Anda di halaman 1dari 21

REFRESHING

DERMATOTERAPI

Pembimbing :
Dr. Bowo Wahyudi, Sp.KK
Disusun Oleh :
Yazid Hafzi Aziezi Muttaqien

SMF KULIT DAN KELAMIN RSUD BANJAR JAWA BARAT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN & KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.


Puji syukur saya panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Tidak lupa salawat serta salam kepada junjungan
besar Rasulullah SAW beserta para sahabatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Refreshing Dermatoterapi.
Selain itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Bowo, Sp. KK, selaku
pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penyusunan laporan Refreshing ini.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna.
Semoga dengan adanya kritik dan saran yang diberikan pembimbing dan pembaca, saya bisa
mengoreksi laporan ini di lain kesempatan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Banjar, Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5
Pengobatan Topikal................................................................................................................5
a. Bahan Dasar (Vehikulum)..............................................................................................5
b. Bahan Aktif..................................................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................21
KESIMPULAN........................................................................................................................21
BAB IV....................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................22

BAB I
PENDAHULUAN

Dermato-terapi adalah ilmu yang mempelajari tentang pengobatan penyakit kulit.


Jenis-jenis dermato-terapi :
a.

Medikamentosa : topikal, sistemik

b.

Bedah kulit : bedah skalpel, bedah listrik, bedah kimia, bedah beku.

c.

Penyinaran : radioterapi, sinar UV, sinar laser

d.

Psikoterapi. 1
Dengan adanya kemajuan kemajuan yang pesat dalam bidang farmasi, maka

pengobatan penyakit kulit juga ikut berkembang pesat. Yang menarik perhatian ialah
kemajuan dalam bidang pengobatan topical yang berupa perubahan dari cara pengobatan non
spesifik dan empiric menjadi pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional. 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pengobatan Topikal
Kegunaan dan khasiat pengobatan topical didapat dari pengaruh fisik dan kimiawi
obat obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah
mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,
dan melindungi (proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk
mengadakan hpmeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke
keadaan fisiologik stabil secepat cepatnya. Di samping itu untuk menghilangkan gejala
gejala yang mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas. Cara pengobatan pada jaman dulu
terutama ditujukan kepada efek fisik terhadap kulit yang sakit.1
Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat preparat
topical yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organism di kulit atau
terhadap kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topical harus berkhasiat fisis
maupun kimiawi. Kalau obat topical di gunakan secara rasional, maka hasilnya juga optimal,
sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topical menjadi tidak afektif dapat
menyebabkan penyakit iatrogenic. Prinsip obat topical secara umum terdiri atas 2 bagian
yaitu Bahan dasar ( vehikulum ) dan Bahan aktif.2

a. Bahan Dasar (Vehikulum)


Vehikulum adalah zat inaktif/ inert yang digunakan dalam sediaan topikal sebagai
pembawa obat/ zat aktif agar dapat berkontak dengan kulit.3 Meskipun inaktif, aplikasi suatu
vehikulum pada kulit dapat memberikan beberapa efek yang menguntungkan, meliputi efek
fisik misalnya efek proteksi, mendinginkan, hidrasi, mengeringkan/ mengangkat eksudat, dan
lubrikasi, serta efek kimiawi/ farmakologis, misalnya efek analgesik, sebagai astringent,
antipruritus, dan bakteriostatik.3
Terapi untuk mengkoreksi berbagai kelainan kulit dapat dilakukan secara topikal,
sistemik, intralesi, atau menggunakan radiasi ultraviolet. Terapi topikal didefinisikan sebagai
aplikasi obat dengan formulasi tertentu pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit
5

