PENDAHULUAN
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian paling sering di
seluruh belahan dunia. Sebelum tahun 1900, penyakit infeksi dan malnutrisi yang
menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia pada saat itu. Menurut
Framingham, 90% orang yang berumur di atas 55 tahun akan menderita hipertensi
selama masa hidupnya. Hal ini menggambarkan masalah kesehatan publik karena
hipertensi dapat meningkatkan terjadinya risiko penyakit kardiovaskular, seperti
penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, dan penyakit arteri perifer1.
Gagal jantung adalah tahap akhir dari perjalanan penyakit jantung dan
merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada pasien penyakit jantung.
Gagal Jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan jantung
untuk memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi
dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi, atau keduanya. Gagal jantung
kongestif adalah suatu keadaan gagal jantung kiri dalam jangka waktu yang lama
diikuti dengan gagal jantung kanan ataupun sebaliknya2.
Gagal jantung kongestif terjadi ketika ada kerusakan dalam aksi
pemompaan ini, baik pada ventrikel kiri, ventrikel kanan, atau keduanya, yang
menyebabkan darah berkumpul di arteri paru, pembuluh darah, atau keduanya.
Bendungan ini menyebabkan kemacetan di paru-paru (cairan terbendung di paruparu), penurunan output jantung, peningkatan beban jantung, penurunan efisiensi
kontraksi otot jantung, penurunan stroke volume, peningkatan denyut jantung, dan
hipertrofi. Kompensasi ini dapat menyebabkan peningkatan risiko serangan
jantung dan penurunan suplai darah ke seluruh tubuh.2
Kompensasi terhadap gagal jantung kongestif tersebut merupakan alasan
kedatangan penderita ke rumah sakit. Berdasarkan data Medicare di Amerika
Serikat dan data Scottish di Eropa, gagal jantung merupakan penyebab rawat inap
yang paling banyak di rumah sakit.3 Data lain menyebutkan bahwa sekitar 5 juta
warga Amerika mengalami gagal jantung, dan terjadi penambahan 550.000
penderita gagal jantung setiap tahunnya. 4 Selain insidensi yang tinggi, angka
kematian pada gagal jantung kongestif juga tidak sedikit. Salah satunya, gagal
jantung kongestif dapat menyebabkan edema paru yang memiliki angka kematian
12% di rumah sakit.3 Data lain menunjukkan bahwa angka kematian akibat gagal
jantung adalah sekitar 10% setelah 1 tahun dan sekitar setengah dari penderita
gagal jantung mengalami kematian dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosis.4
Tingginya insidensi dan angka kematian pada gagal jantung kongestif
sesuai dengan data tersebut menunjukkan bahwa kasus gagal jantung kongestif
memerlukan perhatian lebih di kalangan masyarakat. Untuk itu diperlukan
pemahaman lebih lanjut mengenai gagal jantung kongestif ini. Itulah sebabnya,
kasus ini perlu diangkat untuk dipelajari.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Nama
: Ny. S
Tanggal lahir
: 01 Februari 1942
Umur
: 73 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
MRS tanggal
: 10-12-2015
Medrek
: 140929
2.2. Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak bertambah hebat sejak 3 hari SMRS
Keluhan Tambahan:
Sembab pada kedua tungkai dan perut
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 7 bulan SMRS os mengeluh sesak. Sesak dirasakan terutama
saat beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh
cuaca dan emosi. Os lebih nyaman tidur dengan 2 bantal tersusun tinggi,
terbangun malam hari karena sesak (+), nyeri dada (-), mengi (-), demam (-),
batuk (+) berdahak warna putih, darah (-), mual (-), muntah (-), badan terasa
lemas (+), nafsu makan menururn, sembab (+) pada kedua tungkai. BAB dan
BAK tidak ada keluhan. Os kemudian berobat ke dokter SpPD dan dirawat
selama 1 minggu. Os pulang dengan perbaikan. Os rutin kontrol ke dokter.
Sejak 1 minggu SMRS, Os mengeluh sesak. Sesak dirasakan saat
beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca
dan emosi. Os lebih nyaman tidur dengan 2 bantal tersusun tinggi, terbangun
malam hari karena sesak (+), nyeri dada (-), mengi (-), demam (-), batuk (+)
berdahak warna putih kental, darah (-), mual(+), muntah (-), badan terasa
lemas (+), nafsu makan menurun, sembab (+) pada kedua tungkai dan perut.
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os belum berobat.
Sejak 3 hari SMRS Os mengeluh sesak bertambah hebat, dirasakan
terus-menerus dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi
oleh cuaca dan emosi. Os lebih nyaman tidur dengan 2 bantal tersusun tinggi,
terbangun malam hari karena sesak (+), nyeri dada (-), mengi (-), demam (-),
batuk (+) berdahak warna putih kental, darah (-), mual (+), muntah (-), badan
terasa lemas (+), nafsu makan menururn, sembab (+) pada kedua tungkai dan
perut. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Lalu Os berobat ke poli RS Rabain
dan dirawat inap.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Kebiasaan:
-
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 160/90 mmHg
Nadi
Pernafasan
: 28x/menit
Suhu
: 36,70 C
Tinggi Badan
: 150 cm
Berat Badan
: 52 kg
IMT
Keadaan Spesifik
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
diameter 3mm/3mm.
Deviasi septum nasal (-), sekret (-/-), epistaksis (-/-).
MAE lapang, selaput pendengaran tidak ada kelainan,
Mulut
pendengaran baik.
Faring hiperemis (-), typhoid tongue (-), atrofi papil lidah (-),
Leher
Dada
Paru-paru
Jantung
Kulit
Anogenitalia
Ekstremitas
Hasil
11 mg/dL
4.300.000/mm3
7.800/mm3
40%
152.000/uL
Rujukan
11,7 15,5 mg/dL
4.200.000 4.870.000/mm3
4.500 11.000/mm3
43 49%
150.000 450.000/uL
0%
2%
55%
36%
7%
01%
16%
50 70 %
20 40 %
28%
Interpretasi:
Sinus rhythm. HR 120 kali per menit. Aksis normal. Gelombang P normal.
PR interval 0,16 detik. Komplek QRS 0,04 detik. R/S pada V1<1. S pada V1 +
R di V5/V6<35 mm. Q patologis (-). ST-T change (-), LV strange (+) V5 V6
Kesan: Sinus takikardia + left ventricle hypertrophy.
Interpretasi :
Kondisi foto baik
Simetris
Corakan bronkovaskular normal
Trakea ditengah
Tulang dan jaringan lunak normal
CTR >50%
Arcus costofrenikus lancip
Diarfagma normal
Parenkim paru normal
Kesan : kardiomegali
2.5. Diagnosis Kerja
2.7. Penatalaksanaan
Non-Farmakologi
Istirahat
O2 4-5liter/menit
Diet jantung III
Edukasi
Farmakologi
2.8. Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Dari hasil pemeriksaan EKG memberikan kesan sinus takikardia dan left
ventricle hypertrophy, pemeriksaan rontgen thorax PA didapatkan kesan
kardiomegali. Pada pasien ini, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
echocardiography.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Gagal Jantung
3.1.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang
disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi
gangguan pada ejeksi dan pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu
memompa darah secara cukup ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.5
Gagal jantung adalah sindrom dimana pasien harus memilki gambaran
sebagai berikut: gejala gagal jantung, biasanya sesak nafas saat istirahat atau
selama aktivitas, dan atau kelelahan; tanda tanda retensi cairan seperti kongesti
paru atau bengkak pada tungkai; serta bukti objektif dari kelainan struktur atau
fungsi jantung saat istirahat. Respon klinis terhadap pengobatan gagal jantung
10
tidak cukup untuk menegakkan diagnosa, tetapi cukup membantu ketika diagnosa
tidak jelas meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang sesuai. 5
Tabel 2.1. Definisi Gagal Jantung
Definisi Gagal Jantung
Gagal Jantung adalah sindroma klinis dimana pasien memiliki ciri-ciri
berikut:
Simpton yang sering dijumpai pada gagal jantung
