DEFINISI
BAB I
DEFINISI
1.1.
LATAR BELAKANG
1.2.
Page 2
BAB II
RUANG LINGKUP
Page 3
BAB II
RUANG LINGKUP
2.1 Ruang Lingkup Panduan Praktek Klinis Penyakit Dalam mencakup :
Sepuluh Penyakit terbanyak dari setiap divisi penyakit dalam
Penyakit penyakit yang dianggap penting walaupun angka
kejadian
kecil
Penyakit penyakit yang memerlukan tindakan emergensi
Tata laksana tindakan / prosedur penyakit dalam
Page 4
BAB III
TATA LAKSANA
Page 5
3.1.
KARDIOLOGI
Page 6
PATOFISIOLOGI
Beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada
ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan
peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat sehingga terjadi
kenaikan curah jantung. Disamping itu karena pembebanan jantung
yang lebih besar akan membangkitkan reaksi hemostasis melalui
peningkatan rangsangan simpatik. Perangsangan ini menyebabkan
peningkatan kadar katekolamin sehingga memacu terjadinya takikardi
dengan tujuan meningkatnya curah jantung.
Bila curah jantung
berkurang, maka akan terjadi redistribusi cairan badan dan elektrolit
(Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer
dengan tujuan untuk memperbesar venous return. Dilatasi, hipertropi,
takikardia dan redistribusi cairan adalah mekanisme kompensasi
jantung. Bila semua mekanisme kompensasi ini telah dipergunakan
Page 7
BENTUK KLINIS
secara
simptomatologis,
dikenal
Kelas II
Kelas III
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
-
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
Elektrokardiografi
Foto dada
Ekokardiografi
Angiografi, dll.
Page 8
Etiologi
Anatomi
Fisiologi
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan gagal jantung adalah untuk:
Menentukan dan menghilangkan sebab penyakit gagal
jantung
Memperbaiki daya pompa jantung
Memperbaiki atau menghilangkan bendungan.
Tindakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
-
1.
2.
3.
4.
5.
Page 9
ketat.
5. Obat-obatan
Obat-obatan yang dipakai untuk gagal jantung adalah:
- Diuretika
- Digoksin
- Vasodilator
Diuretika:
Loop diuretik: Furosemid 20-80 mg
Golongan tiazid: HCT 12,5-25 mg/hari
Hemat kalium: Spironolakton 25-50 mg
Bila respon tidak cukup baik (diuresis kurang dari 60 cc/jam), dosis
diuretik dapat dinaikkan, diberi diuretik intravena, atau kombinasi
loop diuretik dan tiazid atau kombinasi loop diuretik dan
spironolakton
Digoksin:
Digoksin diberikan pada gagal jantung sistolik (disfungsi sistolik
ventrikel kiri) dan terutama jika disertai atrial fibrilasi. Loading
dose 0,5-0,75 mg, bisa diulang 0,25-0,50 mg tiap 8 jam.
Maintenance dose 0,125-0,25 mg/hari.
Vasodilator :
Venodilator: Nitrogliserin, Isosorbide dinitrat.
Arteridilator: Hidralazin, Minoksidil, Phentalamine.
Balanced vasodilator: Nitropruside, Prazosin, Doksazosin
ACE Inhibitor: Captopril, enalapril, lisinopril, dll.
ARB dapat digunakan jika terdapat kontraindikasi
penggunaan ACEI
Penyekat beta: bisoprolol, metoprolol dan carvedilol dapat
digunakan pada keadaan yang sudah stabil (NYHA klas II, III).
Dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi dalam beberapa
minggu hingga dosis optimal tercapai.
-
Obat-obat lain:
Page 10
PROGNOSIS
Prognosis gagal jantung ditentukan oleh status jantung (cardiac
status):
Cardiac status:
Prognosis:
Uncompromised
Baik
Slightely compromised
Moderately compromised
pengobatan
Gagal
Severe compromised
dengan
Page 11
Sianosis sentral
Sesak nafas dengan bunyi nafas seperti mukus berbuih
Ronki basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir
seluruh lapangan paru, kadang-kandang disertai ronki kering
dan ekspirasi memanjang akibat bronkospasme, dahulu dikenal
dengan asma kardiale
Takikardia dengan gallop S3
Murmur bila ada kelainan katup
Page 12
Elektrokardiografi
Laboratorium
Foto Toraks
Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian dapat meluas ke
arah apeks paru. Kadang-kadang ditemukan efusi pleura
Ekokardiografi
Dapat menggambarkan penyebab gagal jantung: kelainan katup,
hipertrofi ventrikel kiri (hipertensi), segmental wall motion
abnormality (penyakit jantung koroner). Pada umumnya ditemukan
dilatasi ventrikel dan atrium kiri.
DIAGNOSIS BANDING
Edema paru akut non kardiak
Emboli paru
Asma bronkial
PENATALAKSANAAN
Posisi duduk
Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit, bila perlu dengan msker.
Jika memburuk: pasiem semakin sesak, takipnu, ronki
bertambah, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat:
dilakukan
intubasi
endotrakeal,
suction
dan
ventilator/bipep
Infus emergensi
Monitor tekanan darah, EKG, oksimetri bila ada
Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total
dosis 15 mg
Page 13
KOMPLIKASI
Gagal napas
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi
ENDOKARDITIS INFEKTIF
Kode : ICD. I.38
DEFINISI
Endokarditis infektif adalah infeksi mikroorganisme pada endokard
atau katup jantung.
ETIOLOGI
Penyakit ini biasanya terjadi:
-
FAKTOR PENCETUS
-
Ekstraksi gigi
Kateter saluran kemih
Page 14
Mikroorganisme penyebab
-
Sub akut
: yang terbanyak adalah Streptokokus
viridans (50%),
Stafilokokus aureus
dan Streptokokus atau
Stafilokokus yang lain, jamur, ragi, virus dan
Candida.
Akut
PATOFISIOLOGI
Port dentre kuman yang paling sering adalah saluran napas bagian
atas. Selain itu juga melalui saluran kemih dan genital, saluran cerna,
pembuluh darah dan kulit. Endokard yang rusak dan tidak rata mudah
terinfeksi, mikroorganisme menimbulkaqn vegetasi yang terdiri dari
trombosit dan fibrin. Kuman yang sangat patogen dapat menyebabkan
robeknya katub dan terjadi kebocoran. Infeksi miokard atau aneurisma
nekrotik.
Pembentukan trombus yang mengandung kuman dan
kemudian lepas dari endokard merupakan gambaran yang khas pada
endokarditis infektif. Emboli ini dapat menyangkut di organ vital lain.
BENTUK KLINIS
- Sub akut :
Gejala umum
Demam, lesu, lemah, keringat
menurun, hepatomegali.
:
banyak,
anoreksia,
BB
Gejala emboli/vaskuler:
Splinter haemorrhagic, Osler node, petechial (roths spot) dan
gejala organ lain.
Penyakit jantung
murmur, dll.
Gejala jantung
yang mendasari,
:
terdapat
perubahan
Page 15
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya bentuk klinik seperti di atas,
laboratorium, ECG, Foto dada dan Ekokardiografi.
Kriteria klinis Duke untuk endokarditis infektif (EI) :
El Definite
Kriteria Patologis
Mikroorganisme: ditemukan dengan kultur atau histologi dalam
vegetasi yang mengalami emboli atau dalam suatu abses
intrakardiak
Kriteria klinis
Menggunakan definisi spesifik, yaitu : dua kriteria mayor atau
satu kriteria mayor dan tiga krteria minor atau lima krteria minor
Kriteria Mayor:
1. Kultur darah positif untuk endokarditis infektif (EI)
A. Mikroorganisme khas konsisten untuk EI dari dua kultur darah
terpisah seperti di bawah ini:
1) Streptococci viridas, streptococcus bovis atau grup HACEK
atau
2) Community
acquired
staphylococcus
aureus
atau
enterococci tanpa ada fokus primer atau
B. Mikroorganisme konsisten dengan EI dari kultur darah positif
persisten, didefinisikann sebagai :
1) 2 kultur dari sampel darah yang diambil terpisah > 12
jam atau
2) Semua dari 3 atau mayoritas dari 4 kultur darah
terpisah (dengan sampel awal dan akhir diambil terpisah
1 jam)
2. Bukti keterlibatan endokardial
A. Ekokardiografi positif untuk EI didefinisikan sebagai:
1) Massa intrakardiak oscilating pada katup dan struktur
yang menyokong, di aliran jet regurgitasi atau pada
material yang diimplikasikan tanpa ada alternatif anatomi
yang dapat menerangkan atau
2) Abses, atau
Page 16
EI rejected
Diagnosis alternatif tidak memenuhi manifestasi endokarditis
atau resolusi manifestasi endokarditis dengan terapi antibiotik
selama< 4 hari atau
Tidak ditemukan bukti patologis EI pada saat operasi atau otopsi
setelah terapi antibiotik > 4 hari.