atau penyakit sistemik yang bermanifestasi pada kulit. Keberhasilannya bergantung pada
pemahaman mengenai struktur sawar kulit, mekanisme absorpsi obat melalui kulit, dan
pemilihan vehikulum yang sesuai. 2
Perkembangan teknologi juga membawa perubahan yang besar dalam formulasi obat
topikal. Berbagai vehikulum terbaru yang ditujukan untuk meningkatkan absorpsi obat
perkutan telah ditemukan dan diteliti secara luas efektivitasnya, diantaranya emulsi ganda,
nanopartikel, dan liposom. Terapi topikal merupakan cara yang sering digunakan
dermatologis dalam mengobati berbagai kelainan/penyakit kulit. 2
Vehikulum sebagai pembawa obat aktif
Untuk dapat masuk ke dalam lapisan kulit, bahan/ obat aktif dalam suatu sediaan
topikal harus dilepaskan dari vehikulumnya setelah sediaan obat topikal diaplikasikan.
Pelepasan/ disolusi bahan aktif dari vehikulumnya ditentukan oleh koefisien partisinya.
Makin besar nilai koefisien partisi, maka bahan aktif makin mudah terlepas dari
vehikulum.3, 4,5
Difusi ke dalam stratum korneum
Bahan aktif yang telah terlepas dari vehikulumnya akan berinteraksi dengan
permukaan kulit/ stratum korneum. Bahan aktif yang telah berinteraksi dengan stratum
korneum akan segera berdifusi ke dalam stratum korneum. Difusi yang terjadi dimungkinkan
dengan adanya gradien konsentrasi. Pada awalnya, difusi bahan aktif terutama berlangsung
melalui folikel rambut (jalur transfolikular). Setelah tercapai keseimbangan (steady state),
difusi melalui stratum korneum menjadi lebih dominan. 3, 4,5
Epidermis dan dermis Difusi bahan/obat aktif melalui kedua jalur di atas pada
akhirnya akan mencapai lapisan yang lebih dalam yaitu epidermis hingga kemudian dermis.
Dengan adanya pembuluh darah dalam dermis, bahan aktif yang mencapai lapisan dermis
kemudian akan diresorpsi oleh sistem sirkulasi. 3, 4,5
Memilih bahan dasar ( vehikulum ) obat topical merupakan langkah awal dan
terpenting yang harus diambil dalam pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai
pegangan ialah pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan dasar yang
membasah dipakai bahan dasar yang cair/basah, misalnya kompres dan pada keadaan kering
dipakai bahan dasar padat/kering, misalnya salep. Secara sederhana bahan dasar dibagi
menjadi : Cairan, Bedak, Salap. 1

Di samping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu :


1.
2.
3.
4.

Bedak kocok ( lotion ), yaitu campuran cairan dan bedak.


Krim, yaitu campuran cairan dan salap
Pasta, yaitu campuran salap dan bedak
Linimen ( pasta pendingin ), yaitu campuran, cairan, bedak, dan salap. 1

1. Cairan
Cairan terdiri atas :
a. Solusio artinya larutan dalam air
b. Tingtura artinya larutan dalam alcohol. 1
Solusio dibagi dalam :
1. Kompres
2. Rendam ( bath ), misalnya rendam kaki, rendam tangan
3. Mandi ( fullbath ). 1
Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan kulit yang sakit dari debris ( pus,
krusta dan sebagainya ) dan sisa sisa obat topical yang pernah dipakai. Disamping itu
terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, dan pustule. Hasil akhir pengobatan ialah
keadaan

yang

membasah

menjadi

kering,

permukaan

menjadi

bersih

sehingga

mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan
berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar, parastesi oleh
bermacam macam dermatosis.1
Harus diingat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit menjadi
terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus di pantau secara teliti, kalau keadaan sudah mulai
kering pemakainnya di kurangi dan kalau perlu di hentikan untuk diganti dengan bentuk
pengobatan lainya. Cara kompres lebih di sukai dari pada cara rendam dan mandi, karena
pada kompres terdapat pendingin dengan adanya penguapan, sedangkan pada rendam dan
mandi terjadi proses maserasi.1
Bahan aktif yang dipakai dalam kompres ialah biasanya bersifat astringen dan
antimicrobial. Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein.1
Dikenal dua macam cara kompres, yaitu 1:

a. Kompres terbuka
Indikasi :
- Dermatosis madidans
7

Infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erisepelas


Ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta.1

Efek pada kulit :


