Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan preterm adalah persalinan yang berlangsung pada umur


kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Sampai saat ini
mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi prematur masih sangat tinggi. Hal
ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak, dan
gastrointestinal. Di negara Barat sampai 80% dari kematian neonatus adalah
akibat prematuritas, dan bayi yang selamat 10% mengalami permasalahan dalam
jangka panjang (Mochtar, 2010). Di Indonesia angka kejadian Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) nasional rumah sait adalah 27,9% dalam 10 tahun terakhir.1
Kehamilan disebut cukup bulan bila berlangsung antra 37-42 minggu
dihitung dari hari pertama haid terakhir pada siklus 28 hari. Bayi kurang bulan,
terutama dengan usia kehamilan <32 minggu, mempunyai risiko kematian 70 kali
lenih tinggi karena kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan di luar rahim
akibat ketidakmatangan sistem organ tubuh seperti paru-paru, jantung, ginjal dan
hati. Kematian janin sering disebabkan oleh sindrom gawat nafas (respiratory
distress sydrome—RDS), pendarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmoner,
sepsis, dan enterokolitis nekrotikans.2
Masalah lain yang dapat timbul adalah masalah perkembangan neurologi
yang bervariasi dari gangguan neurologi berat, seperti serebral palsi, gangguan
intelektual, retardasi mental, gangguan sensoris (gangguan pengelihatan, tuli),
sampai gangguan yang lebih ringan seperti kelainan perilaku, kesulitan belajar,
dan berbahasa, gangguan konsentrasi/ atensi dan hiperaktif. 2
Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang baik bagi tenaga kesehatan
dalam menolong persalinan preterm untuk meminimalkan dampak yang terjadi
pada bayi maupun ibu.

1
BAB II
STATUS PASIEN

I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. RA
Umur : 16 tahun
Tanggal lahir : 2 Apr 2000
Alamat : 7 Ulu Famili Setia Laut, Kel. 7 Ulu, Kec. Seberang Ulu I,
Kota Palembang
Suku : Sumsel
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
MRS : 18 Juli 2016 pukul 21:18 WIB
No. RM : RI16019582

II. ANAMNESIS (Tanggal 18 Juli 2016)


Keluhan Utama
Hamil kurang bulan dengan perut mulas.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak ± 4 jam SMRS, os mengeluh perut mulas menjalar hingga ke
pinggang, hilang timbul, tapi masih jarang. Riwayat keluar darah atau lendir
dari kemaluan (-), riwayat keluar air-air (-), riwayat keputihan (+), riwayat
habis berhubungan dengan suami (+), riwayat terjatuh (-). Os meyangkal
adanya demam, nyeri ketika bekemih, merasa pusing-pusing, jantung
berdebar-debar, lemas dan lesu, batuk, pilek sebelumnya. Os sebelumnya
datang ke bidan dikatakan mau melahirkan dengan anak kurang bulan. Os
lalu berobat ke RSUD Bari, lalu dirujuk ke RSMH. Os mengaku hamil
kurang bulan dan gerakan anak masih dirasakan.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat darah tinggi pada kehamilan (-)
Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Dalam Keluarga


Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)
Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Pengobatan
Os mengaku tidak mendapat pengobatan sebelumnya

Status Sosial Ekonomi dan Gizi : sedang


Status Perkawinan : menikah, 1 kali, lamanya 2 bulan
Status Reproduksi : menarche usia 12 tahun, siklus haid
teratur, siklus 28 hari, lamanya 5
hari, HPHT lupa.
Status Persalinan : 1 kali, hamil ini

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 18 Juli 2016)


PEMERIKSAAN FISIK UMUM
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
BB : 45 kg
TB : 155 cm
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 85 x/menit, isi/kualitas cukup, irama reguler
Respirasi : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,4oC

3
PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala : Normosefali
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema
palpebra (-), pupil isokor d ±3mm, refleks cahaya
(+/+)
Hidung : Kavum nasi dextra et sinistra lapang, sekret(-),
perdarahan(-)
Telinga : Liang telinga lapang
Mulut : Perdarahan di gusi (-), sianosis (-), mukosa mulut dan
bibir kering (-), fisura (-), cheilitis(-)
Lidah : Atropi papil (-)
Faring/Tonsil : Dinding faring posterior hiperemis (-), tonsil T1-T1,
tonsil tidak hiperemis, detritus (-)
Leher : JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran
struma (-)

THORAX
Paru
Inspeksi : Statis dan dinamis simetris, retraksi intercostal,
subkostal, suprasternal (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, HR 85 x/menit, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN
Inspeksi : Cembung
Lihat pemeriksaan obstetrik

4
EKSTREMITAS
Akral hangat (+), edema pretibial (-)

PEMERIKSAAN OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
FUT 4 jari bawah processus xyphoideus (27 cm), letak memanjang,
punggung kanan, presentasi kepala, penurunan kepala 4/5, His 1x/10
menit/15 detik, DJJ 138 x/menit, TBJ 2146 gram.
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher
Portio lunak, letak medial, eff 100 %, diameter 2 cm, presentasi kepala,
ketuban (+), jernih, bau (-), Hodge I-II, penunjuk SSL

IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN


Pemeriksaan Laboratorium (18 Juli 2016)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hb 9,2 mg/dl 12,0-14,4 mg/dl
RBC 3,68 juta/m3 4,75-4,85 juta/m3
WBC 10,2 x 103/m3 4,5-13,5 x 103/m3
Ht 29% 36-42 %
3
Trombosit 214.000/m 217-497 x 103/m3
Diff. Count
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 0 1-6%
Neutrofil 79 50-70%
Limfosit 17 20-40%
Monosit 4 2-8%
Elektrolit
Kalsium (Ca) 8,1 mg/Dl 9,2-11,0 mg/dL
Natrium (Na) 143 mEq/L 135-155 mEq/L
Kalium (K) 3,2 mEq/L 3,5-5,5 mEq/L

