat badan
lahir 2400 gram, panjang lahir tidak diukur. Wili sebelumnya sudah bisa berjalan tapi sejak sakit
ini dia tidak bisa duduk dan hanya bisa terbaring saja.
Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI usia 0 hari sampai sekarang, sejak lahir sampai usia 3 bulan
susu formula standar merk S 3-4 kali sehari @ 1 sendok takar dicampur dengan air panas sampai
60 ml. Sejak usia 6 bulan, Wili diberi bubur bayi beras merah merk P 3 kali sehari @ 2 sendok
makan (80 kalori). Kadang-kadang ibu membuat bubur saring sendiri yang terdiri dari tepung
beras, kentang, wortel, bayam, dan kaldu. Menurut ibunya, cara membuat campuran susu
formula sudah benar.
Wili sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 2x, hepatitis B 2x, dan polio 1x.
Wili dilahirkan dari keluarga: ayah usia 35 tahun tidak tamat SD dan tukang becak, ibu usia 32
tahun, tidak tamat SD ibu rumah tangga, jumlah saudara 3 orang (usia 7 tahun, 5 tahun, dan 3

tahun). Rumah masih menyewa, 3m x 7m, ventilasi jendela cukup, lantai semen, sumber air
minum sumur gali, jarak sumur dengan MCK 6 meter.
Pemeriksaan fisik: kelihatan gemuk, kulit mengkilat, bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam di beberapa tempat terutama di daerah yang mendapat tekanan, kesadaran
kompos mentis, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernapasan 30x/menit, suhu
35,0oC. Hasil pengukuran antropometri: berat badan 7000 gram, panjang badan 74 cm, lingkar
kepala 46 cm, wajah membulat, tidak ada dismorfik, pada mata terdapat bercak seperti busa
sabun, ada edema di seluruh tubuh, tidak ada iga gambang, perut membuncit, lengan dan tungkai
edema, dan terdapat baggy pants.
Dengan keluhan tambahan BAB cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan,
kuning, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Tidak ada muntah.
1. Etiologi dari BAB cair cair sejak 7 hari yang lalu 4-5x/hari @ 1-2 sendok makan, kuning,
tidak ada lendir dan tidak ada darah

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan lendir
dalam tinja. Diare dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset) yaitu
diare akut dan diare kronik. Diare akut bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu
kurang dari 2 minggu. Sedangkan diare kronik atau diare berulang dapat berlangsung
berminggu-minggu atau berbulan-bulan, baik secara terus menerus atau berulang.
Secara klinis, penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar, yaitu:
1. Infeksi
-

Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus

Bakteri: E.Coli (20-30%), Shigela sp.

Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lambia, crystosporidium (4-11%)

2. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein


3. Alergi: makanan, susu sapi

4. Keracunan
5. Imunodefisiensi: AIDS
6. Sebab lainnya
Penyebab tersering adalah karena infeksi dan keracunan.
Secara umum, patogenesis diare dimulai saat pathogen enteric melekat pada sel mukosa
melalui fimbrial atau afimbrial. Setelah interaksi ini, patogenesis diare tergantung apakah
organisme masih menempel pada permukaan sel dan menghasilkan toksin sekretorik,
menginvasi ke dalam mukosa, atau penetrasi ke dalam mukosa (tipe penetrasi atau
sistemik).
Pada dasarnya, mekanisme patogenesis diare infeksi dapat dibagi menjadi:
1. Diare sekretorik karena toksin
2. Patomekanisme invasive
3. Diare karena perlukaan oleh substansi intraluminal
Diare sekretorik biasanya disebabkan adanya enterotoksin yang dikeluarkan oleh
organism pada saat melekat pada permukaan sel.
Virus yang juga berperan dalam diare, memberikan perubahan morfologi dan fungsional
mukosa jejunum. Virus enteropatogen seperti Rotavirus (penyebab tersering diare anak)
menyebabkan infeksi lisis pada enterosit. Invasi dan replikasi virus dalam sel
menginduksi kematian dan lepasnya sel. Enterosit yang lepas digantikan oleh sel imatur.
Akibatnya, terjadi penurunan enzim lactase dan gangguan transport glukosa-Na + karena
pengurangan aktifitas Na-K-ATPase. Hal ini menyebabkan terjadinya maldigesti
karbohidrat dan diare osmotic.
Interaksi diare dan gizi kurang merupakan suatu lingkaran setan. Diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi, dan kurang gizi akan memperberat diare. Brown dalam
The Journal of Nutrition mengatakan, pengaruh yang tidak diharapkan dari infeksi
terhadap status nutrisi pada anak adalah berupa penurunan masukan makanan dan

