Anda di halaman 1dari 14

A.

PENDAHULUAN
Sejarah penemuan virus dimulai abad ke 19 dengan ditemukannya
kelainan pada daun tembakau berbintik kuning oleh Adolf Meyer seorang
ilmuwan Jerman tahun 1883. pada abad ke-20 pengetahuan tentang virus yaitu
bahwa virus bersifat patogen dan dapat menular, virus pun tidak dapat
ditumbuhkan dalam medium tumbuh bakteri. Dua orang ilmuwan bernama Twort
(1916) dan dHerelle (1917) menemukan virus yang menyerang bakteri dan
menyebabkan bakteri lisis (pecah). Virus ini kemudian disebut bakteriofag atau
sering disebut fag (phage) saja (Nuraeni, 2010).
Pada tahun 1935 Wendell Stanley seorang ilmuwan Amerika berhasil
mengkristalkan mahluk hidup yang menyerang tanaman tembakau tersebut.
Mahluk tersebut kemudian dibneri nama TMV (Tobacco Mosaic Virus) Stanley
menemukanan bahwa virus dapat mengkristal pada saat bersamaan masih
memiliki sifat-sifat organisme hidup. Partikel virus dapat berkembang biak dalam
inang yang baru. Gortner dan Laidlaw secara terpisah mengemukakan
pandangannya bahwa virus merupakan bentuk organisme paratisik yang lebih
terspesialisasi. Sejak itulah penelitian tentang virus berkembang. Tahun 1980-an
muncul penemuan virus HIV dan AIDS. Tahun 1993 Hantavirus dan sebagainya
(Nuraeni, 2010).
Vaksin telah lama dikenal sebagai suatu substansi yang digunakan untuk
memperoleh respon imun terhadap mikroorganisme patogen. Vaksin pertama kali
ditemukan pada tahun 1976 oleh Edward Jenner yaitu vaksin virus cacar. Sejak
saat itu teknologi pembuatan vaksin telah berkembang dengan pesat dan berbagai
jenis vaksin untuk mencegah penyakit infeksi telah banyak digunakan.
Perkembangan jenis vaksin konvensional baik vaksin generasi pertama
yaitu jenis vaksin yang mengandung mikroorganisme hidup yang telah
dilemahkan dan vaksin generasi kedua yaitu jenis vaksin yang mengandung
mikroorganisme yang dimatikan, serta vaksin generasi yang ketiga yaitu vaksin
rekombinan yang juga dikenal dengan vaksin sub unit yang mengandung fragmen
antigenik dari suatu mikroorganisme yang dapat merangsang respon imun.
Vaksin generasi pertama seringkali dapat bermutasi kembali menjadi
virulen sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu

biasanya jenis vaksin yang dilemahkan ini tidak dianjurkan diberikan kepada
penderita yang mengalami imunokompromais. Sedangkan vaksin generasi kedua
adalah vaksin mengandung mikroorganisme yang dimatikan menggunakan zat
kimia tertentu, biasanya dengan menggunakan formalin atau fenol, dalam
penggunaannya sering mengalami kegagalan atau tidak menimbulkan respon
imun tubuh.
Untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terjadi pada penggunaan
vaksin generasi pertama dan kedua mulailah dikembangkan vaksin generasi yang
ketiga yaitu vaksin rekombinan yang juga dikenal dengan vaksin sub unit. Vaksin
sub unit dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk memperoleh fragmen
antigenik dari mikroorganisme, sehingga disebut dengan vaksin rekombinan.
Sebagai contoh, vaksin hepatitis B mengandung bagian protein selubung dari
virus hepatitis B yang diproduksi melalui rekayasa genetika, oleh sel ragi. Vaksin
rekombinan lebih aman dibandingkan dengan vaksin yang mengandung seluruh
sel virus, karena fragmen antigenik yang terdapat dalam vaksin rekombinan tidak
dapat bereproduksi dalam tubuh penerima, disamping itu vaksin rekombinan
umumnya tidak menimbulkan efek samping. Namun demikian vaksin generasi
ketiga inipun ternyata hanya dapat menimbulkan respon imun humoral dan tidak
dapat menimbulkan respon imun seluler (Radji, 2009)
Vaksin DNA Transfer DNA plasmid secara langsung ke dalam jaringan
mencit tanpa sistem penghantaran khusus telah berhasil dilakukan pertama kali
pada tahun 1990. DNA plamid yang disuntikkan secara intramuskular ke dalam
tubuh mencit tersebutternyata dapat memproduksi protein yang dikode oleh
sekuen DNA yang terdapat dalam DNA plamid tersebut di dalam jaringan mencit.
Penelitian berikutnya telah membuktikan bahwa DNA dapat dimasukkan
langsung secara in vivo untuk menghasilkan protein yang dikehendaki sesuai
dengan sekuen DNA yang mengkode ekspresi protein tersebut. Sejak saat itu
diyakini bahwa metode transfer DNA secara in vivo dapat diaplikasikan baik
untuk terapi gen maupun untuk vaksinasi dengan DNA.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempelajari berbagai faktor
yang mempengaruhi efisiensi dan sifat imunogenisitas dari DNA plasmid, yang
pada akhirnya dikenal dengan vaksin DNA untuk memberikan imunitas tubuh