-

Kulit yang semula eksudative menjadi kering


Permukaan kulit mnejadi dingin
Vasokontriksi
Eritema berkurang. 1

Cara :
Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal (3
lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril dan jangan menggunakan kapas
karena lekat dan menghambat penguapan1.
Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, lalu di balutkan dan didiamkan,
biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai terjadi maserasi. Bila
kering dibasahkan lagi. Daerah yang di kompres luasnya 1/3 bagian tubuh agar tidak
terjadi pendinginan1.
b. Kompres tertutup
Sinonim : Kompres impermeable
Dasar : Vasodilatasi, bukan untuk penguapan.
Indikasi :
Kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium.
Cara : Digunakan pembalut tebal dan di tutup dengan bahan impermeable, misalnya
selofan atau plastic1.
2. Bedak
Bedak merupakan vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,
menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah aplikasi. 6,7 Sebagian besar bedak
mengandung seng oksida yang memiliki efek antiseptik, magnesium silikat dengan efek
lubrikasi dan mengeringkan, serta stearat yang mampu meningkatkan daya lekat bedak
pada kulit.8,9 Ke dalam bedak juga ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dan antioksidan untuk mencegah bedak teroksidasi udara
luar.10 Kemampuan penetrasinya pada kulit yang rendah, menyebabkan penggunaannya
terbatas, antara lain dalam bidang kosmetik.9,10
Efek samping yang dapat timbul pada penggunaan bedak antara lain inhalasi bedak ke
dalam saluran napas, penggumpalan bedak, iritasi, dan dapat memicu pembentukan
granuloma.9, Aplikasi bedak pada kulit yang iritasi juga dapat menghambat proses
penyembuhan.10 Para ahli telah meneliti penggunaan urea untuk menggantikan talk
8

sebagai bahan dasar bedak. Urea merupakan bahan non alergenik dan non toksik bagi
kulit, sehingga pemakaiannya jauh lebih aman dibanding bedak konvensional. Urea
memiliki sifat antipruritus, antiseptik, antiinflamasi, menghambat proses oksidasi, dan
dapat membantu proses penyebuhan pada kulit yang teriritasi atau mengalami
peradangan. Efek yang menguntungkan tersebut memungkinkan bedak berbahan dasar
urea dapat digunakan pada kulit yang mengalami iritasi.10
Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat erat
sehingga penetrasinya sedikit sekali. Efek bedak selebihnya ialah :
o
o
o
o
o

Mendinginkan
Antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokontriksi
Antipruritus lemah
Mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat ( intertrigo )
Proteksi mekanis. 1

Indikasi pemberian bedak ialah :


o Dermatosis yang kering dan superficial
o Mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varicela dan
herpes zoster.
Kontraindikasi : Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder.1
3. Salap
Salep merupakan sediaan semisolid yang dapat digunakan pada kulit maupun mukosa.
Bahan dasar salep yang digunakan dalam dermatoterapi dibagi dalam empat kelompok
yaitu; 1) hidrokarbon, 2) bahan penyerapan, 3) bahan dasar emulsi, dan 4) bahan yang
larut air (watersoluble based).9,11,12 Salep berbahan dasar hidrokarbon memiliki efek
sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu bertahan pada permukaan kulit dalam waktu
lama tanpa mengering.7,9,12 Bahan dasar hidrokarbon yang paling banyak digunakan
adalah petrolatum putih dan petrolatum kuning.9,12 Umumnya bersifat stabil, sehingga
tidak memerlukan zat pengawet. Kelemahannya adalah dapat mewarnai pakaian.9 Bahan
dasar penyerapan pembentuk salep terdiri atas lanolin dan turunannya, kolesterol dan
turunannya, serta sebagian ester dari alkohol polihidrat. Kelompok bahan dasar ini
memiliki efek lubrikasi, emolien, efek proteksi, serta karena sifat hidrofiliknya, dapat
digunakan sebagai vehikulum obat/ zat aktif yang larut air.3,8,10,12 Salep dengan bahan
dasar penyerapan bersifat lengket, namun lebih mudah dicuci dibandingkan yang
berbahan dasar hidrokarbon.9 Bahan dasar salep yang lain, yaitu bahan dasar pengemulsi
dan bahan dasar yang larut air sering digunakan untuk membentuk sediaan semisolid
9

