Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen cairan pada pasien bedah anak merupakan elemen penting dari
penanganan. Bayi dan anak-anak yang sensitif terhadap dehidrasi derajat ringan, dan
protokol yang umum digunakan untuk terapi cairan anak tidak mempertimbangkan
perubahan fisiologi perioperatif yang cepat.
Manajemen

cairan

terbagi

menjadi

3 tahap:

terapi

defisit,

terapi

pemeliharaan / terapi rumatan (maintenance therapy), dan terapi penggantian.


Terapi Defisit didefinisikan sebagai manajemen kehilangan cairan dan
elektrolityang terjadi sebelum datangnya pasien. Manajemen didasarkan pada 3
komponen: perkiraan keparahan dehidrasi, penentuan jenis defisit cairan, dan
perbaikan defisit.
Tujuan terapi pemeliharaan untuk menggantikan air danelektrolit yang
hilangdalam

kondisi

biasa.

cairanmaintenancesering

Pada

periode

perioperatif,

tidaksesuaimemperhitungkankebutuhan

pemberian
cairanyang

meningkatdisebabkan oleh kehilangan padaruang ke tiga (third-space losses)


keinterstitiumdan usus.
Terapi cairanpenggantidirancang untuk menggantikankondisi kehilangan
cairan

abnormalyang

Karenakonstituenkehilangan
darikomposisi

berkelanjutandan
komponenini

seringsecara

cairanpemeliharaan,maka

meningkatkanvolumecairanpemeliharaan

kehilanganelektrolit.
substansialberbeda

dengan

hanya

untukmengkompensasi

kehilangan-

kehilangan inibisa jadi berbahaya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Ginjal


2.1.1. KomposisiCairan Tubuh
Totalkadar airtubuh bayi yang baru lahir adalah75-80%. Setelah lahir,
penghabisan cairan dari kompartemen cairan intraselular(ICF) ke kompartemen
cairan

ekstraselular

(ECF)

membanjiri

ginjal

neonatus,

mengakibatkan

diuresisairgaram pada48-72jam kehidupan.Hal ini tercermin padapenurunan berat


badansebanyak10% pada minggupertama kehidupan.1Pada usia1 tahun, air tubuh
totalperlahanmenurunke

tingkatdewasayaitu

sebanyak

60%.

Kadar

airekstraselulermenurunsecara paralel dengankadar airtotal tubuhdari45% hingga2025% dari level dewasapada usia1tahun.
Pada
meningkat

neonatus
dengan

prematur,

totalairtubuh

menurunnyausia

airekstraselulerneonatusprematurpada
berattubuhnya.

Pada

usia1

menyebabkanpenurunan

usia

minggu,
berat

dancairan

kehamilan.

ekstraselulerdengan
Misalnya,kandungan

kehamilan28-32mingguadalah
hilangnya

52%

cairanekstraselulerdapat

badansebanyak15%,

neonatus

dapatmenghilangkancairannya dalam 1 minggupertama kehidupannyasetara dengan


jangka8 minggudalam rahim.
Perubahankompartemencairantubuhmengalami kemajuansecara teraturdalam
rahim, tetapiperubahan tersebut dapat terganggujikaneonatusyang lahirprematur.
Penurunanvolumecairan ekstraselular inipenting dalamtransisi normaldarijaninke
kehidupanpostnatal. Bayi prematurdengan asupancairan yang berlebihanmemiliki
peningkataninsidenpatent

ductusarteriosus,2kegagalanventrikel

kiri,

gangguan

pernapasan, dannecrotizing enterocolitis.

