Anda di halaman 1dari 29

PEREMPUAN 35 TAHUN DENGAN BENGKAK KEDUA

TUNGKAI DAN SESAK NAFAS


KELOMPOK III
03010277

WELLA RUSNI

03011010 AGNES PRATIWI

03011001

A.A. GEDE I. P.

03011011 AGNESTIA S.

03011002

ABDEL HALIM A.

03011013 AKHMAD

03011003

ABDURRACHMAN

03011014 AKHTA YUDISTIRA

03011005

ADINDA W.

03011015 ALDISA P.

03011006

ADITYA Y.

03011016 ALKITHYAR A

03011007

ADRI PERMANA U.

03011078 DIMAS ARYA P.

03011008

ADWINA SYAFITRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


JAKARTA

2013

BAB I
PENDAHULUAN
Jantung rematik adalah suatu komplikasi yang membahayakan dari demam
rematik. Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan
permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katupkatup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan
infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus hemoliticus tipe A
(contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam rematik akut bisa terjadi
kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang
selaput jantung), bahkan kematian. Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik,
pada pasien bisa terjadi stenosis katup (gangguan katup), pembesaran atrium (ruang
jantung), aritmia (gangguan irama jantung) dan gangguan fungsi ventrikel (ruang
jantung).

BAB II
LAPORAN KASUS
Perempuan 35 tahun datang berobat ke poliklinik dengan keluhan bengkak pada
kedua tungkai terutama sore hari dan sesak napas memberat sejak 2 hari terakhir.
1. Identitas dan Hasil Anamnesis Pasien
Nama
: Ny Utari
No. CM 05-44-94
Umur
: 35 tahun
Status
: menikah, anak 1 orang
Pekerjaan
: Guru SD
Alamat
: Jl. Melati no 15 Tomang barat
Kebiasaan
: Tidak ada yang khas, olahraga (-)
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu kedua tungkai bengkak terutama sore hari yang
menghilang sejak pagi hari. Sejak 1 minggu yang lalu bengkak kaki tidak
menghilang. Selain bengkak kaki pasien juga mengeluh berdebar debar.
Kadang sesak jika jalan cepat yang memberat sejak 2 hari terakhir sehingga
tidak kuat untuk mengajar.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Pernah berobat ke dokter di rumah sakit, kemudian tidak melanjutkan
pengobatan karena merasa lebih baik. Meskipun sudah diterangkan dokter
harus berobat selamanya.
Obat obat yang pernah didapat : Lanoxin, Furosemid, slmarc 2 ( warfarin ),
suntukan Penadur LA 1,2 juta unit setiap bulan
Hamil dan melahirkan ditolong bidan, saat itu tanpa keluhan.
Masa kanak-kanak kadang demam, sakit menelan, berobat ke dokter sembuh.
Pelajaran olahraga selalu ikut tanpa keluhan, kecuali lomba lari
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat kebiasaan

:(-)
: tidak ada yang spesifik

Pemeriksaan fisik
-

TD 110/70 mmHg, HR 113x/menit, tidak teratur, RR 28x/ menit, nadi :

Ritme dan pengisian tidak teratur


Malar flash (+)
Ictus 2 jari lateral garis midclavicularis kiri. Aktifitas parasternal kiri
meningkat. S1-S2 tidak teratur, middiastolik murmur sesudah OS,

dengan punctum maksimumnya di apeks. Pansistolik murmur pada


-

parasternal kiri ICS 4.


Ronki basah +/+ pada kedua basal kurang dari setengah lapangan paru.
Hepatomegali 3 jari bac, nyeri tekan, tepi tumpul, permukaan licin.
Ascites (+), edema tungkai (+)

Ekokardiogram
Dilatasi LA, dilatasi RV dan RA, dilatasi arteri pulmonalis, turbulent flow
melewati katup mitral saat diastole dari LA ke LV, regurgitasi melewati katup
trikuspid saat sistole dari RV ke RA. Mitral valve area saat diastole : 1 cm2.

Laboratorium klinik
Hb 10 g%
Leukosit 10.000/ml
Hematokrit 30%
LED 15/ jam

Ureum 18mg/dl
Creatinin 0,8 mg/dl
GDS 118 mg/dl
ASTO 150 IC, CRP 6 mg/ l

Hasil Foto Thorax

Kardiomegali, CTR 60%, apeks


bergeser ke kiri. Aortic root kecil.
Segment
(

menonjol

pulmonal
).

Vena-

besar
vena

pulmonalis dan cabang- cabang


dilatasi

EKG

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.1 Anamnesis

Identitas
Nama
Umur
Status
Pekerjaan
Alamat
Kebiasaan

: Ny. Utari
: 35 tahun
: Menikah, anak 1 orang
: Guru SD
: Jl. Melati no.15, Tomang Barat
: Tidak ada yang khas, olahraga (-)

Riwayat penyakit sekarang


- Sejak 1 bulan yang lalu kedua tungkai bengkak terutama sore hari dan
-

menghilang pada pagi hari.


Sejak 1 minggu bengkak kaki tidak menghilang.
Pasien mengeluh berdebar-debar. Sesak bila berjalan cepat dan memberat
sejak 2 hari terakhir, sehingga tidak mampu mengajar.

Riwayat penyakit sebelumnya


- Pernah berobat ke dokter dan tidak melanjutkan pengobatan, meskipun
-

dianjurkan untuk harus berobat selamanya.