yang lain, yaitu krim dan jel. 9 Konsentrasi bahan dasar salep dalam suatu sediaan
berbentuk salep dapat ditingkatkan agar kemampuan penetrasi bahan aktif yang
terkandung di dalamnya meningkat, misalnya sediaan salep khusus yang disebut fatty
ointment. Konsentrasi bahan dasar salep dalam sediaan tersebut mencapai lebih dari 90
persen. Sediaan tersebut dapat digunakan untuk kelainan/ penyakit kulit pada daerah
dengan stratum korneum yang tebal, misalnya lipat siku, lutut, telapak tangan, dan
telapak kaki.13
Indikasi pemberian salap ialah :1
o Dermatosis yang kering dan kronik
o Dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat
jika dibandingkan dengan bahan dasar lainya.
o Dermatosis yang bersisik dan berkrusta
Kontraindikasi ialah : dermatitis madidans, jika kelainan kulit terdapat pada bagian
badan yang berambut, penggunaan salaptidak dianjurkan dan salap jangan dipakai di
seluruh tubuh.1
4. Bedak kocok
Bedak kocok merupakan kombinasi antara bedak dan cairan. Bedak yang terkandung
dalam suatu bedak kocok dapat memperluas area penguapan cairan penyusunnya
sehingga memberikan efek mendinginkan. Umumnya bedak kocok terdiri atas seng
oksida, talk, kalamin, gliserol, alkohol, dan air serta stabilizer. Karena merupakan suatu
suspensi, bedak kocok bila didiamkan cenderung mengendap, sehingga sebelum
pemakaian pun harus dikocok terlebih dahulu.9
Bedak kocok terdiri atas campuran air dan bedak, yang biasanya di tambah dengan
glliserin sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan cepat emnjadi
kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10 15%. Hal ini
berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka persentase tersebut jangan
dilampaui.1
Indikasi bedak kocok ialah 1:
o Dermatosis yang kering, superficial dan agak luas, yang diinginkan ialah
sedikit penetrasi.
o Pada keadaan subakut
Kontraindikasi 1:
o Dermatitis madidans
o Daerah badan yang berambut
10

5. Krim
Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terdispersi dalam suatu medium pendispersi dan membentuk emulsi. Untuk kestabilan emulsi,
digunakan suatu agen pengemulsi (emulsifier). Bahan pengemulsi dapat terlarut dalam kedua
fase cairan penyusun emulsi, dan mengelilingi cairan yang terdispersi membentuk titik-titik
air mikro yang terlarut dalam medium pendispersi. Surfaktan maupun beberapa jenis polimer
atau campuran keduanya dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi. Beberapa contoh
surfaktan yang sering digunakan dalam pembentukan emulsi adalah sodium lauril sulfat,
Spans, dan Tweens.3,9
Berdasarkan fase internalnya, krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim
water-in-oil. Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak sebagai
medium pendispersi. Selain surfaktan, zat pengawet juga seringkali digunakan dalam sediaan
krim water-in-oil. Sediaan ini kurang lengket dibanding dua sediaan yang disebutkan
sebelumnya, sehingga relatif lebih mudah diaplikasikan. Sediaan ini juga memiliki efek
sebagai emolien karena kandungan minyaknya, sedangkan kandungan air di dalamnya
memberikan efek mendinginkan saat diaplikasikan. 9
Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Formulasi ini merupakan bentuk
yang paling sering dipilih dalam dermatoterapi. Sediaan ini dapat dengan mudah
diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, kurang berminyak, dan relatif lebih mudah
dibersihkan bila mengenai pakaian.9
Sebagai pengawet, biasanya digunakan paraben untuk mencegah pertumbuhan jamur.
Bahan lain yang terkandung dalam emulsi oil-in-water adalah humektan, misalnya gliserin,
propilen glikol, ataupun polietilen glikol.3,9 Fase minyak dalam sediaan ini juga menyebabkan
rasa lembut saat diaplikasikan. Wiren K dkk. (2008)

14

meneliti hubungan antara kandungan

lemak dalam sediaan krim oil-in-water dengan kemampuan penetrasinya. Pada penelitian
yang dilakukan secara in vivo tersebut menunjukkan bahwa sediaan krim dengan kandungan
lemak yang rendah memiliki penetrasi yang lebih baik dibanding sediaan dengan konsentrasi
lemak yang lebih tinggi.14
Indikasi penggunaan krim ialah 1:
o Indikasi kosmetik
o Dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang
lebih besar daripada bedak kocok.
o Krim boleh digunakan di daerah yang berambut.
Kontraindikasi ialah dermatitis madidans.1
11

