Anda di halaman 1dari 12

JETri, Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG


TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN
METODE LATTICE

Syamsir Abduh
Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti

Abstract
Power systems are often subjected to overvoltages that have their origin in atmospheric
discharges in which case they are called external or lightning overvoltages. Ligthning
overvoltages remain essentially independent of the system’s design such as transmissions
tower. Owing to the complexity of a the lightning phenomenon, simulation experiment has
been an important method to resolve such phenomenon. However, it is difficult to simulate
the distribution of lightning striking points. Previous lightning simulation expriment can’t
well reflect the influence of lighning strength and direction on striking. The paper presents
the Lattice Method to analyze lightning phenomenon strength especially for the transmission
tower

Keyword: lightning phenomenon, lattice method, transmission tower.

1. Pendahuluan
Pada sistem tenaga listrik dikenal adanya gangguan yang berasal
dari dalam sistem dan dari luar sistem. Gangguan dari luar sistem
umumnya disebabkan oleh gangguan petir, dan gejala ini akan semakin
nyata pada saluran transmisi tegangan tinggi. Gangguan yang ditimbulkan
oleh petir pada komponen sistem tenaga listrik adalah: Pertama,
membangkitkan gelombang tegangan yang melewati komponen sistem
tenaga akan menjadi besar, sehingga menimbulkan hubung singkat dari
sistem dan selanjutnya dapat menembus isolasi dari peralatan. Kedua,
energi sambaran petir dapat melewati batas kemampuan komponen sistem
tenaga, kerusakan yang dapat ditimbulkan adalah berupa pelelehan dan
keretakan.

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan daerah tropik


dimana hari guruh per tahun relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara
lain seperti di Amerika dan Eropa (Syakur & Sukmadi, 2000: 2). Menurut
Badan Meteorologi dan Geofisika tingkat hari guruh pertahun adalah 25
sampai 200. Kisaran ini menunjukkan adanya kecenderungan jumlah
sambaran petir yang tinggi. Oleh karena itu, desain peralatan tegangan
JETri, Tahun Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

tinggi khususnya tiang trasmisi menjadi perhatian utama agar gangguan


transien akibat sambaran petir dapat diminimalisasi. Ada beberapa metoda
yang dapat digunakan untuk menganalisis sambaran petir, diantaranya
adalah menggunakan diagram tangga Lattice yang diperkenalkan oleh L.V.
Bewley.

2. Mekanisme Terjadinya Petir


Petir terjadi berawal dari proses fisika dimana terjadi pengumpulan
muatan muatan listrik di awan. Dalam keadaan normal, pada atmosfer bumi
terdapat ion positif dan ion negatif yang tersebar acak. Ion ion ini terjadi
karena tumbukan atom, pancaran sinar kosmis dan energi thermis. Pada
keadaan cuaca cerah terdapat medan listrik yang berarah tegak lurus
kebawah menuju bumi. Dengan adanya medan listrik tersebut, maka butiran
air yang ada di udara akan terpolarisasi karena induksi. Bagian atas
bermuatan negatif dan bagian bawah bermuatan positif. Di dalam awan
adakalanya terjadi pergerakan arus udara ke atas membawa butir butir air
yang berat jenisnya lebih tinggi. Karena mengalami pendinginan, butiran air
ini akan membeku sehingga berat jenisnya membesar yang mengakibatkan
timbulnya gerakan ke bawah dengan kecepatan sangat tinggi. dalam
pergerakannya, timbul gaya tarik terhadap ion ion negatif dan ion positif
ditolak. Akibatnya butiran air besar yang mengandung ion negatif dan
berkumpul di bagian bawah awan, sementara pada bagian atas awan akan
berkumpul ion bermuatan positif.

Bersamaan terjadinya pengumpulan muatan, pada awan timbul


medan listrik yang intensitasnya semakin besar dan akibatnya gerakan ke
bawah butir butir air menjadi terhambat atau terhenti. Akibatnya terbentuk
medan listrik antara awan dengan permukaan bumi. Apabila medan listrik
ini melebihi kekuatan tembus udara terjadilah pelepasan muatan. Distribusi
muatan di awan, pada umumnya di bagian atas dimuati muatan positif,
sementara itu pada bagian bawah awan ditempati oleh muatan negatif.
Sambaran akan diawali oleh kanal muatan negatif, menuju kedaerah yang
terinduksi positif, umumnya sambaran yang terjadi umumnya adalah
sambaran muatan negatif dari awan ke tanah (Suzuki, 1981: 5). Polaritas
awan tidak hanya berpengaruh pada arah sambaran, tetapi juga berpengaruh
pada besar arus sambaran (Zoro, 1996: 2). Aliran muatan listrik yang terjadi
antara awan dengan tanah disebabkan adanya kuat medan listrik, antara
muatan awan dengan muatan induksi di permukaan tanah yang polaritasnya
berlawanan. Semakin besar muatan yang terdapat di awan, semakin besar

2
Syamsir Abduh, Analisis Sambaran Petir Pada Tiang Transmisi Dengan Menggunakan Metode

pula medan listrik yang terjadi. Apabila kuat medan ini melebihi kuat
medan tembus udara, maka terjadilah aliran muatan dari awan ke tanah.
Peristiwa aliran ini disebut kilat atau petir.

Setiap sambaran petir diawali dengan muatan awal bercahaya


lemah yang disebut dengan aliran perintis (pilot streamer). Aliran perintis
ini menentukan arah perambatan muatan awan ke udara. Kejadian ini
disebabkan adanya tembus listrik lokal di dalam awan, akibat kuat medan
listrik yang dibentuk oleh muatan mayoritas negatif dengan muatan
minoritas positif di bagian bawah awan petir. Arus yang berhubungan
dengan aliran perintis ini sangat kecil yang hanya mencapai beberapa
ampere. Tembus lokal memberi kesempatan kepada muatan untuk bergerak
dan bergesekan dengan uap air dengan temperatur tinggi, sehingga akan
meningkatkan konsentrasi muatan negatif di dalam awan. Akibat
konsentrasi muatan yang amat tinggi sehingga melebihi harga kritisnya,
menyebabkan terbentuknya lidah muatan negatif. Lidah bermuatan negatif
adalah gejala aliran muatan sebagian yang dikenal dengan nama sambaran
perintis (stepped leader).

Langkah dari sambaran perintis selalu diikuti oleh titik titik cahaya
yang bergerak turun ke bumi dan melompat lompat lurus, dengan arah
lompatan langkah yang berubah, sehingga keseluruhan jalannya tidak lurus
dan patah patah. Selama pusat muatan di awan dapat memberikan muatan
untuk mempertahankan gradien tegangan pada ujung sambaran perintis
yang melebihi kekuatan tembus udara, maka sambaran perintis akan terus
bergerak turun. Sebaliknya bila gradien tegangan di ujung sambaran perintis
lebih kecil di kuat medan tembus udara, maka tidak terjadi lidah berikutnya
dan sambaran perintis berhenti. Bila perintis ini telah dekat dengan bumi,
akan terbentuk kanal muatan positif dari bumi yang naik menyongsong
turunnya sambaran perintis. Pertemuan kedua kanal akan menyebabkan
ujung sambaran perintis terhubung singkat ke tanah dan seketika
gelombang muatan positif di bumi bergerak naik menuju ke pusat awan.
Peristiwa ini dikenal dengan sambaran balik (return stroke).

3. Metoda Lattice
Pada peristiwa pemantulan tegangan akibat dari sambaran petir
terhadap tiang transmisi memiliki beberapa nilai koefisien untuk
menghitung tegangan pada puncak tiang. Dan untuk memudahkan suatu
analisa koefisien pantulan tegangan biasanya digunakan diagram Lattice
sebagai penganalisa suatu pantulan dapat dilihat seperti gambar 1.

3
JETri, Tahun Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

ast asr a’st a’sr

tt

agt agr
a’tr a’tt

Gambar 1.Diagram Tegangan Lattice

4
Syamsir Abduh, Analisis Sambaran Petir Pada Tiang Transmisi Dengan Menggunakan Metode

Jika melihat jalannya pantulan gelombang tegangan pada diagram


Lattice pada gambar 1 tersebut diatas, maka jelas terlihat bahwa pantulan
pada sisi tiang lebih sering terjadi dibandingkan dengan pantulan antar
tiang. Faktor jarak antar tiang dan jarak tinggi tiang memiliki pengaruh
yang cukup signifikan.

Nilai koefisien gelombang pantulan tegangan pada kaki tiang (agr)


adalah:

Rtf  Zt (1)
agr 
Rtf  2 Zt
Dimana:
agr = Nilai koefisien gelombang tegangan pantulan pada kaki tiang.
Rtf = Tahanan Kaki tiang (ohm).
Zt = Impedansi tiang (ohm).