(sesak nafas pada saat istirahat atau beraktivitas, fatigue, mudah lelah,
edema pretibial)
dan
Tanda-tanda yang sering dijumpai pada gagal jantung
(takikardi, takipnoe, ronki basah, effuse pleura, peninggian tekanan vena
jugularis, edema perifer, hepatomegali)
Bukti objektif abnormalitas struktural atau fungsional pada saat
istirahat
(kardiomegali, bunyi jantung III, desah jantung, abnormalitas pada
ekokardiogram, peningkatan konsentrasi natriuretik peptida)
(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008)
3.1.2 Epidemiologi
Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini juga
disertai dengan peningkatan mortalitas (Saunders, 2000). Di Amerika Serikat 1
juta pasien rawat inap akibat gagal jantung, dan memberikan kontribusi 50.000
kematian tiap tahunnya (Kasper et al., 2004) dan angka kunjungan ke rumah sakit
sebanyak 6,5 juta akibat gagal jantung (Hunt et al.,2005) Dari tahun 19901999
didapatkan peningkatan rawat inap karena gagal jantung dari 810 ribu menjadi
lebih dari 1 juta dengan diagnosis primer, dan dari 2,4 juta menjadi 3,6 juta yang
didiagnosis gagal jantung primer atau sekunder. Tahun 2001 didapatkan angka
kematian sebesar 53 ribu dengan gagal jantung sebagai penyebab primer.
Didapatkan pula kecenderungan peningkatan insiden gagal jantung pada usia tua,
hipertensi, dislipidemia, dan diabetes. Insiden gagal jantung pada usia < 45 tahun
1/1000, meningkat menjadi 10/1000 pada usia > 65 tahun, dan menjadi 30/1000
(3%) pada usia >85. Didapatkan peningkatan secara eksponenstial sesuai dengan
peningkatan usia, 0,1 % range antara 50-55 tahun dan menjadi 10% pada usia >80
tahun. Di Amerika didapatkan prevalensi sebesar 4,8 juta, dan sekitar 75% dengan
usia > 65 tahun. Insiden dan prevalensi gagal jantung didapatkan lebih tinggi pada
11
Toxins
arsenik)
Endokrin
Infiltratif
ikat
Lain-lai
stagerenal failure
(sumber : ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008)
Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri
atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.
Jantung kiri primer
12
Amyloidosis jantung 7
Hipertensi pulmonal
Embolisme paru masif7
Kelainan miokardium
Penyakit jantung iskemik
Kardiomiopati
Amyloidosis
Aritmia
Peningkatan tekanan pengisian
Hipertensi sistemik
Stenosis katup
Semua menyebabkan gagal
ventrikel
kanan
Inkompetensi katup
Anemia
Malformasi arteriovenous
Overload volume plasma
disebabkan
Kelas II
Kelas III
nafas.
Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
dengan istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas
Kelas IV
13
Tahap C
Tahap D
jantung.
Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala
gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.
3.1.5 Patofisiologi
Jantung yang sebelumnya normal dapat terkena penyebab akut (mis. Infark
miokard) atau kronis (mis. Hipertensi) dan menyebabkan gangguan kondisi
jantung. Hal ini mengaktivasi mekanisme kompensasi seperti peningkatan
preload, atau mekanisme Frank-Starling, melalui dilatasi ventrikel dan ekspansi
volume, vasokonstriksi perifer, retensi air dan natrium leh ginjal untuk
meningkatkan
preload,
dan
munculnya
sistem
saraf
adrenergik
yang
meningkatkan denyut jantung dan fungsi kontraktilitas. Proses ini diatur terutama
oleh aktivasi berbagai neurohormonal sistem vasokonstriktor, termasuk RAAS,
sistem saraf adrenergik, dan pelepasan vasopresin-arginin non-osmotik. Mulamula, mekanisme ini menguntungkan dan adaptif, mempertahankan denyut
jantung, tekanan darah, dan cardiac output, dan menjaga perfusi ke jaringan. Pada
jangka panjang, hal ini menyebabkan gangguan pada sistem sinyal -adrenergik
dan gangguan mobilisasi kalsium intraseluler, dengan akibat hipertrofi miosit
untuk menjaga tekanan dinding karena dilatasi jantung, apoptosis, proliferasi
fibroblas, dan akumulasi kolagen interstisial7.