absorpsi saluran cerna, peningkatan katabolisme dan kehilangan nutrient yang dibutuhkan
untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan. Disisi lain, malnutrisi akan mempermudah
infeksi karena pengaruh negative pertahanan kulit dan mukosa melalui gangguan imun.
Pada penderita malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama. Semakin
buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang dideritanya. Meningkatnya
risiko diare persisten pada gizi buruk disebabkan gangguan protektif dari host sendiri,
seperti hipoklorhidia, gangguan motilitas, sintesis antibody yang berkurang dan gangguan
imunitas selular sehingga memudahkan kolonisasi pathogen. Penderita gizi buruk akan
mengalami penurunan produksi antibody serta terjadinya atropi pada dinding usus yang
menyebabkan berkurangnya sekresi berbagai enzim sehingga memudahkan masuknya
bibit penyakit ke dalam tubuh terutama penyebab diare. Pada anak ini juga terdapat
penurunan pergantian sel mukosa usus setelah infeksi sehingga memperlambat
penyembuhannya.
Karena faktor hygiene yang buruk, bisa disimpulkan jika kebanyakan diare adalah tipe
infeksi. Tapi kebanyakan dari diare lebih berkaitan akibat dari kelaparan (starvation)
dibandingkan infeksi karena peningkatan risiko infeksi dan penurunan resistensi terhadap
organism. Pada bayi dengan marasmus, bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa
yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan
sedikit (Nelson, 2000)
Diare karena kwasiokor mungkin kebanyakan diakibatkan oleh malnutrisi dari sel epitel
intestinal, sehingga fungsi sel epitel (enterosit) ini tidak berjalan dengan baik. Pada
penderita malnutrisi, produksi dan maturasi dari sel-sel enterosit baru akan terganggu
sehingga merubah morfologi intestinal. Usus halus mempunyai epitel khusus yang
mempunyai daerah permukaan yang luas, strukturnya seperti vili dan pada mukosa dapat
mengoptimalkan absorbsi, baik di bawah kendali aktif maupun pasif. Vili usus halus pada
penderita malnutrisi akan mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan
makanan dengan baik. Cairan dan makanan tadi akan terkumpul di usus halus dan akan
meningkatkan tekanan osmotic usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke
dalam lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan
makanan yang tidak diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare.

Pada kasus ini, pemberian ASI ekslusifnya juga tidak baik. Padahal pemberian ASI
eksklusif sampai usia 6 bulan akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai
macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang
dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit.
Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan
lebih terlindung dari berbagai macam infeksi.
Ringkasnya:
Tidak memberikan ASI secara penuh sampai usia 6 bulan, asupan nutrisi yang kurang,
faktor hygiene yang buruk -> malnutrisi -> gangguan protektif host (penderita) ->
hipokloridia, gangguan motilitas, sintesis antibody yang berkurang, gangguan imunitas
selular -> memudahkan kolonisasi pathogen -> invasi dan replikasi virus dalam sel
enterosit -> menginduksi kematian dan lepasnya sel -> enterosit yang lepas digantikan
oleh sel imatur (pada anak dengan gizi buruk, terjadi penurunan pergantian sel mukosa
usus setelah infeksi sehingga memperlambat penyembuhannya) -> penurunan enzim
lactase dan gangguan transport glukosa-Na+ -> maldigesti karbohidrat dan diare osmotic
-> penurunan masukan makanan dan absorpsi saluran cerna -> peningkatan katabolisme
dan kehilangan nutrient yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan ->
malnutrisi

7. Bagaimana hubungan diare dengan bengkak seluruh tubuh?


Edema atau bengkak yang terjadi di seluruh tubuh disebabkan oleh karena berkurangnya
jumlah albumin dalam tubuh. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme
jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah
kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan
menyebabkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan
meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang

tersebut akan disalurkan ke otot, berkurangannya asam amino dalam serum merupakan
penyebab berkurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbulah
edema. Diare yang terjadi pada kasus disebabkan oleh karena terjadinya infeksi saluran
pencernaan oleh berbagai jenis virus dan bakteri yang dikarenakan turunnya sistem
imunitas tubuh pada anak-anak yang menderita gizi buruk. Adanya diare pada anak akan
memperberat terjadinya edema karena protein tidak dapat diserap oleh usus secara
maksimal.
Riwayat nutrisi sebelum sakit: ASI usia 0 hari sampai sekarang, sejak lahir sampai usia 3 bulan
susu formula standar merk S 3-4 kali sehari @ 1 sendok takar dicampur dengan air panas sampai
60 ml.
1.