terhadap serangan berbagai mikroorganisme. Sampai saat ini berbagai hasil


penelitian telah dipublikasikan bahwa imunisasi dengan DNA dapat menghasilkan
protein asing atau antigen yang dapat menstimulasi responimun, sehingga dapat
mencegah berbagai penyakit infeksi pada binatang percobaan antara lain terhadap
Human immunodeficiency virus (HIV), virus Ebola, malaria, Mycobacterium
tuberculosis, virus inluenza, atau untuk meningkatkan sistem imunitas terhadap
sel-sel tumor. Perkembangan penelitian dalam bidang vaksin DNA ini telah
berkembang pesat selama satu dekade terakhir dan beberapa uji klinik
penggunaan vaksin DNA pada manuasia telah dilakukan terhadap berbagai jenis
penyakit infeksi termasuk malaria, virus dengue, cytomegalovirus, virus Ebola,
virus influenza, avian influenza viruses, West Nile virus (WMV), SARS
coronavirus, virus hepatitis B dan HIV
B. PEMBAHASAN
Vaksin diberikan kepada manusia dengan proses yang dikenal dengan
Imunisasi. Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak
per tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, UNICEF, &
World Bank, 2009). Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional
melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan
pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti
Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio
dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan
masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada
tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal Child
Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di
suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Saat ini Indonesia
masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun
2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Beberapa macam-macam vaksin dan juga kegunaannya :
1. Vaksin Hepatitis A dan B
2. Vaksin Polio
3. Vaksin Campak

4. Vaksin PCV ( Pneumococcal Conjugate Vaccine ) Vaksin ini berguna untuk


melindungi dari penyakit Invasive Pneumococcal Disease ( IPD )
5. Vaksin
Hibvaksin
berguna
untuk
melindungi
dari

serangan

meningitis,pneumonia, dan epiglotitis.


