Anda di halaman 1dari 4

Nama

: Intan Permata Sari

NIM

: 01031181419022

Jurusan

: Akuntansi (S1)

Kampus

: Universitas Sriwijaya Kampus Palembang

A. Gambaran Umum (data) Kasus Kemiskinan di Perkotaan


Kemiskinan memang suatu hal yang sudah menjadi perbincangan yang tak habishabisnya di Indonesia. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal
yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, air minum, dan
lain sebagainya, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang
juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga
negara.
Banyak rakyat yang menderita karena kemiskinan yang tak kunjung berakhir dari
negara ini. Kita semua menyadari bahwa kemiskinan merupakan salah satu masalah
social di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Untuk melihat lebih jauh kondisi
kemiskinan yang terjadi di Indonesia, berikut ini ditampilkan tabel jumlah penduduk dan
presentase penduduk miskin di Indonesia:
Tahun

Jumlah

Prsentase

Penduduk

Penduduk

Miskin

Miskin

(Juta orang)

(Persen)

2010
31,02
13,33
Maret 2011
30,02
12,49
September 2011
29,89
12,36
Maret 2012
29,13
11,96
September 2012
28,59
11,66
Maret 2013
28,07
11,37
September 2013
28,55
11,47
2014
27,73
10,96
Beragam upaya dan program terus dilakukan untuk mengatasi kemiskinan tetapi
masih banyak kita temui masalah kemiskinan seperti permukiman masyarakat miskin
yang hampir di setiap sudut kota. Salah satunya adalah permukiman masyarakat miskin
yang ada di Jl.Karees Sapuran, Bandung. Mengacu pada batasan garis kemiskinan yang

digunakan BPS, Jumlah penduduk miskin di kota Bandung sebanyak 82.432 KK atau
sekitar 13.21% dari jumlah penduduk kota Bandung.
Dari observasi yang dilakukan, diketahui bahwa masih terdapat warga miskin di
Jl.Karees,Bandung. Dari sejumlah 32 KK yang ada di daerah tersebut, 8 KK diantaranya
tergolong pada warga miskin. Sebagian warga miskin ini tidak memiliki pekerjaan yang
tetap, bahkan hanya menganggur saja.
Dilihat dari segi pendidikannya, warga yang termasuk dalam warga miskin ini,
rata-rata hanya sekolah sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), atau hanya
sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Tentu hal ini akan mempengaruhi prospek
pekerjaan yang didapat, karena adanya keterkaitan yang cukup erat antara tingkat
pendidikan dengan pekerjaan.
Kehidupan warga miskin ini masih serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, dengan himpitan ekonomi yang begitu tinggi.Bahan-bahan pokok
yang serba mahal serta sulitnya mencari lahan pekerjaan. Warga miskin ini hanya
mengandalkan sisa simpanan barang yang mereka miliki untuk tetap bisa menyambung
kehidupannya.
Selain hal tersebut diatas, berdasarkan penuturan beberapa narasumber diketahui
bahwa tanah yang mereka tempati sekarang merupakan tanah orang lain, mereka tidak
memiliki tanah sendiri, mereka menyewa kepada pemilik tanah yang harganya
disesuaikan dengan luas tanah yang ditempati. Mirisnya kurang ada bantuan dari sesama
warga yang ada disana, kurangnya kepedulian terhadap sesama, jarang ada bantuan yang
sengaja diberikan oleh orang kaya kepada orang miskin. Disini terlihat jelas adanya sifat
individualis yang menjadi salah satu ciri masyarakat kota, meskipun tidak semua
masyarakat kota bersifat individualis.

B. Konsep Kemiskinan
Dari contoh Kasus Kemiskinan seperti diatas, Kasus Kemiskinan ini tergolong
dalam Konsep Kemiskinan Absolut. Berdasarkan Konsep Kemiskinan Absolut,
kemiskinan itu ditetapkan berdasarkan suatu tingkat batas kondisi ekonomi di mana di
bawah batas orang itu tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup layak