Bagaimana cara membuat susu formula yang benar sesuai dengan usia?

Persiapan Susu formula dengan bubuk


Setelah Anda memilih susu formula, ikuti langkah-langkah ini untuk mempersiapkan susu
bagi bayi Anda:
1. Pilih tempat yang bersih.
2. Selalu cuci tangan dengan sabun cair dan air guna mencegah infeksi.
3. Pastikan Anda benar-benar mengikuti petunjuk pabrik. Gunakan susu bubuk dalam jumlah
takaran sendok yang tepat dan ukuran air yang tepat.* Gunakan sendok yang disertakan dalam
kaleng, dan ambil susu bubuk formula menggunakan sendok dengan rileks. Ratakan dengan
pisau yang bersih dan jangan menekan susu bubuk.
-

Jika air yang ditambahkan terlalu banyak, bayi Anda tidak akan mendapatkan gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang baik.

Jika air yang ditambahkan terlalu sedikit, susu formula yang terlalu kental akan
menyebabkan diare atau dehidrasi dan memberi bayi Anda lebih banyak kalori daripada
yang dia butuhkan.

4. Harus diperhatikan bahwa susu bubuk formula bayi bukan produk yang steril. Maka

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menghimbau penggunaan air kurang dari 70 (yang
merupakan suhu apabila air matang dibiarkan dalam suhu ruang selama lebih dari 30 menit)
untuk membuat susu guna membantu membunuh bakteri dan mengurangi risiko infeksi.
Jangan menggunakan air yang terlalu panas, karena penggunaan air yang terlalu panas akan
merusak sebagian vitamin dalam kekuatan membunuh bakteri.
5.

Setelah susu dibuat, dinginkan susu hingga suhu yang sesuai untuk diminum, dengan
menaruh botol di bawah aliran air kran atau dalam wadah air dingin.

6. Susu formula rekonstitusi (susu cair yang disiapkan dengan penambahan air pada susu) paling
baik dikonsumsi dalam waktu 2 jam setelah disiapkan. Semua susu Feeding Young Babies
(Newborn to 6 months old)

FHS -N2 A 2formula rekonstitusi yang disimpan di suhu ruang

selama lebih dari 4 jam harus dibuang.


7. Jika Anda membuat susu formula sebelumnya, simpanlah di kulkas pada suhu di bawah 4
untuk mencegah tumbuhnya kuman, dan harus dikonsumsi dalam waktu 24 jam atau dibuang.
8. Jika bayi Anda lebih menyukai susu hangat, Anda dapat menaruh botol dengan posisi berdiri
di dalam wadah yang berisi air hangat selama beberapa menit. Jangan memanaskan susu
dalam oven microwave untuk mencegah kulit bayi Anda melepuh.
Pilihan susu formula:
Susu formula bayi cocok untuk bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan ke atas.
Susu formula lanjutan berprotein tinggi secara medis tidak diperlukan dan hanya boleh
diberikan kepada bayi yang berusia 6 bulan ke atas jika digunakan.
Gunakan susu formula khusus hanya setelah berkonsultasi dengan dokter Anda.

Wili sudah pernah mendapat imunisasi BCG, DPT 2x, hepatitis B 2x, dan polio 1x.
1. Apa saja imunisasi yang harus dilakukan pada bayi sampai usia 18 bulan (frekuensi,
waktu pemberian)

L-I-L ( Lima Imunisasi Dasar Lengkap ) untuk bayi berusia < 1 tahun :
1

Hepatitis B : umur pemberian 7 hari , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan hepatitis B dan kerusakan hati.


BCG : umur pemberian 1 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan TB ( tuberculosis) yang berat.


DPT-HEPATITIS B : umur pemberian 2, 3 , 4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 3x ,
bermanfaat untuk mencegah penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas ,

batuk rejan ( batuk 100 hari) , tetanus , hepatitis B.


Polio : umur pemberian 1,2,3,4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 4x, bermanfaat untuk
mencegah penularan polio yang dapat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai / lengan.

Campak : umur pemberian 9 bulan , pemberian imunisasi sebnyak 1x , bermanfaat untuk


mencegah penularan campak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang otak
, dan kebutaan.