Masa kanak-kanak kadang demam, sakit menelan, sembuh setelah berobat
ke dokter.

Riwayat pengobatan
- Pernah konsumsi obat : Lanoxin, Furosemid, Simarc 2 (warfarin), suntikan
penadur LA 1,2 juta unit setiap bulan.

Riwayat Kehamilan
- Hamil dan melahirkan ditolong bidan, tanpa keluhan.

Riwayat penyakit keluarga


- Tidak ada riwayat penyakit keluarga yang berhubungan.

Riwayat kebiasaan
- Pada masa sekolah pelajaran olahraga selalu ikut kecuali lomba lari.
- Saat ini tidak melakukan olahraga.
- Tidak ada yang spesifik.

3.1.2 Identifikasi Masalah


Bengkak pada kedua tungkai

Bengkak pada kedua tungkai terutama di sore hari dan menghilang di pagi hari
menandakan adanya gangguan pada sirkulasi sistemik. Hal ini dapat
disebabkan venous return yang menurun akibat gangguan fungsi jantung atau
akibat kerusakan katup jantung yang menyebabkan aliran balik ke kapiler
sehingga menyebabkan edema. Selain itu edema juga bisa disebabkan karena
sindroma nefrotik dan sirosis hepatis akibat kadar albumin yang rendah.
Bengkak terjadi terutama di sore hari kemungkinan karena aktifitas yang
meningkat menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen yang juga akan
meningkatkan aliran balik vena. Pada kondisi jantung yang lemah aliran balik
vena akan berkurang dan akhirnya tertumpuk di kapiler terutama pada
ekstremitas bawah. Pada pagi hari belum banyak aktifitas sehingga kebutuhan
oksigen masih dapat terpenuhi dan aliran balik vena masih stabil.

Berdebar-debar dan sesak


Kemungkinan sesak disebabkan adanya cairan pada paru-paru sehingga
sirkulasi terganggu. Sebagai kompensasi sesak, denyut jantung akan
meningkat untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang dirasakan denyutan yang
kuat, cepat dan tidak teratur yang disebut palpitasi. Adanya dyspnea on effort
merupakan gejala adanya gagal jantung. Sesak yang menyebabkan tidak kuat
untuk mengajar memenuhi kriteria NYHA klass III dimana aktifitas seharihari berkurang.

Masa kanak-kanak demam dan sakit menelan


Kemungkinan Ny. Utari pernah menderita

infeksi

Streptococcus

betahemoliticus grup A yang menyebabkan sakit tenggorokan.

Riwayat

penyakit tersebut dapat dikaitkan dengan keluhan penyakit saat ini yang
disebabkan adanya gejala sisa demam rematik yang menimbulkan kerusakan
pada katup jantung.

Tidak berolahraga
Berolahraga sangat baik untuk memperlancar sirkulasi terutama pada miokard.
Ny. Utari tidak melakukan olahraga kemungkinan karena sesak jika
melakukan aktifitas yang berat.

Berhenti mengkonsumsi obat


Obat yang pernah dikonsumsi Ny.Utari merupakan obat untuk infeksi
streptococcus betahemoliticus grup A yang harus dikonsumsi selamanya

meskipun keluhan sudah tidak ditemukan untuk mencegah kekambuhan. Hal


ini dilakukan karena adanya kemiripan antara antigen bakteri dengan sel
jantung yang dapat menyebabkan reaksi imun.

No

Keluhan

Hipotesis

Kedua tungkai bengkak terutama sore hari dan -Gagal jantung


-Kerusakan katup jantung
hilang di pagi hari
-Demam rematik
-Sindroma nefrotik
-Sirosis hepatis

Berdebar-debar dan sesak jika berjalan cepat

Pada masa kanak-kanak pernah demam dan -infeksi streptococcus grup A


sakit menelan

-Gagal jantung
-Demam rematik
-Kerusakan katup
-Efusi pleura
-PPOK

pada tenggorokan

3.1.3 Anamnesis Tambahan


Riwayat penyakit sekarang
- Apakah ada keluhan lain seperti anorexia, mual, muntah, sakit perut dan

rasa penuh setelah makan?


Apakah ada peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan?
Apakah pasien mengalami susah tidur (insomnia), kurang konsentrasi,

sakit kepala?
Apakah ada keluhan nyeri sendi?
Apakah ada perubahan emosi akhir-akhir ini?
Apakah ada gangguan neurologis seperti gangguan menggenggam,

gangguan berbicara?
Riwayat penyakit sebelumnya
- Apakah ada riwayat penyakit hati/ginjal/infeksi streptococcus/penyakit
paru?
- Pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya?
- Apakah pasien memiliki penyakit lain seperti diabetes mellitus?
- Apakah pasien memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya?
Riwayat pengobatan
- Sejak kapan berhenti mengkonsumsi obat?
- Apakah konsumsi obat teratur sebelum merasa sembuh dan menghentikan
pengobatan?
Riwayat penyakit keluarga

Apakah anaknya pernah menderita sakit tenggorokan akhir-akhir ini?


Apakah ada riwayat penyakit paru atau jantung pada keluarga?
Riwayat kebiasaan
Sejak kapan tidak berolahraga?
Bagaimana pola makan pasien?