6. Vaksin MMR ( Mumps, Measles, Rubella ) Vaksin ini berguna untuk
melindungi dari campak, gondongan, dan rubella ( campak Jerman).
7. Vaksin Influenza berguna untuk melindungi dari kemungkinan flu berat
( Virus Influenza ).
8. Vaksin Varicell, berguna untuk melindungi dari penyakit cacar air.
9. Vaksin HPV ( Human Papilloma Virus ) berguna untuk melindungi dari virus
Human Papilloma ( penyebab kanker serviks ).
10. Vaksin BCG ( Bacillus Calmette Guerin ) berguna untuk mencegah penyakit
TBC.
11. Vaksin DPT ( Difteri, Pertusis, Tetanus ) berguna untuk melindungi dari
Difteri ( infeksi tenggorokan dan saluran pernafasan yang fatal ) , Pertusis
( batuk rejan) dan Tetanus.
12. Vaksin Tifoid berguna untuk melindugi dari penyakit tifus. Itulah beberapa
jenis vaksin, semoga bermanfaat bagi kalian
(Fitriinurraiini, 2013)
Kandungan kimia berbahaya dalam vaksin.
Vaksin mengandung substansi berbahaya yang diperlukan untuk mencegah
jangkitan dan meningkatkan keupayaan vaksin. Seperti merkuri, formaldehyde,
dan aluminium, yang dapat membawa kasusan jangka panjang seperti sakit
mental, autisme, hiperaktif. alzheimer, kemandulan, dll. Dalam 10 tahun ini,
jumlah anak autisme meningkat dari antara 200 500 % di setiap bagian di
Amerika.
Babi dalam Vaksin.
Penggunaan asid amino binatang babi dalam vaksin bukanlah berita yang baru.
Malah kaum Muslim dan Yahudi banyak yang menentang hal ini karena babi
memang diharamkan, Bahkan dalam Perjanjian Lama (Taurat) juga disebutkan :
Jangan makan babi. Binatang itu haram karena walaupun kukunya terbelah, ia
tidak memamah biak. Dagingnya tidak boleh dimakan dan bangkainya pun tak
boleh disentuh karena binatang itu haram.Imamat 11 : 7-8
Bencana akibat vaksin yang tidak pernah diberitakan.

Di Amerika pada tahun 1991 1994 sebanyak 38.787 masalah kasusihatan


telah dilaporkan kepada Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS) FDA.
Dari jumlah ini 45% terjadi pada hari vaksinasi, 20% pada hari berikutnya dan
93% dalam waktu 2 minggu setelah vaksinasi. Kematian biasanya terjadi di
kalangan anak anak berusia 1-3 bulan.
Pada 1986 ada 1300 kasus pertussis di Kansas dan 90% pesakit adalah
anak-anak yang telah mendapatkan vaksinasi ini sebelumnya. Kegagalan yang
sama juga terjadi di Nova Scotia di mana pertussis telah muncul sekalipun telah
dilakukan vaksinasi universal.
Jerman mewajibkan vaksinasi tahun 1939. Jumlah kasus diphtheria
meningkat menjadi 150.000 kasus, sementara pada tahun yang sama, Norway
yang tidak melakukan vaksinasi, kasus diphtheria nya hanya sebanyak 50 kasus.
Penularan polio dalam skala besar, menyerang anak-anak di Nigeria Utara
berpenduduk muslim. Hal itu terjadi setelah diberikan vaksinasi polio, sumbangan
AS untuk penduduk muslim. Beberapa pemimpin Islam tempatan menuduh
kerajaan Nigeria bersubahat dengan Amerika untuk membunuh orang-orang
Muslim dengan menggunakan vaksin.
Tahun 1989-1991 vaksin campak high titre buatan Yugoslavia
Edmonton-Zagreb diuji pada 1500 anak-anak miskin keturunan orang hitam dan
latin, di Los Angeles, Mexico, Haiti dan Afrika. Vaksin tersebut dicadangkan oleh
WHO. Program dihentikan setelah di dapati banyak anak-anak meninggal dunia
dalam jumlah yang besar.
Vaksin campak menyebabkan penindasan terhadap sistem ketahanan tubuh
anak-anak selama 6 bulan hingga 3 tahun. Akibatnya anak-anak yang diberi
vaksin mengalami penurunan ketahanan tubuh dan Banyak yang meninggal dunia
berbanding penyakit-penyakit lain. WHO kemudian menarik vaksin-vaksin
tersebut dari pasaran di tahun 1992.
Setiap program vaksin dari WHO dilaksanakan di Afrika dan Negaranegara dunia ketiga lainnya, selalu saja ada jangkitan penyakit-penyakit
berbahaya di lokasi program vaksin dilakukan. Virus HIV penyebab Aids
diperkenalkan ketika program WHO bersama komuniti homoseksual melalui
vaksin hepatitis dan masuk ke Afrika Tengah melalui vaksin cacar.

