Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT

SYOK HIPOVOLEMIK PADA OPERASI TOTAL HIP


ARTHROPLASTY

DISUSUN OLEH:
Sara Sonnya Ayutthaya (1061050149)
Riza Lestari Tambunan (1060150166)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI FK UKI


PERIODE 1 SEPTEMBER - 4 OKTOBER 2014.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

CASE REPORT
Nama : Tn.S
Usia : 46 tahun
Diagnosis Pra Bedah
Jenis Pembedahan
Diagnosis Pasca Bedah
Jenis Anestesia
Lama Operasi
Lama Anastesia

: Avaskular nekrotik hip dextra et sinistra


: Total hip arthroplasty dextra
: Post total hip arthroplasty dextra
: General Anestesia
: 3 jam 10 menit
: 3 jam 30 menit

Keadaan Pra Bedah


Tinggi Badan
Berat Badan
Golongan Darah
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Hb
Ht

: 178 cm
: 65 kg
:O
: 120/70 mmHg
: 80 kali/menit
: 36,50C
: 13,8 g/dL
: 43,8 %

Sirkulasi

: Akral: hangat, CRT <2/<2, Riw. Hipertensi


BJ I dan II reguler, murmur -, gallop Masa Pendarahan: 1,3 menit, Masa pembekuan: 11 menit
Masa Protrombin: 15 detik
Respirasi
: Airway: clear, malampati I, gigi palsu -, gigi goyang: BND: vesikuler, ronkhi: -/- , wheezing: -/Riwayat Asma: Saraf
: GCS : E4V5M6, Kesadaran :komposmentis
Gastrointestinal
: BU : +
Na: 142 mmol/L, K: 4,1 mmol/L, Cl: 103 mmol/L
Renal
: Ureum: 13 mg/dL
Kreatinin: 0,71 mg/dL
Metabolik
: Riw DM: - , GDS: 76 mg/dL
Status Fisik
: ASA 1
Medikasi Pra Bedah
:Anestesia dengan
: PM : Dormicum 5 mg + Fentanyl 50 mcg
I
: Propofol 100 mg
M
: Isoflurane + N20 + 02
Relaksasi dengan
: Atracurium 25 mg
Teknik Anestesia
: Premedikasi dengan Propofol, Relaksan dengan Atracurium,
Preoksigenisasi, induksi, intubasi, ETT non-KK No.7.0,cuff +,
guedel no.4, maintenance dengan Isoflurane + N20 + O2
Respirasi
: Kontrol, TV: 500, RR:12
Posisi
: Miring Kiri
Infus
: RL
Keadaan Akhir Pembedahan : TD: 103/90 mmHg, N: 88 x/menit, RR: 16x/menit
SPO2: 99%
Hipersensitivitas / Alergi
:-

Premedikasi
Dormicum 5 mg
Fentanyl 50 mcg
Pemberian: IV
Efek
:
Pasien
tenang, mengantuk

Medikasi
Propofol 100 mg
Atracurium 25 mg
Efedrin 5 mg
Fentanyl 50 mcg
Terfacef 1 gr
Atracurium 15 mg
Efedrin 5 mg

Jumlah Medikasi
Miloz 5 mg
Fentanyl 200 mcg
Recofol 100 mg
Farelax 50 mg
Ondansteron 8 mg
As. Traneksamat 500 mg

Atracurium 10 mg
Efedrin 2 mg
Efedrin 5 mg
Ecron 2 mg
Ondansentron 4 mg
Ketorolac 30 mg
Tramadol 100 mg