5
Penanda Infeksi
CRP kualitatif Negatif Negatif
CRP kuantitatif <5 mg/L <5 mg/L
Urinalisis
Urin Lengkap
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1,010 1,003-1,030
pH 7,0 5-9
Protein Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 1 EU/dL 0,1-1,8 EU/dL
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase Negatif Negatif
Sedimen urin
Epitel Positif +/LPB Negatif
Leukosit 0-2/LPB 0-5/LPB
Eritrosit 0-1/LPB 0-1/LPB
Silinder Negatif Negatif
Kristal Negatif Negatif
Bakteri Bakteri ++ Negatif
Mukus Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif

Pemeriksaan USG
- Tampak janin tunggal hidup presentasi bokong
- Biometri:
 BPD : 7,95 cm
 HC : 28,50 cm
 AC : 29,08 cm
 FL : 5,77 cm

6
 EFW : 2146 g
- Plasenta di korpus anterior
- Ketuban cukup SP = 3,3 cm
Kesimpulan: hamil 31 minggu janin tunggal hidup presentasi kepala

V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 hamil 31 minggu belum inpartu dengan PPI janin tunggal hidup
presentasi kepala

VI. PROGNOSIS
Prognosis Ibu : dubia ad bonam
Prognosis Janin : dubia ad bonam

VII. TATALAKSANA (Planning/P)


Konservatif
Inj. Dexamethasone 1x12 mg (selama 2 hari)
Nifedipin 4x10 mg PO 6 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 g

VIII. LAPORAN PERSALINAN


19 Juli 2016
Pukul 04.30 WIB
Tampak parturient ingin mengedan kuat. Pada pemeriksaan dalam
didapatkan portio tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban (+), jernih, bau
(-), terbawah kepala, penurunan di bawah spina ischiadica, penunjuk SSL.
Diagnosis: G1P0A0 hamil 31 minggu inpartu kala II dengan PPI janin
tunggal hidup presentasi kepala
Penatalaksanaan: Pimpin persalinan pervaginam

Pukul 04:45 WIB

7
Lahir neonatus hidup, jenis kelamin perempuan, BB 2200 g, PB 42 cm,
Apgar score 8/9, FTAGA. Dilakukan manajemen aktif kala III: inj.
Oksitosin 10 IU IM, peregangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri

Pukul 04.50 WIB


Plasenta lahir lengkap, BP 500 gram, PTP 48 cm, ukuran 17x18 cm2.
Dilakukan eksplorasi jalan lahir, tidak ditemukan perluasan luka.
Perdarahan aktif (-). Kondisi ibu post partum baik.

Instruksi Pasca Persalinan


o Pantau nadi, tensi, pernafasan, suhu tiap jam sampai dengan 2 jam
postpartum
o Diet biasa
o Infus RL + oksitosin 20 IU gtt xx/menit
o Obat-obatan: - Cefadroxil 2x500mg PO
- Neurodex 1x1 tab PO
- Asam mefenamat 3x500 mg PO
o Cek laboratorium post partum jika Hb < 8 mg/dl, rencanakan transfusi.

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS NIFAS (18 Juli 2016 pukul 06.30)


S : habis melahirkan
O :
Status presens
KU : Sedang
Sens : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,2oC
Status obstetrik

8
PL : FUT 2 jari bawah pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif (-),
vulva dan vagina tenang.
A : P1A0 post partum spontan preterm
P : Observasi tanda vital ibu, kontraksi, dan perdarahan
Diet biasa
Mobilisasi dini
ASI on demand
Obat-obatan: - Cefadroxil 2x500 mg
- Neurodex 1x1 tab
- Asam mefenamat 3x500 mg
Pindah bangsal

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Prematuritas
3.1.1 Definisi
Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur
kehamilan 20 minggu hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid

terakhir.1 Terdapat 3 subkategori usia kelahiran prematur berdasarkan

kategori World Health Organization (WHO), yaitu: 7

1. Extremely preterm (< 28 minggu)


2. Very preterm (28 hingga < 32 minggu)
3. Moderate to late preterm (32 hingga < 37 minggu).

3.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian prematur yang tinggi masih menjadi pusat
perhatian dunia hingga kini. Tingkat kelahiran prematur di Amerika
Serikat sekitar 12,3% dari keseluruhan 4 juta kelahiran setiap tahunnya
dan merupakan tingkat kelahiran prematur tertinggi di antara negara

industri.8

Angka kejadian kelahiran prematur di Indonesia belum dapat


dipastikan jumlahnya, namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR di
Indonesia mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak

mewakili angka kejadian kelahiran prematur.8 Dalam studi yang

dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2002 didapatkan

kelahiran prematur sebesar 138 kasus (4,6%).9

3.1.3 Patofisiologi
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan

dalam 4 golongan yaitu : 10,11

10
1) Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
2) Inflamasi/infeksi
3) Perdarahan plasenta
4) Peregangan yang berlebihan pada uterus

Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa


terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik. Adanya
stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari aksis
Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan terjadinya
persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya insufisiensi
uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin. Stres pada ibu
maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon
Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,
matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2,
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran

kelenjar adrenal.12,13

Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu infeksi


bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini merupakan

penyebab potensial terjadinya persalinan prematur.13

Infeksi intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti


pro-inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan
merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin dan
menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini bertanggung jawab
untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan endotelin) yang akan
menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan dalam meningkatkan
pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan perubahan pada serviks dan

pecahnya kulit ketuban.10,13

Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan


perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein yang

akan mengakibatkan kontraksi miometrium.15

11
Perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari
faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu

menstimulasi kontraksi miometrium.13

Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus yang


bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau distensi
berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses operasi pada

serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8, prostaglandin, dan COX-2.12

