GRAVES DISEASE
LISBET
RIMELFHI DEBATARAJA
NIDYA
(0910312099)
KHAIREZA
(1010313037)
(1010312056)
Perseptor :
dr. HARNAVI HARUN, Sp.Pd-KGH, FINASIM
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2015
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra dan isthmus
yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat ditemukan bagian keempat yaitu lobus
piramidalis yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan
sisa jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.
Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara tiroidea dan
cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut true
capsule.
Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal tiroid
sebelum masuk ke laring.
2. Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon
Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian besar T3 dan
T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre Albumin (TBPA) dan
Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar dalam darah dan
berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating
hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya
dipengaruhi oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga
mengeluarkan calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum
berpengaruh pada tulang.
Fungsi hormon tiroid antara lain :
1) meningkatkan kecepatan metabolisme
2) efek kardiogenik
3) simpatogenik
4) pertumbuhan dan sistem saraf
Pembesaran
kelenjar
tiroid
atau
struma
diklasifikasikan
berdasarkan
efek
fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh, berdasarkan
perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti yang
ditemukan pada Graves disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus,
seperti yang ditemukan pada Plummers disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia dan Hipertrofi
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan cara
memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga dengan kelenjar tiroid
pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi hormon tiroksin
sehingga lama kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas dan kehamilan.
2) Inflamasi atau Infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis subakut
(de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)
3) Neoplasma
Jinak dan ganas
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid di
dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih atau
biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa disebut
hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :
Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga menghasilkan
tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka panjang dapat menjadi
fibrilasi atrium
Tremor
Diare
Exophtalmus
Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan tungkai
terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi.
Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari
suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium
radiokatif oleh kelenjar tiroid.
Graves
merupakan
salah
satu
penyakit
otoimun,
dimana
penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai
predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang
erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit
Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih
banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian
tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang
berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk
mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan
reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan
fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah
mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme
otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme,
oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu
tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu
terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid
dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita
dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila
terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekulmolekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T.
Faktor genetik berperan penting dalam proses otoimun, antara lain HLA-B8 dan
HLA-DR3 pada ras Kaukasus, HLA-Bw46 dan HLA-B5 pada ras Cina dan HLA-B17 pada
orang kulit hitam. Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid
otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan
merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat
pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica,
yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan otoantigen
kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang
dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut
penyakit Graves. Asupan yodium yang tinggi dapat meningkatkan kadar iodinated
immunoglobulin yang bersifat lebih imunogenik sehingga meningkatkan kecenderungan
untuk terjadinya penyakit tiroid otoimun.
Dosis terapeutik dari lithium yang sering digunakan dalam pengobatan psikosa manik
depresif, dapat pula mempengaruhi fungsi sel limfosit T suppressor sehingga dapat
menimbulkan penyakit tiroid otoimun. Faktor stres juga diduga dapat mencetuskan episode
akut penyakit Graves, namun sampai saat ini belum ada hipotesis yang memperkuat dugaan
tersebut.
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan
antibodi sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan
tiroglobulin atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang
terbentuk dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga
menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam
jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi
glikosaminoglikans.
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin, seperti
takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama
epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam otot
jantung.
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan.
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis
yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak
bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi,
takikardi, diare dan kelemahan sampai atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa
oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati
yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra
melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan
mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain
adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan eksoftalmus.
mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi
ventrikel.
Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul
polidefekasi dan diare.
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita sulit tidur,
sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan,
kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat menggangu.
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea yang tidak
terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal, biasanya cukup
mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit
yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut.
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia. Kelainan
mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan
ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi
hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi
eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak
otot akan menyebabkan strabismus.
4. Diagnosis
Anamnesis
Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit
dibedakan dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena
timbulnya hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa
salah satu dari meningkatnya gugup, berdebar-debar atau kelelahan. Dari penelitian pada
sekelompok penderita didapatkan 10 gejala yang menonjol yaitu:2
Kelelahan atau kelemahan otot-otot
Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita sedikit duduk dengan kepala sedikit fleksi
atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga
kelenjar tiroid mudah dievaluasi
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut:
-
2. Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien
dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada
pemeriksaan palpasi:
-
dan kelenjarnya
Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
Hubungan dengan m. sternokleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam dari
musculus ini)
Limfonodi dan jaringan sekitarnya
3. Auskultasi
Bruit sound pada ujung bawah kelenjar tiroid.
4. Pemeriksaan tambahan
a. Pumbertons sign: mengangkat kedua tangan ke atas, muka menjadi merah
b. Tremor sign: tangan kelihatan gemetaran. Jika tremor halus, diperiksa dengan
meletakkan sehelai kertas di atas tangan
c. Pemeriksaan Oftalmopati
d. Indeks Wayne
Pemeriksaan Penunjang
f. Pemeriksaan laboratorium :
1. Kadar T4 & T3 meningkat (tirotoksikosis)
2. Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) berfungsi untuk menegakkan diagnosis
Grave disease.
3. Tes faal hati untuk monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat
antitiroid seperti thioamides.
4. Pemeriksaan Gula darah pada pasien diabetes, penyakit grave dapat
memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang
meningkat dalam darah
5. Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang
sedang aktif.
g. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada
trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar
yang membesar.
menjadi
eutiroid
setelah
6-12
minggu
pemberian
anti
tiroid.
komplikasi
penyakit
Graves
dan
opthalmopathy.
Beberapa
studi
Prognosis
untuk
pasien
dengan
hipertiroid
umumnya
baik
dengan
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Tanggal Masuk RS
Suku
Status
Pendidikan Terakhir
Pekerjaan
: Ny. Y
: 18 th
: Perempuan
: Arosuka, Kab. Solok
: Islam
: 20/01/2015
: Minang
: Menikah
: SMP
: Ibu Rumah Tangga
I. ANAMNESIS
Pada pasien dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20 Januari 2015
Keluhan Utama
Dada terasa berdebar-debar sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Dada terasa berdebar-debar sejak 1 minggu yang lalu, tidak dipengaruhi oleh aktifitas
dan emosi.
Tangan sering terasa panas sejak 10 hari yang lalu
Pasien merasakan sering cemas sejak satu minggu yang lalu tanpa sebab yang jelas
Nafsu makan meningkat sejak 4 hari yang lalu
Pasien merasakan adanya penurunan berat badan
Demam (-)
Diare (-)
Sering berkeringat banyak (-)
Pasien sedang hamil 11-12 Minggu (G1P0A0H0)
Kesadaran
: CMC
Kesan gizi
: Gizi baik
Tanda vital
TD
120/60 mmHg
Nadi
100x/menit
Nafas 25x/menit
Suhu 37,5oC
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: Bibir tidak kering, tidak pucat, tidak sianosis, faring tidak hiperemis
Leher
Tiroid
: Teraba benjolan bilateral, ikut bergerak saat menelan, simetris kanankiri, permukaan rata, nyeri tekan negatif, konsistensi kenyal, batas
tegas ukuran sekitar 5x2x0,5x cm, bising tiroid (-)
Thorax
Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis teraba pada 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi: batas kanan jantung : LSD
batas kiri jantung
: inspeksi: warna kulit sawo matang, ikterik (-), palmar eritema (-),
deformitas (-), kuku normal, tremor (-)
Akral hangat: + | +
+|+
Edema:
-|-|-
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Penilaian Indeks Wayne
Gx subyektif
Dispneu deffort
Palpitasi
Kelelahan
Suka Panas
Suka Dingin
Keringat Banyak
Angka
+1
+2
+2
-5
+5
+3
Gx obyektif
Tiroid teraba
Bruit
Eksoftalmus
Lid retraction
Lid lag
Hiperkinesis
Ada
+3
+2
+2
+2
+1
+1
Tidak
-3
-2
-
-
-
-2
Nervous
Tangan Basah
Tangan Panas
Nafsu makan
Nafsu makan
BB naik
BB turun
Fibrilasi Atrium
+2
+1
-1
+3
-3
-3
+3
+4
Tangan Panas
+2
Nadi
80x/mnt
80-90x/mnt
90x/mnt
+3
< 11 = Eutiroid
11-18 = Normal
> 19 = Hipertiroid
: 16,4 gr/dl
Leukosit
: 9.000 mm3
Trombosit
: 212.000 mm3
Ht
: 44 %
GDS
: 121
Score
0
4
8
12
16
-5
0
-3
0
-3
0
5
0
3
0
-2
-3
Skor : 19
Item
Hyperkinesis
Grade
Present
Absent
Tremor
Present
Absent
Pulse
>90
80-90
<80
Thyroid bruit Present
Absent
Exopthalmos Present
Absent
Lid retraction Present
Absent
Score : 38 (doubtful)
Score
4
0
7
0
16
8
0
18
0
9
0
2
0
SGOT
: 30
SGPT
: 24
T3
: 3,84 (0,6-1,32)
T4
: 24,86 (4,9-9,3)
TSH
: 0,05 (0.25-5)
DIAGNOSIS BANDING
-
VI.
PENATALAKSANAAN
VII.
1. Tatalaksana
Ist/Diet TKTP
PTU 3x100 mg
VIII. PROGNOSIS
ad vitam
: ad bonam
ad sanationam
: dubia ad bonam
ad fungsionam
: dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
10. Reid, Jeri. 2005. Hyperthyroidism : Diagnosis and Theraphy. American Family
Physician, vol 72. http;//www.aafp.org/afp : 5 juli 2008.