secara minimal. Batas tingkat kondisi ekonomi itu disebut sebagai garis kemiskinan.
Seseorang disebut miskin jika penghasilannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: Sandang, Pangan, Papan,
Kesehatan, dan Pendidikan.
C. Analisis Kasus Kemiskinan Perkotaan Menggunakan Paradigma Struktual fungsional
Ada berbagai variasi pandangan yang dijumpai dalam paradigma ini. Antara lain,
banyaknya perspektif yang mengikuti paradigma ini, seperti perspektif perilaku
menyimpang, disorganisasi social, dan konflik nilai.
Perspektif perilaku menyimpang melihat kemiskinan sebagai suatu perilaku yang
menyimpang, yaitu menyimpang dari perilaku yang biasa disebut sebagai adaptif atau
fungsional. Mengenai perilaku yang tidak fungsional ini, ada beberapa ciri-ciri perilaku
tidak fungsional itu sendiri, yaitu : (a) tidak memiliki ciri-ciri kepribadian modern, (b)
keterbatasan kemampuan untuk mengadaptasi peluang kerja yang selalu berubah, (c)
keterbatasan keterampilan untuk mempertahankan pekerjaan yang diperoleh, dan (d)
minimnya mental fungsional akibat sosialisasi yang tidak sempurna, dimana hal itu
menyebabkan kekurangmampuan dalam menemukan gagasan baru, keterbatasan
melakukan abstraksi, serta kesulitan dalam berbagai hubungan interpersonal.
Perspektif disorganisasi social melihat kemiskinan sebagai akibat dari kegagalan
dalam menghadapi perubahan yang terus-menerus terjadi. Kegagalan itu dapat berupa
ketidakberhasilan dalam menetapkan dan memantapkan pelaksanaan norma-norma hidup
yang dapat dijadikan pegangan dalam mengadapi perubahan. Dalam kondisi seperti itu,
yang dapat menggunakan peluang hanyalah orang yang mempunyai pengaruh atau
kekuasaan untuk mengarahkan norma-norma bagi kepentingannya sendiri. Selanjutnya,
kurang mantapnya nilai-nilai yang dijadikan pegangan ini dapat juga menimbulkan
konflik nilai terkait dengan cara melaksanakan sesuatu. Suasana konflik seperti ini tidak
jarang dijadikan alat untuk saling menekan, dan tentu saja yang pihak yang lemah akan
menjadi korban.
Dari contoh Kasus Kemiskinan di Jl.Karees Sapuran, Bandung, jika dianalisis dari
Paradigma Struktural Fungsional yaitu termasuk dalam perilaku yang tidak fungsional,
antara lain para warga miskin disini memiliki keterbatasan kemampuan untuk
mengadaptasi peluang kerja yang selalu berubah, keterbatasan keterampilan untuk
mempertahankan pekerjaan yang diperoleh, dan juga minimnya mental fungsional akibat
sosialisasi yang tidak sempurna. Hal ini diakibatkan oleh kurang

nya dari segi

pendidikan, dimana para warga miskin disini hanya sekolah sampai tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP), atau hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD) saja.

Selain itu, tanah yang warga miskin ini tempati sekarang merupakan tanah orang
lain, warga miskin tidak memiliki tanah sendiri, mereka menyewa kepada pemilik tanah
yang harganya disesuaikan dengan luas tanah yang ditempat. . Suasana konflik seperti ini
tidak jarang dijadikan alat untuk saling menekan, dan tentu saja yang pihak yang lemah
akan menjadi korban Sehingga jika dianalisis termasuk pula dalam Paradigma
disorganisasi social dan konflik nilai.
D. Peran Masyarakat, Pemerintah, Dinas Sosial terhadap Kasus Kemiskinan beserta
Tindakan yang Harus Dilakukan
Untuk menangani contoh Kasus Kemiskinan seperti diatas perlu adanya tindakan
dari pemerintah. Serta harus ada komunikasi atau kerja sama yang baik dari pemerintah
yang dibantu oleh dinas social dan maupun kesadaran yang baik antar masyarakat itu
sendiri.
Adapun upaya yang dilakukan oleh Permerintah untuk membantu warga miskin
tersebut antara lain dengan adanya Pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang
dilakukan setiap 3 bulan sekali, kemudian dengan adanya Jaminan Kesehatan bagi warga
miskin misalnya saja seperti sekarang ini tersedianya layanan BPJS (Badan Penjamin
Jasa Kesehatan), selain itu juga Pemerintah pun memberikan bantuan berupa Raskin
(Beras Miskin) yang harus rutin diberikan setiap sebulan sekali yang diberikan baik
ketika awal maupun ketika akhir bulan.
Hal ini rasanya cukup bisa sedikit meringankan beban warga miskin tersebut,
meskipun tak bisa menolong untuk sepenuhnya. Namun sayangnya, ada beberapa warga
miskin yang menyalahgunakan bantuan dari Pemerintah ini, Karena adanya bantuan
membuat warga miskin merasa nyaman dengan keadaan dan kurang termotivasi untuk
mencari pekerjaan dan terus menerus menempatkan dirinya sebagai warga miskin.
Sehingga dalam hal ini, Pemerintah harus lebih selektif dalam memilih orang-orang yang
berhak untuk mendapatkan bantuan dan memberikan penyuluhan penyuluhan yang
dibantu oleh Dinas Sosial setempat. Sehingga, harus adanya komunikasi atau kerja sama
yang baik dengan Dinas Sosial agar program-program Pemerintah yang dilaksanakan
tersebut dapat terlaksanakan dengan baik dan mencapai tujuan bersama dan kita semua
dapat memberantas masalah kemiskinan ini supaya tidak terus berlarut-larut.

Anda mungkin juga menyukai