Gambar 1. Patofisiologi prematur14

3.1.4 Faktor Risiko


a. Usia Ibu
Persalinan prematur meningkat pada usia <20 tahun dan >35 tahun.
Berdasarkan penelitian di Purwokerto tahun 2009 angka persalinan
prematur pada usia <20 tahun sebesar 30% sedangkan pada persalinan usia
reproduksi (20-35 tahun) angka kejadian prematur sebesar 10%, hal ini
menunjukan ibu usia muda meningkatkan kejadian prematur sebesar 38,8

12
kali lebih besar.7 Kehamilan usia muda lebih memungkinkan mengalami
penyulit pada masa kehamilan dan persalinan yaitu karena wanita muda
sering memiliki pengetahuan yang terbatas tentang kehamilan atau
kurangnya informasi dalam mengakses sistem pelayanan kesehatan. Pada
usia ini juga belum cukup dicapainya kematangan fisik, mental dan fungsi
organ reproduksi dari calon ibu. Golongan primigravida muda dimasukkan
dalam golongan risiko tinggi, karena angka kesakitan dan angka kematian
ibu dan bayi pada kehamilan remaja 2-4x lebih tinggi dibandingkan dengan
usia reproduksi.15
Persalinan prematur di usia >35 tahun sebesar 16,9% di Semarang tahun
2008. Pada usia ibu yang tua telah terjadi penurunan fungsi organ
reproduksi, penurunan fungsi ini akan mempengaruhi kesehatan baik ibu
maupun janin yang dikandungnya sehingga ibu dan bayi yang
dikandungnya memiliki banyak hal yang dapat mempersulit dan
memperbesar risiko kehamilan.16,17

b. Penyakit Dalam Kehamilan


Preeklampsia/Eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia 20 minggu
kehamilan dan disertai dengan proteinuria, sedangkan eklampsia adalah
preeklampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma.18 Preeklampsia
meningkatkan risiko terjadinya solusio plasenta, persalinan prematur,
Intrauterine Growth Retardation (IUGR), dan hipoksia akut. Preeklampsia
menyumbang sekitar 15% dari semua kelahiran prematur.19
Preeklampsia/eklamspia didasari oleh beberapa teori, namun teori yang
saat ini paling banyak digunakan adalah teori iskemia plasenta, radikal
bebas dan disfungsi endotel. Berdasarkan teori ini terjadi kegagalan
“remodeling arteri spiralis” sehingga menyebabkan plasenta mengalami
iskemia dan terjadi disfungsi endotel. Spasme pembuluh darah arteriola
yang menuju organ penting dalam tubuh dapat menyebabkan mengecilnya
aliran darah yang menuju retroplasenta sehingga mengakibatkan gangguan
pertukaran CO2, O2 dan nutrisi pada janin. Hal ini menyebabkan terjadinya

13
vasospasme dan hipovolemia sehingga janin menjadi hipoksia dan
malnutrisi. Hipoksia menyebabkan plasenta mengtransfer kortisol dengan
kadar yang tinggi ke dalam sirkulasi janin. Konsentrasi kortisol yang tinggi
akan mensintesis prostaglandin yaitu protasiklin (PGE-2) yang
menyebabkan timbulnya kontraksi, perubahan pada serviks dan pecahnya
kulit ketuban, sehingga bayi sering terlahir prematur.

Penyakit Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular adalah sekelompok gangguan pada jantung dan
pembuluh darah. Penyakit jantung/kardiovaskular terjadi pada 0,5 - 3 %
kehamilan, yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu
hamil di dunia.23
Masa kehamilan, persalinan maupun pasca persalinan berhubungan
dengan perubahan fisiologis yang membutuhkan penyesuaian dalam sistem
kardiovaskular. Fisiologi hemodinamik mencapai puncak pada akhir
trimester kedua, pada masa ini perubahan hemodinamik dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinik pada jantung yang telah sakit sebelumnya.
Perubahan hormonal yaitu aktivasi estrogen oleh sistem renin-aldosteron
menyebabkan retensi air dan natrium yang akan meningkatkan volume
darah ± 40%. Hal ini menyebabkan peningkatan volume darah sebesar
1200-1600 ml lebih banyak dibanding dalam keadaan tidak hamil.24,26
Selama masa kehamilan curah jantung akan mengalami peningkatan 30-
50%. Perubahan curah jantung ini disebabkan karena peningkatan preload
akibat bertambahnya volume darah, penurunan afterload akibat menurunya
resistesi vaskular sitemik, dan peningkatan denyut jantung ibu saat istirahat
10-20 kali/menit. Peningkatan curah jantung dipengaruhi juga oleh isi
sekuncup jantung yang meningkat 20-30% selama kehamilan.26 Pada
penyakit jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut jantung dan
volume sekuncup jantung dapat menguras cadangan kekuatan jantung.
Payah jantung akan menyebabkan stres maternal sehingga terjadi
pengaktifan aksis HPA yang akan memproduksi kortisol dan prostaglandin,
kemudian mencetuskan terjadinya persalinan prematur.

14
New York Heart Association (NYHA) kelas III dan IV dengan aktivitas
fisiknya sangat terbatas, tidak dianjurkan untuk hamil. Jika kehamilan masih
awal sebaiknya diterminasi, dan jika kehamilan telah lanjut sebaiknya
kehamilan diteruskan dengan persalinan pervaginam dan kala II dipercepat
serta kehamilan berikutnya dilarang.24-26

Anemia
Anemia adalah suatu kelainan darah yang terjadi ketika tubuh
menghasilkan terlalu sedikit sel darah merah (SDM), penghancuran SDM
berlebihan, atau kehilangan banyak SDM.27 Angka kejadian anemia pada
kehamilan berkisar 24,1% di Amerika dan 48,2% di Asia Tenggara pada
tahun 1993-2005.28
Selama kehamilan, tubuh ibu mengalami mengalami banyak perubahan
salah satunya adalah hubungan antara suplai darah dengan respon tubuh.
Seperti yang telah dijelaskan pada subbab penyakit kardivaskular, total
jumlah plasma pada wanita hamil dan jumlah SDM meningkat dari
kebutuhan awal, namun peningkatan volume plasma lebih besar
dibandingkan peningkatan massa SDM dan menyebabkan penurunan
konsentrasi hemoglobin, sehingga mempengaruhi kadar O2 yang masuk ke
dalam jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang
kemudian akan memproduksi kortisol dan prostaglandin, yang mencetuskan
terjadinya persalinan prematur pada ibu dengan anemia.26,27