Desember 2002, Menteri Kasusihatan Amerika, Tommy G. Thompson


menyatakan, tidak merancang memberi suntikan vaksin cacar. Dia juga
mencadangkan kepada anggota kabinet lainnya untuk tidak meminta pelaksaanaan
vaksin itu. Sejak vaksinasi diterapkan pada jutaan bayi, banyak dilaporkan
berbagai gangguan serius pada otak, jantung, sistem metabolisme, dan gangguan
lain mulai mengisi halaman-halaman jurnal kasusihatan.
Vaksin untuk janin adalah punca encephalomyelitis, dengan indikasi
terjadi pembengkakan otak dan pendarahan di dalam. Bart Classen, seorang
doktor dari Maryland, menerbitkan data yang memperlihatkan bahawa kadar
penyakit diabetes berkembang secara signifikan di New Zealand, setelah vaksin
hepatitis B diberikan di kalangan anak-anak.
Vaksin meningococcal merupakan Bom jangka bagi kasusihatan
penerima vaksin. Anak-anak di Amerika Serikat mendapatkan vaksin yang
berpotensi membahayakan dan dapat menyebabkan kerusakan yang kekal.
Berbagai macam imunisasi misalnya, Vaksin-vaksin seperti Hepatitis B, DPT,
Polio, MMR, Varicela (Cacar air) terbukti telah banyak mengorbankan anak-anak
Amerika sendiri, mereka menderita sakit saraf, anak-anak cacat, diabetes, autisme,
autoimun dan lain-lain.
Vaksin cacar dipercayai boleh memberikan imunisasi kepada masyarakat
terhadap cacar. Pada saat vaksin ini dilancarkan, sebenarnya kasus cacar sudah
sedang menurun. Jepun mewajibkan suntikan vaksin pada 1872. Pada 1892, ada
165.774 kasus cacar dengan 29.979 berakhir dengan kematian walaupun adanya
program vaksin.
Pemaksaan vaksin cacar, dimana orang yang menolak boleh dijatuhkan
hukuman, dilakukan di England tahun 1867. Dalam 4 tahun, 97.5% masyarakat
berusia 2 sampai 50 tahun telah divaksinasi. Setahun kemudian England
merasakan epidemik @ wabak cacar terburuknya dalam sejarah dengan 44.840
kematian. Antara 1871 1880 kasus cacar meningkat dari 28 menjadi 46 per
100.000 orang. Vaksin cacar tidak berhasil.
Mengapa vaksin gagal melindungi tubuh terhadap penyakit?
Walene James, pengarang buku Immunization: the Reality Behind The
Myth, mengatakan respon inflamatori penuh diperlukan untuk menciptakan