Perubahan ukuran, bentuk dan fungsi pompa pada jantung menegaskan
suatu keadaan remodeling, yang menentukan gambaran klinis dari gagal jantung.
Konsekuensi dari perubahan struktur ini adalah penurunan stroke veolume,
14
peningkatan tahanan perifer, dan munculnya tanda dan gejala kongesti dan
hipoperfusi jaringan. Pada akhirnya, pada kasus yang tidak ditangani, kaheksia
jantung akan muncul karena aktivasi sitokin proinflamasi, seperti tumournecrosis
factor alpha dan interleukin-2, yang berakibat pada kematian sel jantung.
Misfolded protein yang sering pada patofisiologi penyakit neurodegeneratif seperi
Parkonson dan Alzheimer, juga dijumpai berperan pada patologi hipertrofi
jantung, yang menyebabkan dugaan bahwa proteotoksisitas adalah kunci dari
progresivitas gagal jantung. Selain menyebabkan kerusakan miokard lebih lanjut,
aktivasi sistem neurohormonal vasokonstriktor juga memiliki efek yang merusak
oergan lain seperti ginjal hati, otot, usus, dan paru, dan membuat lingkaran
setan, yang bertanggung jawab terhadap berbagai gambaran klinis gagal jantung,
termasuk ketidakstabilan listrik jantung7.
Gagal jantung dapat menyebabkan gagal ginjal (sindroma kardiorenal) dan
kebalikannya juga dapat terjadi (sindroma renokardiak), dan ketidaknormalan
fungsi hati (albumin bilirubin, aminotransferase, dan alkalin posfatase) juga sering
terlihat pada pasien kronis khususnya gagal jantung akut, dan berhubungan
dengan prognosis yang buruk. Baik gagal jantung sistolik dan diastolik dapat
terjadi, dan penurunan LVEF <55% sebagaimana perburukan fungsi diastolik
ventrikel kiri adalah secara bebas berhubungan dengan peningkatan mortalitas.
Sebagai
tambahan
karena
menjadi
petanda
peningkatan
risiko
karena
15
dyspnea.
2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer. Kematian pada CHF Aritmia dan
gangguan aktivitas Hipertrofi dilatasi Disfungsi diastolik dan disfungsi
sistolik Tromboemboli PJK yang berat Berdampak pada aliran darah pada
myocard yang belum infark Gangguan kontraktilitas 14
3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.15
3.1.7
riwayat dan pemeriksaan fisik, foto toraks, dan serangkaian tes yang harus
dijalani. Riwayat penyakit sendiri kurang dapat dipakai dalam menegakkan
diagnosa kegagalan jantung, tapi sering kali dapat memberi petunjuk penyebab
dari kegagalan jantung, faktor yang memperberat, dan keparahan dari penyakit.
Gejala gagal jantung dapat dihubungkan dengan penurunan cardiac output (mudah
lelah, dan kelemahan) atau retensi cairan (dyspnea, orthopnea, dan cardiac
wheezing). Pada kasus dengan kegagalan pada jantung kanan dapat
menyebabkan terjadinya kongetif hepar. Retensi cairan juga menyebabkan edema
perifer dan asites. Kegagalan pada jantung kiri dapt menyebabkan gejala berupa
munculnya dyspnea on effort. Pulmonary congestion (dengan crackles dan
wheezing) dominan muncul terutama pada keadaan akut maupun subakut.9
Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya overload
volume adalah adanya peningkatan pada Jugular Venous Pressure. Pelebaran dari
ventrikel dapat dilihat pada saat palpasi precordial, dan denyutan dari apex yang
terletak lateral dari midclavicular line. Pada pasien dengan dispnea, maka
gambaran foto thoraks akan sangat membatu untuk menetukan perkiraan
penyebab dari dispnea tersebut, apakah diakibatkan karena kegagalan jantung atau
16
Pemeriksaan Penunjang
A.
Foto Dada
Peran utama dari foto dada adalah untuk menyingkirkan penyebab dispnea
lain, seperti efusi pleura, pneumothorax, karsinoma paru, atau pneumonia. Edema
paru mendukung diagnosis gagal jantung. CTR dapat mengidentifikasi gagal
jantung sebagai penyebab sesak napas8.