6. Pasta
Pada dasarnya pasta merupakan salep yang ke dalamnya ditambahkan bedak dalam
jumlah yang relatif besar, hingga mencapai 50 persen berat campuran. Konsistensinya relatif
lebih keras dibanding salep karena penambahan bahan padat tersebut. Kandungan bedak yang
ditambahkan ke dalamnya dapat berupa seng oksida, kanji, kalsium karbonat, dan talk.
Seperti halnya salep, pasta dapat membentuk lapisan penutup/film di atas permukaan kulit,
yang impermeabel terhadap air sehingga dapat berfungsi sebagai protektan pada daerah
popok. Komponen zat padat dalam pasta menjadikannya dapat digunakan sebagai sunblock.
Pasta relatif kurang berminyak dibandingkan salep, karena sebagian besar komponen minyak
yang terkandung dalam salep telah berasosiasi dengan bahan padat yang ditambahkan. 9
Indikasi pengguanaan pasta ialah dermatosis yang agak basah. Kontraindikasi : dermatosis
yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah genital eksterna dan lipatan lipatan
badan pasta tidak dianjurkan karena terlalu melekat.1
7. Linimen
Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak dan salap. Indikasi :
dermatosis yang subakut. Kontraindikasi : dermatosis madidans.1
8. Gel
Jel merupakan sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil maupun besar yang
terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent. Formulasi yang dibutuhkan
dalam membentuk jel adalah air, propilen glikol, dan atau polietilen glikol ditambah dengan
suatu bahan pembentuk jel. Gelling agent yang biasa digunakan adalah carbomer 934 serta
carboxymethylcellulose dan hydroxypropylmethyl-cellulose yang merupakan turunan dari
selulosa.3,9 Bahan dasar pembentuk jel merupakan bahan yang larut air (water soluble based)
dan tidak mengandung minyak. Bahan ini sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian,
tidak memerlukan pengawet, dan kurang oklusif. Bahan dasar ini lebih sering digunakan pada
sediaan topikal agar konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi
penyerapan ke dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal.

dan

secara berurutan dari yang terendah hingga tertinggi penetrasinya adalah emulsi < solusio <
hidrojel. Sementara Breneman dkk. (2005)15 melaporkan penggunaan losio klobetasol
propionat 0,05% lebih efektif dibandingkan dengan sediaan dalam bentuk krim dalam
pengobatan dermatitis atopik. Serupa dengan penelitian yang dilakukan Breneman dkk.
12

tersebut, Lowe N. dkk. (2005)22 juga membuktikan penggunaan losio klobetasol propionat
0,05% dalam terapi psoriasis tipe plak lebih efektif dibanding sediaan krim.15
Gel tidak termasuk dalam bagan vehikulum .Zat untuk membuat gel diantaranya
ialah karbomer, metilselulosa dan tragakan. Bila zat zat tersebut dicampur dengan air
dengan perbandingan tertentu akan terbentuk gel. Karbomer akan emmbuat gel menjadi
sangat jernih dan halus. Gel segera mencair, jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu
lapisan. Absorbs per kutan lebih baik daripada krim.1

b. Bahan Aktif
Memilih obat topical selain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang
dimaksudkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk
pengobatan topical. Khasiat bahan aktif topical dipengaruhi oleh keadaan fisiko kimia
permukaan kulit, disamping komposisi formulasi zat yang dipakai. 1
Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi
satu sama lain. Yang penting ialah,

apakah bahan yang kita campurkan itu dapat

tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T (obat tidak tercampurkan). 1
Asam salisilat misalnya dapat dicampur dengan asam lainya, contohnya asam
benzoate atau denga ter, resorsinol tidak tercampur dengan yodium, garam, besi atau bahan
yang bersifat oksidator. 1
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oelh beberapa faktor, termasuk
konsentrasi obat, kelarutanya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas dan efek vehikulum
terhadap kulit. 1

Bahan aktif yang digunakan di antaranya ialah :


-

Aluminium asetat
Contohnya ialah larutan Burowi yang mengandung alumunium asetat 5%. Efeknya
ialah astrinen dan antiseptic ringan. 1,16,17
Asam asetat
Diapkai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptic untuk infeksi
pseudomonas. 1,16,17
Asam benzoate
Mempunyai sifat antiseptic terutama fungisidal. 1,16,17
Asam borat
13