Dan nilai koefisien terusan gelombang tegangan pada kaki tiang


(agt) adalah:

ag t = 1 + a g r (2)

Sebagai tegangan, pantulan dari kaki tiang, yang menuju ke puncak


tiang, tidak sepenuhnya dipantulkan kembali ke kaki tiang, melainkan
sebagian yang lainnya juga dipantulkan ke arah tiang terdekat. Nilai
koefisien dari gelombang tegangan pantulan pada puncak tiang (atr)
dinyatakan dengan:

Zs - 2Zt
atr 
Zs  2Zt (3)

Dimana:
atr = Nilai koefisien tegangan pantulan dari puncak tiang.
Zs = Impedansi kawat perisai (ohm).
Zt = Impedansi tiang (ohm).

Dan nilai koefisien terusan gelombang tegangan yang pada puncak


tiang (att) adalah:

a tt = 1 + a tr (4)

5
JETri, Tahun Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

Bersamaan dengan pantulan pantulan yang terjadi pada tiang


transmisi, pantulan gelombang tegangan juga terjadi pada sisi kawat perisai.
Pantulan kawat perisai ini terjadi pada saat gelombang tegangan dari tiang
yang tersambar petir (A) sampai pada sisi tiang terdekat (B&C) kemudian
tegangan tersebut dipantulkan kembali oleh tiang terdekat menuju ke tiang
yang tersambar petir (A) (lihat gambar 2).

a'st ast asr a’sr a’st

Zs Zs Zs

Zt Zp Zt Zp Zt

Rtf Rtf
Rtf

Gambar 2. Arah koefisien gelombang pantulan pada kawat perisai

Besarnya nilai koefisien pantulan pada gelombang tegangan di tiang


terdekat (B) dinyatakan dengan persamaan:

Rtf  Z t
a'sr  (5)
Rtf  2Z t

6
Syamsir Abduh, Analisis Sambaran Petir Pada Tiang Transmisi Dengan Menggunakan Metode

Dimana:

a ’sr = Nilai koefisien tegangan pantulan di tiang terdekat.


Zt = Impedansi tiang (ohm).
Zs = Impedansi kawat perisai (ohm).

Dan persamaan dari besarnya koefisien terusan gelombang


tegangan di tiang terdekat (B) adalah:

2Z t
a'st  1  a'sr  (6)
Z s  2Z t

Sementara apabila dilihat dari sisi tiang yang tersambar (A),


persamaan koefisien pantulan gelombang tegangan pada kawat perisai pada
tiang yang tersambar petir (A) adalah:

2Zt  Zs
asr 
2Zt  Zs (7)

Dimana:

asr = Nilai koefisien tegangan pantulan tiang yang tersambar.


Zt = Impedansi tiang (ohm).
Zs = Impedansi kawat perisai (ohm).

Dan persamaan koefisien terusan gelombang tegangan (ast) yang


masuk ke tiang yang tersambar adalah:

as t = 1 + as r (8)

Setelah mendapatkan nilai nilai koefisien dari tiap tiap impedansi,


maka dapat dihitung tegangan puncak tiang (V tt )dengan persamaan:

 
Vtt  Vo(t) u(t)  att agr {(atragr ) n 1 Vo ( t - 2n t) u(t - 2n t)}

 asta' srVo(t - 2s) u(t - 2s) kV (9)

7
JETri, Tahun Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

Dimana:

τs = Selang waktu dari jalannya gelombang tegangan pada rentang


kawat perisai (μs).
τt = Selang waktu dari jalannya gelombang tegangan pada tiang (μs).
n = Bilangan bulat antara 1 sampai dengan harga dari t/ 2τt.
t = Waktu untuk mencapai puncak tegangan\kritis (μs).

u(t – a) = 0, Untuk t < a

dan

u(t – a) = 1, Untuk t kurang dari/sama dengan a

Jika lengan tiang sangat dekat dengan puncak tiang, maka


persamaan tegangan kawat isolator (Vins) adalah:

Vins  (1 - Ksp)Vtt kV (10)

Dimana:

Ksp = Konstanta perbadingan antara Zsp/ZS.


Zsp = Impedansi surja bersama antara kawat perisai dengan fasa
konduktor (ohm).

Tetapi jika sebaliknya, lengan tiang terletak jauh dari puncak tiang,
maka tegangan lengan tiang (Vca) dapat ditetapkan dengan diagram tiang
Lattice. Maka persamaan tegangan isolatornya menjadi:

Vins = (Vca – Ksp)Vtt kV (11)

Maka dapat dibuktikan bahwa tegangan pada puncak tiang berbeda


besarnya dengan tegangan pada lengan tiang, terutama dalam saluran
vertikal.

Pada saat ini tegangan pada titik paling ujung pada lengan tiang
memiliki tegangan paling tinggi, dikarenakan oleh pantulan gelombang
tegangan dari kaki tiang yang tiba paling akhir di titik ini. Sehingga
tegangan pada sisi yang paling dekat dengan tiang semakin rendah.