2.1.2. Fisiologi elektrolit dan cairan ginjal


Perubahan cairan tubuh terutama dimediasi melalui regulasi ginjal terhadap
air dan ekskresi natrium.Pengelolaan ginjal akan

air berkaitan dengan filtrasi

glomerulus dan fungsi tubulus. Laju filtrasi glomerulus (GFR) bayi baru lahir
seharusnya adalah 25% dari orang dewasa. Laju filtrasi glomerulus bayi baru lahir
cepat naik selama minggu pertama kehidupan dan kemudian perlahan-lahan
meningkat ke tingkat dewasa pada usia 2 tahun. Meskipun GFR nya rendah, bayi
cukup bulan dapat menangani beban air yang besar karena efek positif dari kapasitas
berkonsentrasi rendah dari ginjal bayi yang baru lahir dalam melawan efek negatif
dari GFR yang rendah. Namun, bayi prematur memiliki mekanisme kompensasi yang
terbatas dan mungkin tidak mentolerir beban air yang besar atau hipovolemia tanpa
komplikasi klinis yang berat.
Ginjal pada neonatus memiliki kapasitas yang terbatas untuk mengeksresiurin
pekat dan encer. Kapasitas konsentrasi dari ginjal seorang bayi kurang dari orang
dewasa. Kisaran fisiologis osmolaritas urin pada neonatus dapat bervariasi dari
minimum 50 mmol / L sampai maksimum 600-800 mOsm / kg dalam menanggapi
kekurangan air. Sebaliknya, osmolalitas urin maksimum pada orang dewasa adalah
1200 mOsm / kg.1 Variasi dalam pelepasan vasopresin atau hormon antidiuretik
(ADH) mengatur osmolalitas cairan ekstraseluler.3 Meskipun bayi yang baru lahir
yang mengalami dehidrasi tidak bisa memekatkan urin seefisien orang dewasa,
bersihan air bebas (free water clearance) lebih besar pada bayi ketimbang orang
dewasa. Setelah free water load, bayi dapat mengekskresikan urin encer sebanyak 50
mOsm / kg, sebaliknya, urin encer maksimalpada orang dewasa adalah 70-100 mOsm
/ kg.
Kondisi klinis yang dapat meningkatkan kebutuhan cairan basal pada bayi
termasuk hipertermia, peningkatan kehilangan evaporasi dari ventilasi mekanik, dan
3

kehilangan transepitelial yang berubah dari usia kehamilan prematur. Manuver


sederhana untuk mengendalikan perubahan-perubahan keseimbangan cairan ini
termasuk meningkatkan penggantian cairan basal pada bayi dengan hipertermia atau
pada bayi ditempatkan di bawah lampu pemanas bilirubin dan memastikan bahwa
semua tabung ventilator dilembabkan.
Kondisi hidrasi, fungsi ginjal, dan beban osmolar pasien menentukan
pengeluaran urin dan konsentrasi nya. Beban osmolar terdiri dari zat terlarut endogen
dan eksogen yang mana ginjal harus bersih untuk mempertahankan homeostasis.
Volume air ginjal harus cukup untuk ginjal membersihkan beban/muatan osmolar
mengingat kapasitas konsentrasinya.
2.2. Paradigma Manajemen Cairan
Manajemen

cairan

terbagi

menjadi

3 tahap:

terapi

defisit,

terapi

pemeliharaan / terapi rumatan (maintenance therapy), dan terapi penggantian.


2.2.1 Terapi Defisit
Terapi Defisit didefinisikan sebagai manajemen kehilangan cairan dan
elektrolityang terjadi sebelum datangnya pasien. Manajemen didasarkan pada 3
komponen: perkiraan keparahan dehidrasi, penentuan jenis defisit cairan, dan
perbaikan defisit.
Komponen pertama, tingkat keparahan dehidrasi, diperkirakan dari riwayat
pasien dan kondisi fisik. Pada anak-anak dengan dehidrasi ringan (misalnya,
kehilangan 1-5% dari volume cairan tubuh), temuan yang sebagian besar didasarkan
pada riwayat (misalnya, muntah, diare), dengan temuan minimal selama pemeriksaan
fisik. Anak-anak dengan dehidrasi sedang (yaitu, kehilangan 6-10%) memiliki
riwayat kehilangan cairan ditambah temuan fisik yang mencakup turgor lambat,
penurunan berat badan, mata dan ubun-ubun cekung, sedikit lesu, dan selaput lendir
kering. Kebanyakan pasien dengan dehidrasi berat (misalnya, kehilangan 11-15%)