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan

Hasil

Normal

Tekanan darah

110/70 mmHg

<120 dan <80

113x/menit

60 100x/menit

Nadi

Ritme dan pengisian


tidak teratur

Teratur

Pernafasan

28x/menit

12 20x/menit

Wajah

Malar flush (+)

Tidak ada malar flush

Jantung

Ictus 2 jari lateral


garis midclavicularis
kiri
Aktivitas parasternal
kiri meningkat
S1-S2 tidak teratur

Pulmo

Middiastolik murmur
setelah OS, dengan
punctum maximum di
apex
Pansistolik murmur
pada parasternal kiri
ICS IV
Ronki basah +/+ pada
kedua basal kurang
dari setengah
8

Interprestasi
Normal
Takikardi
Irama ini biasanya di
dapatkan pada atrial
filbrilasi
Takipnea

Terjadi akibat cardiac


output
berkurang
sehingga oksigenasi
didaerah
pipi
berkurang sehingga
tampak
warna
kebiruan pada kedua
pipi
1-2 cm sebelah medial Akibat
hipertrofi
garis midclavicularis ventrikel kanan
kiri di sela iga 5
Tidak ada
Akibat
hipertrofi
ventrikel kanan
S1-S2 Reguler
Ada kelainan pada
katup jantung
Tidak ada
Hal ini biasanya
terjadi pada mitral
stenosi
Tidak ada
Tidak ada

Hal ini biasanya


terjadi pada tricuspid
regurgitasi
Tanda
dari
efusi
pleura

Abdomen

lapangan paru
Teraba 3 jari bac,
nyeri tekan, tepi
tumpul, permukaan
licin.
Acites (+)

Extremitas bawah

Edema tungkai (+)

Hepar

PEMERIKSAAN
Hemoglobin

HASIL
10 g/dL

Tidak ada (tidak


teraba di bawah arcus
costae)
Tidak ada

Rongga
abdomen
terisi cairan
Terjadi akibat gagal
jantung kanan

Tidak ada

NILAI NORMAL
13-16 g/dL

Hepatomegali

INTERPRETASI
Menurun
Pasien mengalami anemia dapat
disebabkan obat-obatan seperti
warfarin dan furosemid

yang

dikonsumsi jangka panjang akan


Leukosit

10.000/mL

5000-10.000/mL

Hematokrit

30%

36-47%

tetapi insidennya <1%


Normal
Menurun (Hematokrit pada pasien
ini

disebabkan

plasma

keluar

karena

cairan

yang

terlihat

sebagai oedem dari pasien)


LED

15 mm/jam

0-15mm/jam

Normal

Ureum
Kreatinin

18mg/dL
0,8 mg/dL

10-50 mg/dL
0.5-1.5 mg/dL

Normal
Normal
Menunjukkan fungsi ginjal yang

GDS
ASTO

118 mg/dL
150 IU

<180 mg/dL
0-200IU

normal
Normal
Normal
Biasanya
setelah

CRP

8 mg/L

0-6 mg/L

2-3

terdekteksi

minggu

setelah

serangan akut
Meningkat.
Protein

antibodi

C-reaktif

(C-reactive

protein=CRP)

adalah

suatu

globulin yang disintesis oleh sel


hepatosit dan disekresi ke dalam
darah.
Kemungkinan

penyebab

peningkatan ialah sebagai respons


inflamasi lokal atau sistemis.
Kadar C-reactive protein (CRP)
selalu meningkat selama fase akut
penyakit RHD.
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

10

b. EKG

Irama: Sinus takhikardia dengan HR 113x/mnt dilihat dari lead II dimana gelombang
P dengan irama yang cepat dan tidak teratur.
Gelombang P:
1. Pada V1 terdapat gelombang P bifasik dengan bagian inversi yang lebih
dominan yang terdapat pada stenosis mitral menandakan dilatasi atrium kiri.
2. Lead II,III,aVF gelombang P yang tinggi (>2,5mm) menandakan dilatasi
atrium kanan.
Gelombang QRS:
1. Pada sadapan V1 terlihat gelombang R > gelombang S atau rasio R/S > 1
dimana durasi gelombang R lebih dari 0,03 detik.
2. Pada sadapan V6 terdapat gelombang S > gelombang R.
3. Pada sadapan V5 dan V6 terdapat premature ventricular contraction terjadi
penambahan kompleks QRS yang tampak lebar karena depolarisasi ventrikel
yang tidak mengikuti jalur konduksi normal yang biasa muncul dari suatu
lokasi di ventrikel yang teriritasi.
Gelombang T:
1. Inversi gelombang T pada aVR
Pada gelombang QRS diperoleh bahwa rasio R/S > 1 pada V1 serta
gelombang S > gelombang R pada sadapan V6 dan inverse gelombang T pada
aVR memberi makna bahwa jantung dalam keadaan hipertrofi ventrikel
kanan.