Intrepretasi riwayat imunisasi :


Umur 11 Bulan seharusnya Reygen sudah melalui imunisasi BCG satu kali, Hepatitis B tiga kali,
Polio empat kali, DTP tiga kali, Campak 1 kali, HIB tiga kali, PCV tiga kali, dan Influenza satu
kali. Namun pada anamnesis hanya didapatkan BCG, DPT dua kali, Polio satu kali, dan Hepatitis
B dua kali. Oleh karena itu, status imunisasi Reygen belum lengkap.
Jadwal

Imunisasi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004* (* Revisi September
2003)
Umur pemberian Imunisasi
Vaksin

Bulan
Lhr

Tahun
1

12 15 18 2 3 5 6 10 12

Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)


BCG
Hepatitis B 1
Polio

3
1

5
6

DTP

dT
atau

TT
1

Campak

Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)


Hib

MMR

Tifoid

2
Ulangan, tiap 3 tahun
Diberikan 2x, interval

Hepatitis A

6 - 12bl

Varisela

Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2004


Umur

Vaksin

Saat

Hepatitis

lahir

B-1

Keterangan

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan


pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam
waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan
vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg
positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur

Polio-0

7 hari.

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di


RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari
transmisi virus vaksin kepada bayi lain).

1 bulan

Hepatitis
B-2

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1
bulan.

0-2
bulan

BCG

BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada
umur >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu dan
BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

2 bulan

DTP-1

DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan


DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1

Hib-1

(PRP-T)
Polio-1

Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1


dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

4 bulan

Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

DTP-2

DTP-2
Hib-2

atau

DTaP)

dapat

diberikan

terpisah

atau

dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T)

Polio-2

6 bulan

(DTwP

Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3

DTP-3
Hib-3

(PRP-T)

Polio-3

Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak


perlu diberikan.

6 bulan

Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal

Hepatitis
B-3

interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.


9 bulan

Campak-1

Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan


program BIAS pada SD kl 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat

MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan


15-18

MMR

bulan

Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak,


MMR dapat diberikan pada umur 12 bln

Hib-4

Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 bulan DTP-4
Polio-4

2 tahun

DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.

Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-5

Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan dua

Hepatitis A
kali dengan interval 6-12 bulan.

2-3

Tifoid

tahun

Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2


tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3
tahun.

5 tahun

DTP-5
Polio-5

6 tahun

DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5

Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum

MMR
mendapat MMR-1

10 tahun dT/TT

Varisela

Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk
mendapat imunitas selama 25 tahun.

Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

Pemeriksaan fisik: kelihatan gemuk, kulit mengkilat, bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam di beberapa tempat terutama di daerah yang mendapat tekanan, kesadaran
kompos mentis, denyut nadi 140x/menit, isi dan tegangan cukup, pernapasan 30x/menit, suhu
35,0oC.
1. Interpretasi dan mekanisme abnormal
a. bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam di beberapa tempat terutama
di daerah yang mendapat tekanan
Hasil pengukuran antropometri: berat badan 7000 gram, panjang badan 74 cm, lingkar kepala 46
cm, wajah membulat, tidak ada dismorfik, pada mata terdapat bercak seperti busa sabun, ada
edema di seluruh tubuh, tidak ada iga gambang, perut membuncit, lengan dan tungkai edema,
dan terdapat baggy pants.
1. Interpretasi dan mekanisme abnormal
a. wajah membulat
Interpretasi : tidak normal
Mekanisme : terjadinya edema generalisata termasuk di bagian wajah yang
menyebabkan wajah terlihat seperti membulat
2. Bagaimana cara pemeriksaan antropometri?

Berdasarkan diagram-diagram diatas, maka untuk usia:


-

Berat badan 7000 gram untuk usia 18 bulan = -3,3 SD dibawah -3 SD = gizi buruk
(severly underweight)

Panjang badan 74 cm untuk usia 18 bulan = - 2,51 = stunted

Berat badan untuk Tinggi Badan = -2,87 (diatas -3 SD ) = wasted

Lingkar kepala 46 cm untuk usia 18 bulan = di antara -2 dan -1 = normal

Dari data di atas menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami defisiensi nutrisi gizi
buruk kwasiokor karena didapatkan hasil berat badan/tinggi badan > -3 SD dan adanya edema
generalisata.