memiliki ketidakstabilan kardiovaskular (misalnya, bintik kulit, takikardia, hipotensi)


dan keterlibatan neurologis (misalnya, iritabilitas, koma).
Jenis kekurangan cairan dapat diperkirakan dari riwayat pasien, temuan fisik,
nilai elektrolit, dan tonisitas serum. Jenis dehidrasi isotonik (yaitu, osmolaritas serum
270-300 mOsm / L, serum Na + konsentrasi 130-150 mEq / L), hipotonik (yaitu,
serum osmolaritas <270 mOsm / L, serum Na + konsentrasi <130 mEq / L), atau
hipertonik (yaitu, osmolaritas serum> 310 mOsm / L, serum Na + konsentrasi> 150
mEq / L). Pasien dengan dehidrasi hipertonik memerlukan perhatian khusus karena
komplikasi, seperti edema serebral, yang dapat terjadi selama rehidrasi.4
Pemulihan fungsi kardiovaskuler, fungsi SSP, dan perfusi ginjal merupakan
perhatian utama dalam perbaikan defisit cairan. Memulai terapi dengan penambah
volume cairan isotonik. Perbaikan total cairan defisit bisa memerlukan waktu yang
cukup lama. Secara spesifik, kehilangan kalium tidak bisa cepat diganti. Setelah
anakmemproduksi urin, tambahkan sedikit kalium (<40 mEq / L) ke cairan.
Pemantauan seksama terapi defisit dilakukan dengan sering menilai kondisi klinis
pasien, produksi urine, dan berat jenis urin.

Terapi rehidrasi cepat


Pada

anak-anak

yang

volume

cairannya

sangat

kurang,

semakin

pentingnyapenggunaan terapi penggantian secara cepat terhadapkehilangan cairan


ekstraseluler (ECF)yang berlawanan dengan terapi defisit klasik, seperti dijelaskan di
atas.5 Sebagai contoh, setelah luka bakar parah, pasien membaik dan tingkat kematian
menurun dengan menyebarnya cairan ekstraseluler dengan luas dan cepat. Jumlah
total cairan diberikan dalam 6-12 jam pertama sering sekitar 100 mL / kg dari cairan
jenis (ECF), seperti normal saline atau RL.6
Dalam menggambarkan terapi rehidrasi yang cepat, Friedman (2005)
menyatakan bahwa, pada anak dengan dehidrasi sedang yang tidak dapat
mentoleransi rehidrasi oral, cairan ekstraseluler harus cepat dipulihkan dengan

pemberian Ringer Laktat dengan dosis 40 ml / kg dalam 1-2 jam;

rehidrasi oral

harus dimulai setelah infus intravena (IV) selesai. Pada pasien dengan dehidrasi berat,
cairan ekstraseluler harus cepat dipulihkan dengan pemberian IV Ringer Laktat, 0,9%
NaCl (yaitu, larutan NaCl isotonik, normal saline), atau keduanya pada tingkat 40 mL
/ kg selama 1-2 jam. Jika turgor kulit, kesadaran, atau denyut nadi tidak kembali
normal pada akhir pemberian infus, dosis tambahan 20-40 mL / kg harus diberi
selama 1-2 jam.
Koloid versus cairan kristaloid
Koloid dan larutan kristaloid secara luas digunakan pada resusitasi cairan
anak-anak yang sakit kritis. Beberapa pilihan koloid yang tersedia, termasuk albumin,
pati hidroksietil (Hetastarch), dan dekstran.
Perdebatan tentang efektivitas relatif dari koloid dibandingkan dengan cairan
kristaloid (misalnya, larutan ringer laktat [RL], 0,9% larutan NaCl) masih
berlangsung. Dalam Database Ulasan Cochrane, peneliti meneliti serangkaian
percobaan acak dan acak quasi pada koloid dibandingkan dengan kristaloid pada
pasien yang membutuhkan penggantian volume cairan.7 Namun, percobaan pada
neonatus dikecualikan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa resusitasi dengan
koloid mengurangi risiko kematian dibandingkan dengan resusitasi dengan kristaloid
pada pasien dengan trauma atau luka bakar atau pada pasien yang menjalani operasi.
Penelitian kecil secara acak dan non-acak pada neonatus cukup bulan dan
prematur telah menunjukkan sejumlah manfaat dengan penggunaan kristaloid
dibandingkan albumin atau pati hidroksietil (HESS). Secara khusus, studi ini
melaporkan penurunan edema, keseimbangan cairan negatif, dan pertambahan berat
badan kurang, namun, tidak ada perbedaan dalam lamanya rawatanNICU, lamanya
ventilasi, atau kematian yang tercatat.8, 9
Karena koloid tidak berhubungan dengan kelangsungan hidup dan karena
koloid lebih mahal daripada kristaloid, terus menggunakan mereka pada pasien sakit
kritis kemungkinan tidak dibenarkan di luar konteks percobaan terkontrol acak.7
6

2.2.2. Terapi Pemeliharaan (rumatan)


Tujuanterapipemeliharaanuntuk
hilangdalam

kondisi

cairanmaintenancesering

biasa.

menggantikanair
Pada

danelektrolit

yang

periodeperioperatif,

pemberian

tidaksesuaimemperhitungkankebutuhan

cairanyang

meningkatdisebabkan oleh kehilangan padaruang ke tiga (third-space losses)


keinterstitiumdan

usus.

Tabel1menguraikan

rencanauntuk

terapicairan

rumatanperioperatif.

Tabel 1. Panduan untuk terapi awal Postoperatif dan Pemeliharaan


(maintenance)
Usia (bulan)
<6

< 12 Jam Setelah Pembedahan


Cairan Rumatan
Dextrose 10% dalam air (D10W) D10W dengan NaCl 0.2%
dengan NaCl 0.45% pada 1.5 kali NaCl
tingkat maintenance

>6

plus

KCl

10-20

mEq/L pada maintenance

rate
Dextrose 5 % dalam air (D5W) D10W dengan NaCl 0.45
dengan cairan RL pada 1.5 kali % NaCl plus KCl 10-20
tingkat maintenance

mEq/L pada maintenance


rate

Cairan untuk terapi pemeliharaan menggantikan kehilangan dari 2 proses:


kehilangan karena penguapan (contoh, insensible water loss) dan kemih dan saluran
cerna. Kehilangan karena penguapan terdiri dari kehilangan air terlarut bebas melalui
kulit dan saluran pernapasan.Insensible water loss cenderung lebih tinggi pada bayi
prematur.Kehilangan karena penguapan melalui kulit menyumbang sekitar 70% dari
insensible water loss sedangkan sisanya hilang dari saluran pernapasan.Kelembaban
ambien dan suhu mempengaruhi insensible losses. Pasien yang mendapat udara
lembab mengalami insensible loss yang masih kurang dibanding pasien yang tidak

mendapat udara lembab. Pasien dengan hipertermia atau tachypnea sama-sama


mengalami insensible loss yang berlebihan.Meskipun pemberian cairan pengganti
(replacement therapy) pada peningkatan insensible water loss penting, penekanan
pada fokus terapi pada pencegahan insensible water loss yang berlebihan dibanding
pada hanyaterapi penggantian cairan saja.
Dalam keadaan euvolemic, kehilangan kemih 280-300 mOsm / kg air, dengan
berat jenis 1,008-1,015. Dalam beberapa keadaan (misalnya, diabetes insipidus,
prematuritas), produksi urin encer adalah wajib, dan volume cairan pemeliharaan
harus dengan tepat meningkat.Dalam keadaan lain (misalnya, sekresi ADH yang
berlebihan, stres fisiologis), pasien dapat saja tidak dapat menurunkan osmolalitas
urine sampai 300 mOsm / kg air, dan volume cairan pemeliharaan harus diturunkan.
Dalam kondisi euvolemic, kehilangan kemih mencapai dua pertiga dari jumlah total
cairan pemeliharaan.
Jumlah kebutuhan untuk cairan rumatan dapat diperkirakan dari rumus umum,
seperti yang tercantum di bawah.Berulangkali menilai kondisi pasien selama terapi
pemeliharaan. Jika perkiraan ini benar, kadar elektrolit pasien harus tetap stabil, dan
pasien harus tetap euvolemik secara klinis. Kadar elektrolit abnormal atau tanda
klinis hipervolemia atau hipovolemia menunjukkan perlunya untuk menilai kembali
setiap komponen terapi pemeliharaan pasien.
Tabel 2.Kebutuhan Cairan Harian Selama Minggu Pertama Kehidupan
(mL/kg/d)
Berat
Lahir
< 1000
g
10001500 g
>1500
g

Hari 1

Hari 2

Hari 3

Hari 4

Hari 5

Hari 6

Hari 7

80

100

120

130

140

150

160

80

95

110

120

130

140

150

60

75

90

105

120

135

150

Sebuah panduanuntuk terapicairan rumatanuntuk anak-anakadalah sebagai berikut:


a. 0-10kg-100mL/kg/d(4 mL/kg/ jam)
b. 10-20kg-1000mL/d+50mL/kg/d(40 mL/ jam+2mL/kg/ jam)
c. Lebih besar dari20kg-1500mL/d+25mL/kg/d(60 mL/ jam+1mL/kg/ jam)

2.2.3. Terapi Penggantian (Replacement Therapy)


Terapi cairanpenggantidirancang untuk menggantikankondisi kehilangan
cairan

abnormalyang

berkelanjutandan

Karenakonstituenkehilangan-kehilanganini
darikomposisi

kehilanganelektrolit.

seringsecara

substansialberbeda

cairanpemeliharaan,dengan

hanya

meningkatkanvolumecairanpemeliharaan

untukmengkompensasi

kehilangan-

kehilangan inibisa jadi berbahaya. Penelitiumumnyamenggantikanvolume kehilangan


cairanstomayang besar ataucairan lainnyadengan cairansetara cairan fisiologis, seperti
yang ditunjukkan padaTabel 2.
Sebagai alternatif, mengukur kadarelektrolitpada kehilangan-kehilangan
tersebutdan
menggantinyaMiliekuivalenuntukMiliekuivalenataumililiteruntukmililitermungkin
lebih disukaidalam keadaantertentu.Untukpasiendi bawah tekananfisiologisparah
ataubagi pasien yangmenjalani operasiyang lama, menghitungkehilangan ruang
ketiga(third-space

losses)ke

dalaminterstitium,

dan

menyesuaikanterapi

penggantiandengan sesuai.
Tabel

3.Komposisi

denganCairanAbnormaldan

ElektrolitKhasCairanTubuhpadaAnak
Kehilanganelektrolitdan

padaCairan-cairan

IntravenaUmum
Body or IV
Fluid
Gastric

Electrolytes (mEq/L)
Na+
70

K+
5-15

Cl120

HCO3 0

Pancreas
Bile
Ileostomy
Diarrhea
RL solution
0.9% NaCl
0.45% NaCl

140
130
130
50
130
154
77

5
5
15-20
35
4
0
0

50-100
100
120
40
109
154
77

100
40
25-30
50
28
0
0

2.3. Skenario Klinis yang Spesifik


2.3.1 Stenosis Pilorus
Pyloric stenosis hipertropik sering menyebabkan emesis non-bilious progresif
pada bayi. Diagnosis ini biasanya dapat dikonfirmasi dengan mencari zaitun
pilorusyang membesar selama pemeriksaan fisik dengan teliti. Lakukan pemeriksaan
diagnosis lebih lanjut (misalnya, biasanya ultrasonografi) untuk bayi yang riwayatnya
menunjukkan stenosis pilorus, tetapi yang tidak memiliki massa pilorus yang teraba.
Morbiditas stenosis pilorus erat berhubungannya dengan tingkat keparahan
dehidrasi. Dehidrasi anak dengan stenosis pilorus akibat dari kehilangan cairan dan
elektrolit, dengan kehilangan H+ dan Cl-klorida dari sekresi lambung. Setelah
kehilangan cairan berkelanjutan, alkalosis metabolik hipokalemia-hipokloremia
berkembang.
Laporan menyatakan bahwa sejumlah besar anak-anak dengan stenosis pilorus
mungkin saja mengalami hiperkalemia, daripada hipokalemia.10 Tidak ada alasan
fisiologis yang jelas pada hiperkalemia dalam kondisi ini, dan kepentingan klinis dari
temuan ini pada pengelolaan kondisi tersebutmasih tidak jelas.
Anak-anak dengan dehidrasi berat telah mempercepat kehilangan K + dan H +
ginjal akibat upaya untuk mempertahankan cairan dan ion-ion Na +. PH urin anakanak penderita dehidrasi berat dapat menunjukkan aciduria paradoks karena
mekanisme ginjal untuk resorpsi asam hilang dalam upaya untuk mempertahankan
ion-ion Na + dan K +. Ketika ginjal berusaha untuk mempertahankan Na +, sebuah

10

ekskresi kompensasi awal K + terjadi. Kemudian, saat defisit K + berkembang, ginjal


mencoba untuk mempertahankan Na + dan K +, oleh karenanya mengeluarkan H +
bukannya K +, dan aciduria paradoks kemudian terjadi. Siklus ini dapat rusak hanya
dengan mengganti cairan dan elektrolit dengan cukup.
Dalam kasus dehidrasi klinis, anak-anak dengan stenosis pilorus memerlukan
rehidrasi dengan terapi cairan IV sebelum operasi. Memasukkan D5W dengan 0,45%
NaCl IV sebesar 1,5 kali tingkat pemeliharaan. Anak-anak penderita dehidrasi harus
menerima terapi cairan defisit awal dengan 0,9% NaCl.
Ketika urin output ditunjukkan, KCl 10-20 mEq / L dapat ditambahkan ke
cairan. Tunda operasi untuk stenosis pilorus sampai anak terehidrasi dengan
memadai. Tingkat keparahan dehidrasi dapat diperkirakan dengan pemeriksaan fisik
dan dengan mengukur tingkat serum Cl-dan HCO3 +. Tingkat dehidrasi dan respons
klinis terhadap terapi penggantian cairan memandu durasi persiapan pra operasi pada
anak dengan stenosis pilorus. Resusitasi yang optimal ditentukan oleh turgor kulit
normal, membran mukosa lembab, dan yang paling penting dengan output urin lebih
dari 1 mL / kgBB / jam dan kadar serum HCO3- kurang dari 30 mEq / dL dengan
tingkat Cl- lebih dari 100 mEq / dL. Pemasukkan enteral biasanya dapat dimulai
dalam waktu 2 jam setelah piloromiotomi tanpa komplikasi, dan pemberian nutrisi
penuh feed diberikan dalam waktu 12-24 jam. Kelainan elektrolit pascaoperasi langka
terjadi dan tidak harus secara rutin diperiksa.
2.3.2. Gastroschisis
Gastroschisis adalah cacat dinding anterior abdomen pada lateral dari
umbilikus. Tidak seperti omfalokel, tidak ada kantung peritoneal hadir dalam kasus
gastroschisis, sehingga pengeluaran isi usus terjadi melalui defek selama kehidupan
intrauterin. Efek iritasi cairan ketuban (pH, 7) pada dinding usus yang terkena
menghasilkan bentuk kimiawi dari peritonitis yang ditandai dengan membran yang
tebal, membengkak yang kadang-kadang bereksudat. Manajemen cairan untuk bayi
dengan gastroschisis dapat menjadi kompleks dan membutuhkan perhatian yang ketat
11