11

c. Foto Thorax
Pada hasil foto thorax dapat terlihat bahwa:
Jantung berada dalam situs/kedudukan yang benar yaitu di
hemithoraks kiri.
Kolumna vertebralis terlihat dalam batas normal.
Didapatkan CTR = 60% yang menandakan adanya kardiomegali.
Pada batas kiri didapatkan gambaran pinggang jantung menghilang
yang menandakan adanya pembesaran atrium kiri.
Apeks terlihat bergeser ke kiri dan terangkat dari diafragma
menandakan adanya clockwise rotation akibat pembesaran dari
ventrikel kanan.
Batas kanan jantung melebar ke kanan dan cembung menandakan
adanya pembesaran atrium kanan.
Aortic root terlihat kecil. Gambaran ini biasa ditemukan pada kasus
MS/MI akibat sedikitnya darah yang dapat dialirkan ke aorta untuk
memperdarahi seluruh tubuh.
Segmen pulmonal terlihat besar (menonjol), dan vena-vena pulmonalis
serta cabang-cabangnya dilatasi. Hal ini disebabkan oleh adanya aliran
darah balik ke paru akibat darah gagal dialirkan ke ventrikel kiri.
d. Echocardiografi
Dilatasi LA : menunjukan pembesaran atrium kiri karena mitral
stenosis sehingga aliran darah

ke ventrikel kiri tersumbat dan

berkumpul di atrium kiri.


Dilatasi RV dan Arteri Pulmonalis : dikarenakan mekanisme backward
failure dr atrium kiri sehingga darah yang menuju pulmo dari ventrikel
kanan tersumbat dan mengakibatkan dilatasi ventrikel kanan serta

Arteri pulmonalis.
Dilatasi RA : dikarenakan tekanan di ventrikel kanan yang meninggi
sehingga atrium kanan pun ikut meninggi karena aliran backward
darah dari ventrikel kanan sehingga terjadi insufisiensi katub

trikuspidalis sehingga terjadi dilatasi RA.


Turbulent flow melewati katup mitral saat diastole dari LA ke LV :
katup mitral yang stenosis mengakibatkan orifficium menyempit
sehingga tekanan atrium kiri yang tinggi memaksa darah untuk
mengalir menuju ventrikel melewati orifficium yang sempit terjadilah
turbulensi terdengar MDM pada auskultasi.

12

Regurgitasi melewati katub tricuspid saat sistol dari RV ke RA :


adanya aliran balik menunjukan insufisiensi dari katub tricuspid

sehingga akan terdengar pan sistolik murmur dalam auskultasi.


Mitral valve area saat diastole : 1cm.

3.1.6 Diagnosis
1. Etiologi
Penyakit jantung rematik yang merupakan lanjutan dari rheumatic fever pasien
saat masa anak yang diperoleh dari hasil anamensis riwayat dahulu sering
demam dan sakit tenggorokan saat kanak-kanak. Selain itu dari riwayat
pengobatan, pasien telah mengkonsumsi benzathin penicillin yang indikasinya
untuk profilaksis infeksi streptococcus sebelumnya.
2. Kelainan Anatomi
ada beberapa kelainan anatomi pada pasien ini,yaitu :
a) RVH
b) Mitral Stenosis
c) Hipertensi pulmonal
d) Trikuspid Insufisiensi
e) LAH
f) RAH
3. Gangguan fisiologis
Gagal jantung kanan dan aritmia
4. Kelainan fungsional
a. Menurut NYHA :Kelainan fungsional pada pasien ini menurut
klasifikasi NYHA, kelompok kami menyimpulkan bahwa pasien ini
dikategorikan pada NYHA kelas III karena pasien ini sudah mengalami
palpitasi dan dyspnea saat berjalan cepat sehingga tidak bisa mengajar
lagi.
b. Derajat MS : Pasien ini bisa dikategorikan menderita MS sedang-berat
karena MVA (Mitral valve area) pada pasien ini adalah 1cm. Dan
ciri-ciri lainnya adalah sesak napas yang mengganggu aktifitas seharihari, sesak napas bila jalan cepat, dan adanya palpitasi akibat AF.

Untuk menyesuaikan dengan penatalaksanaan pada kasus ini berdasarkan hasil


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis pada pasien ini
adalah stenosis mitral et dekompensatio cordis dekstra et causa penyakit jantung
rematik NYHA class III.

13

3.1.7 Patofisiologi
Terdapat reaksi imun yang abnormal oleh tubuh terhadap antigen
streptococcus beta hemolytic grup A (SBHGA). Diperkirakan terdapat suatu
kemiripan antara antigen bakteri dengan sel jantung pada manusia. Adanya persamaan
antara karbohidrat dari streptococcus grup A dengan glycoprotein dari katup
jantung.Riwayat pasien pada masa kanak-kanaknya menandakan demam dan sakit
menelan bisa merupakan invasi SBHG pada faring yang bisa menyebabkan atau
mengaktifkan kembali demam rematik dan bisa menyebabkan penyakit jantung
rematik.1
Pada pasien ini terjadi parut pada katup yang sudah berkembang beberapa
tahun setelah episode demam rematik akut yang diderita pasien saat masa kanakkanak.Episode yang berulang menyebabkan kerusakan progresif pada katup.Pada
kasus ini terjadi kerusakan pada katup mitral yang menyebabkan terjadinya mitral
stenosis.Mitral stenosis ini lah yang mengakibatkan pasien dyspnea dan udema
tungkai yang merupakan keluhan utama pasien.
Mitral stenosis dapat menyebabkan backward failure yang mengakibatkan
pembesaran atrium kiri lalu hipertensi pulmonal yang berdampak pada ventrikel
kanan untuk berusaha memompa terus menerus sehingga menjadi hipertrofi karena
ada tekanan dari arteri pulmonal yang lama kelamaan ventrikel kanan sudah tidak
mampu lagi dan menjadi gagal jantung kanan dan berdampak pada jaringan yaitu
adanya acites, hepatomegali dan udema kedua tungkai pada pasien. Hipertensi
pulmonal dan cardiac output yang mennurun juga merupakan penyebab dari adanya
malar flush pada pasien.