Keadaan ini terjadi kemungkinan karena pemberian atau pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien
tidak terpenuhi atau terjadi kesalahan dalam metode/ tahapan pemenuhan nutrisi pasien. Pada
kasus ini pasien hanya diberi ASI eksklusif pada 3 bulan pertama, yang seharusnya paling tidak
harus selama 4-6 bulan. Hal ini menyebabkan lebih rendahnya kemampuan sistem imun pasien
karena tidak cukup banyak mendapatkan imunoglobulin dari ibunya. Keadaan ini akan
menyebabkan pasien menjadi mudah jatuh sakit, ditambah dengan keaadaan tempat tinggal
pasien yang tidak sehat ideal, keadaan ini menyebabkan pasien akan membutuhkan lebih banyak
energi lagi dan apabila tidak terpenuhi akan memperparah keadaan kekurangan nutrisi pasien.
Selain itu cara penyajian susu formula pada kasus ini juga tidak benar, jumlah tambahan energi
yang diperoleh dari bubur pabrikan diduga tidak mencukupi kebutuhan energi pasien. Keadaankeadaan ini menyebabkan pasien mengalami defisiensi nutrisi atau malnutrisi energi-protein
sehingga status nutrisi pasien menjadi gizi buruk dan kurus.

Hipotesis
Wili, anak laki-laki usia 18 bulan, dengan keluhan bengkak seluruh tubuh dan BAB cair diduga
menderita gizi buruk tipe kwasiokor.
Template
1. Epidemiologi
Pada umumnya masyarakat Indonesia telah mampu mengonsumsi makanan yang cukup
secara kuantitatif, namun kurang secara kualitatif (kebutuhan gizi minimum).
Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan
bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia (2 4 dari 10
balita di Indonesia menderita gizi kurang). Di RSU dr. Pringadi Medan, terdapat 935
(38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang dirawat, 67% gizi kurang dan 33%
gizi buruk, dengan tipe marasmus yang paling banyak dijumpai. Hal ini dapat dipahami
karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene

yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan terjadinya krisis ekonomi
di Indonesia.

Learning issue
1. Pola asupan nutrisi pada bayi
2. Imunisasi

L-I-L ( Lima Imunisasi Dasar Lengkap ) untuk bayi berusia < 1 tahun :

Hepatitis B : umur pemberian 7 hari , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat

untuk mencegah penularan hepatitis B dan kerusakan hati.


BCG : umur pemberian 1 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 1x , bermanfaat untuk

mencegah penularan TB ( tuberculosis) yang berat.


DPT-HEPATITIS B : umur pemberian 2, 3 , 4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 3x ,
bermanfaat untuk mencegah penularan difteri yang menyebabkan penyumbatan jalan nafas ,

batuk rejan ( batuk 100 hari) , tetanus , hepatitis B.


Polio : umur pemberian 1,2,3,4 bulan , pemberian imunisasi sebanyak 4x, bermanfaat untuk

mencegah penularan polio yang dapat menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai / lengan.
Campak : umur pemberian 9 bulan , pemberian imunisasi sebnyak 1x , bermanfaat untuk
mencegah penularan campak yang dapat mengakibatkan komplikasi radang paru, radang
otak , dan kebutaan.

Imunisasi yang diwajibkan (PPI)


Imunisasi yang diwajibkan meliputi BCG, polio, hepatitis B, DPT, dan campak.
BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG
diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan di
insertio m.deltoideus lengan kanan dengan dosis 0,05 ml untuk bayi dibawah usia 1 tahun dan
0,1 ml untuk anak usia 1 tahun atau lebih. Jika diberikan pada usia lebih dari 2 bulan maka uji
mantoux terlebih dahulu, jika uji mantoux (+) maka tidak perlu diimunisasi.
Vaksin BCG ulangan tidak dianjurkan oleh karena manfaatnya diragukan mengingat :
1

efektivitas perlindungan hanya 40%

sekitar 70% kasus TBC berat ternyata mempunyai parut BCG

kasus dewasa dengan BTA positif di Indonesia cukup tinggi (25-36%) walaupun mereka telah
mendapat BCG pada masa kanak-kanak

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien imunokompromais
(leukemia, dalam pengobatan steroid jangka panjang, atau pada pasien HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi:

Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan
dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula
(gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya
sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.

Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri
tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

Komplikasi yang mungkin timbul adalah:

Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang


terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan,
bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan
jarum) dan bukan disayat.

Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu
tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Dasar :
-

vaksin difteri ; toksin kuman yang dilemahkan (toksoid)

vaksin tetanus ; toksoid

vaksin pertusis ; kuman B. pertusis yang dimatikan

Daya proteksi vaksin difteri dan tetanus adalah 80-95%, sedangkan pertusis adalah 50-60%.
Imunisasi DPT ataupun DT diberikan Intramuskular atau subkutan dalam. Imunisasi dasar
diberikan sebanyak 3x, dimulai pada usia 3 bulan dengan dosis masing-masing 0,5 ml dengan
selang 4 minggu (1 bulan ), kemudian diperkuat dengan imunisasi keempat yang diberikan 1
tahun setelah imunisasi ketiga. Ulangan imunisasi berikutnya dilakukan pada usia 5 tahun
(usia masuk sekolah) masih menggunakan DPT. Selanjutnya ulangan imunisasi dilakukan
setiap 5 tahun dengan menggunakan DT saja tanpa pertusis karena vaksin tersebut tidak
dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun karena reaksi dapat lebih hebat.
DPT sering menyebabkan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di
tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya
komponen pertusis di dalam vaksin. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa
diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga
bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai
yang bersangkutan.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:

demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)

kejang

kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau
terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)

syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).


Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa
ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau
perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik
atau kejangnya bisa dikendalikan.

Kontraindikasi : riwayat anafilaksis, ensefalopati, hiperpireksia.

Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis.
Terdapat 2 macam vaksin polio:

IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan
dan diberikan melalui suntikan.

OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan
dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua
bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.

Jadwal imunisasi polio


-

Polio-0 diberikan saat bayi lahir, karena Indonesia merupakan daerah endemik polio.
Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka dianjurkan diberikan saat bayi meninggalkan
rumah sakit agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat diekskresikan
melalui tinja. Untuk keperluan ini, IPV dapat menjadi alternatif.

Polio-1,2,3 dapat diberikan bersama dengan DPT 1,2,3.

Polio-4 diberikan satu tahun setelah polio 3 atau diberikan bersamaan DPT 4.

Polio-5 diberikan pada umur 5 tahun atau diberikan bersamaan DPT 5.

Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL)
langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Vaksin Salk
mengandung 3 tipe, disuntikkan subkutan, yang pertama umur 3 bulan, yang kedua 4 minggu
kemudian dan yang ketiga 6-7 bulan sesudah yang kedua. Efek samping tidak ada.
Manfaat vaksin Salk dan Sabin sebenarnya sama, namun untuk negara yang sedang berkembang
vaksin Sabin lebih menguntungkan karena lebih murah (tanpa suntikan), mudah
didistribusikan dan mudah diberikan kepada anak.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:

Diare berat

Penyakit akut atau demam

Hipersensitif yang berlebihan terutama pada neomisin, polimiksin, streptomisin)

Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid)

Kehamilan

Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Vaksin
disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL, pada umur 9 bulan. Pada bayi yang baru
lahir mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dari ibunya yang pernah terinfeksi
morbili dan kekebalan pasif tersebut bertahan selama 6 bulan. Apabila telah mendapat
vaksinasi MMR pada usia 15-18 bulan ulangan campak pada umur 5 tahun tidak diperlukan.
Tetapi bila anak baru datang pada usia diatas 12 bulan dan ia belum pernah menderita
penyakit campak maka sebaiknya vaksinasi segera dilakukan.
Kontra indikasi pemberian vaksin campak:

infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius

gangguan sistem kekebalan

pemakaian obat imunosupresan

alergi terhadap protein telur

kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan
kejang yang ringan, serta ensefalitis dalam waktu 30 hari setelah imunisasi (kejadian 1
diantara satu juta suntikan).

Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi bertujuan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Lokasi
penyuntikan di daerah deltoid secara intramuskular, dengan dosis 0,5 ml.

Jadwal imunisasi :

Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu
hamil merupakan pengidap hepatitis dengan resiko transmisi maternal sebesar 45%

Hepatitis B II diberikan dengan interval 1 bulan dari hepatitis B I (saat bayi berumur 1 bulan)

Hepatitis B III diberikan dengan interval 2-5 bulan setelah hepatitis B II (saat bayi umur 3-6
bulan)
Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya
diketahui bahwa HbsAg ibu positif maka masih dapat diberikan HBIg 0,5 ml sebelum bayi
berumur 7 hari. Vaksinasi hepatitis B dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan
tidak membahayakan janin,
Apabila sampai umur 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B, maka
secepatnya diberikan. Ulangan imunisasi hepatitis B (hep B IV) dapat dipertimbangkan pada
umur 10-12 tahun.
Reaksi imunisasi : segera setelah imunisasi dapat timbul demam yang tidak tinggi, pada
tempat penyuntikan timbul kemerahan, pembengkakan, nyeri rasa mual dan nyeri sendi.
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Efek samping yang
berarti tidak pernah dilaporkan.