B.
Elektrokardiogram
EKG digunakan untuk mendeteksi aritmia, dan dapat menyediakan bukti
untuk menduga infark sebelumnya atau hipertrofi ventrikel8.
C.
Ekokardiografi
17
perkiraan
tekanan
intrakardiak,
perkiraan cardiac output, deteksi gangguan katup, jumlah LVEF, dan deteksi CAD
epikardial8.
3.1.8 Komplikasi
1.
dengan
pemberian warfarin.
2.
3.
4.
3.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis,
keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk
penatalaksaan
paripurna
penderita
gagal
jantung.
18
memperbaiki
gejala
dan
progosis,
meskipun
pengobatan
serta
pertolongan
yang
dapat
gagal
jantung
kronis
meliputi
19
digoxin,
spironolakton,
vasodilator
(hydralazine
jantung
akut
yang
berat
merupakan
kondisi
mengetahui
menghilangkan
penyebab,
kongesti
paru,
perbaikan
dan
hemodinamik,
perbaikan
oksigenasi
20
asidosis
merupakan
laktat
prognosa
akibat
yang
metabolisme
buruk.
anerob
Koreksi
dan
hipoperfusi
venodilatasi
yang
akan
memperbaiki
gejala
inhibitor
seperti
obat
antiflamasi
nonsteroid,
tanpa
mengganggu
perfusi
jaringan.
Kekurangannya
21
akan
memperbaiki
hemodinamik
dan
ventrikel
tanpa
meningkatkan
laju
jantung,
g/kg/mnt
akan
merangsang
reseptor
adrenergik
beta
15
g/kg/mnt
akan
merangsang
reseptor
22
Dosis
umumnya
meningkatkan
curah
jantung
diperlukan
g/kg/mnt,
untuk
dosis
2,5
15
yaitu 15 20
g/kg/mnt.18
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclicAMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan
inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah
milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi
penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah
mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik
positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit
kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25
0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt. 15 Pemberian
vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang
disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.
Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan
darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik
30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah
epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu
dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan
dengan dosis 0,2 1 g/kg/mnt.18
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta
yang menyebabkan terjadinya gagal Gagal Jantung jantung akut
de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit
jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang
23
dengan
hipertensi
emergensi
pengobatan
bertujuan
untuk
nitroprusside
intravena
maupun
natagonis
kalsium
Pemasangan
pacu
jantung
bertujuan
untuk
Implantable
cardioverter
device
bertujuan
untuk
yang
tidak
respon
terhadap
terapi
terutama
inotropik.18
24
BAB IV
ANALISA KASUS
Gagal jantung adalah sindrom dimana pasien harus memilki gambaran
sebagai berikut: gejala gagal jantung, biasanya sesak nafas saat istirahat atau
selama aktivitas, dan atau kelelahan; tanda tanda retensi cairan seperti kongesti
paru atau bengkak pada tungkai; serta bukti objektif dari kelainan struktur atau
fungsi jantung saat istirahat.5
Pada kasus ini memaparkan seorang perempuan berinisial S, berusia
73 tahun, MRS di RSUD Rabain tanggal 10 Desember 2015, 3 hari SMRS, Os
mengeluh sesak bertambah hebat, dirasakan terus-menerus dan tidak berkurang
dengan istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan emosi. Os lebih nyaman
tidur dengan 2 bantal tersusun tinggi, terbangun malam hari karena sesak (+),
nyeri dada (-), mengi (-), demam (-), batuk (+) berdahak warna putih kental, darah
(-), mual (+), muntah (-), badan terasa lemas (+), nafsu makan menururn, sembab
(+) pada kedua tungkai dan perut. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Lalu Os
berobat ke poli RS Rabain dan dirawat inap.