3.1.8 Penatalaksanaan
Terapi pada kasus ini walaupun tidak ditemukannya bukti adanya infeksi
streptococcus penatalaksanaannya harus tetap untuk mengeradisikan kuman SBHGA,
mengatasi inflamasi akbiat respon autoimun dan terapi suportif pada gagal jantung
kanan nya.Pencegahan sekunder juga diperlukan pada pasien ini untuk mencegah
reinfeksi kembali yang bisa mengakibatkan kecacatan pada katup jantungnya dan
memperparah keadaannya.

14

1. Medikamentosa2
a. Anti-aritmia
Digoxin 30mcg/kg dosis total digitalis, 7,5 mcg/kg/hari dosis
pemeliharaan.
b. Diuretika
Furosemid (i.v) karena sudah terjdainya udema paru. Dosis: 0,5-1 mg /
kg selama 1-2 menit
c. Antikoagulan oral
Warfarin untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli.
d. Anti-inflamasi
Prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis
dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon
IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara
berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara
bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan
selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk
menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.
2. Profilaksis Sekunder
Penggunaan antibiotik sebagai pencegahan sekunder untuk demam rematik
dan penyakit jantung rematik menurut WHO:
a. Intramuskular
Benzatine Penisilin, dosis 1,2 juta unit i.m setiap bulan
b. Oral
Penisilin V 250mg 2x/hari
Sulfadiazin 250mg 1x/hari
Eritromisin 250mg 2x/hari
3. Non-medikamentosa
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit.
4. Tindakan Intervensi
Pada stenosis mitralnya pasien dapat disarankan untuk dilakukan baloon mitral
valvulopasty (BMV).

3.1.9 Komplikasi3

15

Atrial fibrilasi pada mitral stenosis yang memperberat dilatasi daripada atrium
kiri merupakan faktor predisposisi terjadinya

trombus dan embolus dan bisa

menimbulkan emboli sistemik. Emboli sistemik dapat menyebabkan:


-

Emboli serebrovaskuler stroke non hemoragik.


Emboli koroner Infark miokard akut.
Emboli A. Mesenterika gangren usus.
Emboli A. Renalis hipertensi akut.
Emboli paru.

3.2.1 Prognosis
Ad Vitam

: Dubia ad Bonam

Ad Functionam

: Dubia ad Bonam

Ad Sanationam

: Dubia ad Bonam

16

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1.1 Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik4
Demam Reumatik (DR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non
supuratif yang digolongkan pada kelainan vaskular kolagen atau kelainan jaringan
ikat. Proses reumatik ini merupakan reaksi peradangan yang dapat mengenai banyak
organ tubuh terutama jantung, sendi dan sistem saraf pusat. Sendi merupakan organ
yang paling sering dikenai, tetapi jantung merupakan organ dengan kerusakan
terberat. Manifestasi klinis penyakit DR adalah akibat kuman Streptococcus Grup-A
(SGA) beta hemolitik pada tonsilofaringitis dengan masa laten 1-3 minggu.
Sedangkan yang dimaksud dengan Penyakit Jantung Reumatik (PJR) adalah kelainan
jantung yang terjadi akibat DR, atau kelainan karditis reumatik.
DR akut adalah sinonim dari DR dengan penekanan akut, sedangkan DR
inaktif adalah pasien dengan DR tanpa ditemui tanda-tanda radang, sinonim dengan
riwayat DR. DR dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat
timbul kembali berulang-ulang, yang disebut kekambuhan (recurrent). Waktu yang
diperlukan hingga dapat menyebabkan DR yang berlangsung terus-menerus adalah
lebih dari 6 bulan setelah peradangan kuman SGA, dan disebut DR menahun.
Yang sangat penting dari penyakit demam reumatik akut adalah dalam hal
kemampuannya menyebabkan katup-katup jantung menjadi fibrosis, yang akan
menimbulkan gangguan hemodinamik dengan penyakit jantung yang kronis dan berat.
Demam reumatik merupakan kelainan jantung yang bukan kelainan bawaan, namun
yang didapat.Meskipun demam reumatik ini telah diteliti secara luas tetapi
patogenesisnya masih belum jelas.
DR dapat ditemui diseluruh dunia dan mengenai semua umur, tetapi 90% dari
seragan pertama terdapat pada umur 5-15 tahun. Ada dua keadaan terpenting dari segi
epidemiologik pada DR akut, yaitu kemiskinan dan kepadatan penduduk.Walaupun
angka morbiditas menurun tajam pada negara yang berkembang tetapi pada negara
yang sedang berkembang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang
utama.