Imunisasi yang dianjurkan


Imunisasi yang dianjurkan diberikan kepada bayi / anak namun belum masuk ke dalam
program imunisasi nasional adalah MMR, Hib, Tifoid, Hepatitis A, Varisela, dan influenza.

MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap measles, mumps dan rubella, vaksin MMR
mengandung ketiga virus tersebut yang telah dilemahkan. Vaksin MMR diberikan pada umur

15-18 bulan dengan dosis satu kali 0,5 ml, secara subkutan. MMR diberikan minimal 1 bulan
sebelum atau setelah penyuntikkan imunisasi lainnya.
Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan, imunisasi
campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Ulangan diberikan pada umur 10-12
tahun atau 12-18 tahun (sebelum pubertas).
Reaksi imunisasi : kadang-kadang timbul kenaikan suhu ringan pada hari ke-5 atau ke-7 atau
rasa nyeri dan kemerahan pada tempat suntikan.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi MMR sebaiknya
tidak diberikan kepada:

Alergi yang berat (gelatin atau neomisin)

anak dengan demam akut

anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin

anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun
akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan.

wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil

Imunisasi Hib
Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b.
Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang
bisa menyebabkan anak tersedak.
Terdapat dua jenis vaksin Hib konjugasi yang beredar di Indonesia yaitu PRP-T dan PRPOMP (PRP outer membrane protein complex).
Jadwal imunisasi :

Vaksin PRP-T diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan

Vaksin PRP-OMP diberikan pada umur 2 dan 4 bulan

Vaksin Hib dapat diberikan secara bersamaan dengan DPT dalam bentuk vaksin kombinasi
dalam kemasan prefilled syringe 0,5 ml.

Vaksin Hib baik PRP-T ataupun PRP-OMP perlu diulang pada umur 18 bulan

Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib hanya diberikan 1 kali.
Dosis :
Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuskular.Imunisasi Hib tidak
dianjurkan pada wanita hamil, bila terdapat demam dan hipersensitivitas terhadap komponen
vaksin. Efek samping yang serius tidak pernah dilaporkan, namun dapat terjadi reaksi lokal
berupa pembengkakan, nyeri, dan kemerahan kulit atau reaksi umum berupa ruam kulit,
demam dan urtikaria.

Imunisasi Demam Tifoid


Imunisasi ini diberikan untuk memperoleh kekebalan aktif terhadap penyakit demam tifoid.
Terdapat 2 jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral. Vaksin capsular Vi
polysaccharida diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan setiap 3 tahun. Sedangkan
vaksin oral diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dikemas dalam 3 dosis dengan interval
selang hari (hari 1, 3, dan 5). Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun.
Vaksin demam tifoid oral :

Kapsul harus ditelan utuh dan tidak boleh dipecahkan karena kuman dapat dimatikan oleh
asam lambung.

Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotik, sulfonamid, atau antimalaria yang
aktif terhadap salmonella.

Vaksin polisakarida parenteral :

Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman salmonella typhi, polisakarida
0,025 mg, fenol dan larutan bufer yang mengandung natrium klorida, disodium fosfat,
monosodium fosfat dan pelarut untuk suntikan.

Kontraindikasi ; alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin, juga pada saat demam, penyakit
akut maupun kronik progresif.
Reaksi imunisasi pada pemberian vaksin oral dapat dijumpai demam, mencret, muntah dan
kemerahan kulit, sedangkan vaksin suntikan hanya nyeri ringan, kemerahan, dan
pembengkakan pada tempat suntikan.
Efek samping yang berbahaya jarang sekali terjadi.

Imunisasi Hepatitis A
Imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis A. di
Indonesia telah beredar kombinasi hepatitis B/hepatitis A.
Jadwal imunisasi :

Vaksin hep A diberikan pada umur lebih dari 2 tahun

Vaksin kombinasi tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi ini
diindikasikan terutama untuk mengejar imunisasi pada anak yang belum pernah mendapat
imunisasi hep B sebelumnya atau vaksinasi hep B yang tidak lengkap.

Dosis pemberian :

Dosis 720 U diberikan dua kali dengan interval 6 bulan, intramuskular di daerah deltoid.

Kombinasi hepB/hepA (berisi hepB 10 mg dan hepA 720) dalam kemasan prefilled syringe
0,5 ml intramuskular
Reaksi imunisasi biasanya berupa kemerahan dan pembengkakan pada daerah suntikkan,
kadang-kadang demam, lesu, mual, muntah dan hilang nafsu makan.