terhadap kebutuhan neonatus yang berubah-ubah dengan cepat, yang bisa saja sakit
kritis.
Setelah lahir, neonatus dengan gastroschisis terkena insensible fluid
lossesyang sangat meningkat yang berhubungan dengan paparan dari usus yang
bereviserasi. Hipotermia, hipovolemia, dan sepsis adalah masalah utama untuk
dicegah. Untuk membatasi kehilangan cairan dan panas, termasuk usus dosis uji
tercakup dalam spons nonadherent lembab, dan bagian bawah bayi, termasuk usus
yang bereviserasi, ditutupi dalam kantong plastik atau kantong usus.
Kebutuhan cairan pada neonatus dengan gastroschisis dapat berkisar hingga
2,5 kali lipat dari bayi yang baru lahir sehat dalam 24 jam pertama kehidupan.
Sebagai aturan umum, semakin nampak kusut dan meradang jeroan (viscera) yang
terkena, semakin besar kebutuhan cairan bayi.
Resusitasi awal pada bayi dengan gastroschisis umumnya dimulai dengan 10
mL hingga 20-mL/kg bolus NaCl 0,9% atau larutan RL sebagai tambahan cairan
pemeliharaan. Cairan isotonik tambahan diberikan sampai urin output dihitung.
Kebutuhan cairan bayi yang sedang berlangsung dirancang berdasarkan pada
hemodinamik spesifiknya, tapi volume umumnya 120-175 mL / kg / d dari D5W
dengan 0,45% NaCl dengan tambahan potasium.
Keseimbangan asam-basa pasien harus dipantau secara ketat karena asidosis
metabolik sering terjadi sebagai akibat dari kurangnya perfusi terkait dengan
hipovolemia. Sebuahorogastric tube ditempatkan di perut untuk mencegah pasien
dari menelan udara dan aspirasi isi usus karena bayi dengan gastroschisis memiliki
ileus yang adinamik berkepanjangan. Bayi diberi antibiotik parenteral (ampisilin dan
gentamisin) dan disimpan dalam lingkungan yang thermoneutral.
2.3.3. Omfalokel
Pasien dengan omfalokel juga memiliki defek dinding perut, meskipun hal ini
biasanya tertutup dan menjorok langsung melalui umbilikus. Perkembangannya
dirasakan karena kegagalan lipatan embrio lateral untuk menyatu di garis tengah.11
12

Karena omfalokel terjadi di awal kehamilan, anomali terkait struktur garis tengah
lainnya

sering

hadir,

paling

sering

pada

jantung.12Hipoplasia

paru

juga

merupakanmasalah terkait yang serius dan berhubungan dengan kompresi paru-paru


yang sedang berkembang. Karena defektertutupi, resusitasi cairan biasanya tidak
cukup seperti pada pasien dengan gastroschisis. Namun, Aizenfisz et al baru-baru ini
menunjukkan sebuah peningkatan kebutuhan cairan pada pasien dengan pecah
omfalokel.13Pasien dengan pecah omfalokel memiliki kebutuhan cairan lebih besar
dibandingkan dengan gastroschisis atau kantong omfalokel utuh.

13

BAB III
KESIMPULAN

Manajemen

cairanpasienbedahpediatrikmerupakanaspek

penting

dariperawatan medis, terutama untukpenanganan awalpadaanak yang sakit.