Hipotiroid
Penyakit tiroid adalah suatu kelainan yang menyerang glandula tiroid.29
Secara global, hipotiroid yang terjadi pada kehamilan sebesar 0,2% kasus
dan hipotiroid sub klinis 2,3% kasus.30,31
Saat awal gestasi, janin bergantung sepenuhnya pada hormon tiroid ibu
yang melewati plasenta karena fungsi tiroid janin belum berfungsi sebelum
12-14 minggu kehamilan.30 Pada kehamilan 12 minggu pertama kadar
hormon chorionic gonadotropin (HCG) akan mencapai puncaknya dan
kadar tiroksin bebas akan meningkat, sehingga menekan kadar tirotropin.

15
Namun, kadar hormon tiroid yang rendah pada hipotiroid kehamilan akan
memacu aksis HPA untuk memacu produksi TRH untuk memenuhi
kebutuhan hormon tiroid ibu dan janin. Pengaktifan aksis HPA ini yang
dapat memacu pelepasan kortisol kedalam darah sehingga memproduksi
prostaglandin yang dapat memacu terjadinya persalinan prematur. 30,32

Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup.34 Paritas
dapat diklasifikasikan berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan yaitu35
 Nulipara, adalah seorang wanita yang belum pernah menyelesaikan
kehamilan melewati gestasi 20 minggu.
 Primipara, yaitu seorang wanita yang pernah satu kali melahirkan bayi
yang lahir hidup atau meninggal dengan perkiraan lama gestasi 20
minggu atau lebih.
 Multipara, adalah seorang wanita yang pernah menyelesaikan dua atau
lebih kehamilan hingga 20 minggu atau lebih.
Jumlah paritas merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
kelahiran prematur karena jumlah paritas dapat mempengaruhi keadaan
kesehatan ibu dalam kehamilan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Jerman tahun 2004 didapatkan data bahwa pada wanita primipara angka
kejadian kelahiran prematur lebih besar yaitu 9,5%, sedangkan angka
kejadian pada multipara adalah sebesar 7,5%. Hal ini di karenakan oleh
kenyataan bahwa wanita multipara akan mencari pengetahuan yang lebih
untuk menghindari risiko yang akan terjadi pada kehamilan berikutnya
berdasarkan pengalaman dari proses persalinan sebelumnya, sehingga dapat
mengurangi risiko persalinan berikutnya.36

Riwayat Partus Prematurus


Riwayat persalinan prematur sebelumnya merupakan penanda risiko
paling kuat dan paling penting. Berdasarkan data Health Technology
Assessment Indonesia tahun 2010 bahwa insiden terjadinya persalinan
prematur selanjutnya setelah 1x persalinan prematur meningkat hingga

16
14,3% dan setelah 2x persalinan prematur meningkat hingga 28%. Wanita
yang mengalami persalinan prematur memiliki risiko untuk mengalaminya
kembali pada kehamilan selanjutnya.8

Ketuban Pecah Dini


Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban sebelum persalinan,
sedangkan pecahnya kulit ketuban pada usia kehamilan <37 minggu disebut
ketuban pecah dini kehamilan prematur.18 Ketuban pecah dini kehamilan
prematur terjadi pada 1% -3% dari seluruh kehamilan dan bertanggung
jawab untuk sepertiga dari semua kelahiran prematur.37
Ketuban pecah selama persalinan secara umum disebabkan oleh
kontraksi uterus dan peregangan berulang, keseimbangan antara sintesis dan
degradasi ekstraseluler matriks, perubahan struktur, jumlah sel, dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah. Degradasi
kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat
oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antar MMP dan Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase (TIMP-1) mengarah pada degradasi proteolitik dari
matriks ekstraseluler dan membran janin.18
Pecahnya selaput ketuban yang berfungsi melindungi atau menjadi
pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim pecah dan mengeluarkan air
ketuban menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan
dalam rahim yang memudahkan terjadinya infeksi asenden. Semakin lama
periode laten maka semakin besar kemungkinan infeksi dalam rahim,
persalinan prematur dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan
kematian ibu dan bayi atau janin dalam rahim. 2,18

Pendarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan
24 minggu hingga sebelum kelahiran bayi. Perdarahan antepartum
menyebabkan seperlima bayi lahir dengan prematur dan juga menyebabkan
bayi yang dilahirkan mengalami cerebral palsy.

17
Penyebab paling sering dari perdarahan antepartum adalah plasenta
previa dan solusio plasenta.38 Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi di segmen bawah rahim demikian rupa sehingga menutupi
seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Terjadinya implantasi
plasenta di segmen bawah rahim dapat disebabkan karena: 18,39
 Endometrium di fundus uteri belum siap menerima implantasi.
 Lapisan endometrium tipis sehingga diperlukan perluasan plasenta untuk
mencukupi kebutuhan nutrisi janin
 Vili khorialis pada chorion leave yang persisten.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
plasenta maternal dari tempat implantasinya sebelum waktunya. Perdarahan
tidak dapat berhenti dikarenakan uterus yang sedang mengandung tidak
mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang
terputus.18
Pada penjelasan pada subbab prematur sebelumnya telah dijelaskan
bahwa perdarahan pada plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari
faktor pembekuan Xa (protombinase). Protombinase akan mengubah
protrombin menjadi trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu
menstimulasi kontraksi miometrium dan menginduksi persalinan
prematur.13

Gambar 2. Patofisiologi terjadinya prematur pada perdarahan


plasenta13

18
Gemelli
Gemelli/kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
intrauteri. Kehamilan ganda dianggap mempunyai risiko tinggi karena dapat
menyebabkan komplikasi lebih tinggi untuk mengalami hiperemesis
gravidarum, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan hidramnion,
persalinan dengan prematuritas, pertumbuhan janin terhambat.2,40 Gemelli
merupakan 30% penyebab terjadinya prematur di Indonesia pada tahun
2010.8
Fisiologi dari kehamilan ganda yaitu dua ovum yang dibuahi pada saat
hampir besamaan atau berasal dari satu ovum yang mengalami pemecahan
disaat dini. Persalinan prematur pada kehamilan ganda dapat terjadi
dikarenakan terjadinya overdistensi, maka retraksi akibat ketegangan otot
uterus makin dini sehingga dimulailah proses Braxton Hicks, kontraksi
makin sering dan menjadi HIS persalinan.2,40

Bakterial Vaginosis
Vagina yang sehat mengandung berbagai jenis bakteri yang penting
dalam memerangi infeksi.41 Bakterial Vaginosis (BV) diperkirakan terjadi
pada 40% wanita dan merupakan faktor risiko kuat penyebab prematur. BV
dapat meningkatkan risiko prematur 2 kali lipat terutama jika dijumpai pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Di Indonesia, angka kejadian
persalinan prematur sebesar 20,5% pada wanita hamil muda dengan BV dan
10,7% terjadi pada akhir kehamilan.8
BV merupakan suatu kondisi tanpa dijumpai adanya peradangan. Bakteri
BV menghasilkan enzim mukolitik yang mempermudah bakteri tersebut
menembus barier lendir serviks masuk kedalam traktus genitalis bagian atas.
Selain itu jumlah mikroflora vagina normal yaitu Lactobacillus fakultatif
menurun, maka akan mempengaruhi tingkat keasaman vagina dan
mempermudah pertumbuhan bakteri anaerob.42
Gambaran klinis BV dapat dinilai dengan menggunakan kriteria Amsel,
yaitu terdapat tiga dari empat tanda klinis berikut: 8
 pH vagina di atas 4,5

19
 Sekret vagina yang homogen dan tipis
 Terdapat bau amis dari sekret vagina bila ditambahkan kalium hidroksida
10% (tes amin)
 Terdapat clue cell pada sediaan basah.

Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih/urinary tract infection (UTI) adalah tumbuh dan
berkembang biaknya mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna.
Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih yakni: 42,43
 Bakteriuria asimtomatik (asymptomatic bacteriuria, covert bacteriuria)
adalah terdapatnya bakteri dalam saluran kemih tanpa menimbulkan
manifestasi klinis.
 ISK simtomatik adalah ISK yang disertai gejala dan tanda klinik.
Lebih dari 30% penderita bakteriuria simtomatis yang tidak diobati akan
menyebabkan berkembangnya kelahiran bayi prematur dengan berat badan
lahir rendah sekitar 1,5 sampai 2 kali lipat.44 Faktor risiko meningkatnya
infeksi saluran kemih dapat dikarenakan oleh: 33
Perubahan morfologi kehamilan, dimana asal dari traktus genital dan
traktus urinarius adalah sama secara embriologi. Selain itu, letaknya yang
sangat berdekatan, maka adanya perubahan pada salah satu sistem akan
mempengaruhi sistem yang lain. Pada saat hamil dapat terjadi perubahan
pada traktus urinarius berupa:
 Dilatasi pelvis renal dan ureter
Adanya dilatasi tersebut juga dimungkinkan akibat dari adanya
hormon progesteron yang meningkat disamping efek penekanan dari
uterus yang membesar karena hamil.
 Vesika urinaria terdesak ke anterior dan superior
Pembesaran uterus dan pelebaran di daerah basal vesika urinaria akibat
kelemahan otot destrusor karena pengaruh dari progesteron
mengakibatkan sering terjadinya retensi urin dan memudahkan
pertumbuhan bakteri.
 Sistokel dan urethrokel

20
 Kebiasaan menahan berkemih
Cara terjadinya infeksi saluran kemih umumnya bakteri yang
menyebabkan terjadinya infeksi berasal dari tubuh penderita sendiri. Ada 3
cara terjadinya infeksi, yaitu: 33
1. Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke
bagian saluran kemih.
2. Penyebaran melalui saluran getah bening yang berasal dari usus besar
ke buli-buli atau ke ginjal.
3. Migrasi mikroorganisme secara asenden dan urethra wanita yang
pendek memudahkan terjadi kontaminasi yang berasal dari vagina dan
rektum.
Pada infeksi dan inflamasi dapat menginduksi kontraksi uterus. Banyak
mikroorganisme yang menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga
meningkatkan konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada gilirannya
dapat menyebabkan pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga terjadi kontraksi
miometrium uterus. Selain itu pada keadaan infeksi terdapat juga produk
sekresi dari makrofag/monosit berupa interleukin-1 dan interleukin-6,
sitokin, tumor necrosis factor, yang juga akan menghasikan sitokin dan
prostaglandin.43

Gambar 3. Mekanisme terjadinya persalinan preterm


pada infeksi13

21
3.1.5 Diagnosis Persalinan Prematur
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman persalinan
preterm. Tidak jarang kontraksi yang timbul pada kehamilan tidak benar-
benar merupakan ancaman proses persalinan. Beberapa kriteria dapat
dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:
1. Kontraksi yang berulang sdikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2
cm, dan penipisan 50-80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya
persalinan preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

3.1.6 Penapisan untuk Persalinan Preterm


Cara utama untuk mengurangi risiko persalinan preterm dapat dilakukan
sejak awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul. Dimulai dengan
pengenalan pasien berisiko untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian
klinik terhadap persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini
mungkin, sehingga tindakan pencegahan dapat segera dilakukan.
Pemeriksaan serviks tidak lazim dilakukan pada kunjungan antenatal,
sebenarnya pemeriksaan tersebut mempunyai manfaat cukup besar dlam
meramalkan terjadinya persalinan preterm. Bila dijumpai serviks pendek (,1
cm) disertai dengan pembukaan yang merupakan tanda serviks
matang/inkompetensi serviks, mempunyai risiko terjadinya persalinan
preterm 3 – 4 kali.
Beberapa indikator dapat dipakia untuk meramalkan terjadinya
persalinan preterm, sebagai berikut:
 Indikator Klinik

22
 Indikator klinik dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan
pemendekan serviks (secara manual maupun ultrasnografi).
Terjadinya ketuban pecah dini juga meramalkan akan terjadinya
persalinan preterm.
 Indikator labolatorik
 Beberapa indikator labolatorik yang bermakna antara lain adalah
jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan
CRP (> 0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu ( >
13.000/ml).
 Indikator Biokimia
Fibronekin Janin : Peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,
serviks dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada
hubungan antara korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau
lebih, kadar fibronektin janin 50 ng/ml atau lebih mengindikasi risiko
persalinan preterm.
Corticotropin releasing Hormone (CRH): Peningkatan CRH dini atau
pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan
preterm.
Sitokin Inflamasi: Seperti IL-1B, IL-6, IL-8, dan TNF- telah diteliti
sebagai mediator yang mungkin berperan dalam sintesis
prostaglandin.
Isoferitin plasenta: Pada keadaan normala (tidak hamil) kadar
isoferitin sebesar 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna
dselama kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu
54,8 kurang lebih 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan
berisiko terjadinya persalinan preterm.
Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif
untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan
dengan berbagia keadaan reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi.
Beberapa penelitian menyatakan ada hubungan antara peningkatan
kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk persalinan
preterm.

23
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
antara lain sebagai berikut:

1. Hindari kehamilan pada ibu terlalu muda (kurang dari 17 tahun)


2. Hindari jarak kehamilan terlalu dekat
3. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik.
4. Anjuran tidak merokok maupun mengkonsumsi obat terlarang (narkotik)
5. Hindari kerja berat dan perlu cukup istirahat
6. Obati penyakit yang dapat menyebabkan persalinan preterm
7. Kenali dan obati infeksi genital/ saluran kencing
8. Dekteksi dan pengamanan faktor risiko terhadap persaslinan preterm.

3.1.7 Pengelolaan
Menjadi pemikiran pertama pada pengelolaan persalinan preterm adalah
apakah ini memang persalinan preterm. Selanjutnya mencari penyebabnya
dan menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis,
labolatoris, ataupun ultra sonografi, meliputi pertumbuhan/berat janin,
jumlah dan keadaan cairan amnion, presentasi dan keadaan janin/ kelainan
kongnital. Bila proses persalinan kurang bulan masih tetap berlangsung atau
mengancam, meski telah dilakukan segala upaya pencegahan, maka perlu
dipertimbangkan.
 Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter
spesialis kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi
prematur atau berpa persen yang akan hidup menurut berat dan usia
gestasi tertentu.
 Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah
sesar.
 Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya pendarahan otak atau
sindroma gawat napas.
 Bagaimna pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi
erawatan bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.

24
 Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm,
dengan rencana perawatan intensif neonatus.
Ibu hamil yang mempunyai risiko terjadi persalinan preterm dan/atau
menunjukkan tanda-tanda persalinan preterm perlu dilakukan intervensi
untuk meningkatkan neonatal outcomes.
Manajemen persalinan preterm bergantung pada beberapa faktor:
 Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak dihambat
bilamana selaput krtuban sudah pecah.
 Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan
mencapai 4 cm.
 Umur kehamilan. Persalinan dapat dipertimbang bila TBJ > 2.000 atau
kehamilan > 34 minggu.
 Penyebab/komplikasi persalinan preterm.
 Kemampuan nonatal intensive care facilites.
Beberapa langkah yang dapat dilakuakan pada persalinan preterm,
terutama mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm adalah:
 Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolisis,
 Pematangan surfaktan paru janin kortikonsteroid, dan bila perlu dilakukan
pencegahan terhadap infeksi.

TOKOLISIS
Meski beberapa ancaman obat telah dipakai untuk menghambat persalinan,
tidak ada yang benar-benar efektif. Namun pemberian tokolisis masih perlu
dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang regular dengan perubahan
serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalina preterm:
 Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi preterm.
 Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir
surfaktan paru janin.
 Memberi kesempatan transfer intrauterin pada fasilitas yang lebih lengkap
 Optimalisasi personel
 Beberapa macam obat yang dapat digunakan sebagai tokolisis adalah:

25
 Kalsium antagonis: Nifedifin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan
tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul
kontraksi berulang.
 Obat b-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isokusprin, dan salbutamol,
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping lebih kecil.
 Sulfas magnesikus dan antiprostagladin (indometasin): jarang dipakai
karena efek samping pada ibu ataupun janin.
 Untuk menghambat proses persalinan preterm selain tokolisis, perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring.

KORTIKOSTEROID
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan insidensi RDSs, mencegah pendarahan
intraventrikular, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid
perlu diperlukan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberika adalah: deksamentason atau betamentason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid adalah:
 Betamentason: 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
 Dektamentason: 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.

ANTIBIOTIKA
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko
terjadinya infeksi seperti pada kasus KPD. Obat diberika per oral, yang dianjurkan
adalah erotromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3
x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti
klidamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-amoksiklaf karena risiko NEC.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pasien dengan
KPD/PPROM (Preterm premature rupture of the membrane) adalah:
 Semua alat yang digunakan untuk periksa vagina harus steril.
 Periksa dalam vagina tidak dianjurkan, tetapi dilakukan dengan
pemeriksaan spekulum.