Imunisasi Varisela
Vaksin varisela berisi virus varisela zoster strain OKA hidup yang telah dilemahkan, kemasan
dalam bentuk beku-kering.
Jadwal imunisasi :
Direkomendasikan pada umur 10-12 tahun yang belum terpajan
Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, vaksinasi dapat mencegah
apabila diberikan dalam kurun waktu 72 jam setelah kontak.
Dosis :

Dosis 0,5 ml, subkutan, 1 kali.

Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.

Kontraindikasi :
Vaksin tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi, hitung limfosit 1200/l atau adanya
bukti defisiensi imun seluler seperti selama pengobatan induksi penyakit keganasan atau 3
tahun fase radioterapi, pasien dalam pengobatan kortikosteroid, dan pasien yang alergi
terhadap neomisin.

Jadwal

Imunisasi

Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Periode 2004* (* Revisi September
2003)
Vaksin

Umur pemberian Imunisasi

Bulan

Tahun

Lhr

12 15 18 2 3 5 6 10 12

Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)


BCG
Hepatitis B 1
Polio

3
1

5
6

DTP

dT
atau

TT
1

Campak

Program Pengembangan Imunisasi Non PPI (Non PPI, dianjurkan)


Hib

MMR

4
1

Tifoid

2
Ulangan, tiap 3 tahun
Diberikan 2x, interval

Hepatitis A

6 - 12bl

Varisela

Keterangan Jadwal Imunisasi IDAI, Periode 2004


Umur

Vaksin

Saat

Hepatitis

lahir

B-1

Keterangan

HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan


pada umur 1 dan 6 bulan. Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam
waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml bersamaan dengan

vaksin HB-1. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg

Polio-0

positif maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml sebelum bayi berumur
7 hari.

Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di


RB/RS polio oral diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari
transmisi virus vaksin kepada bayi lain).

1 bulan

Hepatitis
B-2

Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan, interval HB-1 dan HB-2 adalah 1
bulan.

0-2

BCG

bulan

BCG dapat diberikan sejak lahir. Apabila BCG akan diberikan pada
umur >3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dulu dan
BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

2 bulan

DTP-1

DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu, dapat dipergunakan


DTwp atau DTap. DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1

Hib-1

(PRP-T)
Polio-1

Hib-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval 2 bulan. Hib-1


dapat diberikan secara terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-1.

4 bulan

Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

DTP-2

DTP-2
Hib-2

(DTwP

atau

DTaP)

dapat

diberikan

terpisah

dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T)

Polio-2

Hib-2 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan DTP-2

atau

6 bulan

Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

DTP-3 dapat diberikan terpisah atau dikombinasikan dengan Hib-3

DTP-3
Hib-3

(PRP-T)

Polio-3

Apabila mempergunakan Hib-OMP, Hib-3 pada umur 6 bulan tidak


perlu diberikan.

6 bulan

Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

HB-3 diberikan umur 6 bulan. Untuk mendapat respons imun optimal

Hepatitis
B-3

interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.


9 bulan

Campak-1

Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupakan


program BIAS pada SD kl 1, umur 6 tahun. Apabila telah mendapat
MMR pada umur 15 bulan, campak-2 tidak perlu diberikan

15-18

MMR

bulan

Apabila sampai umur 12 bulan belum mendapat imunisasi campak,


MMR dapat diberikan pada umur 12 bln

Hib-4

Hib-4 diberikan pada 15 bulan (PRP-T atau PRP-OMP).

18 bulan DTP-4
Polio-4

2 tahun

DTP-4 (DTwP atau DTaP) diberikan 1 tahun setelah DTP-3.

Polio-4 diberikan bersamaan dengan DTP-5

Vaksin HepA direkomendasikan pada umur >2 tahun, diberikan dua

Hepatitis A
kali dengan interval 6-12 bulan.

2-3

Tifoid

tahun

Vaksin tifoid polisakarida injeksi direkomendasikan untuk umur >2


tahun. Imunisasi tifoid polisakarida injeksi perlu diulang setiap 3
tahun.

5 tahun

DTP-5
Polio-5

6 tahun

DTP-5 diberikan pada umur 5 tahun (DTwp/DTap)

Polio-5 diberikan bersamaan dengan DTP-5

Diberikan untuk catch-up imunization pada anak yang belum

MMR
mendapat MMR-1

10 tahun dT/TT

Menjelang pubertas vaksin tetanus ke-5 (dT atau TT) diberikan untuk
mendapat imunitas selama 25 tahun.

Varisela

Vaksin varisela diberikan pada umur 10 tahun.

Anda mungkin juga menyukai