8
Syamsir Abduh, Analisis Sambaran Petir Pada Tiang Transmisi Dengan Menggunakan Metode

4. Hasil Simulasi dan Analisis


a. Perbandingan Arus dan Tegangan Sambaran Petir
Variabel yang divariasikan adalah arus petir yang berbanding
dengan tegangan Vtt pada kondisi jari-jari kawat (r) = 0.009 m, tinggi
kawat terhadap tanah (h) = 40 m, xs = 250 m dan t = 0.5 μs. Hasil simulasi
dapat ditunjukkan pada grafik di bawah ini:

Vtt (kV)

4500

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000
Io(kA)
500
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

Gambar 3. Grafik perbandingan antara Io dengan Vtt

Dari grafik diatas terlihat hubungan tegangan Vtt linier dengan


kenaikan arus Io. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pantulan gelombang
tegangan pada tiang transmisi lebih dominan bila dibandingkan dengan
pantulan dari kawat perisai.

9
JETri, Tahun Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

Apabila terjadi sambaran petir terhadap tiang maka menyebabkan


gelombang tegangan balik dan kemudian berjalan sepanjang tiang,
terkumpul di puncak maupun di dasar tiang sehingga meningkatkan
tegangan dan diikuti dengan kenaikan arus.

Gejala ini berlanjut tidak saja di tiang transmisi tetapi juga pada
lengan tiang penyangga dan kemudian mengganggu isolator, dan jika
tegangan transien yang timbul melebihi kemampuan isolator maka
menyebabkan sambaran balik (back flash).

b. Pengaruh Tinggi Tiang Transmisi


Variabel yang divariasikan adalah tinggi tiang yang berbanding
dengan tegangan Vtt pada kondisi r = 0.009 m, Io = 2.7 kA, xs = 300 m dan t
= 2 μs.

Vtt (kV)

476

474

472

470

468

466
h(m)
464

35 40 45 50 55

Gambar 4.Grafik perbandingan antara h dengan Vtt

Dari grafik diatas terlihat bahwa kenaikan tegangan Vtt menurun


dengan kenaikan tinggi tiang. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa
tegangan pada tiang akan dipantulkan berulang-ulang antara resistansi kaki
tiang dengan puncak tiang dan selanjutkan dipantulkan pada tiang terdekat
untuk dipantulkan kembali.

10
Syamsir Abduh, Analisis Sambaran Petir Pada Tiang Transmisi Dengan Menggunakan Metode

Proses ini akan berulang selama gelombang tegangan masih


mengalir di dalam tiang dan kabel perisai.

Jika resistansi tiang lebih kecil dari impedansi tiang maka pantulan
gelombang tegangan akan memiliki polaritas yang berlawanan, dan akan
mereduksi tegangan puncak tiang.

Akan tetapi jika resistansi tiang lebih besar dari impedansi tiang,
maka tegangan puncak tiang akan meningkat. Hal ini dikarenakan
ketinggian tiang lebih rendah berbading panjang kawat rentangan dan
pantulan dari resistansi kaki tiang akan sampai pada puncak tiang dengan
cepat.

Fenomena ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linier


terbalik antara tinggi tiang dengan tegangan puncak tiang.

Dengan demikian semakin tinggi tiang maka tegangan puncak tiang


transmisi yang terjadi akan semakin menurun. Begitu pula sebaliknya.

5. Kesimpulan
Dari hasil simulasi dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Peningkatan tegangan sambaran pada tiang transmisi menyebabkan
kenaikan arus sambaran.
2. Jika berlanjut pada lengan tiang penyangga dan mengganggu isolator
maka jika tegangan transien yang timbul melebihi kemampuan isolator
maka menyebabkan sambaran balik (back flash)
2. Penambahan tinggi tiang menyebabkan penurunan tegangan puncak
tiang transmisi.

Daftar Pustaka
1. Syakur, A., Sukmadi, T. Januari 2000. Minimasi Kegagalan Perisai
dengan Pengaturan Konfigurasi Menara. Jurnal Teknik Tegangan Tinggi
Indonesia. Volume 2, Nomor 1.
2. Suzuki, T. April 1981. Study on Experimental Simulation on Lightning
Strokes. IEE Trans. On Power Apparatur and Systems, Vol. PAS-100,
No. 4.

11
JETri, Tahun Volume 1, Nomor 2, Februari 2002, Halaman 1-12, ISSN 1412-0372

3. Zoro, R., Sirait, K.T. 22-26 September 1996. Application of Lightning


Peak Current Measurement System at Mountain Tangkuban Perahu,
Proceedings Electropic’96, Jakarta,

12

Anda mungkin juga menyukai