Anda di halaman 1dari 3

Patologi klinik

● Pasien An. X usia 2 tahun datang ke IGD RSA dengan keluhan utama demam mendadak
tinggi sampai 40 derajat celcius sejak 12 jam SMRS.
● Dokter IGD melanjutkan anamnesis serta pemeriksaan fisis terkait.
● Tidak lama berselang, pasien An. Y usia 3 tahun datang ke IGD RSA dengan keluhan
utama demam yang perlahan naik sampai 38 derajat celcius sejak 2 hari SMRS.
● Dokter IGD yang telah selesai memeriksa An. X, langsung memeriksa An. Y serta
melanjutkan anamnesis serta pemeriksaan fisis terkait.
● Setelah selesai anamnesis dan pemeriksaan fisis serta melakukan tatalaksana awal
terhadap 2 anak dengan observasi febris tersebut, dokter IGD membuat pengantar untuk
melakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), NS1, serta lab terkait pada
kedua pasien anak tersebut.
● Dokter Z selaku PPDS Patologi Klinik yang bertugas jaga di Laboratorium IGD saat itu
dan bertugas untuk mengambil darah pasien pada ke 2 anak tersebut (tidak ada analis
yang berjaga saat itu), latar waktu saat itu jam 02.00 pagi dan Dokter Z dalam kondisi
kelelahan karena kegiatan yang full dari pagi.
Singkat cerita, dokter Z mengambil sampel darah dan memberikan barcode Identitas yang
tertukar pada kedua tabung vacutainer pasien anak tersebut
\
● Hasil laboratorium keluar dan telah dilihat oleh dokter IGD. Ke 2 anak tersebut secara
klinis sudah membaik sejak observasi febris 6 jam lalu. Berdasarkan hasil lab yang di
baca oleh dokter IGD :
○ an. X trombosit 450.000, hematokrit tidak meningkat 20% dari baseline, NS1 (-),
pasien di KIE untuk rawat jalan dan melakukan pemeriksaan lab serial 2 hari
sekali di faskes 1.
○ an. Y trombosit 50.000, hematokrit meningkat 20% dari baseline, NS1 (+), pasien
di KIE untuk rawat inap dengan diagnosis DBD dan ada indikasi menjadi DSS.
● Selang sehari, ibu pasien an. X datang ke RSA menuntut pertanggungjawaban karena an.
X meninggal dunia dan menyalahkan RSA beserta tenaga medis didalamnya karena telah
memulangkan pasien an. X.
● RSA melalukan telusur dan didapatkan kesalahan pada pemberian barcode Identitas
yang tertukar pada kedua tabung vacutainer tersebut.
Neurologi
• Pasien Ny U dirawat di sebuah RS swasta selama 10 hari dengan keluhan sering pingsan,
gangguan mata dan saraf. Pasien dirawat oleh dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis
saraf, dan dokter spesialis mata

• Dikatakan terdapat penyumbatan pembuluh darah otak kiri. CT scan menunjukkan


adanya stroke, kemudian dilaksanakan pemeriksaan EEG. Pasien dipulangkan dengan
membawa obat pulang fenitoin, disarankan kontrol 5 hari kemudian
• 4 hari setelah pulang, muncul bintik-bintik merah di seluruh tubuh pasien dan bibir
pecah-pecah. Keluarga mengonsultasikan kembali ke dokter spesialis penyakit dalam dan
diberi obat tambahan. Kondisi pasien tidak membaik, dan dibawa kembali ke RS swasta
tersebut
• Pasien didiagnosis sebagai Sindrom Steven Johnson, diduga akibat hipersensitivitas
terhadap fenitoin
• Pasien kemudian meninggal dunia

• Anak pasien menggugat 4 dokter spesialis di RS tersebut (Sp.S, Sp.PD, Sp.M, dan
Sp.KK) dan pihak RS dengan pasal 359 KUHP dan perdata
• Tindak pidana karena kesalahan (kealpaan) yang menyebabkan orang lain
mendapat luka berat dan atau meninggal dunia
• Salah satu poin aduan yang disampaikan adalah para dokter tidak memberikan
informasi utuh kepada keluarga pasien
• Keluarga pasien didukung oleh beberapa tim advokasi dan LSM
• Putusan MKDKI nomor registrasi atas pengaduan 08/P/MKDKI/III/2017: para teradu
tidak melakukan pelanggaran disiplin kedokteran, karena mereka mengambil kesimpulan
bahwa para dokter yang menangani pasien tidak melakukan pelanggaran disiplin
kedokteran dan telah menyampaikan informasi kepada keluarga pasien secara utuh

IKFR

Tn. H, usia 80 tahun, dengan diagnosis Hemiplegia Sinistra ec Stroke Iskemik paska rawat inap
di RS X di Lampung Tengah 2 minggu yang lalu, kemudian pasien dirujuk ke Poliklinik
Rehabilitasi Medik oleh dokter neurologi untuk menjalani program fisioterapi.
Pasien dibawa oleh keluarga ke Poliklinik Rehabilitasi Medik menggunakan kursi roda lalu
dilakukan pemerikaan oleh Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Pada
pemeriksaan fisik pasien didapatkan kelemahan anggota gerak atas dan bawah sisi kiri dan
disarankan untuk dilakukan mobilisasi pasif agar mencegah atrofi oleh fisioterapis. Pasien
memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus tipe 2 dan osteoporosis.
Pada saat melakukan fisioterapi sesi kedua, fisioterapis melakukan mobilisasi pasif pada tungkai
kiri kemudian pasien menjerit kesakitan lalu ditransfer ke IGD untuk dilakukan pemeriksaan
lanjutan. Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa rontgen cruris sinistra AP/Lat
didapatkan fraktur komplit tibia fibula sinistra.
Keluarga pasien yang menemani mengatakan bahwa telah terjadi malpraktek dan kelalaian yang
dilakukan oleh fisioterapis, dokter, dan rumah sakit serta meminta pertanggung jawaban rumah
sakit atas kejadian yang telah terjadi.

Anda mungkin juga menyukai