Pemahaman tentangfisiologikebutuhan cairansangat pentinguntuk perawatananakanak

ini.

Formulastandar

untukterapi

cairandapat

dimodifikasiuntuk

memperhitungkanfisiologiyang berubah dengan cepatpada pasienbedahanak.


Manajemen

cairan

terbagi

menjadi

3 tahap:

terapi

defisit,

terapi

pemeliharaan / terapi rumatan (maintenance therapy), dan terapi penggantian.


Terapi Defisit didefinisikan sebagai manajemen kehilangan cairan dan
elektrolityang terjadi sebelum datangnya pasien. Manajemen didasarkan pada 3
komponen: perkiraan keparahan dehidrasi, penentuan jenis defisit cairan, dan
perbaikan defisit.
Tujuanterapipemeliharaanuntuk
hilangdalam

kondisi

cairanmaintenancesering

biasa.

menggantikanair
Pada

danelektrolit

yang

periodeperioperatif,

pemberian

tidaksesuaimemperhitungkankebutuhan

cairanyang

meningkatdisebabkan oleh kehilangan padaruang ke tiga (third-space losses)


keinterstitiumdan usus.
Terapi cairanpenggantidirancang untuk menggantikankondisi kehilangan
cairan

abnormalyang

berkelanjutandan

Karenakonstituenkehilangan-kehilanganini
darikomposisi

kehilanganelektrolit.

seringsecara

substansialberbeda

cairanpemeliharaan,dengan

hanya

meningkatkanvolumecairanpemeliharaan

untukmengkompensasi

kehilangan-

kehilangan inibisa jadi berbahaya.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Chawla D, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK. Fluid and electrolyte


management in term and preterm neonates. Indian J Pediatr. Mar
2008;75(3):255-9.
2. Bell EF, Warburton D, Stonestreet BS, Oh W. Effect of fluid administration on
the development of symptomatic patent ductus arteriosus and congestive heart
failure in premature infants. N Engl J Med. Mar 13 1980;302(11):598-604.
3. Marchini G, Stock S. Thirst and vasopressin secretion counteract dehydration
in newborn infants. J Pediatr. May 1997;130(5):736-9.

4. Saba TG, Fairbairn J, Houghton F, Laforte D, Foster BJ. A randomized


controlled trial of isotonic versus hypotonic maintenance intravenous fluids in
hospitalized children. BMC Pediatr. Sep 23 2011;11:82.

5. Friedman AL. Pediatric hydration therapy: historical review and a new


approach. Kidney Int. Jan 2005;67(1):380-8.

6. Carvajal HF. Fluid resuscitation of pediatric burn victims: a critical appraisal.


Pediatr Nephrol. Jun 1994;8(3):357-66.

15

7. Roberts I, Alderson P, Bunn F, et al. Colloids versus crystalloids for fluid


resuscitation in critically ill patients. Cochrane Database Syst Rev. 2004;
(4):CD000567.

8. Riegger LQ, Voepel-Lewis T, Kulik TJ, Malviya S, Tait AR, Mosca RS.
Albumin versus crystalloid prime solution for cardiopulmonary bypass in
young children. Crit Care Med. Dec 2002;30(12):2649-54.

9. Greenough A, Emery E, Hird MF, Gamsu HR. Randomised controlled trial of


albumin infusion in ill preterm infants. Eur J Pediatr. Feb 1993;152(2):157-9.

10. Schwartz D, Connelly NR, Manikantan P, Nichols JH. Hyperkalemia and


pyloric stenosis. Anesth Analg. Aug 2003;97(2):355-7, table of contents.

11. Greenwood RD, Rosenthal A, Nadas AS. Cardiovascular malformations


associated with omphalocele. J Pediatr. Dec 1974;85(6):818-21.

16

Anda mungkin juga menyukai