kekebalan nyata. Sebelum pengenalan vaksin cacar dan beguk, kasus cacar dan
beguk yang menimpa anak-anak adalah kasus tidak berbahaya. Vaksin
mengganggu tubuh sehingga tubuh kita tidak menghasilkan respon inflamatory
terhadap virus yang disuntik.
SIDS (Sudden Infant Death Syndrome) meningkat dari 0.55 per 1000
orang pada 1953 menjadi 12.8 per 1000 pada 1992 di Olmstead County,
Minnesota. Puncak kejadian SIDS adalah umur 2 4 bulan, waktu dimana vaksin
mulai diberikan kepada bayi. 85% kasus SIDS terjadi di 6 bulan pertama bayi.
Peratus kasus SIDS telah naik dari 2.5 per 1000 menjadi 17.9 per 1000 dari 1953
sampai 1992. Peningkatan kematian akibat SIDS meningkat pada saat hampir
semua penyakit anak-anak menurun karena kasusedaran kebersihan dan kemajuan
Kedokteran kecuali SIDS. Kasus kematian SIDS meningkat pada saat jumlah
vaksin yang diberikan kepada bayi naik secara meyakinkan menjadi 36 per anak.
Dr. W. Torch telah melaporkan 12 kasus kematian pada anak-anak yang
terjadi dalam 3,5 19 jam setelah imunisasi DPT. Dia juga melaporkan 11
kasuskematian SIDS dan satu yang hampir mati 24 jam selepas suntikan DPT.
Semasa dia mengkaji 70 kasus kematian SIDS, 2/3 korban adalah mereka yang
baru divaksinasi mulai dari 1,5 hari sampai 3 minggu sebelumnya. Tidak ada satu
kematian pun yang dihubungkan dengan vaksin. Vaksin dianggap hal yang mulia
dan tidak ada berita negatif apapun mengenainya di media utama karena ia begitu
menguntungkan bagi perniagaan farmasi.
Reaksi Tubuh Terhadap Vaksin
Apabila vaksin tersebut memasuki aliran darah anak. Tubuhnya akan
segera bertindak untuk menyingkirkan racun tersebut melalui organ eksresi atau
melalui reaksi imun seperti demam, bengkak atau ruam pada kulit. Apabila tubuh
anak kuat untuk meningkatkan reaksi imun, tubuh anak mungkin akan berhasil
menyingkirkan vaksin tersebut dan mencegahnya terjangkit kembali di masa yang
akan datang. Akan tetapi jika tubuh anak tidak kuat untuk meningkatkan reaksi
imun, vaksin beracun akan bertahan dalam jaringan tubuh.
Timbunan racun ini dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes pada
anak-anak, asma, penyakit neurologi, leukimia, bahkan kematian mendadak.
Ratusan laporan mencatat kasus sampingan jangka panjang yang buruk berkaitan

vaksin seperti penyakit radang usus, autisme, esenfalitis kronis, skelerosis


multipel, artritis reumatoid dan kanser. Sebagian vaksin juga diketahui
menyebabkan kasus sampingan jangka pendek yang serius.
Pada 12 Julai 2002, Reuters News Service melaporkan hampir 1000
pelajar sekolah dibawa ke Rumah Sakit setelah disuntik vaksin Ensefalitis di
timur laut negara China. Para pelajar itu mengalami demam, lemah, muntah dan
dalam beberapa kasus terkena serangan jantung setelah divaksinasi.
Kerusakan Tubuh Akibat Vaksin
Menurut analisa bebas dari data yang dikeluarkan Vaccine Adverse Event
Reporting System (VAERS) di US, pada tahun 1996 terdapat 872 tragedi yang
dilaporkan kepada VAERS, melibatkan anak-anak dibawah 14 tahun yang disuntik
vaksin Hepatitis B. Anak-anak tersebut dibawa ke ICU karena mengalami masalah
kesehatan yang mengancam nyawa. Sebanyak 48 anak dilaporkan meninggal
setelah mendapatkan suntikan vaksin tersebut. Informasi kesehatan juga dipenuhi
contoh yang mengaitkan vaksin dengan timbulnya penyakit. Vaksin telah
dikaitkan dengan Kerusakan otak, IQ rendah, gangguan konsentrasi, kemampuan
belajar kurang, autisme, neurologi.
Vaksin beguk dan campak yang diberikan pada anak-anak misalnya telah
menyebabkan Kerusakan otak, kanser, diabetes, leukimia, hingga kematian
(sindrom kematian bayi mendadak). Kajian tahun 1992 yang diterbitkan dalam
The American Journal of Epidemiology menunjukkan peningkatan kematian
anak-anak meningkat hingga 8 kali ganda pada jangka waktu 3 hari setelah
mendapat suntikan vaksin DPT.
Kajian awal oleh CDC US mendapati anak yang menerima vaksin Hib
berisiko 5 kali lebih mudah mengidap penyakit tersebut dibandingkan anak-anak
yang tidak mendapatkan vaksin tersebut. Pada tahun 1977, Dr Jonas Salk
(Penemu vaksin Polio salk) mengeluarkan kenyataan bersama ilmuan lain bahwa
87% dari kasus Polio yang terjadi sejak tahun 1970 adalah akibat dari vaksin
Polio.
Di US sebelum tahun 1980 terdapat 1 dari 10.000 anak menderita autisme.
Pada tahun 2002 Institut Kesehatan Negeri US mencatat peningkatan angka
tersebut menjadi 250 dari 10.000. Kini persatuan orang tua penderita autisme