26
 Pada pemeriksaan USG jika dapat penurunan indeks cairan amnion (ICA)
tanpa adanya kecurigaan kelainan ginjal dan tidak adanya IUGR mengarah
pada kemungkinan KPD.
Penderita dengan KPD/PPROM dilakukan pengakhiran persalinan pada
usia kehamilan 36 minggu. Untuk usia 32-35 minggu jika ada bukti hasil
pemeriksaan maturitas paru, maka kemampuan rumah sakit (tenaga dan fasilitas
perinatologi) sangat menentukan kapan sebaiknya kehamilan diakhiri.
Akan tetapi, bila ditemukan adanya bukti infeksi (klinik ataupun
labolatorik), maka pengakhiran persalinan dipercepat/induksi, tanpa melihat usia
kehamilan.
Persiapan persalinan preterm perlu pertimbangan berdasar:
o Usia Gestasi
Usia gestasi 34 minggu atau lebih: dapat melahirkan ditingkat dasar/primer,
mengingat prognosis relatif baik.
Usia gestasi kurang dari 34 minggu: harus dirujuk ke rumah sakit dengan
fasilitas perawatan neonatus yang memadai.
o Keadaan Selaput Ketuban
Bila didapat KPD/PPROM dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu,
maka ibu dan keluarga dipersilahkan untuk memilih cara pengelolaan
setelah diberi konseling dengan baik.

Cara Persalinan
Masih sering muncul kontropersi dalam cara persalinan kurang bulan
seperti; apakah sebaiknya persalinan berlangsung pervaginam atau seksio sesarea
terutama pada berat janin yang sangat rendah dan preterm sungsang, pemakaian
forseps untuk melindungi kepala janin, dan apakah ada manfaatnya dilakukan
episiotomi profilaksis yang luas untuk mengurangi trauma kepala.
Bila janin presentasi kepala, maka diperbolehkan partus pervaginam.
Seksio sesarea tidak memberi prognosis yang lebih baik bagi bayi, bahkan
merugikan ibu, prematuritas janganlah dipakai sebagai indikasi untuk melakukan
seksio sesarea. Oleh karena itu, seksio sesarea hanya dilakukan atas indikasi
obstetrik.

27
Pada kehamilan letak sungsang 30-34 minggu, seksio sesarea dapat
dipertimbangkan . setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan diberikan
terjadi karena morbiditas dianggap sama dengan kehamilan aterm.

Perawatan Neonatus
Untuk perawatan bayi prematur baru lahir perlu diperhatikan keadaan
umum, biometri, kemampuan bernapas, kelainan fisik, dan kemampuan minum.
Keadaan kritis bayi prematur yang harus dihindari adalah kedinginan,
pernapasan yang untuk adekuat, atau trauma. Suasana hangat diperlukan untuk
mencegah hipotermia pada neonatus (suhu badan dibawah 36,5 C), bila mungkin
bayi sebaiknya dirawat cara KANGURU untuk menghindarkan hipotrmia.
Kemudian dibuat perencanaan pengobatan dan asupan cairan.
ASI diberikan lebih sering, tetapi bila tidak mungkin, diberikan diberikan
dengan sonde atau dipasang infus. Semua bayi baru lahir harus mendapat nutrisi
sesuai dengan kemampuan dan kondisi bayi.
Sebaiknya perrsalinan bayi terlalu muda atau terlalu kecil berlangsung
pada fasilitas yang memadai, seperti pelayanan perinatal dengan personel dan
fasilitas yang adekuat teramasuk perawatan perinatal intensif.

28
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, ditegakkan diagnosis presalinan preterm.


Prematuritas adalah kelahiran yang berlangsung pada umur kehamilan 20 minggu
hingga 37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir. Pada laporan kasus ini,
diketahui bahwa pasien memiliki beberapa faktor resiko untuk terjadinya
prematuritas: faktor usia ibu <20 tahun, anemia, vaginosis bakterialis. Usia ibu
yang kurang dari 20 tahun berperan sebagai faktor risiko di mana endometrium
belum berkembang secara sempurna. Sedangkan, anemia pada ibu hamil dapat
menimbulkan persalinan preterm dengan mekanisme berupa peningkatan volume
plasma lebih besar dibandingkan peningkatan massa SDM dan menyebabkan
penurunan konsentrasi hemoglobin, sehingga mempengaruhi kadar O2 yang
masuk ke dalam jaringan. Keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia jaringan yang
kemudian akan memproduksi kortisol dan prostaglandin, yang mencetuskan
terjadinya persalinan prematur pada ibu dengan anemia. Adapun, pengaruh infeksi
organ reproduksi dalam hal ini vaginosis bakterialis menyebabkan infeksi
retrograde sehingga memicu reaksi inflamasi. Pada infeksi dan inflamasi dapat
menginduksi kontraksi uterus. Banyak mikroorganisme yang menghasilkan
fosfolipid A2 dan C sehingga meningkatkan konsentrasi asam arakidonat secara
lokal dan pada gilirannya dapat menyebabkan pelepasan PGF-2 dan PGE-2
sehingga terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain itu pada keadaan infeksi
terdapat juga produk sekresi dari makrofag/monosit berupa interleukin-1 dan
interleukin-6, sitokin, tumor necrosis factor, yang juga akan menghasikan sitokin
dan prostaglandin.
Penegakkan diagnosis dari kasus ini dikarenakan:
1. Kontraksi yang berulang sdikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali
dalam waktu 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks

29
5. Pemeriksaan serviks menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
dan penipisan 50-80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan
preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Preterm Labor and Preterm Birth [internet]. American College of Obstetricians


and Gynecologists; 2013 [update 2013 May; cited 2013 nov 8]. Available from
http://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq087.pdf.
2. Manuaba I.B.G., Manuaba Chandranita, Manuaba Fajar. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta: EGC; 2007
3. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011 [internet]. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2011 [cited 2013 Des 26]. Available from
http://www.depkes.go.id/downloads/Profil2011-v3.pdf
4. Wijayanegara H. Prematuritas. Bandung: PT. Refika Aditama; 2009.
5. Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) 2012 – 2016 [Internet].
Departemen Kesehatan Indonesia; 2013 [cited 2014 maret 1]. Available from
http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/emas/expanding-maternal-and-
neonatal-survival-emas-2012-2016
6. Musbikin. Panduan Ibu Hamil dan Melahirkan. Jakarta: Mitra pustaka; 2005.
7. Latifah L, Anggraeni M.D. hubungan kehamilan pada usis remaja dengan
kejadian prematuritas, berat bayi lahir rendah dan asfiksia. Purwokerto:
Universitas Soedirman; 2009.
8. Prediksi Persalinan Preterm [internet]. Health Technology Assessment
Indonesia; 2010 [cited 2014 Jan 12]. Available from
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com
9. Soehermawan D. Faktor Risiko Partus Prematurus Di RSUP Dr. Kariadi
Semarang Tahun 2002. Semarang: Universitas Dipenogoro; 2002.
10. Herawati, Susi. Kadar Progesteron estriol Saliva pada Ancaman Persalinan
Prematur [disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro.
11. Iams J. Prediction and Early Detection of Preterm Labor. The American
College of Obstetricians and Gynecologists [internet]. 2003 [cited 2014 Feb
11]: 101(2):402
12. Novak Z, Vodusek V, Steblovnik L, Kavsek G. Extermly Preterm Delivery:
Prediction and Prevention. TMJ [internet]. 2008 [cited 2014 Feb 11]: 59(2)
13. Snegovskikh V, Park JS, Norwitz E. Endocrinology of Parturition. Endocrinol
Metab Clin N Am [internet]. 2006 [cited 2014 Feb 11]; 35:173-91.

31
14. Jusuf, Jenny. Efektifitas dan Efek Samping Ketolorac sebagai Tokolitik pada
Ancaman Persalinan Prematur: Tinjauan Perbandingan dengan Nifedipin
[disertasi]. Semarang : Universitas Diponegoro; 2008.
15. Destaria, Selvi. Perbandingan Luaran Maternal dan Perinatal Kehamilan
Trimester Ketiga Antara Usia Muda dan Usia Reproduksi Sehat. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2011.
16. Zubaidi, Rahardian. Perbandingan Luaran Maternal dan Perinatal Ibu Usia
Tua dengan Ibu Usia Reproduksi. Semarang: Universitas
Diponegoro; 2011.
17. Damayanti AR, pramono BA. Luaran maternal dan perinatal pada usia lebih
dari 35 tahun di RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2008. Semarang:
Universitas Diponogoro; 2008.
18. Prawiroharjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo; 2009.
19. Prenatal Monitoring and Care [internet]. National Healthy Mother, Healthy
Babies Coalition (HMHB); 2012 [cited 2014 Jan 21]. Available from
http://www.hmhb.org/virtual-library/interviews-with-
experts/preeclampsia/Turner J.A. Diagnosis and Management of Pre-eclamsia:
An Update. International Journal of Womens Health [internet]. 2010 [cited
2014 Feb 11]; 2:327-337. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2990902/
20. Ambarwati W.N., Irdawati. Hubungan Preeklamsia dengan Kondisi Bayi yang
dilahirkan secara Sectio Caesaria di RSUD DR. Moewardi Surakarta.
Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta; 2009.
21. Aufdenblatten M, Baumann M, Raio L, Dick B, Frey B.M, Schneider H, dkk.
Prematurity is related to high placental cortisol in preeclamsia. Pediatric
research [internet]. 2009 [cited 2014 maret 8]: 65(2)198-202. Available from
International Pediatric Research Foundation.
22. Cardiovascular disease (CVDs) [internet]. World Health Organization (WHO);
2013 [cited 2014 Jan 29]. Available from
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/index.html

32
23. Supriyono M. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
penyakit jantung koroner pada kelompok usia < 45 tahun. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2008.
24. Classes of Heart Failure [internet]. American Heart Association; 2011 [cited
2014 Feb 11]. Available from
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartF
ailure/Classes-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp
25. Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
26. Your Guide To Anemia [internet]. U.S. Department of Health and Human
Services; 2011 [cited 2014 Jan 29]. Available from
http://www.nhlbi.nih.gov/health/public/blood/anemia-yg.pdf
27. Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005 [internet]. World Health
Organization (WHO); 2008 [cited 2014 Jan 29]. Available from
http://whqlibdoc.who.int/publications/2008/9789241596657_eng.pdf
28. Pregnancy and Tyroid Disease [internet]. U.S. Department of Health and
Human Services; 2012 [cited 2014 Jan 2014]. Available from
http://www.endocrine.niddk.nih.gov/pubs/pregnancy/Pregnancy_Thyroid
_Disease_508.pdf
29. Garry D. Penyakit Tiroid pada Kehamilan. Bandar Lampung. 2013; 40(7):206.
30. Benerjee S. Tyroid Dysorders in Pregnancy. Association of Physicians India.
2011; 59.
31. Sanjaya I.N.A. Kadar Tyroid Peroxydase Antibodi pada Abortus Imminens
[disertasi]. Semarang: Universitas Diponogoro; 2013.
32. Terraz J.P, Alvarez S.I, Sanchez G.R. Thyroid Hormones According to
Gestational Age in Pregnant Spanish Women. BioMed Central [internet]. 2009
[cited 2014 Feb 12]; 2 : 237. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2788578/#!po=31.8182
33. Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana [internet]. 2011; [cited
2014 Jan 31]. Available from : Direktorat Teknologi Informasi dan
Dokumentasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN).

33
34. Cunningham F.G, Leveno K.J, Bloom S.L, Hauth J.C, Rouse D.J, Spong C.Y.
Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013.
35. Wolf Kirschner and Klaus Friese. Strategies in the Prevention of Preterm
Births During and Before Pregnancy. Intech Europe; 2012 [cited 2014 Jan 31]
InTech,Available from: http://www.intechopen.com/books/preterm-birth-
mother-and-child/strategies-in-the-preventionof-preterm-births-during-and-
before-pregnancy.

34

Anda mungkin juga menyukai