17

4.1.2 Patogenesis
Meskipun sampai sekarang ada hal-hal yang belum jelas, tetapi ada penelitian
yang mendapatkan bahwa DR yang mengakibatkan PJR terjadi akibat sensitisasi dari
antigen Streptococcus sesudah 1-4 minggu infeksi Sreptokokus di faring. Faktorfaktor yang diduga terjadinya komplikasi pasca Streptococcus ini kemungkinan utama
adalah pertama Virulensi dan Antigenisitas Streptococcus, dan kedua besarnya
respons umum dari host dan persistensi organisme yang menginfeksi faring. Resiko
untuk kambuh sesudah mendapat serangan adalah 50-60%.Dan ada penelitian yang
mendapatkan bahwa tidak adanya predisposisi genetik.
Penilitian lain kebanyakan menyokong mekanisme autoimunitas atas dasar
reaksi antigen antibodi terhadap antigen Streptococcus. Salah satu antigen tersebut
adalah protein-M Streptococcus.Pada serum pasien DR akut dapat ditemukan antibodi
dan antigen.Antibodi yang terbentuk bukan bersifat kekebalan.Dan reaksi ini dapat
ditemukan pada miokard, otot polos, dan otot skelet.Denagn imunofloresensi dapat
ditemukan imunoglobulinnya dan komplemen pada sarkolema miokard.
4.1.3 Manifestasi klinis
DR/PJR yang kita kenal sekarang merupakan kumpulan gejala terpisah-pisah dan
kemudian menjadi suatu penyakit DR/PJR. Gejala-gejala tersebut adalah:
a. Artritis
Artritis adalah gejala mayor yang sering ditemukan pada DR akut. Sendi yang
terkena berpindah-pindah tanpa cacat yang biasanya sendi besar seperti lutut,
pergelangan kaki, paha, lengan, panggul, siku dan bahu. Sendi kecil jari
tangan dan kaki juga dapat dikenai. Munculnya tiba-tiba dengan rasa nyeri
yang meningkat 12-24 jam dan diikuti reaksi radang. Nyeri akan menghilang
perlahan-lahan. Radang sendi ini jarang menetap lebih dari satu minggu.
Pengobatan dengan aspirin dapat merupakan diagnosis terapeutik pada artritis
yang bermanfaat.
b. Karditis
Karditis merupakan manifestasi klinis yang penting dengan insidens 40-50%,
atau berlanjut dengan gejala lebih berat yaitu gagal jantung. Endokarditis
terdeteksi saat adanya bising jantung. Katup mitrallah yang terbanyak dikenai
dan dapat bersamaan dengan katup aorta.Miokarditis dapat bersamaan dengan
endokarditis sehingga terdapat kardiomegali atau gagal jantung.
c. Chorea

18

Masa laten infeksi SGA dengan chorea cukup lama yaitu 2-6 bulan atau lebih.
Lebih sering dikenai pada perempuan 8-12 tahun dan gejala muncul selama 34 bulan. Dapat pula ditemukan pada anak suatu emosi yang labil dimana anak
suka menyendiri dan kurang perhatian terhadap lingkungan sendiri. Gerakangerakan tanpa disadari akan ditemukan pada wajah dan anggota gerak tubuh
yang biasanya unilateral dan menghilang saat tidur.
d. Eritema marginatum
Eritema marginatum ditemukan kira-kira 5% dari pasien DR, danberlangsung
berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal.
e. Nodus Subkutanius
Besarnya kira-kira 0,5-2 cm,bundar, terbatas dan tidak nyeri tekan. Demam
pada DR tidak khas, dan jarang menjadi keluhan utama pasien DR.

4.1.1 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan adanya infeksi kuman Streptococcus Grup A sangat membantu diagnosis
DR. Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA dapat dideteksi:

Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kultur SGA negatif pada
fase akut. Bila positifpun belum pasti membantu diagnosis sebab
kemungkinan akibat kekambuhan dari kuman SGA itu atau infeksi

Streptococcus dengan strain lain.


Tetapi antibodiStreptococcus lebih menjelaskan adanya infeksi Streptococcus
dengan adanya kenaikan titer ASTO dan anti DNA-se. Antobodi ini dapat
terdeteksi pada minggu 2-3 setelah fase akut DR atau 4-5 minggu setelah
infeksi kuman SGA di tenggorok.

Pada fase akut ditemukan leukositosis, LED yang meningkat, protein C-reactive,
mukoprotein serum.Anemia yang ringan sering ditemukan adalah anemia normositer
normokrom karena infeksi kronis DR. Tidak ada pola yang khas dari EKG pada DR
dengan karditis.Adanya bising sistoleik dapat dibantu dengan EKG berupa interval
PR yang memanjang atau perubahan patern ST-T yang tidak spesifik.

4.1.4 Diagnosis

19

Diagnosis DR akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan hanya pada


simptom, gejala atau kelainan laboratorium. Ditambah bukti-bukti adanya suatu
infeksi Streptococcus sebelumnya yaitu hapusan tenggorok yang positif atau kenaikan
titer serologi ASTO dan anti DNA-se B. Bila terdapat adanya infeksi Streptococcus
sebelumnya maka diagnosis DR/PJR didasarkan atas adanya dua gejala mayor atau
satu gejala mayor dengan dua gejala minor.
Gejala major

Gejala minor

Poliartritis

Klinis :