Amerika memperkirakan peningkatan kasus autisme 10% per tahun. Vaksin


yang mengandungi raksa diyakini sebagai penyebabnya.
Menurut Boyd Haley, pengurus program kimia Universiti Kentucky dan
pakar logam beracun berkata Thimerosal mampu meresap di protein otak, ia
sangat beracun bagi saraf dan enzim Haley pun terlibat dalam penelitian pada
bulan Ogos tahun 2003, mendapati banyaknya kandungan raksa pada penderita
autisme, yang dapat dianalisa melalui kadar raksa pada rambut mereka yang
bermaksud etil raksa dari thimerosal telah meresap ke dalam otak dan organ tubuh
lainnya sangat bepotensi menyebabkan Kerusakan sistem saraf dan mengganggu
fungsi ginjal.
Menurut San Jose Mercury News (6 Julai 2002), seorang dari sepuluh
anak-anak dan remaja US mengalami kelemahan fizikal dan mental, menurut
pengamatan tahun 2000 terdapat pertambahan mendadak angka kecacatan pada
penduduk usia muda. Sedangkan pada tahun sebelumnya data menunjukkan
peningkatan kecacatan pada anak-anak.
Sampai usia 2 tahun, anak-anak Amerika dilaporkan telah menerima 237
mikrogram raksa melalui vaksin. Kadar ini melebihi had yang ditetapkan
Organisasi Perlindungan Alam US yaitu 1/10 mikrogram per hari.
Sebuah penemuan di Amerika menunjukan bahwa vaksin Hepatitis B
mengandungi 12 mcg raksa (30 kali ganda dari had), DtaP dan Hib mengandungi
50 mcg raksa (60 kali ganda dari had) dan Polio mengandungi 62,5 mcg raksa (78
kali ganda dari had).
Setiap tahun 25.000 bayi Amerika mengalami kematian mendadak.
Vaksinasi

adalah

penyebab

terbesar

kematian

mendadak.

Jepun

telah

meningkatkan usia penerima vaksin sehingga 2 tahun kemudian angka kematian


mendadak turun drastik di negara itu (Cherry, et al, 198
Swedia menghentikan vaksinasi batuk kokol pada tahun 1979 karena
ternyata wabak penyakit ini terjadi pada anak-anak yang telah mendapatkan
vaksinasi. Setelah itu penyakit ini menjadi penyakit ringan tanpa kasus kematian.
Hal ini secara nyata menunjukkan bahwa vaksin sebenarnya menyebarkan
penyakit.

Pada tahun 1975, Jerman menghentikan kewajiban vaksin Pertussis, dan


jumlah anak yang mengalami penyakit itu turun drastik. Pada tahun 2000
jumlahnya turun sampai 10%.
Bukti di atas menjadikan vaksinasi layak dipersoalkan. Fakta-fakta
menjelaskan bahwa vaksin tidak meningkatkan kesehatan anak-anak. Tetapi
anehnya vaksin terus-menerus dibuat dan diwajibkan kepada masyarakat.
Vaksin Mengandung Zat Kimia Beracun
Dapat dikatakan semua jenis vaksin mengandungi racun. Dalam banyak
keadaan bahan tambahan vaksin (penguat, peneutral, pengawet dan agen
pembawa) jauh lebih beracun daripada komponen virus atau bakteria dalam
vaksin tersebut. Misalnya agen penyebab kanser iaitu formaldehid dan thimerosal
dapat merusak otak. Tidak ada orang tua yang berfikir untuk memberi makan
anaknya dengan formaldehid (pengawet mayat), raksa atau alumunium fosfat.
Akan tetapi dengan suntikan vaksin bahan-bahan ini masuk secara langsung ke
dalam aliran darah.
Berikut adalah informasi mengenai risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh
sebahagian bahan beracun utama dalam vaksin, yang disusun dari berbagai
sumber termasuk dari Persatuan Pemerhati Vaksin Australia. Alumunium: dapat
meracuni darah, saraf,pernafasan, mengganggu sistem imun dan saraf seumur
hidup. Dinyatakan sebagai penyebab Kerusakan otak, hilang ingatan sementara,
kejang dan koma. (Catatan: dalam jumlah sedikit tidak beracun dan mungkin
bermanfaat bagi tubuh. Namun kadarnya dalam vaksin amat tinggi, sekitar 0,5%)
Ammonium Sulfat: dapat meracuni sistem pencernaan, hati, saraf dan sistem
pernafasan. Ampotericin B: Sejenis ubat yang digunakan untuk mencegah
penyakit kulit. kasusan sampingannya adalah menyebabkan pembekuan darah,
bentuk sel darah merah menjadi tidak sempurna, masalah ginjal, kelesuan dan
demam dan alergi pada kulit. Beta-Propiolactone: diketahui menyebabkan kanser,
meracuni sistem pencernaan, hati, sistem pernafasan, kulit dan organ genital.
Kasein: pelekat yang kuat, sering digunakan untuk melekatkan label pada botol.
Walaupun dihasilkan dari susu, di dalam tubuh kasein dianggap protein asing
yang beracun. Formaldehid: penyebab kanser. Bahan ini lebih berbahaya

10

dibanding sebagian bahan kimia lain. Formalin: Salah satu turunan dari
formaldehid. Formalin adalah campuran 37%-40% formaldehid, air dan biasanya
10% metanol. Formalin adalah peringkat ke 5 dari 12 bahan kimia yang paling
berbahaya.(Enviromental Defense Fund, US). Monosodium Glutamat (MSG):
bagi orang yang alergi pada MSG mungkin akan mengalami perasaan seperti
terbakar di belakang leher, lengan dan punggung atau mengalami sakit dada, sakit
kepala, lesu, denyut jantung cepat dan kasusulitan bernafas. Menurut Badan
Pengawas Ubat dan Makanan (FDA) US, suntikan glutamate dalam haiwan
menyebabkan Kerusakan sel saraf otak.
Neomycin:

antibiotik

ini

mengganggu

penyerapan

vitamin

B6.

Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan epilepsi dan cacat mental. Fenol:


digunakan dalam pembuatan disinfektan, pewarna, industri farmasi, plastik dan
bahan pengawet. Fenol dapat menyebabkan keracunan sistemik, kelemahan,
berpeluh, sakit kepala, muntah-muntah, gangguan mental, syok, hipersensitif,
Kerusakan ginjal, kejang, gagal jantung atau ginjal dan kematian. Fenoksi Etanol
(anti beku): menimbulkan bau badan tidak sedap, Kerusakan pencernaan,
kebutaan, koma dan kematian. Polysorbate 20 dan Polysorbate 80: bahan yang
meracuni kulit atau organ genital. Sorbitol: menyebabkan Kerusakan sistem usus.
Thimerosal: merupakan unsur ke 2 yang paling beracun kepada manusia setelah
uranium. Dapat merosak otak dan sistem saraf juga dapat membawa pada
penyakit autoimun.
Vaksin Bukan Penyelamat
Ilmu Kedokteran menerima pujian yang berlebihan bagi kemajuan dalam bidang
kesehatan. Banyak orang percaya keberhasilan dalam menangani penyakit
menular pada abad terakhir terjadi seiring dengan penciptaan imunisasi.
Sebenarnya, Kusta, Tifoid, Tetanus, Difteria, Batuk kokol, dll telah menurun
sebelum ditemukan vaksin untuknya iaitu merupakan hasil dari penjagaan
kebersihan dan peningkatan kualiti makanan serta air minum.
Bahaya Imunisasi

11

Imunisasi merupakan cara terbaik untuk melindungi anak dari berbagai macam
penyakit. Anda mendengar hal ini dari doktor, media massa, brosur di klinik, atau
rakan-rakan anda. Tetapi, apakah Anda pernah berfikir kembali tentang tujuan
imunisasi? Pernahkah anda meneliti lebih lanjut terhadap isu-isu dan cerita
mengenai sisi lain imunisasi (yang tidak pernah dimaklumkan oleh doktor)?
Serangkaian imunisasi yang terus digiatkan hingga saat ini oleh pihak-pihak yang
katanya demi menjaga kasusehatan anak, patut dikritik dari segi kesehatan
mahupun syariat. Teori pemberian vaksin yang menyatakan bahwa memasukkan
bibit penyakit yang telah dilemahkan kepada manusia akan menghasilkan
pelindung berupa anti bodi tertentu untuk menahan serangan penyakit yang lebih
besar.
Tiga Mitos Menyesatkan
Vaksin begitu dipercayai sebagai pencegah penyakit. Hal ini tidak terlepas dari
adanya 3 mitos yang sengaja disebarkan. Padahal, hal itu berlawanan dengan
kenyataan.
1. Effektif melindungi manusia dari penyakit.
Kenyataan: Banyak penelitian Kedokteran mencatat kegagalan vaksinasi.
Campak, beguk, polio, terjadi juga di pemukiman penduduk yang telah
diimunisasi. Sebagai contoh, pada tahun 1989, wabak campak terjadi di sekolah
yang mempunyai vaksinasi lebih besar dari 98%. WHO juga menemukan bahwa
seseorang yang telah divaksin campak, mempunyai kemungkinan 15 kali ganda
untuk mendapat penyakit tersebut daripada yang tidak divaksin.
2. Imunisasi merupakan sebab utama penurunan jumlah penyakit.
Kebanyakan penurunan penyakit terjadi sebelum diperkenalkan imunisasi secara
menyeluruh. Salah satu buktinya, penyakit-penyakit muncul yang boleh
membawa maut di US dan England mengalami penurunan sebesar 80%, itu terjadi
sebelum ada vaksinasi. The British Association for the Advancement of Science
menemukan bahawa penyakit anak-anak mengalami penurunan sebesar 90%
antara 1850 dan 1940, dan hal itu terjadi jauh sebelum program imunisasi
diwajibkan.

12

3. Imunisasi benar-benar selamat bagi anak-anak.


Yang benar, imunisasi lebih besar bahayanya. Salah satu buktinya, pada tahun
1986, kongres US membentuk The National Childhood Vaccine Injury Act, yang
mengakui kenyataan bahawa vaksin dapat menyebabkan cedera dan kematian.
C. PENUTUP
Vaksin memiliki teknologi yang terus berkembang. Hingga sekarang
digolongkan dalam 4 tahap perkembangan dari organisme yang dilemahkan,
organisme yang dimatikan, rekombinan dan keempat adalah vaksin dari DNA.
Vaksin membantu dalam mengatasi banyak penyakit akibat mikroorganisme,
meskipun masih banyak kelemahan yang mengikuti proses vaksinasi. Penyakit
baru dapat dimunculkan dari proses vaksinasi ini. Maka tidak selamanya vaksinasi
memberi efek baik bagi setiap pemakainya.

DAFTAR PUSTAKA

13

Fitriinurraiini.

2013.

Macam-Macam

Vaksin

dan

Kegunannya.

(http://fitriinurraiini.blogspot.co.id/2013/08/macam-macam-jenis-vaksindan-kegunaanya.html). Diakses tanggal 30 Juni 2016


Nuraeni, Eni. 2010. Perkembangan Filsafat Sains. Jakarta, UI Press
Pusat Komunikasi Publik. 2011. Pertemuan Koordinasi dalam Rangka Persiapan
Tahun 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin dan Kampanye
Imunisasi

Tambahan

Campak

dan

Polio

2011

di

17

Provinsi

http://www.puskasushaji.depkasus.go.id/index.php/beranda/1-beritaumumterkini/121-program-imunisasi-indonesia. Diakses taanggal 30 Juni 2016


Radji, Maksum. 2010. Vaksin DNA: Vaksin Generasi Ke Empat. Majalah Ilmu
Kefarmasian. Vol 6(1), 28-37

14

Anda mungkin juga menyukai