Konsentrasinya 3% tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres atau


dalam salap berhubung untuk antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat toksik,
-

terutama pada kelalinan yang luas dan erosive terlebih lebih pada bayi. 1,16,17
Asam salisilat
Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topical.
Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang
terganggu. Pada konsentrasi yang rendah (1-2%) mempunyai efek keratoplastik, yaitu
menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi yang tinggi (3-20%)
bersifat keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratolitik. Pada
konsentrasi yang sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainan kelainan yang dalam,
misalnya kalus dan veruka plantaris. Asam salisil dalam konsentrasi 1 % dipakai
sebagai kompres, bersifat antiseptic. Penggunaanya, misalnya untuk dermatitis
eksudatif, asam salisilat 3% - 5% juga bersifat mempertinggi absorbsi per kutan zat

zat aktif. 1,16,17


Asam undersilenat
Bersifat antimitotik dengan knsentrasi 5% salap atau krim. Dicampur dengan garam

seng 20%.1,16,17
Asam vit.A ( tretonin,asam retinoat )
Efek
: memeperbaiki keratinisasi menjadi normal jika terjadi gangguan,
meningkatkan sintesis D.N.A dalam epithelium germinatif, meningkatkan laju
mitosis, menebalkan staratum granulosum, menormalkan parakeratosis.
Indikasi : penyakit dengan sumbatan folikular, penyakit dengan hiperkertaosis, pada

proses menua kulit akibat sinar matahari. 1,16,17


Benzokain
Bersifat anastesia. 1
Benzyl benzoate
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi dengan
konsentrasi 20% dan 25%.1,
Camphor
Konsentrasinya 1-2%. Bersifat anti pruritus berdasarkan penguapan zat tersebut
sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukan ke dalam bedak atau bedak kocok

yang mengandung alcohol agar dapat larut. Juga dapat di pakai dalam salap. 1,16,17
Kortikosteroid topical
Mempunyai khasiat yang sangat luas, yaitu : anti inflamasi, anti alergi, anti pruritus,
anti mitotic, dan vasokontriksi.1
Zat zat ini pada konsentrasi 0.025% sampai 0.1% memberikan pengaruh anti
inflamasi yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah : betametason valerat,
betametason benzoate, fluinolon, setonid dan triamnisolon asetonid.1
Penggolongan

14

Kortikosteroid topical dibagi menjadi 7 golongan besat, diantaranya berdasarkan antiinflamasi dan anti mitotic. Golongan 1 yang paling kuat daya anti inflamasinya dan
anti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang terlemah (potensi
lemah).1

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editor. 2013. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta : FKUI.

Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editor. 2013. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta : FKUI.

15

Indikasi
K.T. dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu
penyakit kulit ( MARKS,1985 ). Harus selalu diingat bahwa K.T bersifat paliatif dan
supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.1,16,17
Dermatosis yang responsive dengan K.T, ialah : psoriasis, dermatitis atopic,
neurodermatitis sirkumkripta, dermatitis numularis, dermatitis stasis, dermatitis
venenata, dermatitis interginosa dan dermatitis solaris (fotodermatitis). 1,16,17
Dermatosis yang kurang responsive ialah lupus eritematous discoid, psoriasis
di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika, sarkoidosis, liken planus,
pemfigoid, eksantem fikstum. 1,16,17
Dermatosis yang responsive dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid,
jaringan parut hipertrofik, alopesia areata, akne berkrista, prurigo nodularis, morfea,
dermatitis dengan likenifikasi, liken amiloidosis dan vitiligo.Di samping K.T tersebet
ada pula kortikosteroid yang di suntikan intralesi, misalnya triamnisolon
asetonid. 1,16,17

Pemilihan jenis K.T


Dipilih K.T yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah :
disamping itu ada beberapa faktor yang perlu di pertimbangkan, yaitu jenis penyakit
kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, luas/tidaknya lesi, dalam/dakangkalnya lesi,
dan lokallisasi lesi. Perlu juga di pertimbangkan umur penderita. 1,16,17
Aplikasi klinis
a. Cara aplikasi
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3x/hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis, ialah
menurunya respon kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang
berulang ulang. : berupa toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan
menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul
lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan. 1,16,17
b. Lama pemakaian steroid topical
Lama pemakain steroid topical sebaiknya tidak lebih dari 4 6 minggu untuk
steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.
Efek samping
Efek samping terjadi bila :
Penggunaaan K.T yang lama dan berlebihan, penggunaan K.T dengan potensi kuat
atau sangat kuat atau penggunaan secara oksklusif.
16