Karditis

suhu tinggi

Chorea

Atralgia

Nodul subkutaneus

Riwayat pernah menderita DR/PJR


Eritema marginatum

Lab: reaksi fase akut

4.1.5 Upaya pencegahan serangan ulang DR


DR berisiko tinggi untuk terjadi kekambuhan kembali oleh kuman SGA,
sehingga diperlukan tindakan pencegahan yang berkelanjutan dengan antibiotika.
Pencegahan demam reumatik ada 2 cara: pencegahan primer, yaitu upaya pencegahan
infeksi Streptococcusbeta hemolitikus grup A sehingga tercegah dari penyakit demam
reumatik, dan pencegahan sekunder, yaitu upaya pencegahan menetapnya infeksi
Streptococcusbeta hemolitikus grup A pada bekas pasien DR. Untuk pencegahan
primer dipergunakan obat Penisilin V 2 juta unit/hari selama 10 hari atau eritromisin
40 mg/kg bb/hari selama 10 hari.
Resiko kekambuhan berkurang dengan bertambahnya umur dan juga interval
kekambuhan makin panjang, tetapi kekambuhan bisa terjadi selama 5-10 tahun.
Hanya akan berkurang atau menghilang bila dilakukan pengobatan pencegahan
sekunder secara teratur untuk waktu yang cukup lama. Karena itu eradikasi untuk
pencegahan sekunder dengan Benzatin Penisilin G yang long acting sangat
diperlukan. Cara pengobatan pencegahan sekunder yang dianjurkan:

Bila DR dengan karditis dan atau PJR dilaksanakan pencegahan sekunder


selama 10 tahun sesudah serangan akut sampai umur 40 tahun dan kadangkadang diperlukan seumur hidup

20

DR dengan karditis tanpa PJR dilakukan pengobatan pencegahan sekunder

selama 10 tahun.
DR saja tanpa karditis dilakukan pengobatan pencegahan selama 5 tahun
sampai umur 21 tahun.

Secara umum Comitte on Rheumatic Fever tahun 1995 menganjurkan pencegahan


sekunder samapai umur 21 tahun dan 5 tahun lagi setelah terjadi serangan ulangan,
yang dilakukan tiap 4 minggu.
4.1.6 Prognosis
DR tidak akan kambuh bila infeksi Streptococcus diatasi. Prognosis sangat baik bila
karditis sembuh saat permulaan serangan akut DR. Prognosis memburuk bila gejala
karditis memberat.Stenosis mitralis sangat tergantung pada beratnya karditis, sehingga
kerusakan katup mitral selama 5 tahun pertama sangat mempengaruhi angka kematian
DR ini.
4.2.1 Stenosis Mitral (MS)
Merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium
kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan ini
menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel
kiri saat diastole.
4.2.2Etiologi
Penyebab tersering adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang progesif
dari demam reumatik oleh infeksi Streptococcus. Penyebab lain wlaaupun jarang
dapat juga stenosis mitral kongenital, deformiras parasut mitral, SLE, karsinosis
sistemik, deposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin, RA, serta kalsifikasi
anulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.

4.2.3 Patologi

21

Pada MS akibat demam reumatik akan terjadi proses peradangan dan


pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan
menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura, fusi serta
pemendekan korda atau kombinasi proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan
distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi
seperti bentuk mulut ikan atau lubang kancing.
Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer,
sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada
endokarditis reumatika, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur
bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun katup
menjadi bentuk funnel shaped. kalsifikasi biasanya terjadi pda usia lanjut dan
biasanya lebih sering pada perempuan dibanding pria serta lebih sering pada keadaan
gagal ginjal kronik
4.2.4Patofisiologi
Pada keadaan normal area katup mitral berukuran 4-6 cm 2.Bila area orifisium
katup ini berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa
peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal terjadi.Stenosis
mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Sebagai
akibat kenaikan tekanan atrium kiri akan diteruskan ke vena pulmonalis dan
seterusnya mengakibatkan kongesti paru serta keluhan sesak (exertional dyspnea).
Dengan menyempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm 2 yang berupa stenosis
mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada MS.
Awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat
kenaikan tekanan atrium kiri.Demikian pula terjadi perubahan pada vaskular paru
berupa vasokonstriksi akibat neurohumoral seperti endotelin, atau perubahan
anatomik,

yaitu

remodel

akibat

hipertrofi

tunika

media

dan

penebalan

intima.Kenaikan resistensi arteriolar paru ini merupakan mekanisme adaptif untuk


melindungi paru dari kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal
akanmenyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir sistole, regurgitasi trikuspid
dan pulmonal sekunder, dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti
sistemik.
22

4.2.5 Manifestasi klinis


Kebanyakan pasien dengan MS bebas keluhan, dan biasanya keluhan utama
berupa sesak napas, dapat juga fatigue.Pada MS yang bermakna dapat mengalami
sesak pada aktivitas sehari-hari, PND, orthopnea atau edema paru yang tegas. Aritmia
atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada MS.
Fibrilasi atrium yang tidak dikontrol akan menimbulkan sesak atau kongesti yang
lebih berat, karena hilangnya peran konstraksi atrium dalam pengisian ventrikel serta
memendeknya waktu pengisian diastole.
Kadang pasien mengeluh terjadi hemoptisis yang dapat terjadi karena: (1)
apopleksi pulmonal akibat rupturnya vena bronchial yang melebar, (2) sputum dengan
bercak darah pada saat serangan PND, (3) sputum seperti karat (pink frothy) oleh
karena edema paru yang jelas, (4) infark paru, (5) bronchitis kronis oleh karena edema
mukosa bronkus. Manifestasi klinis dapat pula berupa komplikasi MS seperti
tromboemboli, infektif endokarditis atau simptom karena kompresi akibat besarnya
atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.
4.2.6 Diagnosis
Pemeriksaan fisik
Temuan klasik pada MS adalah opening snap dan bising diastole kasar
(diastolic rumble) pada daerah mitral.Pada kasus-kasus ringan perlu dicurigai MS
ini bila teraba dan terdengar S1 yang keras. S1 yang mengeras oleh karena pengisian
yang lama membuat tekanan ventrikel kiri meningkat dan menutup katup sebelum
katup itu kembali ke posisinya, Di apeks, rumble diastolik ini dapat diraba dengan
thrill. Bunyi P2 yang mengeras sebagai petunjuk hipertensi pulmonal, harus dicurigai
adanya bising diastole pada mitral. Derajat dari bising diastole tidak menggambarkan
beratnya stenosis tetapi waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat
stenosis.1
Foto thorax
Kardiomegali dengan CTR >50%. Apeks ke lateral dibentuk oleh ventrikel
kanan. pembesaran atrium kiri tampak sebagai double contour, esofagogram pada foto
lateral nampak terdorong kearah posterior oleh atrium kiri yang membesar.

23

Hipertrofi ventrikel kanan kelihatan pada foto lateral yang memenuhi setengah
retrosternal. Vena-vena pada lobus atas tampak dilatasi dibanding lobus bawah.
Main pulmonary artery menjadi prominent akibat hipertensi pulmonal. Kerley
B lines akibat kongesti pasif aliran limfe. Kalsifikasi katup mitral kelihatan pada foto
oblik atau lateral.
Efusi pleura akibat transudasi.Edema paru yang nampak sebagai perpadatan
pericardial berbentuk seperti sayap kupu-kupu atau batwing, aorta nampak kecil.
Ekokardiografi
-

Diastolic gradient: perbedaan tekanan antara LA dan LV pada fase diastolic

dapat ditentukan
Mengukur main pulmonary artery: luasnya katup mitral saat diastolic
Dilatasi LA selalu menyertai MS. ukuran dapat ditentukan
Beratnya kalsifikasi
Gerakan posterior mitral leaflet (PML) yang berkurang dapat ditentukan
Derajat RVH dapat ditentukan
Ukuran LVH biasanya normal atau kecil
Tekanan RV pada systole mencerminkan derajat beratnya hipertensi pulmonal
Dapat ditenttukan TI dan PI yang biasanya menyertai pada MS berat
Mempelajari katup aorta
Apakah MI menyertai

4.2.7 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa5
- Digoxin diberikan pada AF dengan respon ventrikel atau QRS rate cepat
sehingga fase diastolic diperpanjang. Dosis digitalis 2x1 tablet/hari selama 2-3
hari kemudian disusul dengan dosis pemeliharaan 1x1 tablet atau 1x1/2
tablet/hari. Bila AF dengan QRS rate sangat cepat dipakai cedilanid injeksi
-

dengan dosis titrasi


Diuretika diberikan pada MS sedang-berat
Furosemid (1 tablet 40 mg), dosis tablet-1 tablet/hari. Pada udema paru

diberikan furosemid i.v


Warfarin (antikoagulan oral) diberikan pada atrium kiri yang membesar
apalagi disertai AF. Tujuan untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli.

Profilaksis sekunder dengan Benzatine Penisilin, dosis 1,2 juta unit i.m setiap bulan
terutama pada penderita lingkungan buruk dimana merupakan faktor yang
memudahkan terjadinya reinfeksi dengan Streptococcus.

24

2. Pengobatan dengan tindakan bedah


Tindakan bedah (valvutomy pengganti katup) dilakukan pada MS klas III atau
klas IV dimana biasanya MVA 1 cm2 (N 4-5 cm). Sekarang ada tindakan lain
yaitu BMF (balloon mitral valvuloplasty), bukan merupakan tindakan bedah,
tetapi memperlebar MVA dengan balon, dikerjakan di kamar kateterissasi. Bila
thrombus pada LA harus dioperasi.

25

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan keluhan pada pasien kedua tungkai bengkak terutama sore hari,
berdebar-debar. Sesak bila berjalan cepat dan memberat sejak 2 hari terakhir, dan
pemeriksaan penunjang yang diperoleh terdapat pembesaran RA, RV, dan LA
ditambah adanya riwayat infeksi streptococcus pada pasien dari riwayat pengobatan
dan dahulu dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami penyakit rematik jantung
yang mengakibatkan dekompensatio cordis kanan pada pasien. Penatalaksanaan yang
tepat diharapkan dapat mengurangi keluhan pasien dan resiko timbulnya komplikasi.

26

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Rilantono L. Demam Rematik Akut dan Penyakit Jantung Rematik. Penyakit
Kardiovaskular

(PKV).

Jakarta:

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia;2012.p.331-33
2. Beggs S. Antibiotic use for the Prevention and Treatment of Rheumatic Fever
and

Rheumatic

Heart

Disease.

2008.

Available

at:

http://www.who.int/selection_medicines/committees/subcommittee/2/Rheumat
icFever_review.pdf. Accessed on: May 14, 2013
3. Sibernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi (Color Atlas of
Pathophysiology). Stuttgart: Georg Thieme Verlag;2000.p.218-22
4. Leman S. Demam Reumatik dan Penyakit Jantung Reumatik. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 1662-70
5. Palupi SEE, Khairini R. Demam Rematik. Kumpulan Kuliah Kardiologi.
Jakarta: BagianIlmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti; 2007.p.64

27

Anda mungkin juga menyukai