Berdasarkan keluhan utama pasien, dapat dipikirkan beberapa
kemungkinan penyebab terjadinya sesak napas, yaitu bisa karena kelainan pada
sistem kardiovaskuler, pernapasan, metabolik, ginjal, dan lain-lain. Sesak akibat
kelainan pada sistem pernafasan dapat disingkirkan karena sesak tidak
25
dipengaruhi oleh cuaca,emosi ataupun faktor pencetus lain serta tidak ditemukan
adanya riwayat sakit paru-paru atau asma sebelumnya. Pada anamnesis juga
diketahui bahwa sesak pada pasien berkurang jika beristirahat. Os nyaman tidur
dengan 2 bantal tersusun tinggi, os juga sering terbangun malam hari karena sesak
yang merupakan ciri khas dari penyakit gagal jantung. Os memiliki riwayat
penyakit darah tinggi selama lebih kurang 10 tahun yang tidak terkontrol. Kondisi
ini menjadi faktor resiko terjadinya penyakit gagal jantung.
Dalam menegakkan diagnosis gagal jantung dapat menggunakan kriteria
Framingham seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:
Kelas II
Kelas III
nafas.
Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang
26
Pada gagal jantung, pasien lebih suka posisi duduk daripada berbaring,
berbicara dengan kalimat terbatas dan terbata-bata, tidak mengalami gangguan
kesadaran, frekuensi nafas dan nadi meningkat. Penilaian berat ringannya gagal
jantung, dapat dilihat dari sesak yang dirasakan saat aktivitas yang sedang
dilakukan. Jika sesak muncul pada saat os aktivitas ringan bahkan saat istirahat
menandakan bahwa gagal jantung yang diderita Os termasuk NYHA kelas IV.
Penilaian ini diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien gagal jantung
yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Jadi, pada
pasien ini bisa digolongkan ke dalam gagal jantung NYHA IV, karena memenuhi
kriterianya.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum, pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 94x/menit, reguler,
isi cukup, pernafasan 28x/menit, suhu 36,7 C. Pada pemeriksaan fisik keadaan
spesifik, didapatkan retraksi dinding dada, ronkhi basah halus di kedua basal paru,
iktus kordis terlihat dan teraba di ICS VI,adanya pembesaran pada batas jantung
ditandai dengan batas jantung kiri yang melebar 2 jari lateral dari LMC sinistra,
shifting dullness (+), serta ditemukan adanya edema pretibial. Pada pemeriksaan
lainnya tidak ditemukan adanya kelainan. Status gizi pasien didapatkan berat
badan 52 kg, tinggi badan 150 cm dan IMT 23,11, sehingga disimpulkan bahwa
pasien tergolong normoweight.
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan
secara
non
farmakologis
dan
secara
27
kegemukan.
Pembatasan
asupan
garam,
konsumsi
yang
menyebabkan
venodilatasi
yang
akan
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
Lilly, L.S., Williams, G.H., Zamani, P., 2007. Hypertension. In. Lilly, L.S.,
ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelpia: Lippincott
Williams & Wilkins, 311-328.
2.
3.
of
South
Carolina:
2006.
Available
from
URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.htm
Bazo A. Congestive Heat Failure. 2010. Available from URL:
http://www.scribd.com/doc/15419488/Congestive-Heart-FailureAB
4.
5.
6.
7.
Jakarta. PERKI
Katritsis DG, Gersh BJ, Camm AJ, 2013. Clinical Cardiology: Current
8.
9.
Osama GMD. 2002. Topic Review Heart Failure. Albany Medical Review.
January 2002.
10. Storrow AB. 2007. Advances in the diagnosis of chf: new markers. Modern
Advances In Emergency Cardiac Care, p. 38-46.
11.
12.
Hunt et all. 2005. Heart Failure in the Adult: A Report of the American
College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines (Writing Committee to Update the 2001 Guidelines for the
Evaluation and American Management of Heart Failure): Developed in
29
14.
Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,
editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment.
New York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.
15.
16.
17.
18. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In:
Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to
diagnosis
and
treatment.
New
York:
Marcel
Dekker;
2005.p.449-65.
19. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC of heart failure: non-drug
management. BMJ 2000;320:366-9.
20. Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure:
acute
and
chronic
management
strategies.
BMJ
2000;320:559-62.
30
21.
and
antithrombotic
treatment.
BMJ
2000;320:495-8.
22.
management of chronic
heart failure.
31