Harus diingat bahwa makin tinggi potensi K.T, makin cepat terjadinya efek
samping. 1,16,17
Gejala efek samping
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Atrofi
Striae atrofise
Telangiketasis
Purpura
Dermatosis akneformis.
Hyperkeratosis setempat
Hipopigmentasi
Dermatitis perioral
Menghambat penyembuhan ulkus
Infeksi mudah terjadi dan meluas
Gambaran klinis penyakit infeksi menjadi kabur. 1,16,17

Pencegahan efek samping


Efek samping jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan ialah, jangan
melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi. Pada bayi kulit masih tipis, hendaknya di pakai
K.T yang lemah. Pada kelainan sub akut digunakan K.T sedang. Jika kelainan kronis dan
tebal dipakai K.T kuat. Bila telah membaik pengolasan dikurangi, yang semula dua kali
sehari menjadi sehari sekali untuk mencegah efek samping. 1,16,17
Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan pemakainan
terbatas pada lesi yang resisiten. Pada daerah

lipatan (inguinal, ketiak) dan wajah

digunakan K.T lemah/sedang. K.T jangan digunakan untuk infeksi bacterial, infeksi
mikotik, infeksi virus dan scabies. 1,16,17
Disekitar mata hendaknya berhati hati untuk menghindari timbulnya glaukoma dan
katarak. Terapi intralesi dibatasi 1 mg pada satu tempat, sedangkan dosis maksimum
perkali 10 mg. 1,16,17
-

Mentol
Bersifat antipruritik seperti campora. Pemakainanya seperti pada campora,

konsentrasinya - 2%.1
-

Pedofilin
Dammar pedofilin digunakan dengan konsentrasi 25% sebagai tingtur untuk

kondiloma akuminata. Setelah 4-6 jam hendaknya di cuci.1


-

Selenium disulfide

17

Digunakan sebagai sampo 1% untuk dermatitis seboroik pada kepala dan tinea
versikolor. Kemungkinan terjadinya efek toksik rendah.1
-

Sulfur
Merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad abad dalam dermatologi.

Bersifat antiseboroik, anti-akne, anti scabies, antibakteri positif, gram dan anti jamur.1
-

Ter
Preparat golongan ini di dapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara kayu dan

fosil. Preparat ter yang kami gunakan ialah likuor karbonis detergens karena tidak berwarna
hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasinya 2-5%. Efeknya antipruritus,
anti radang, anti ekzem, anti kantosis keratoplastik, dapat digunakan untuk psoriasis dan
dermatitis kronik dan salap. Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3, hari 1 : kepala dan
ekstremitas atas, hari II : batang tubuh dan hari III ekstremitas bawah.1
Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu diperhatikan adanya reaksi fototoksik,
pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter akne. Eek karsinogen
ter batubara dapat terjadi pada pemakain yang lama. Pada pemakain dalam waktu yang
singkat efek samping ini tidak pernah terjadi.1
-

Tiosulfas natrikus
Kristal mudah larut dalam air. Bersifat antimikotik untuk tinea versikolor dengan

larutan 25%.1
-

Urea
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sebagai emolien, dapat dipakai

untuk iktiosis atau xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein.1
-

Zat antiseptic

Zat ini bersifat atau/dan bakteriostatik.1


Golongan :
a.