Jumlah
Cairan Catatan
Transfusi
Asering 1300 cc
Urin : 450 cc

Jumlah Pendarahan
1000 cc

TINJAUAN PUSTAKA
SYOK
Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif
dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial dan akan
terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. Pada awalnya syok dikenal
dalam dunia kedokteran digambarkan sebagai a rude unhanging of machinery of life
selanjutnya paradigma syok terus berkembang dengan pendekatan dari berbagai macam
aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif, untuk menjadikan manajemen
syok sebagai time saving is life saving.
Banyak definisi syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak diketahui
secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat seluler yang
senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok
masalah pada syok adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya dengan terjadinya hipoksia
sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder. (2)
Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu
kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal
diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan The Golden
Period, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan cummulative oxygen
deficit melebihi 100-125 ml/kg atau kadar aterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris
satujam pertama sejak onset dari syok adalah b a t a s waktu maksimal untuk mengembalikan
sirkulasi yang adekuat kembali.(2) Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok
adalah hipotensi dan asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator
utama syok, sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat
menguasai life support measure yang meliputi Airway-Breathing-Circulation dan Brain
Support, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif
yang tepat.(2)
I. DEFINISI DAN KLASIFIKASI SYOK
Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal
atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan
perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu
memenuhi kebutuhan metabolisme sel, dimana kondisi ini mempunyai karakteristik: 1)
ketergantungan suplai oksigen, 2) kekurangan oksigen, dan 3) asidosis jaringan, sehingga
terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital (Multiple
Organ System Failure/MOSF) dan kematian. (2,3,4,5)
Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola
hemodinamik yang ditimbulkan.
1. Syok Hipovolemik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume
intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan
cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena. (6,7) Hal ini
menyebabkan turunnya aliran balik darah, volume jantung semenit, dan volume sekuncup

(preload), sehingga terjadi perluasan ruang vaskuler. Kondisi ini menyebabkan penurunan
aliran darah koroner dengan segala akibatnya.
2. Syok Kardiogenik
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau
kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan
terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab
terbanyak adalah infark myokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi, gangguan
mekanik(4,6,7,9)
3. Syok Distributif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler
mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah.
Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria
dan toksinnya pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada
syok neurogenik. (2,5,8)
4. Syok Obstruktif
Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunyamekanisme aliran balik
darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal (tension pneumothorax, abdominal
compartment syndrome, positive pressure ventilation) atau terganggunya aliran keluar arterial
jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade
perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis.
5. Syok endokrin
a. Disebabkan oleh hipothyroidisme, hiperthyroidism dengan kollaps cardiac dan
insufisiensi adrenal. Pengobatan adalah tunjangan kardiovaskular sambil mengobati
penyebabnya.
b. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor terjadinya syok pada pasien sakit gawat.
Pasien yang tidak respon pada pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal.
II. DIAGNOSIS SYOK
Gejala dan Tanda Klinis
Gambaran syok secara umum : tekanan darah turun, detak jantung naik, frekuensi nafas naik,
kesadaran turun, produksi urine turun,pH arteri turun.
A. Tanda vital. Detak jantung, tekanan darah, suhu, produksi urine dan oksimetri nadi.
Pengukuran tradisional untuk menetapkan syok masih dipakai di klinik. Pasien dengan
tanda vital normal atau mendekati normal, terdapat 50-85% masih syok
1. Detak jantung.
a. Takikardi adalah tanda awal pada bermakna hilangnya cairan pada syok
b. Detak jantung pada pasien muda atau pemakai -bloker mungkin tidak naik
c. Bradikardi setelah hipotensi berkepanjangan mencegah kollap kardiovaskular
2. Tekanan darah
a. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (pulse pressure) adalah tanda
hilangnya cairan yang berat dan syok

b. Tekanan arteri rerata (MAP) merupakan penunjuk terapi lebih baik dibanding
tekanan sistolik
3. Suhu
a. Hiperthermia, normothermia, atau hipothermia dapat terjadi pada syok
b. Hipothermia adalah tanda dari hipovolemia berat dan syok septik
4. Produksi urine
a. Merupakan penunjuk awal hipovolemia dan respon ginjal terhadap syok
b. Merupakan tanda vital tertunda karena perlu 1-2 jam untuk mendapat pengukuran
akurat.
5. Oksimetri denyutan. Diukur kontinyu dan indikator awal hipoksemia, tetapi tak
berlaku pada pasien hipothermia
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat
gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang
fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman
oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif
dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1.
Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.
Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3.
Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein
plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
o Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
o Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
o Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran
darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme
anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam
laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam
klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis
adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera
dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan
prioritas utama.

Gejala dan Tanda Klinis


Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan
tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah
mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada
pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang
cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting
untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
1.
Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.
Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3.
Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun
tidak di bawah 70 mmHg.
4.
Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi
oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion
yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan
kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika
(hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi
hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat.
Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi
7,2. Apabila pH 7,0-7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara,
untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin


dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil
pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau
tinggi, tergantung pada penyebab syok.
Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai
hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa
hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga
mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada
keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.

Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua
organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok
hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin
berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oliguri, dan takhikardia. Jika pada
anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik
sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk
pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50%
intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.
MANAJEMEN SYOK
1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi
organ-multipel dan kematian. Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan
pernafasan untuk memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat
dengan infus cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat)
diisusul darah pada syok perdarahan. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan
penegakan diagnosis etiologi. Diagnosis awal etiologi syok adalah essensial, kemudian
terapi selanjutnya tergantung etiologinya.
Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui
resusitasi,dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh
jaringan dan sel. (4,7) Tata laksana utama pengelolaan adalah berdasarkan Basic Life Support
dan Advanced life Support,:kemudian tetapkan diagnosis, batasi kerusakan dan terapi definitif
berdasar penyakit yang mendasari syok. Arah utama pengelolaan dimulai dari kontrol jalan
nafas untuk pemberian ventilasi dan oksigenasi, resusitasi cairan untuk menggantikan volume
sirkulasi bagi jenis syok yang membutuhkan (terutama hipovolemik) dan pengelolaan
hipotensi dan asidemia, serta pemberian obat-obat inotropik, antiaritmi dan diuretik untuk
memperbaiki daya pompa jantung, obat-obat vasoaktif untuk perbaikan tonus vaskuler. Untuk
hipotensi Untuk bronchokonstriksi.

Tabel. Parameter pencapaian terapi resusitasi syok (4)


Varibel parameter syok

Nilai pencapaian

Mean Arterial Pressure (MAP)

> 84mmHg

Central venous pressure (CVP)

> 3 cm H2O

Hemoglobin (Hb)

> 8gr/d1

Pulmonary Capillary Wedge Pressure

> 9mmHg

(PCWP)
Cardiac Index (CI)

> 4,5 1/mn/m2

LeftVentriculer StrokeWork (LVSW)

> 55g m/beat/m2

Heart Rete (HR)

< 100 beat/minute

Temperature

98 - 101 F

Mixed Venous Oxygen Tension (Pv02)

> 35mmHg

Oxygen Extraction

31%

Blood Volume

(EBV + 500 m1/70 kg)

Kadar Laktat

0,31 -7 mg/ml

Deliveri O2 (DO2)

> 600 ml/mn. m2 (normal)

Konsumsi O2 (VO2)

> 170 mI/mn.m2 (30% normal)

TERAPI CAIRAN
Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan
yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan
demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan
dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang
memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan

bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa.
Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik.
Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan
tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi
defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah
perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis,
gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
TERAPI CAIRAN

Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan
yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan
demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan
dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang
memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan
bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa.
Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik.
Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan
tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi
defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah
perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis,
gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi
elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan
menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus
merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan
pasien.

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan
isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk
resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien
kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,
koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan
cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan
reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat
berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis
yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme
pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan
Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti
kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian.
Terapi cairan :
TRANSFUSI DARAH
Definisi Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke sistem
sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena. 4 Berdasarkan sumber darah atau komponen darah,
transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari


orang lain;
2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah resipien itu
sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.
Golongan Darah
Golongan

Antigen di RBC

Antibodi dalam plasma

Golongan donor yang kompatibel

Antigen A

Anti-B

A, O

Antigen B

Anti-A

B, O

AB
O

Antigen A & B

Tidak ada

A, B, AB, O

Tidak ada

Anti- A & B

Komponen Darah
1.

Whole blood

Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik, dan bedah mayor
dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6 hari, dan biasa
untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah jarang digunakan, para klinisi lebih senang menggunakan
produk komponen darah saja.11

2.

Sel darah merah

Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat eritrosit dari whole
blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis. Kandungan yang terdapat dalam PRC:
hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL eritrosit murni), 147dan 278 mg besi. Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari. 11
Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan dicapai. Satu
kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL. Pada neonatus, dosisnya 10-15
mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat diperkirakan
dengan rumus = volume darah x hematokrit x 0,91.
Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik seperti hipoksia,
transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik, thalasemia. Biasanya bila kadar
hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target akhir 10 g/dL.11

3.

Platelet

Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010 platelet per kantong, dan
50 mL plasma.
Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet biasanya
40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet sekitar 50-100.000/mm3.
Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, dan fungsi platelet
resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada dewasa, dan kurang dari
100.000/mm3 pada neonatus.11
Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopeniapurpura.

4.

Frozen plasma

Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250 mL yang dibekukan
pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam mengandung Faktor V dan Faktor VIII. 11
Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada penyakit hati,
trombotik trombositopenia purpura.
Dosis: 10-20 mL/kg.

5.

Cryoprecipitated AHF

Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan mencairkan FFP


pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor VIII:C, faktor VIII:vWF (von
Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-20 mL plasma.

Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1 kantong per 7-10
kgBB.
Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien dengan hemofili A
atau von Willebrands disease.11
6.

Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien


neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit
mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 10 10
granulosit pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi
graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain permasalahan
berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi mempengaruhi fungsi granulosit.
Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim
(granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi
penggunaan transfusi granulosit.4
5.5 Komplikasi Transfusi Darah
-

Reaksi Hemolisis

Reaksi Febris

Reaksi Urtikaria

Reaksi Anafilaksis

Edema Pulmoner Nonkardiogenik

Graft versus Host Disease

Purpura Posttransfusi

Imunosupresi

PATOFISIOLOGI SYOK
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan
aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantuk. Curah jantung
yang rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ :

Mikrosirkulasi
o

Ketika curah jantung turun, tahanan vascular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi
jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya
traktur gastrointestinal. Kebutuhan energy untuk pelaksanaan metabolisme di
jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu
menyimpan cadangan energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan
ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang
berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak.
Ketika tekanan arterial rat-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga <=

60 mmHg< maka aliran ke organ akan turun drastic dan fungsi sel di semua
organ akan terganggu.

Neuroendokrin
o

Kardiovaskular
o

Tiga variable seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi)


ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume
sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil
kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan
penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume
sekuncup. Suatu peninngkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun
memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan
depresi jantung.

Gastrointestinal
o

Hipovolemia, hipotensi, dan hipoksia dapat di dideteksi oleh baroresptor dan


kemoresptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom
tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.

Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal maka terjadi


peningkatan absorbs endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative
yang mati di dalam usus. Hal inni memicu pelebaran pembuluh darah serta
peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan
menyebabkan depresi jantung.

Ginjal
o

Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang
banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok,
sespsi dan pemberian obat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media
kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan
mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang,
tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus,
yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopressin bertanggung jawab
terhadap menurunnya produksi urin.

ANALISIS KASUS
Pada tekanan darah awal pra bedah 140/80 mmHg. Lalu setelah dilakukan pembedahan pada
jam 08.20 tensi turun mendadak menjadi 70/40 mmHg. Lalu dilakukan loading cairan sehingga pada
jam 08.40 tekanan darah sempat naik menjadi 120/80. Tetapi jam 08.45 tensi kembali turun menjadi
90/50 lalu semakin turun pada jam 08.50 menjadi 80/49, lalu diberikan Efedrin 5 mg. Diberikan

kembali Efedrin 5 mg pada jam 09.30, sehingga tensi sempat stabil tetapi kembali turun pada jam
10.15 menjadi 80/40, lalu diberikan PRC 217 mL, sehingga tensi meningkat menjadi 105/60.

Rumusan terapi cairan


Dihitung dari banyak cairan yang masuk RL 3 kolf, total 1500 cc. Perdarahan yang dinilai dari
suction dan banyaknya kassa sekitar 500cc. Urin 800 cc. Darah yang masuk berupa PRC (packed red
cell) adalah 217 ml.
1. Estimated Blood Volume (EBV): BB(kg) x volume darah rata2
: 65 x 70 = 4550ml.
2. Derajat perdarahan:
Derajat I: <15% x EBV =15% x 4550 = < 682,5 cc
Derajat II: 15-30% x EBV => 30% x 4550 = 1365 cc
Perdarahan derajat II = 682,5 1365 cc
Pasien mengalami syok hipovolemik dikarenakan perdarahan 1000 cc (derajat II) dan tensi 70/40
sehinggan diberikan loading cairan dan transfusi PRC.

Anda mungkin juga menyukai