Anda di halaman 1dari 9

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk melaksanakan
otonomi, pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah. Diantaranya dengan
menetapkan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daaerah dan retribusi daerah. Pemberian kewenangan
dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah diharapkan dapat lebih mendorong pemerintahan
daerah untuk terus berupaya mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah
dan retribusi daerah.
Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda diupayakan tidak berbenturan dengan
pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai) karena hal tersebut akan menimbulakan
duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut
sebetulnya sudah diantisipasi dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah sebagaimana di ubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun
2000 pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan
merupakan objek pajak pusat.
Penyelenggaraan otonomi daerah akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila didukung
sumber-sumber pembiayaan yang memadai. Salah satunya adalah dengan meningkatkan
kemampuan keuangan daerah bagi penyelenggara rumah tangganya. Sekalipun demikian,
otonomi daerah dalam kerangka Negara Republik Indonesia, bukan hanya diukur dari jumlah
PAD yang dapat dicapai, tetapi lebih dari itu yaitu sejauh mana pajak daerah dan retribusi
daerah dapat berperan dalam mengatur perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh
kembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Mengetahui apa itu Pajak Daerah
2. Mengetahui Jenis dan Objek Pajak Daerah
3. Mengetahui apa hubungan antara Pajak Daerah dengan Pajak Pusat

BAB II ISI

A. DEFINISI PAJAK DAERAH


Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh
orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah ( UU Republik
Indonesia No.34 th 2000). Dalam pelaksanaannya pajak daerah adalah pajak yang dipungut
oleh Dinas Pendapatan daerah (Dipenda). Hasil dari pemungutan pajak daerah dikumpulkan
dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD).
DASAR HUKUM PAJAK DAERAH
a. UU No.34 Tahun 2000
b. PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
c. PP No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
B. JENIS DAN OBJEK PAJAK DAERAH
1. Pajak Provinsi
Jenis pajak provinsi terdiri atas :
1. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor atau yang biasa dikenal dengan PKB
merupakan pajak terhadap kepemilikan ataupun penguasaan kendaraan
bermotor baik kendaraan bermotor roda dua atau lebih dan beserta
gandengannya yang dipergunakan pada seluruh jenis jalan darat serta
digerakkan oleh peralatan tehnik yang berupa motor atau peralatan yang
lain yang berfungsi merubah sumber daya energi menjadi sebuah tenaga
gerak pada kendaraan bermotor yg bersangkutan, termasuk alat alat
besar yang bisa bergerak.

Objek

Pajak

penguasaan

Kendaraan
Kendaraan

Bermotor
Bermotor.

adalah

kepemilikan

Termasuk

dalam

dan/atau
pengertian

Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor beroda beserta


gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT
5 (lima Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak
milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau
perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar

menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.


Objek BBN-KB adalah penyerahan hak milik dan/atau penguasaan
kendaraan bermotor akibat dari perjanjuan dua pihak atau perbuatan
sepihak, pemasukkan dari luar negeri untuk dipakai, keadaan yang terjadi
karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, pemasukkan ke badan
usaha, dan penguasaan kendaraan bermotor lebih dari 12 (dua belas)

bulan.
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) adalah pajak atas
bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan
bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan diatas

air.
Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah bahan bakar
kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk
kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk

kendaraan di atas air.


4. Pajak Air Permukaan
Objek Pajak Air Permukaan/ Air Tanah adalah pemanfaatan air
permukaan atau air tanah.

2. Pajak Kabupaten/Kota
3

Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas :


1. Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan Hotel dengan
pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olah raga dan hiburan.
2. Pajak Restoran
Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan Restoran
dengan pembayaran.
3. Pajak Hiburan
Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan
dipungut bayaran.
4. Pajak Reklame
Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
5. Pajak Penerangan Jalan
Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik
yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.
6. Pajak Parkir
Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat Parkir di luar badan
jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang
disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan

kendaraan bermotor.
Tidak termasuk objek pajak adalah:
o

Penyelenggaraan tempat Parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah


Daerah

Penyelenggaraan tempat Parkir oleh perkantoran yang hanya


digunakan untuk karyawannya sendiri

Penyelenggaraan tempat Parkir oleh kedutaan, konsulat, dan


perwakilan negara asing dengan asas timbal balik

7. Pajak Air Tanah


Objek Pajak Air Permukaan/ Air Tanah adalah pemanfaatan air
permukaan atau air tanah.
8. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
4

Objek Pajak adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,


dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan
yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan.
Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah :

1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti


hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan
dengan kompleks Bangunan tersebut;
2. Jalan tol;
3. Kolam renang;
4. Pagar mewah;
5. Tempat olah raga;
6. Galangan kapal, dermaga;
7. Taman mewah;
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
9. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah atau bangunan yaitu
terhadap peristiwa hukum atau perbuatan hukum atas transaksi/peralihan
haknya yang meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru.
10. Pajak Galian C
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C adalah pajak
yang dipungut atas setiap Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian

Golongan C.
Objek Pajak adalah kegiatan Eksploitasi Pengambilan dan Pengolahan
Bahan Galian Golongan C

C. HUBUNGAN PAJAK DAERAH DENGAN PAJAK PUSAT


Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda, diupayakan tidak
berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena hal tersebut
akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan
perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi dalam UU No.18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan UU No.34
Tahun 2000, dimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan
bahwa objek pajak daerah bukan merupakan objek pajak pusat. Sementara itu, apabila
kita perhatikan sistem perpajakan yang dianut oleh banyak negara di dunia, maka
prinsip-prinsip umum perpajakan daerah yang baik pada umumnya tetap sama, yaitu
harus memenuhi kriteria umum tentang perpajakan daerah sebagai berikut:
Prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya dapat
mudah

naik

turun

mengikuti

naik/turunnya

tingkat

pendapatan

masyarakat.
Adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok
masyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota

kelompok masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak.


Administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan

memuaskan bagi si wajib pajak.


Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi

dan kesadaran pribadi untuk membayar pajak.


Non-distorsi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau pungutan yang

hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian.


Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baik bagi
konsumen maupun produsen. Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan
beban tambahan (extra burden) yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat
secara menyeluruh (dead-weight loss). Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut,
maka perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu.

Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadi di banyak negara sedang


berkembang, adalah sebagai berikut:
Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara
penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.

Relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar,


kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secara

tajam.
Tax basenya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit)

dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).


Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberian kewenangan
untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkan kriteria-kriteria
perpajakan yang berlaku secara umum, seyogyanya, juga harus mempertimbangkan
ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerah yang baik merupakan pajak
yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka
pembiayaan desentralisasi. Untuk itu, Pemerintah Daerah dalam melakukan pungutan
pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya.

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat kami tarik dari pembahasan di atas dalah bahwa pajak daerah
merupakan salah satu cara meningkatkan APBD tapi pajak itu harus dilaksanakan dengan
benar dan adil oleh pemerintah maupun pembayar pajak, dikenakannya sanksi terhadap orang
yang menunggak atau menyalahkan aturan adalah hal yang benar, seperti yang terdapat pada
Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Dijelaskan
juga jenis-jenis pajak apa saja yang di ambil seperti pajak perhotelan, pajak hiburan, pajak
restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C
dan pajak parkir. Di harapkan dengan adanya pembayaran pajak daerah yang tidak membebani
masyarakat pembayar pajak dapat berperan mengatur perekonomian masyarakat agar dapat
bertumbuh kembang yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah.

REFERENSI

www.djpk.kemenkeu.go.id

UU No.34 Tahun 2000

www.dispenda.baliprov.go.id

Anda mungkin juga menyukai