Alcohol
Fenol
Halogen
Zat zat pengoksidasi
Senyawa logam berat
Zat warna. 1,16,17
Golongan alcohol
Etanol 70% mempunyai potensi antiseptic yang optimal. Efek sampingya

menyebabkan kulit menjadi kering.1,16,17


b. Golongan fenol
18

Fenol : pada konsentrasi tinggi, misalnya fenol likuifaktum yang berkonsentrasi jenuh
mempunyai efek kaustik, sedangkan pada konsentrasi rendah bersifat bakteriostatik

dan anti pruritik ( -1% ). 1,16,17


Timol : bersifat desinfektan pada konsentrasi 0.5% dalam bentuk tingtur.
Resorsinol : efek ialah antibacterial, antimikotik, keratolitik, antiseboroik, konsentrasi

2-3%.1,16,17
- Heksaklorofen : senyawa ini mengandung klor. Bersifat bakteriostatik.
c. Golongan halogen
Yodium. Bersifat bakteriostatik. 1,16,17
d. Zat pengoksidasi
Zat oengoksidasi dioakai sebagai desinfektan pada dermatoterapi topical. 1,16,17
- Permangasnas kallkus
Zat ini mempunyai efek antiseptic lemah dalam larutan encer dalam air. 1,16,17
- Benzoll-peroksid
Zat ini merupakan zat pengoksidasi kuat pada konsentrasi 2.5% - 10%. Bersifat
antiseptic, merangsang jaringan dranulasi dan bersifat keratoplastik. 1,16,17
e. Senyawa logam berat
-

Merkuri

Perak

- Larutan perak nitrat


- Sulfadiazine perak. 1,16,17
f. Zat warna
Zat warna masih sering dipakai dalam pengobatan topical. Efeknya ialah astringen
-

dan antiseptic. Misalnya :


Zat warna akridin, umpamanya ekridin laktat ( rivanol ) di pakai untuk kompres
dengan konsentrasi 1 %.1,16,17

19

BAB III
KESIMPULAN
Terapi topikal merupakan salah satu metode pengobatan yang sering digunakan dalam
bidang dermatologi. Berbagai jenis vehikulum dapat digunakan dalam formulasi suatu
sediaan topikal. Pengetahuan mengenai mekanisme kerja dan sifat/ efek tiap jenis vehikulum
serta teknologi terbaru yang ditemukan sangat diperlukan bagi keberhasilan terapi topikal,
upaya mengurangi efek samping terapi, dan kepatuhan pasien dalam pengobatan.

20

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Editor. 2013. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi
keenam. Jakarta : FKUI.
2. Asmara A, Daili S. F. 2012. Vehikulum dalam Dermatoterpi Topikal. Journal MDVI
Vol. 39. No. I. Hal. 25-35
3. Sharma, S. Topical drug delivery systems: A review. 2008. Pharmainfo
4. Contreras JEL. Human skin drug delivery using biodegradable PLGA-Nanoparticles.
Saarbrucken, 2007
5. Schaefer H, Redelmeier TE, Nohynek GJ, Lademann J. Pharmacokinetics and topical
applications of drugs. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, penyunting. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-7.
New York: McGraw Hill; 2008. p. 2097-102.
6. Surber C, Smith EW. The mystical effects of dermatological vehicles. Dermatology.
2005; 210: 157-68.
7. Magnusson BM, Anissimov YG, Cross SE, Roberts MS. Molecular size as the main
determinant of solute maximum flux across the skin. J Invest Dermatol. 2004; 122: 9939.
8. Raschke, T. Topical activity of ascorbic acid: From in vitro optimization to in vivo
efficacy. Skin Pharmacol Physiol. 2004; 7: 200-6.
9. Bergstorm KG, Strobber BE. Principles of topical therapy. Dalam Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting. Fitzpatricks dermatology
in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. p. 2091-6.
10. Lautenschlger, H. All purpose talcum free powder bases with urea. Kosmetische
Medizin 2006; 2: 68-70.
11. Gupta P, Garg S. Recent advances in semisolid dosage forms for dermatological
application. Pharmaceutical Technology 2002: 144-62.
12. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological pharmacology. Dalam: Goodman and
Gillmans the pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-10. New York: McGrawHill. 2001. p. 1795-8.
13. Advantan ointment, fatty ointment, cream, and lotion. Product information. May 2008
14. Wiren K, Fritiof H, Sjoqvist C, Loden M. Enhancement of bioavailability by lowering
of fat content in topical formulations. Br J Dermatol. 2009; 160: 552-6.
15. Breneman D. Clobetasol propionate 0.05% lotion in the treatment of moderate to
severe atopic dermatitis: a randomized evaluation versus clobetasol propionate
emollient cream. J Drugs Dermatol. 2005; 4(3): 330-6.
16. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta : Perpustakaan Nasional.
17. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC : Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai