PENDAHULUAN
Wide nasal cavity syndrome adalah suatu kondisi medis dimana konka
nasalis diangkat seluruhnya ataupun sebagian melalui pembedahan. Kondisi ini
biasanya ditemukan pada orang-orang yang telah menjalani operasi sinus atau
operasi hidung lainnya. Pada saat operasi terlalu banyak konka yang keliru
diangkat dan hidung secara harafiah menjadi kosong. Penderita sindrom ini
menjelaskan adanya perasaan takut tidak bisa mendapatkan cukup udara ketika
mereka bernapas, namu merasa hidup mereka menjadi kosong sekaligus merasa
terhalang pada saat yang bersamaan.1
Tanda-tanda umum lainnya dari sindrom ini adalah napas yang pendek dan
kesulitan bernapas lainnya, tumpulnya kemampuan menghidu dan mengecap,
gangguan saat tidur. Tanda-tanda ini sering muncul bertahun-tahun setelah operasi
atau terjadinya kerusakan terhadap konka.2
Houser membagi Wide Nasal Cavity Syndrome berdasarkan reseksi konka,
yaitu reseksi pada konka inferior, konka media, dan reseksi pada kedua konka
tersebut. Angka kejadian dari Wide Nasal Cavity Syndrome masih belum diketahui
dengan pasti karena belum adanya penelitian, namun diperkiran ada sekitar 20%
pasien yang menjalani pengangkatan konka akan mengalami gejala seperti ini.1
BAB II
tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.3,4
serabut saraf olfaktori. Di bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os
sfenoid.3,4
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:
1.Arteri Etmoidal anterior; 2.Arteri Etmoidal posterior cabang dari arteri
oftalmika; 3.Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksila interna yang
berasal dari arteri karotis eksterna. Bagian bawah rongga hidung mendapat
pendarahan dari cabang arteri maksila interna, diantaranya ialah ujung arteri
palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina
bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung
posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabangcabang arteri fasial.3
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labial superior dan arteri palatina
mayor, yang disebut pleksus Kieesselbach (littles area). Pleksus Kiesselbach
letaknya superfisial dan mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi
sumber epistaksis (perdarahan hidung), terutama pada anak.3
Vena vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernesus. Venavena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi
untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intracranial.3
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
nervus etmoid anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliar, yang
berasal dari nervus oftalmik. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari
cabang oftalmik dan cabang maksilar nervus trigeminus. Cabang pertama nervus
trigeminus yaitu nervus oftalmik memberikan cabang nervus nasosiliar yang
kemudian bercabang lagi menjadi nervus etmoid anterior dan etmoidal posterior
dan nervus infratroklear. Nervus etmoid anterior berjalan melewati lamina
kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama arteri etmoid anterior
melalui foramen etmoid anterior, dan disini terbagi lagi menjadi cabang nasal
internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatina. Ganglion
sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut
serabut sensoris dari nervus maksila. Serabut parasimpatis dari nervus petrosus
profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konkha media Nervus Olfaktor turun melalui lamina kribosa dari
permukaan bawah bulbus olfaktor dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktor di daerah sepertiga atas hidung.3
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologic dan fungsional
dibagi atas mukosa pernapasan (mukosa respiration) dan mukosa penghidu
(mukosa olfaktorius). Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga
hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang
mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet.3
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan
sepertiga atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak
bersilia. Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal,
dan sel reseptor penghidu berwarna coklat kekuningan. Pada bagian yang lebih
terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia,
menjadi sel epitel skuamosa.3
Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan
selalu basah karena diliputi oleh palut lender pada permukaannya. Di bawah epitel
terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar
mukosa dan jaringan limfoid.3
Pembuluh darah mukosa hidung mempunyai susunan yang khas. Arteriol
terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun secara
paralel. Arteriol ini memberikan perdarahan pada anyaman kapiler periglanduler
dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini membuka ke rongga
sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastik dan otot
polos. Pada bagian ujungnya sinusoid mempunyai sfingter otot. Selanjutnya
sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam lalu ke
B.
Fisiologi
atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan
palut lendir atau apabila menarik napas dengan kuat.
Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah membedakan rasa
manis yang berasal dari berbagai macam bahan seperti perbedaan rasa manis
strawberi, jeruk, pisang atau coklat.juga untuk membedakan rasa asam yang
berasal dari cuka dan asam jawa.
Fungsi Fonetik3
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh
lidah, bibir, dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal (m, n, ng)
rongga mulut tertutuo dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara.
Refleks Nasal3
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernapasan. Iritasi mukosa hidung akan
menyebabkan refleks bersin dan napas berhenti. Rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi liur, lambung dan pankreas.
BAB III
8
Definisi
B.
Patofisiologi
untuk penyaringan udara yang dihirup. Hilangnya fungsi ini diperkirakan terjadi
sekitar 23% setelah reseksi pada konka.1,5
Perubahan inilah yang mendasari terjadinya perubahan pada fungsi paru.
Hidung memegang peranan penting pada pembukaan bronkiolus perifer dan
mengoptimalkan ventilasi alveolar. Hal ini pada gilirannya akan meningkatkan
pertukaran gas, meningkatkan tekanan negatif pada toraks serta meningkatkan
aliran balik jantung dan vena pulmonal. Perubahan inilah yang menyebabkan
sensasi tersumbat pada hidung sampai sesak nafas.1,5
Rasa kekeringan pada faring juga kadang dirasakan oleh penderita
dikarenakan gagalnya proses humidifikasi yang seharusnya diperankan oleh
mukosa hidung sehingga menyebabkan kekeringan pada mukosa rhinofaring.1
Rinitis atrofi dan Wide Nasal Cavity Syndrome merupakan komplikasi
yang dapat terjadi setelah reseksi konka. Reseksi dalam skala yang besar (total
atau subtotal) dapat meningkatkan risiko terjadinya Wide Nasal Cavity Syndrome.
Namun, kondisi ini juga dilaporkan terjadi pada reseksi pada sebagian konka,
khususnya pada konka inferior. Sedangkan keterlibatan banyaknya mukosa yang
direseksi tidak ditemukan pada terjadinya Wide Nasal Cavity Syndrome.1
Wide Nasal Cavity Syndrome dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu
ENS-IT (Empty Nose Syndrome Inferior Turbinectomy), ENS-MT (Empty Nose
Syndrome Media Turbinectomy), dan ENS-both. Diantara ketiga jenis tersebut,
ENS-IT merupakan yang paling banyak ditemukan.1
C.
Diagnosis
10
Gejala yang paling sering terjadi adalah rasa tersumbat pada hidung yang
kadang dapat menimbulkan rasa sesak napas. Gejala lainnya seperti nyeri yang
disertai rasa kekeringan pada hidung dan faring juga dapat ditemukan. Intensitas
gejala bervariasi, mulai dari ringan sampai berat sehingga menghambat kegiatan
sehari-hari. Penderita mungkin juga akan mengalami kurangnya konsentrasi,
mudah lelah, kecemasan, dan gangguan emosional lainnya.1
Gejala lain yang sering ditemukan, antara lain: sensasi aliran udara yang
berlebihan, hipersensitivitas terhadap udara dingin, hiperventilasi, kesulitan untuk
bernapas, nyeri pada hidung, sakit kepala, rasa kekeringan pada hidung dan faring,
sulit tidur, dan kelelahan. Selain itu, juga dapat ditemukannya krusta.1
Selain itu, terdapat pula kuesioner SNOT (Sino Nasal Outcome Test)-20
atau SNOT-25 yang berisikan 25 pertanyaan dengan nilai 0-5. Kuesioner ini selain
berguna dalam menegakkan diagnosis juga dapat digunakan untuk memilih
pengobatan selanjutnya yang akan dipilih.1
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pembesaran rongga hidung yang
sebelumnya dilakukan pembedahan dengan berkurangnya atau hilangnya struktur
konka. Mukosa umumnya pucat dan kering.1,6
Tes diagnostik merupakan suatu tes yang sederhana yang dilakukan
sebelum dilakukannya terapi. Sepotong kapas basah ditempatkan pada rongga
hidung dan dibiarkan selama 20-30 menit. Apabila keluhan dirasakan berkurang
maka dapat didiagnosis sebagai Wide Nasal Cavity Syndrome dan dapat
mengindikasikan dilakukannya pembedahan.1,6
Diagnosis Wide Nasal Cavity Syndrome ditegakkan secara klinis. Pada
pemeriksaan
radiologis
menunjukkan
gambaran
yang
bervariasi.
Dapat
11
F.
Penatalaksanaan
12
G.
Pencegahan
13
BAB IV
RESUME
Wide nasal cavity syndrome adalah suatu kondisi medis yang
menggambarkan suatu kelumpuhan pada hidung dikarenakan konka nasal
diangkat seluruhnya atau sebagian melalui pembedahan. Kondisi ini merupakan
suatu komplikasi yang dapat dialami setelah beberapa bulan atau tahun menjalani
operasi pengangkatan konka inferior dan atau konka media.
Gejala yang paling sering terjadi adalah rasa tersumbat pada hidung yang
kadang dapat menimbulkan rasa sesak napas. Gejala lainnya seperti nyeri yang
disertai rasa kekeringan pada hidung dan faring juga dapat ditemukan. Intensitas
gejala bervariasi, mulai dari ringan sampai berat sehingga menghambat kegiatan
sehari-hari. Penderita mungkin juga akan mengalami kurangnya konsentrasi,
mudah lelah, kecemasan, dan gangguan emosional lainnya.
Lini pertama dari pengobatan Wide Nasal Cavity Syndrome adalah
perawatan medis. Meliputi irigasi hidung (garam fisiologis, derivate sulfur dan
lain-lain), pemberian salep hidung, antibiotik, aerosol dan kortikosteroid topical.
Meskipun begitu, pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dalam
menangani Wide Nasal Cavity Syndrome. Selain itu juga dapat dilakukan tindakan
pembedahan.
14
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
15