PENATALAKSANAAN
Pemilihan obat sesuai dengan uji resistensi. Endokarditis yang
disebabkan oleh S.viridans sensitif terhadap penisilin G 12-28 juta
unit/hari iv kontinu atau 6 dosis terbagi terbagi selama 4 minggu,
seftriakson 2 gram iv sekali sehari selama 4 minggu , kombinasi
penisilin G dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB iv tiap 8 jam
selama 2 minggu, Vancomisin HCL 30mg/kgBB/24 jam iv dalam 2
Page 17
Payah jantuing
Mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotika
Pengobatan yang terlambat
Infeksi yang terjadi setelah pemasangan katub
prostetik
5.
6.
ANGINA PEKTORIS
Kode : ICD.I.28
Page 18
DEFINISI
Merupakan simptom komplek yang secara klasik berupa nyeri dada
seperti dicekik atau diperas berlangsung 1-10 menit yang biasanya
timbul pada saat latihan dan menghilang pada saat istirahat. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi pada keadaan istirahat dan dicetuskan
oleh faktor emosi. Ada beberapa angina pectoris yang kita kenal
seperti angina pektoris stabil, tidak stabil, variant yang penting
dibedakan oleh karena prosedur diagnosis, pengobatan dan prognosis
yang berbeda.
ETIOLOGI
Aterosklerosis koroner
Stenosis aorta atau regurgitasi
Spasme buluh koroner dengan atau tanpa
kelainan buluh koroner.
Kardiomiopati hipertropik dengan atau tanpa
obstruksi
Kardiomiopati dilatasi
Gangguan reserve koroner pada hipertensi
sistemik
Mitral stenosis dengan hipertensi pulmonal berat.
PATOFISIOLOGI
Iskemia miokard terjadi oleh karena ketidak seimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen pada miokard.
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen:
Frekwensi jantung & meningkat pada keadaan rasa sakit
stres serta rangsang simpatis.
Tegangan intra miokard yang dipengaruhi oleh tekanan
dan volume ventrikel kiri, serta tebalnya dinding ventrikel.
Status kontraktilitas miokard.
-
Kandungan oksigen
anemia dan hipoksemia.
darah
misalnya
menurun
pada
Page 19
Aliran darah
vasokonstriksi.
koroner,
menurun
pada
obstruksi
dan
BENTUK KLINIS
Rasa tidak enak seperti berat dan tekanan
Lokasi retrosternal, leher, lengan atau rahang.
Dapat disertai nafas pendek, keringat banyak, cemas dan
fatigue
-
ANGINA STABIL
Angina terjadi lebih dari 60 hari tanpa adanya perubahan dalam
kekerapan, derajat, lamanya, faktor pencetus & cara hilangnya.
ANGINA TIDAK STABIL
Merupakan angina dengan onset baru (dalam 60 hari) atau angina
stabil dengan perubahan berupa meningkatnya kekerapan, derajat
(crescendo). Termasuk angina pada istirahat, angina pada latihan
minimal, atau angina yang timbul timbul setelah infark miokard.
ANGINA VARIANT
Page 20
PENGOBATAN:
Angina pektoris stabil.
Nitroglycerin sublingual 0,4 mg dapat diulang tiga kali bila
perlukan.
Isosorbid dinitrate sublingual 5-20 mg beberapa kali
sehari bila dibutuhkan. Yang oral 10-40 mg 2-3 kali sehari.
Nitrogliserin topikal, salep atau semprot.
Antagonis kalsium dapat berupa diltiazem atau nifedipin
Antagonis beta
Anti platelet
Angina tidak stabil :
-
Aritmia
Page 21
Infark miokard
Disfungsi ventrikel
PROGNOSIS
Tergantung jumlah buluh koroner yang terlibat
Adanya komplikasi
Adanya faktor resiko
Frewensi serangan iskemia
Lain-lain
PATOFISIOLOGI
Adanya
gangguan
metabolisme
protein,
fungsi
platelet
endotel
atau
gabungan
pembentukan trombus.
gabungan
dengan
dengan
dapat
menimbulkan
trombus
dapat
menimbulkan
infark
miokard.
Page 22
trauma,
coronary
dissection,
keadaan
hiperkoagulasi,
Dapat disertai
tangan dingin, keringat banyak terutama pada infark yang luas dan
gangguan fungsi ventrikel kiri. Dapat juga demam derajat rendah
karena nekrosis miokard. Suara jantung bisa melemah, S3, dapat
terjadi murmur sistolik oleh karena ruptur khorda atau septum, dan
friksi perikard oleh karena inflamasi perikard. Adanya gagal jantung
kongestif tanpa sakit dada dapat terjadi pada infark dengan
penderita diabetes malitus.
Pemeriksaan radiologis :
Foto torak dapat membantu melihat adanya edema paru.
Elektrokardiogram :
Page 23
Laboratorium :
Adanya kenaikan enzym jantung serum, yaitu CKMB, LDH, alpha
HBDH dan SGOT.
PENGOBATAN
Umum :
Tirah baring total (ICCU), monitor ECG, tekanan darah,
oksimetri
-
Infus darurat
Oksigen
Khusus :
Aspirin 160-345 mg sehari
dinitrat
sublingual,
bila
perlu
Penyekat
beta
dapat
diberikan
jika
tidak
ada
kontraindikasi
Page 24
Antikoagulan:
KOMPLIKASI
-
Perikarditis
Dressler Syndrome
ARITMIA
Kode : ICD. I.49
DEFINISI
Aritmia adalah keadaan gangguan irama dengut jantung yang
ditimbulkan akibat gangguan sistem pacu (pacemaker) dan konduksi
listrik jantung, baik akibat rangsangan ektopik maupun reentry.
ETIOLOGI
Penyakit Jantung Koroner (Iskemia Miokard), Penyakit Jantung Katub,
Penyakit Otot Jantung, Gangguan keseimbangan elektrolit atau asam
basa, degarasi sistem konduksi (ASHD), gagal jantung, gangguan
hormon, hipoksia, perdarahan akut masif, psikogen dan atau faktor
konstitusi.
PATOFISIOLOGI
Sesuai etiologinya masing-masing, biasanya ditimbulkan oleh
peningkatan kepekaan, kelainan dan degenerasi sistem pacu/konduksi
miokard.
GAMBARAN KLINIS
Page 25
Aritmia Ventrikel:
VES,VT, VF, Ventricular Flutter,
Torsades des Pointes
b. Gangguan Konduksi
Ekstrasistol
Supraventrikel
(SVES,
Premature Atrial Contraction)
SVES biasanya tidak diterapi kecuali simptomatis misalnya
dengan sedatif (diazepam) dan kalau perlu dengan
sulfaschinidin atau disopiramid.
b.
Page 26
c.
Takikardia
Supraventrikel
Paroksismal
(PSVT)
Penderita biasanya dirawat. PSVT diobati untuk mencegah
terjadinya gagal jantung dan segera dilakukan penekanan bola
mata (eye ball pressure) atau massage sinus karotikus. Bila
tidak berhasil dapat diberikan verapamil injeksi bolus i.v. 10-20
mg. obat lain yang dapat dipakai: adenosin, digitalis, diltiazem
atau penyekat beta secara intravena. Bila obat-obatan tidak
berhasil mengembalikan ke irama sinus dan terdapat
gangguan hemodinamik, dapat dilakukan defibrilasi 100-150
Joule.
d.
Sindrom WPW
Ditandai dengan adanya interval PR yang memendek,
gelombang delta dan melebarnya QRS. Bila terjadi AF atau
PSVT tidak boleh diberikan terapi seperti di atas (verapamil,
penyekat beta atau digitalis) melainkan diberikan disopiramid
atau defibrilasi. Ini disebabkan karena dengan obat golongan
tersebut impuls fisiologis melalui AV Node dapat ditekan tetapi
sebagai kompensasinya, impuls dapat melalui jalur asesoris
yang patologis sehingga sampai di ventrikel menimbulkan
takikardi ventrikel yang ganas. Penderita dengan sindrom
WPW yang tenang tidak dirawat.
Page 27
e.
f.
g.
Takikardi
Ventrikel
(VT)
dan
Fibrilasi
Ventrikel (VF)
VT dan VF harus cepat ditangani (gawat darurat) karena dapat
menimbulkan henti jantung. Segera diberikan bolus lidokain
i.v. 50-100 mg dan drip dalam dextrose 5% 2 mg/menit
sampai minimal 2 hari dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
meksiletin sampai maksimal 6 bulan. Bolus dan drip bisa juga
dilakukan dengan meksiletin atau disopiramid.
Untuk
pemeliharaan dapat juga dipakai obat golongan penyekat beta
seperti atenolol atau metoprololl (50-200 mg/hari) sampai
beberapa bulan. Bila dengan cara di atas belum juga berhasil
atau dalam keadaan umum yang kritis, segera harus dilakukan
Page 28
i.
Blok AV Total
Pada Blok AV total impuls dari simpul SA dan AV tidak dapat
diteruskan ke berkas His sehingga ventrikel membuat
otomatisasinya sendiri dengan akibat tidak adekuatnya sistem
kardiovaskuler.
Bila keadaan hemodinamik masih dapat
ditoleransi, masih diusahakan perangsangan simpul SA dengan
sulfas atropine 0,50-2,00 mg i.v. sesering mungkin sampai
dapat dipasang alat pacu jantung temporer kemudian
permanen. Penderitanya dirawat bila dalam konteks IMA atau
sering mengalami sinkop.
j. Henti Jantung
Henti jantung ditandai dengan hilangnya kesadaran, tekanan
darah/nadi tak terukur, tidak adanya pernapasan. Bila tidak
secepatnya dilakukan resusitasi jantung paru di tempat
kejadian maka pasien dapat meninggal dalam waktu yang
singkat. Obat-obatan yang diperlukan untuk resusitasi ini ialah
antara lain adrenalin (kalau perlu intrakardial), CaCL2 atau Ca
glukonas, bikarbonas natrikus, sulfas atropine yang semuanya
diberikan secara bolus i.v. sampai keadaan hemodinamiknya
teratasi. Defibrilasi diberikan sesuai indikasi yang dinilai dari
monitor EKGnya. Drip dopamine diberikan langsung untuk
mengatasi syock kardiogenik yang sedang berlangsung.
Seluruh penderita aritmia yang dirawat baru dipulangkan
setelah keadaan hemodinamiknya cukup stabil.
KOMPLIKASI
Telah disebutkan di atas yaitu sinkop, fenomena tromboemboli, gagal
jantung, syok kardiogenik, henti jantung dan mati mendadak.
PEMERIKSAAN LANJUTAN
Page 29
Page 30
Page 31
Page 32
LABORATORIUM
Gambaran laboratorium biasanya untuk mencari faktor etiologik
demam reuma yaitu ASTO dan CRP yang positif.
PENATALAKSANAAN
Penyakit jantung katup diobati bila penderita dalam fungsional NYHA
kelas II ke atas. Pengobatan biasanya untuk mencegah/mengobati
gagal jantung seperti diuretik, digitalis, vasodilator, venodilator, dsb.
(lihat pengobatan gagal jantung). Komplikasi aritmia diobati dengan
anti aritmia (lihat pengobatan aritmia). Pengobatan medikamentosa ini
diberikan seumur hidup sebelum pengobatan definitif dapat diberikan.
Untuk lebih memastikan jenis tindakan yang akan diambil sebagai
pengobatan definitif diperlukan pemeriksaan final secara invasif yaitu
kateterisasi jantung. Pengobatan yang definitif ialah secara invasif
dengan
baloon
valvuloplasty
atau
operatif
dengan
valvuloplasty/valvulotomi/penggantian katub dengan prostetik. Akan
tetapi terapi definitif ini baru dilakukan bila perjalanan penyakit masih
belum terlambat. Bila fungsi ventrikel kiri sudah sedemikian buruk dan
hipertensi pulmonal sudah sedemikian tingginya maka terapi invasif
atau bedah tidak perlu dilakukan lagi.
KOMPLIKASI
Telah disebutkan yaitu gagal jantung, aritmia, hipertensi pulmonal,
fenomena tromboemboli.
TINDAK LANJUT
Penderita paska bedah jantung masih harus dikontrol rutin sebulan
sampai tiga bulan sekali untuk menurunkan dosis obat-obat yang
pernah diberikan semasa pra bedah. Khusus untuk penderita dengan
katup prostetik harus diberikan obat anti koagulan oral seumur hidup
yaitu kumarin (sintrom) yang idealnya harus disesuaikan dosisnya
setiap dua minggu setelah dilakukan pemeriksaan trombotest.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam menurut tepatnya pengobatan dan komplikasi yang
terjadi.
Page 33
3.2.
PULMONOLOGI
Page 34
PNEUMONIA
Kode : ICD.J12 & ICD.J.15
DEFINISI
Infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, parasit dan basil lainnya.
Termasuk kelompok penyakit ini adalah : abses paru, dan Piotoraks
(Empisema).
PATOFISIOLOGI
Infeksi biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas atas yang
berlanjut ke saluran nafas bawah. Pneumonia dapat terjadi di
masyarakat (Community Acquired Pneumonia), terjadi di Rumah Sakit
(Hospital Acquired Pneumonia atau Pneumonia Nosokomia), Pneumonia
karena aspirasi, Pneumonia pada penderita mempunyai penyakit
penyerta seperti PPOK, DM dan Pneumonia terjadi pada penderita
dengan daya tahan tubuh menurun.
ETIOLOGI
Berbagai mikroorganisme seperti bakteri Aerob gram (+) Streptococcus
pneumonia (Pneumococcus), Staphylococcus, bakteri aerob gram (-)
seperti Pseudomonas, Klebsiella, Proteus, Haemophilus, Branhamella,
Bakteri Anaerob, Jamur, Parasit, Basil lain terutama Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia dan Legionella.
GEJALA KLINIS
Pneumonia ada 2 jenis yaitu Pneumonia Tipikal dan Pneumonia Atipikal.
Page 35
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks akan terdapat lesi konsolidasi atau difus pada lapangan
paru, lesi perselubungan untuk pleuropneumonia dan piotoraks, lesi air
fluid level untuk abses paru.
DIAGNOSIS
Berdasarkan gejala klinik yang menyokong, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan foto toraks. Diagnosis pasti bila ditemukan adanya
mikroorganisme penyebab infeksi.
KOMPLIKASI
Berupa pneumonia toksik dengan gangguan kesadaran dan sesak
nafas hebat kemudian diikuti oleh adanya syok. Pneumonia tipikal
sering menimbulkan komplikasi berupa pleuropneumonia, piotoraks
dan abses paru.
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Pemberian cairan intra vena kira-kira 2-2, 5 L/hari dalam bentuk kalori
dan elektrolit. Oksigen 2 3 L / menit.
Diet dalam bentuk cairan / bubur.
Antibiotika berdasarkan etiologi penyebab infeksi, gabungan golongan
Penicilin / Cepalosporin dan Aminoglycosides bila hasil biakan dan tes
resistensi belum didapat. Bila klinik atipikal, sebaiknya diberikan
golongan makrolides atau Quinolon.
Page 36
ETIOLOGI
Iritasi khronik pada saluran nafas seperti rokok (bronchitis khronik,
polusi debu dan defisiensi alpha 1 antitripsin (emfisema).
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 37
GEJALA KLINIK
Batuk khronik dengan dahak (pada bronchitis kronik keadaan ini terjasi
setiap hari selama 3 bulan da;lam 1 tahun pada sedikitnya 2 tahun
berturut-turut, sesak nafas terutama melakukan aktifitas, perjalanan
penyakit khronik dan progresif selama hayat, sehingga makin lama
keluhan bertambah berat.
PEMERIKSAAN FISIK
Ditemukan tanda hiperflasi paru berupa toraks emfisematikus,
peningkatan kerja otot pernafasan, perkusi hipersonor, batas paru hati
menurun, batas jantung mengecil, suara nafas vesikuler melemah,
dapat disertai bising mengi dan ronkhi kering.
Laboratorium
Rutin adanya peningkatan kadar Hb dan jumlah eritrosit (Polisitemia
sekunder).
Khusus : Defisiensi kadar alpha 1 antitripsin (congenital).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto toraks PA dan lateral terdapat hiperlusensi regional dan gambaran
bronkhovaskuler kasar, gambaran jantung mengecil. Diafragma datar
dan tenting (overinflasi).
Uji faal paru sangat berguna dan terdapat penurunan volume ekspirasi
paksa satu detik (VEP1) dan penurunan rasio VEP1 / KVP. Kelainan ini
biasanya menetap (irreversible), EKG sering ditemukan adanya
pulmonal dan RV strain. Laboratorium darah untuk menentukan
adanya polisitemia sekunder.
DIAGNOSIS
Berdasarkan gejala klinik yang menyokong,
pemeriksaan fisik, foto toraks dan uji faal paru.
padukan
dengan
KOMPLIKASI
Pneumotoraks, Infeksi sekunder (eksaserbasi akut), Kor pulmonale,
kelelahan otot pernafasan.
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Motivasi dan pendidikan meliputi : Penyakit tidak dapat sembuh, iritasi
khronik seperti rorok, debu dihindarkan.
Mobilisasi dahak dengan mukolitik dan ekspektoransia.
Mengatasi spasme bronkhus dengan obat-obat bronkodilator seperti
aminofilin, agonis beta 2 kalau perlu diberikan steroid.
Page 38
Page 39
Page 40
KPBKSK stage IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma
vena kava superior berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lubektomi ataupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan
jika faal paru tidak cukup untuk lubektomi.Tepi sayatan diperiksa
dengan potong beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus
bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan diseksi sistematis,
serta diperiksa secara patologi anatomi.
Hal lain yang penting diingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah
yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah dapat
diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkinkan dapat
dinilai dari hasil analisa gas darah (AGD).
Syarat untuk reseksi paru
- Risiko ringan untuk pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral
baik dan VEP1>60%
- Risiko sedang untuk pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral
35% dan VEP1>60%.
Radioterapi
Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoradioterapi
neoadjuvan untuk KPKBSK stage IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi pilihan terapi kuratif.
Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk
meringankan keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superior,
nyeri tulang akibat invasi tumor kedinding dada dan metastasis tumor
di tulang atau otak.
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor,
yakni
- Stage penyakit
- Status tampilan
- Fungsi paru
Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui:
-
Page 41
Page 42
Page 43
dan
Targeted therapi
Beberapa jenis kemoterapi dengan target kerja yang selektif atau
tergeted therapi mulai digunakan untuk KPKBSK. Kelebihan dari obatobat itu adalah pemberian yang lebih sederhana yaitu per oral. Jenis
yang mulai digunakan adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor pada
reseptor epidermal growth factor (EGFR), antara lain gefitinib, erlotinib,
cetuximab. Obat golongan ini di indikasikan pemberiannya sebagai
adjuvant yaitu diberikan setelah pemberian terapi definitif selesai
diberikan.
Imunoterapi
Hasil penelitian menunjukan ada jejak imunologi pada penderita kanker
paru. Berdasarkan itu telah beredar luas di pasaran beberapa tehnik
dan obat komplenmen (misalnya keladi tikus, buah merah, ramuan
Page 44
Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum
ada hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
Terapi gen
Tehnik dan manfaat pengobatan ini masih dalam penelitian.
Protokol pemberian panduan obat Paklitaksel dan karboplatin tiap 3
minggu.
Dosis:
- Paklitaksel: 175 mg/m2
- Karboplatin: AUC-5
Hari ke-1
Pukul
00.00
07.30
08.00
11.00
14.00
Rincian
- Nacl 0,9 1 kolf + Neurobion5000 1 ampul, infus 20
tts/menit
- Deksametason 2 ampul iv
- Antiemetik 1 ampul iv
- Dipenhidramin 1 ampul im
- Paklitaksel .... mg dilarutkan dalam 500 ml Nacl 0,9%
botol kaca
- Infus dihabiskan dalam 3 jam
- Karboplatin ... mg dilarutkan dalam 500 ml Nacl 0,9 %
- Infus dihabiskan dalam 3 jam
- Antiemetik 1 ampul
- Nacl 0,9% 5%, infus 1 kolf selama 6 jam
Follow up
Selama di RS : mengikuti respons terapi melalui evaluasi klinik dan
radiology
Setelah keluar RS : meneruskan jadwal pemberian obat sitostatika dan
radioterapi.
Indikasi Rawat Inap
Untuk menegakkan diagnosis pasti dari penderita yang dicurigai tumor
ganas paru melalui berbagai pemeriksaan penunjang.
Page 45
Prednison 5 mg (oral)
ASMA BRONKIALE
Kode : ICD. J45
DEFINISI
Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi menyebabkan saluran nafas cenderung untuk menyempit
yang dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan dan adanya
inferaktifitas bronkus terhadap berbagai rangsangan.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya penyempitan saluran nafas disebabkan hiperreaktifitas
bronkhus karena rangsangan berbagai faktor pencetus dan aggravator.
Akibat hiperreaktifitas ini terjadi peradangan dari saluran nafas
menebal, mukosa edema, lumennya terisi sel-sel yang lepas akibat
peranan sel eosinofil dan hipersekresi mukus sehingga lumen saluran
nafas menyempit kadang-kadang dapat menyempit total yang berakhir
dengan kematian.
ETIOLOGI
Tidak diketahui secara langsung etiologi penyebab asma, akan tetapi
peranan genetik dan faktor pencetus menyebabkan terjadinya
serangan asma bronkhial.
GEJALA KLINIS
Sesak nafas disertai nafas berbunyi secara akut maupun secara
berkala merupakan keluhan utama terjadinya serangan asma.
Serangan asma lebih sering terjadi pada malam hari. Faktor pencetus
dan aggravator sangat berperan terjadinya serangan asma. Faktor
pencetus seperti infeksi, allergen inhalasi/makanan, olahraga, polusi
udara, iritan seperti asap rokok, bau-bauan, obat-obatan dan emosi.
Faktor aggravator seperti rhinitis, sinusitis dan refleks asam lambung.
Page 46
DIAGNOSIS
Gejala klinik yang khas dan perubahan uji faal paru setelah
pengobatan dengan bronkhodilator.
KOMPLIKASI
Serangan asma berat dapat meniumbulkan kematian. Asma kronik
persisten dapat menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Khronik (PPOK)
dan penyakit jantung paru (Kor Pulmonale).
PENATALAKSANAAN / TERAPI
- Oksigen 4 5 liter/menit
- Berikan nebulizer beta 2 agonis seperti salbutamol 2,5 mg tiap
20 menit sebanyak 3 kali.
- Steroid bila belum dapat diatasi. Hidrokortison 4x200 mg IV ata
Dexametasone 4x10 mg atau Prednisolone 40 mg/hari dalam
dosis terbagi.
- Bila serangan akut dapat diatasi, ganti obat secara oral.
- Suntikan aminofilin (240 mg/10 ml) dengan dosis bila telah
mendapat aminofilin dalam 12 jam sebelum serangan, berikan
dosis awal 2-3 mg/kg BB intra vena perlahan-lahan, teruskan
dengan dosis pemeliharaan 0,5 1 mg/kgBB/jam.
- Perbaikan hidrasi melalui cairan fisiologis intra vena 2 3 liter/24
jam.
- Antibiotika bila ada infeksi sekunder.
Follow up
Selama perawatan perlu diperhatikan perbaikan secara klinik dan uji
faal paru atau peak flow meter. Cairan factor pencetus terjadinya
serangan akut asma. Setelah keluar rumah sakit perlu dihindari factor
Page 47
ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberculosis
GEJALA KLINIS
Batuk kronik (lebih dari 3 minggu) dapat disertai darah, malaise (badan
lesu, lemah, tidak semangat), nafsu makan menurun, berat badan
menurun, demam tidak terlalu tinggi, keringat pada sore menjelang
malam, rasa flu yang tidak sembuh.
PEMERIKSAAN FISIK
Page 48
DIAGNOSIS
Berdasarkan gejala klinik yang menyokong, foto toraks PA relevans
untuk Tb paru dan sputum BTA. Diagnosis berdasarkan Kategori WHO
(Depkes).
Terminologi diagnosis dibagi atas :
a. TB Paru BTA positif
- Sputum BTA positif 2 kali
- Sputum BTA positif 1 kali, kultur positif.
- Sputum BTA positif 1 kali, klinis / rsdiologis sesuai dengan TB
Paru.
b. TB
-
c. Bekas TB Paru
- Sputum & klinik negatif
- Gejala klinis tidak menunjang
- Radiologis menunjukkan gambaran tak aktif.
Berdasarkan tipe penderita, kasus tuberkulosis dapat dibagi atas :
Page 49
a. Kasus baru
Penderita TB yang belum pernah mendapat OAT, atau pernah
mendapat OAT < 1 bulan.
b. Kasus kambuh
Penderita TB BTA (+) yang sudah sembuh, kini datang lagi
dengan pemeriksaan BTA memberikan hasil (+).
c. Kasus gagal
Penderita TB BTA (+) yang mendapat OAT, tapi BTA tetap (+)
pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan (AP) dan pada AP.
Penderita TB BTA (-) yang mendapat OAT, tapi BTA justru
menjadi positif pada akhir pengobatan fase awal.
d. Kaus lalai / putus berobat
Penderita TB yang menghentikan pengobatan ( 2 bulan) datang
kembali dengan BTA (+).
KOMPLIKASI
Dapat terjadi batuk darah massif (lebih dari 500 ml/hari), pleuritis
eksudativa Tb (pleura effusion), pneumotoraks Tb, empiema Tb, Tb
ekstra paru lain seperti meningitis Tb, dll.
PENATALAKSANAAN / TERAPI
- Motivasi dan pendidikan meliputi Tb paru, merupakan penyakit
menular, dapat disembuhkan, makan obat secara teratur paling
sedikit 6 bulan, adanya efek samping obat, bahaya terjadinya
batuk darah.
- Istirahat kerja tergantung derajat lesi Tb dari ringan lanjut,
perlu istirahat 1 3 bulan.
- Diet tinggi kalori tinggi protein, kecuali ada penyakit penyerta
seperti diabetes dan lainnya. Konsistensi dari bubur sampai
dengan nasi biasa.
- Tidak merokok.
- Obat anti tuberkulosa tergantung kategori.
TB PARU dan TB EKSTRA PARU
Streptomisin 1 gr (suntikan)
Rifampisin 450 mg dan 600 mg (oral)
INH 400 mg (oral)
Pyrazinamid 500 mg (oral)
Ethambutol 500 mg dan 250 mg (oral)
Page 50
Kategor
i
I
II
III
IV
Kriteria Penderita
- Kasus kronik
2 RHZE (RHZS)* 4
2 RHZES / 1
5
RHZE
5
2 RHZES / 1
RHZE*
2 RHZ
6
2 RHZ
4
2 RHZ*
4
Obat-obat sekunder
R3H3*
RHE
R3H3E3*
EH
RH
R3H3*
Page 51
Evaluasi Pengobatan :
1. Evaluasi klinik & efek samping obat
2. Evaluasi foto toraks pada akhir
pengobatan
3. Evaluasi BTA
Kategori
Waktu
evaluasi
I
Akhir bulan kedua
Akhir bulan ketiga
(sisipan)
- Sebulan sebelum
AP
- Akhir pengobatan
-
fase
intensif
dan
II
Akhir bulan ke 3
Akhir bulan ke 4
Sebulan
sebelum AP
- Akhir
pengobatan
-
akhir
III
Akhir
ke 2
bulan
Page 52
Page 53
Seperti pn
eumotoraks Tb, tetapi pemasangan WSD dilakukan pada
lapangan bawah, sela iga 6 atau 7.
TB EKSTRA PARU
Kode : ICD.A18
Tb Ekstra Paru yang lain seperti Limpadenitis Tb, Tb kulit, Tb tulang
dan lainnya.
Penatalaksanaannya sama seperti Tb Paru.
Page 54
Page 55
3.3.
GASTROENTERO HEPATOLOGI
Page 56
REFLUKS ESOFAGITIS
Kode : ICD. K21.0
DEFINISI
Terjadinya peradangan mukosa
esofagus
asam lambung, pepsin dan empedu.
akibat
kontak
dengan
ETIOLOGI
Akibat lemahnya sfinkter esofagus bagian bawah, ada 2 penyebab :
a. Kelainan anatomis : sliding hernia
b. Kelainan funsional : kelainan hormonal, kelainan neurologis,
obat- obatan, diet yang salah, rokok, alkohol, dll.
PATOFISOLOGI
Kontak terus-menerus dengan cairan lambung
dan duodenum
menyebabkan
proses peradangan dari mukosa esofagus bagian distal. Kelainan
dapat beruPA radang ringan, erosi, ulkus, sampai terjadi perdarahan
atau stiktur.
GEJALA KLINIS
Nyeri retro sternal, heartburn, regurgitasi, nyeri
hematemetis melena.
sewaktu menelan,
DIAGNOSIS
a. Gejala klinis
b. Pemeriksaan endoskopi
c. Pemeriksaan histopatologi
d. Foto barium esofagus
e. Pemeriksaan pH
PENATALAKSANAAN
a. Kurangi berat badan
b. Diit rendah lemak, pantang rokok, kopi, alkohol, coklat dan lainlain.
c. Obat-obatan : Antasida, H2RA, obat golongan prokinetik,
sitoprotektif, PPI.
KOMPLIKASI
Striktura esofagus.
TINDAK LANJUT
- Dilatasi
- Operasi
Page 57
PROGNOSIS
Baik.
AKALASIA
Kode : ICD K22.0
DEFINISI
Suatu keadaan tidak didapatkan peristaltik dari korpus esofagus
dan kegagalan sfinkter esofagus bagian bawah untuk relaksasi
secara
sempurna. Akibatnya terjadi statis makanan dan terjadi
pelebaran esofagus.
ETIOLOGI
a. Primer : tidak diketahui
b. Skunder :
- Infeksi (penyakit chagas)
- Tumor intra dan ekstra luminer
- Obat-obatan anti kolinergik
- Paska vagotomi
- Neurophatik chronic intestinal
sindrom.
pseudo-obstruction
PATOFISIOLOGI
Tingginya tekanan sfinkter esofagus dan aperistaltik corpus
esofagus menyebabkan makanan tidak dapat masuk ke lambung
dan terjadi dilatasi dari esofagus.
GEJALA KLINIS
Disfagia yang makin lama makin berat, regurgitasi terutama pada
malam hari dan posisi berbaring, nyeri dada, nyeri epigastrium
(heart burn) dan berat badan turun
DIAGNOSIS
- Esofagogram
- Endoskopi
- Manometri esofagus
PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa :
- nitrogliserin 0,3 0,6 mg SL
- ISDN 2,5 5 mg SL atau 10 20 mg per oral
- Nifedipin 10 20 mg per oral atau SL
- Dilatasi mekanik
- Operasi
Page 58
PROGNOSIS
Umumnya baik
GASTRITIS EROSIF
Kode : ICD. K28
DEFINISI
Peradangan dan erosi akut dari mukosa lambung.
ETIOLOGI
a. Obat golongan salisilat dan OAINS lain.
b. Alkohol
c. Zat kimia korosif
d. Infeksi bakteri stafilokokus : food poisoning
e. Infeksi virus, dll
PATOFISIOLOGI
Terjadi kerusakan dari mukosa lambung akibat kontak dengan zat-zat
tersebut.
GEJALA KLINIS
Nyeri akut epigastrium, mual, muntah, hematemesis melena.
DIAGNOSIS
Endoskopi dan foto barium lambung.
PENATALAKSANAAN
Diet : cairan dan lunak.
IVFD kalau perlu
Obat-obatan : antasida, trankuilizer,
golongan
sitoprotektif, antibiotika bila perlu, PPI.
spasmolitik,
H2RA,
obat
KOMPLIKASI
Anemia, ulkus, perforasi jarang.
TINDAKAN
Transfusi darah.
Page 59
TUKAK PEPTIK
Kode : ICD. K27
DEFINISI
Terjadi kerusakan lokal dari dinding lambung, dapat terbatas pada
mukosa atau lebih dalam sampai lapisan otot akibat pengaruh asam
lambung, pepsin atau cairan empedu dengan batas yang jelas dan
bersifat jinak
.
ETIOLOGI
Faktor genetik, makanan, obat-obatan, faktor lingkungan, stress,
kuman H. Pylori,
dll.
PATOGENESIS
Ketidak-seimbangan antara faktor defensif (resistensi mukosa
lambung) dan faktor agresif (asam, pepsin dan cairan empedu).
GEJALA KLINIS
Rasa nyeri epigastrium, rasa terbakar, nyeri spontan tengah malam,
mual, muntah, berat badan menurun, hematemesis melena.
DIAGNOSIS
- Foto barium lambung dan duodenum
- Endoskopi.
PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa :
Istirahat
Hindari stress
Hindari merokok, minuman keras, kopi, makanan
merangsang seperti cabe, merica, cuka, dll.
Diit : makan lunak dengan porsi kecil-kecil dan
sering makanan yang mengandung susu, biskuit, dll.
b. Medikamentosa .
Psikofarmaka
Antasida,
antikolinergik,
H2RA,
sitoprotektor,
inhibitor pompa proton, eradikasi kuman H. Pylori, dll.
Page 60
KOMPLIKASI
Perdarahan, perforasi .
PROGNOSIS
Sering relaps.
KOLESISTITIS
Kode : ICD K.81
DEFINISI
Kolesistitis adalah peradangan dari saluran empedu dan kantong
empedu, ada 2
tipe, yaitu : akut dan kronik
ETIOLOGI
Sebagian besar disebabkan adanya obstruksi pada duktus sistikus
oleh batu,
sedangkan kurang dari 10% tanpa disertai batu.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya proses peradangan dan infeksi dari saluran empedu.
GEJALA KLINIS
Gejala klasik adalah nyeri hilang timbul abdomen kanan atas
terutama setelah makan makanan yang mengandung lemak. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri perabaan didaerah kantong
empedu, dapat disertai dengan peritonitis lokal. Ikterus terjadi bila ada
hambatan dari aliran empedu.
DIAGNOSIS
- Pemeriksaan USG
- Plain foto abdomen dan kolesistografi oral
- CT-Scan
- ERCP
PENATALAKSANAAN
- Istirahat.
- Pemberian makanan parenteral, diit ringan tanpa lemak.
- Obat : - Penghilang rasa nyeri, antispasmodik, petidin
- Antibiotika
- Bedah : kolesistektomi.
KOMPLIKASI
- Perforasi saluran empedu
Page 61
- Ikterus obstruksif
- Sepsis
TINDAK LANJUT
Operasi
Atasi sepsis
PROGNOSIS
baik
PANKREATITIS
Kode : ICD K.85
DEFINISI
Pankreatitis
adalah reaksi
peradangan pankreas dimana enzym
pankreas melalui autodigesti pada kelenjar itu sendiri. Pankreatitis
bilier akut adalah pankreatitis akut yang disebabkan oleh adanya
sumbatan batu atau studge di saluran empedu.
Mekanisme terjadinya obstruksi sfingter oddi akibat batu atau studge
masih belum jelas, tetapi melibatkan peningkatan tekanan saluran
bilier.
ETIOLOGI
Pankreatitis dapat terjadi ketika faktor yang mempengaruhi
hemeostosis seluler menjadi tidak seimbang. Hal yang memulai proses
tersebut dapat berupa apa saja yang merusak sel asinar dan
mempengaruhi sekresi granul zimogen seperti pada penggunaan
alcohol, batu empedu dan beberapa macam obat.
DIAGNOSIS
Gejala dan Tanda Klinis :
- Nyeri perut atas biasanya di epigastrium, dapat juga di sebelah
kanan atau kiri, tergantung sisi pankreas yang terkena. Nyeri
bersifat mendadak yang intersitasnya meningkat dan akhirnya
menetap. Nyeri dapat menyebar ke punggung, dada, pinggang
belakang dan abdomen bawah.
- Deman
- Takikardi
- Mual dan muntah
- Anoreksia
- Kebanyakan pasien disertai ikterus
- Distensi abdomen
- Dising usus menghilang
- Asites (terjadi karena ruptore pankreas)
- Dispneu (terjadi karena iritasi diafragma, efusi pleura,
- Hemodinamik tidak stabil (syok)
Page 62
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Amilase dan lipase serum sangat meningkat lebih dari 3 x nilai
normal
- Periksaan kadar SGOT, SGPT, bilirubin dan alkoli pesfatase untuk
mendukung batu saluran empedu sebagai etrologi pankreatitis
- Kalsium serum (biasanya terjadi hiperkalsemi akibat saponifikasi
lemak di retroperitoneum)
- Periksa kadar elektrolit, ureum, cnatimin, glukosa
- Adanya hemokonsentrasi merupakan pemeriksaan yang sensitif,
yang menunjukkan penyakit yang berat
- CRP dapat diperiksa 24 48 jam setelah omset gejala.. CRP 150
mg/ dl menunjukkan pankreatitis berat.
- Analisis gas darah diperlukan bila pasien mengalami dispneu
PEMERIKSAAN PENCITRAAN
USG abdomen : edema pankreas, asites, batu / studge saluran
empedu, dilatasi saluran empedu (rutin dikerjakan)
CT Scan abdomen : untuk membedakan antara pankreatitis
interstisia atau pankreatitis rekrotikans ( dilakukan pada kasus
yang tidak jelas)
Rontgen toraks : efusi pleura
MRI MRCP : untuk pasien yang terdapat kontraindikasi pada
pemeriksaan CT Scan dengan kontras
Endosonegrafi : untuk mendapatkan gambaran pankreas dan
saluran bilier yang lebih jelas ( bila tersedia)
ERCP : untuk evaluasi saluran bilier dan pankreas. ERCP
digunakan sebagai alat diagnosis sekaligus terapi.
DIAGNOSIS BANDING
- Kolelistrasis
- Ulkus yang mengalami perfurasi
- Apendisitis akut
- Is mesenterika
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 63
Obstruksi usus
Trauma
Pankreatitis akibat obat, konsumsi alkohol akut
Kelainan paru, jantung, ginjal.
Hipetriglisendemia
Hiperkalsemia
Porfiria akut
TATALAKSANA
a. Pankreatitis ringan
- Rehidrasi agresif
- Penghilang rasa nyeri : golongan OAINS
- Asupan makanan oral jika nyeri membaik
- Pantau hasil laboratorium dan pemerikssan pencitraan
b. Pankreatitis berat
- Dianjurkan perawatan intensif (ICU)
- Terapi cairan agresif
- Terapi nutrisi ( Nutrisi anreral lebih baik)
- Penghilang rasa nyeri ( morfin bila perlu)
- Lakukan ERCP segera
- Indentifikasi proses nekrosis
- Antibiotik bila terdapat infeksi
Catatan :
1. Larutan IV NACL 0,9% atau
RL diberikan dengan
memperhatikan hemodinamik pasien. Setelah balans cairan
seimbang, cairan kristaloid diberikan 35 ml / kg / hari)
2. Bila kadar glukosa darah > 250 g / dl berikan insulin
3. Transfusi darah diperlukan bila kadar HT < 25 %
4. Saturasi O2 arteri > 95 %
5. Antibiotik diberikan bila ada tanda tanda infeksi
6. Indikasi ERCP segera ( dalam waktu 24 jam setelah pasien
masuk)
KOMPIKASI
Pbeurudokesta pankreas, abses pankreas, peradangan hemoragik,
nekrosis organ sekitar, pembentukan fistula, ulkus duadinum, interus
obstruksi, osites, sepsis.
Page 64
peradangan hati
yang
disebabkan
ETIOLOGI
Virus hepatitis A, B, Non A Non B, D, E,G
PATOFISIOLOGI
Virus tersebut bersifat
hepatotropik menimbulkan radang dan
nekrosis dari hati, berat ringannya tergantung jumlah dari virus.
GEJALA KLINIS
a. Fase prodromal : panas, lesu, malaise, nyeri epigastrium,
muntah. Gejala ini timbul beberapa hari.
b. Fase ikterus : timbul ikterus bervariasi dari ringan sampai berat,
terlihat pada mata, mukosa dan kulit. Pada beberapa pasien
terjadi gambaran kolestasis
disertai gatal pada kulit dan
ikterus berlangsung
lebih lama dapat mencapai sampai 4
bulan. Setelah timbul ikterus gejala prodromal menghilang,
demam tidak ada lagi dan nafsu makan timbul kembali.
c. Fase penyembuhan : ikterus berangsur-angsur
menghilang.
Lama ikterus lebih kurang 1-6 minggu, pasien sembuh baik
secara klinis
maupun
laboratorium. Kurang dari
0,5 %
penderita dapat menjadi fulminant dan fatal.
DIAGNOSIS
Page 65
HEPATITIS B KRONIK
Kode: ICD K.72
DEFINISI
Radang hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B.
Pasien yang terinfeksi virus hepatitis B secara kronik bisa
mengalami 4 fase penyakit, yaitu fase immune tolerant, fase
immune clearance, fase pengidap inaktif, dan fase reaktivasi. Fase
immune tolerant ditandai kadar DNA VHB yang tinggi dengan kadar
ALT normal. Fase immune clearance terjadi ketika system imun
berusaha melawan virus yang ditandai fluktuasi level ALT serta DNA
VHB. Pasien kemudian dapat berkembang menjadi fase pengidap
inaktif yang ditandai dengan DNA VHB yang rendah (<2000 IU/ml),
ALT normal dan kerusakan hati minimal. Pasien fase pengidap
inaktif dapat mengalami fase reaktivasi dimana DNA VHB kembali
mencapai >2000 IU/ml dan inflamasi hati kembali terjadi.
DIAGNOSIS
Page 66
Page 67
Page 68
Strategi terapi:
1. Golongan interferon (interferon konvensional,
interferon alfa-2a, pegylated interferon alfa-2b)
pegylated
Page 69
Pemantauan:
Page 70
harus
dilakukan
PENCEGAHAN
Page 71
HEPATITIS C KRONIK
Kode: ICD K.72
DEFINISI
Penyakit radang hati yang disebabkan oleh virus hepatits C.
Virus hepatitis C dapat diidentifikasi menjadi 6 genotip utama yaitu:
1-6. Pengetahuan tentang genotip ini sangat penting karena dapat
digunakan untuk memprediksi respon terhadap terapi antivirus, SVR
(sustained virological response) dan menentukan lama terapi.
Genotipe 2 dan 3 adalah genotip yang telah diketahui memiliki
respon lebih baik dibanding genotip 1.
DIAGNOSIS
Gejala
Infeksi VHC sangat jarang terdiagnosis saat infeksi fakse akut.
Manifestasi klinis bisa muncul dalam waktu 7-8 minggu setelah
terpapar dengan VHC, namun sebagian besar penderita tidak
menunjukkan gejala atau kalaupun ada hanya menunjukkan gejala
yang ringan.
Pada kasus infeksi VHC akut yang ditemukan, gejala yang dialami
biasanya jaundice, malaise dan nausea. Infeksi bekembang menjadi
kronik pada sebagian besar penderta dan infeksi konik biasanya
tidak menunjukkan gejala.
Pemeriksaan:
1. Uji serologi: berdasarkan deteksi antibodi (antibodi anti-HCV).
Sekali antibodi anti-HCV telah terbentuk, biasanya akan tetap
positif. Namun kadar antibodi anti-HCV akan menurun gradual
Page 72
dipercaya
dalam
Page 73
Page 74
SIROSIS HEPATIS
Kode : ICD K.74
DEFINISI
Sirosis hepatis adalah
penyakit hati menahun
yang
ditandai
dengan
proses peradangan, nekrosis sel hati, usaha regerasi dan
penambahan jaringan ikat difus, dengan terbentuknya nodul yang
mengganggu susunan lobulus hati.
ETIOLOGI
a. Hepatitis virus B dan Non A Non B.
b. Alkohol.
c. Gangguan metabolik: DM, hemokromatosis, penyakit Wilson,
galaktosemia, defisiensi alpha 1 anti tripsin
d. Penyumbatan saluran empedu intra atau ekstra hepatik yang
lama.
e. Bendungan vena hepatica.
f. Gangguan imunitas seperti pada hepatitis lupoid.
Page 75
g.
h.
i.
j.
PATOFISIOLOGI
Nekrosis
sel
hati
meliputi
daerah yang luas akan memicu
pembentukan
jaringan ikat
kolagen
dan
terbentuk
parut.
Terbentuknya jaringan parut akan membentuk septaparut. Usahausaha
regenerasi
yang
timbul
mengganggu
pula susunan
jaringan. Akhirnya akan terbentuk pseudo lobulus .
GEJALA KLINIS
Pada tingkat awal, gejala umumnya samar-samar dan tidak khas,
umumnya penderita merasakan tidak fit seperti biasanya, penderita
merasa lebih cepat letih.
Pada tingkat lanjut timbul ikterus,
asites, edema, spider naepi, palmar eritema, ginekomastia, atropi
testis , varises esofagus, koma hepatikum, dll.
DIAGNOSIS
a.
b.
c.
d.
Gejala klinis
Kelainan LFT
Ultrasonografi
Foto esafagus dan endoskopi untuk melihat varises esofagus.
PENATALAKSANAAN
a. Istirahat yang cukup.
b. Diit yang adekuat dan seimbang
c. Medikamentosa diberikan sesuai dengan gejala yang timbul
asites
diberikan diuretik, spironolakton 100 mg / hr PO (selama maximal
60 mg / hari), Furosemid 40 80 mg / hari PO/IV (selama maximal
240 mg / hr), monitor BR urin output, NA.K. Creatinin
KOMPLIKASI
a. Pecahnya varises esofagus
b. Koma hepatikum
TINDAK LANJUT
a. Skleroterapi
b. Bedah pintas
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 76
PROGNOSIS
Tergantung derajat berat ringannya sirosis, serta ganggguan fungsi
hati yang ditimbulkannya.
HEPATITIS FULMINANT
Kode : ICD K.74
DEFINISI
Kegagalan faal hati akut yang diakibatkan oleh nekrosis massif sel
hati yang timbulnya mendadak.
ETIOLOGI
- Hepatitis viral
- Obat-obatan : halotan, MAO inhibitor, INH, parasetamol.
- Fatty liver
GEJALA KLINIK
- Badan panas, lemah, mual yang disusul dengan timbulnya ikterik
Page 77
Page 78
Page 79
DIAGNOSIS
Gambaran klinis sesuai derajat ensefalopati hepatikum (EH) :
Derajat 0 - tanpa gejala, tes psikometrik negatif / subklinis /
minimal : klinis dan status mental normal, terdapat gangguan
memori / neuromuskutor minimial, test psikometrik positif
Derajat I : euforia, cemas, bingung ringan, depresi, gangguan
bicara, gangguan siklus tidur
Derajat II : letargi, bingung meningkat, mengantuk,
perubahan
kepribadian
nyata,
perubahan
perilaku,
disorientasi minimal waktu dan ruangan
Derajat III : bicara kacau, sangat bingung, rasa kantuk berat,
disorientasi waktu dan tempat berat, tidak dapat
melaksanakan aktivitas mental
Derajat IV : koma
PENATALAKSANAAN
a. Atasi factor pencetus
b. Mengurangi produksi amonia pada saluran cerna :
- Laktulosa enema : 200 ml laktulosa dengan 700 ml air
- Laktulosa 0 ml : 3 x 10-30 ml / hari
c. Mengatur diet protein 1,5 g. kgBB / hari, jumlah kebutuhan kalori
1800 2500 k
kal / hari
d. Memperbaiki ketidakseimbangan asam amino BCAA ( Branhed Chain
Amino Acids) 0,5 g / kgBB / hari ( 3 x 10 gr / hari).
e. Memberikan antibiotika :
- Neomisin : 2 4 gr / hari
- Metronidazole : 3 x 400 mg / hari
- Venkomisin : 4 x 500 g / hari
f. Meningkatan detoksifikasi amonia ekstra saluran cerna :
Page 80
sindrom
PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada keparahan ensefalopati hepatikum (EH) /
gagal hati dan lamanya waktu dapat dilihat berdasarkan MELD / Child
turcotte pugh pasien dengan gagal hati berat 30 % meninggal karena
ensefalopati hepatikum(EH)
Ensefalopati hepatikum akut dengan koma atau gagal hati
80% akan berakhir
dengan kematian.
fulminan
Page 81
ABSES HATI
Kode : ICD K.75.0
DEFINISI
Terbentuknya rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul
dalam jaringan hati akibat infeksi bakteri atau amuba histolitika.
Page 82
ETIOLOGI
- Entamoeba histolitika bentuk minuta, kista, vegetatif (aktif)
- Bakteri piogenik
PATOGENESIS
- Melalui sistem vena porta
- Melalui sistem limfatik
Secara langsung menembus dinding dinding usus fleksura
heptica kolon
asenden.
GEJALA KLINIS
Bervariasi, dapat timbul mendadak atau perlahan-lahan.
Dapat timbul bersamaan dengan stadium akut amubiasis intestinal
atau berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah keluhan intestinal
sembuh.
- Gejala subjektif
: Nyeri perut kanan atas, demam,
anorexia, mual, muntah, menggigil, nyeri
bila ditekan atau pada waktu bergerak,
biasanya penderita miring ke sisi kanan
untuk mengurangi sakit.
- Gejala objektif
DIAGNOSIS
-
Klinis
USG
Serologis terhadap amuba
Adanya pus pada punksi percobaan
Kultur dan resistensi tes.
PENATALAKSANAAN
-
Istirahat
Diet TKTP
Terhadap amuba : metronidazole 4 x 500 mg selama 5 10 hari
Bila diameter abses > 7 cm terapi diteruskan dengan nivaquin 3
x 10 mg selama 3 minggu.
Terhadap bakteri : broad spektrum antibiotika atau sesuai hasil
tes resistensi selama 2 4 minggu.
Kombinasi metronidazole dan antibiotika bila disangka abses
campuran.
Page 83
Tindakan : Aspirasi cairan pus, terutama bila abses akan pecah atau
kurang respon dengan pengobatan.
KOMPLIKASI
-
TINDAK LANJUT
Operasi
PROGNOSIS
Bila tanpa komplikasi umumnya baik.
Page 84
3.4.
GINJAL HIPERTENSI
Page 85
HIPERTENSI
Kode : ICD.I10
DEFINISI
Meningkatnya tekanan darah secara tetap di atas normal (>140/90
mmHg)
PEMBAGIAN
Menurut etiologi
a. Primer (essensial) 90%
b. Sekunder
:
renal/renovaskuler,
hiperaldosteronisme, pil KB, dll
Pre Hipertensi
Tekanan sistolik 120-139 mmHg atau
Tekanan diastolik 80- 89 mmHg
Hipertensi Stage I
Tekanan sistolik 140 mmHg atau
Tekanan diastolik 90 mmHg
Hipertensi Stage 2
Tekanan sistolik 160 mmHg atau
Tekanan diastolik 100 mmHg
feokromositoma,
PATOFISIOLOGI
Pada hipertensi essensial/primer, berbagai-hagai faktor mengakibatkan
meningkatnya tahanan pembuluh darah periiar (artiole), ini sekuncup
jantung, volume cairan intra-vaskuler.
Gejala-gejala ;
Anemnesis
Sering tidak ada keluhan, tetapi bila ada biasanya berupa rasa
sakit pada kepala bagian belakang pada pagi hari
Riwayat tekanan darah tinggi dalam keluarga
DIAGNOSIS
Tekanan darah >
140/90 mmHg pada 3 kali pengukuran dalam
Interval waklu 1-2 minggu atau 2 hari berturut-turut apabila
penderita dirawat
PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DAPAT DILAKUKAN
Laboratoriurn :
Page 86
- darah/urine rutin
- kimia darah
Ureum, kreatinine
BSN / BSPP
Profil lipid
Asam urat
Na +, K+
RO foto : Thorax PA
ECG
Funduscopi mata
Ekokardiografi kalau perlu
USG ginjal/saluran kemih
Hipertensi ensefalopati
Hipertensi meligna
Hipertensi dengan dekompensasio kordis
KOMPLIKASI
PENGOBATAN
a.
Non Farmakologik
Page 87
PEMBAGIAN
Insufisiensi ginjal
PGK Ringan
PGK sedang
PGK berat
PGK terminal
ml/menit
:
:
:
:
:
ETIOLOGI
a. Glomerulonefritis
b. Penyakit ginjal interstitial ; pielonefritis k.ronik, pemakaian obatobat analgetik/ NSAID
c. Penyakit ginjal obstruktif dan infoktif
d. Penyakit metabolik : DM, Gout .
e. Hipertensi
f. Penyakit otoimun
g. Akibat radiasi dan penggunaan kontras
h. Penyakit ginjal herediter
PATOFISIOLOGI
Dengan rusaknya sejumlah besar nefron, maka akan timbul gangguan
pada fungsi ekresi ginjal sehingga mengakibatkan gangguan hemeostasis
cairan tubuh. Selain dari pada itu juga terjadi gangguan sistem ondokrin
dan metabolik serta sistem tubuh yang lain.
GEJALA KLINIS
Pada insufisiensi ginjal/PGK ringan tidak dijumpai adanya keluhan
apa apa
Pada PGK sedang/ berat dapat dijumpai
Keluhan : rasa lemah, cepat, lemah, nafsu makan kurang, mual-mual/muntah - muntah, sukar tidur, gangguan konsentrasi, kejangkejang
Page 88
Rutin
Kimia darah : - ureum, kretinin, asam urat, calcium, fosfar
Gangguan elektrolit dan asam basa
Pemeriksaan penunjang
- Ro foto : Thorax, BNO
-
EKG
Ekokardiografi
Klirens kreatinin
KOMPLIKASI
Kardiovaskuler : hipertensi, decomp, kordis, perikarditis
Paru : oedema paru/uremic lung
Gastropati : gastritis, ulcus pepticum, perdarahan
Hematologi
: - anemia,gangguan perdarahan
Endokrin
: - hiperparatiroidi sekunder
- resistensi insulin
PENATALAKSANAAN
A.
Page 89
Usahakan untuk menemukan serta mermperbaiki faktorfaktor yang memperburuk faal ginjal seperti infeksi
obstruksi, gangguan elektrolit, keseimbangan asam basa,
dehidrasi, kelainan kardiovaskuler.
Bila ada komplikasi :
GIT :
Penatalaksanaan
Bila ada komplikasi
Page 90
GEJALA-GEJALA KLINIS
Oliguria/ anuria
Sindrom uremik : mual, rnuntah, penurunan kesadaran sampai
coma, kejang-kejang, pernafasan kussmaul bila sampai asidosis
DIAGNOSIS
Page 91
Pemeriksaan laboratorium :
B. urine < 1010
Urine
: - rutin
- kadar Na + urine jika ada fasilitas
Da rah
: - rutine
Kimia
: ureum, kreatinin, asam urat, Na + K+
Pemeriksaan penunjang : RO " BNO, USG ginja1/saluran kemih
PERJALANAN PENYAKIT
PGA prerenal & post renal baik bila faktor etiolagi dapat diatasi
PGA renal terdapat 3 fase, fase oliguria, poliur a dan fase konvalesens
KOMPLIKASI PGA RENAL/ NTA
Infeksi
Hipertensi, decompensatio cordis
Asidosis metabolik
Coma uremicum
Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hipokalemia, hiponatremia
PENATALAKSANAAN
Tentukan jenis PGA
Atasi faktor etilogi
PGA renal/NTA .
Fase oliguria manitor 20% sebanyak 100-200 cc perdrip atau
furosemid 80 mg IV untuk mencoba diuresis
Infus cairan : Nacl 0,9% : dextrose 5%. Jumlah cairan yang
diberikan berdasarkan jumlah urine sehari sebelumnya 500
cc
Diet rendah protein 0,6 - 0,75/kg B.B/hari
Jumlah kalori secukupnya
Garam dibatasi
Monitor intake -output cairan tiap hari
Bila disertai komplikasi
Hiperkalemia (K +y b meq/l : Bic Natrium IV, Ca gluconas 10% IV
RI 5-8 unit dalam dextrose 40% 1 flash bolus pelan-pelan
Cation exchange resin
Na/Ca polisterene sulfonat
Dialisis
Hipertensi
- Batasi intake cairan
- Obat antihipertensi : B blocker. Alfa blocker, Ca-antagonis,
clonidine, Acel (hati-hati)/ dilantin (difenil hidantoin)
- Kejang-kejang : Valium 10 mg IV
- Infeksi : antibiotik ampisilin/amoksilin/sefalosporin
- Gagal jantung : furosemid IV
Page 92
PGA prerenal
PGA renal/NTA bisa sembuh
PGA post renal hilangkan penyebab
PIELONEERITIS AKUT
Kode : ICD.N03
DEFINISI
Infeksi akut dari jaringan ginjal
ETIOLOGI
Escherichia coli (85 %)
Kuman-kuman lain : Klebsiela, proteus mirabilis, pseudomonas
Aeruginosas, Enterobacter
PATOGENESIS
Mikroorganisme dari daerah perineum/periureten secara ascending
sampai ke jaringan ginjal secara hematigen dari tempat hin
GEJALA-GEJALA KLINIS
Sakit di daerah pinggang
Demam, sering disertai menggigil
Palpasi abdomen : - nyeri tekan di daerah lumbal
- nyeri ketok costo-vertebral
DIAGNOSIS
Berdasarkan gajala-gejala klinik
Laboratorium rutin : darah lekositosis, urin sedimen lekosit
banyak
Khusus : biakan urin terdapat bakteriuri bermakna ( > 100.00
kuman/cc)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RO " BNO, USG ginjal/saluran kemih
Page 93
PENATALAKSANAAN
Istirahat
Minum banyak 2000 - 3000 cc/24 jam
Bakteriologi urine / kultur dan resistensi test urine
Antibiotik secara empiris
FOLLOW-UP
Ulang urine kultur 1 minggu setelah pengobatan selesai
Pada
keadaan infeksi berulang-ulang perlu pemeriksaan
lanjutan berupa : RO" foto IVP, USG ginjal/sal. Kemih
PROGNOSIS
Bisa sembuh sempurna
streptococurs,
virus
maupun
parasit;
maupun
setelah
vaksinasi
Selain dari pada itu dapat merupakan bagian dari suatu penyakit
autoimun (SLE)
Reaksi
Bisa
juga
Page 94
LABORATORIS
Rutin
DIAGNOSIS
Berdasarkan gejala klinik dan laboratarium rutin
KOMPLIKASI
PERJALANAN PENYAKIT
Sebagian besar penderita sembuh (90%)
Sebagian kecil bisa jatuh kepada gagal ginjal kronik, sindroma nefrotik,
glomerulonefritis kronik
PENATALAKSANAAN / TERAPI
Page 95
FOLLOW
Selama
UP
dalam
perawatan
penderita
diawasi
terhadap
PROGNOSIS
SISTITIS
Kode : ICD. N30
DEFINISI
Infeksi kantong kemih oleh mikroorganisme
ETIOLOGI
PATOGENESIS
GEJALA-GEJALA KLINIS
Page 96
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Minum banyak
Antibiotik selama 3 hari : amoksisilin 3x 500, kotromoksasol
2x2 tablet, golongnan quinolonh (ciprofloksasin 2 x 500 mg,
levofloksasim 1 x 500 mg)
Antibiotik sesuai kultur
PROGNOSIS
Baik
Masih terjadi relaps
SINDROMA NEFROTIK
Kode : ICD. N04
DEFINISI
Suatu kumpulan gejala yang terdiri atas protein!.rria masif, edema
anasarka, hipo albuminuria.
PATOFISIOLOGI
Akibat kerusakan pada membran basalis terjadilah proteinuria pasif
yang
bila
berlangsung
hipoalbuminemia.
Keadaan
terus
hipo
mengakibatkan
albuminemia
timbulnya
mengakibatkan
Page 97
Keganasan
Toxsin-toxsin spesifik
GEJALA KLINIS
Edema anasarka
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elopsi ginjal
Laboratorium
- elektrolit
- Lipid
- Protein urin Esbach
KOMPLIKASI
- Infeksi sekunder
Atherosclerosis
Penyakit ginjal kronik
PENATALAKSANAAN/ TERAPI
Bila oedema berat penderita dirawat di RS
Diet:
- Protein dibatasi 0,8 g/kgBB/hari
- Kalori 35 kcal/kgBB/hari
- Garam dibatasi
Obat
Diuretik
: furosemid, Spiranolactone
Kortikosteorid : prodnisone/ methylbednisolon
Sitostatik
Endoxan bila steroid resisten atau sering relaps
- Mecofenolat
FOLLOW-UP
Selama Perawatan
Page 98
Tiap hari
: diukur intake-out-put cairan
Tiap minggu :
- urine protein
- ureum, creatinin
- N a +,
K+
- BB
Tiap 2 minggu :
albumin serum
- cholesterol
- setelah keluar RS
2 minggu sekali diperiksa protein urin
3.5.
TROPIK INFEKSI
Page 99
DEMAM TIFOID
Kode : ICD. A01.0
PENGERTIAN
Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
DIAGNOSIS
Page 100
Hepatitis Tifosa
Bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla (1990) : hepatomegali,
ikterik, kelainan laboratorium (antara lain : bilirubin >30,6 umol/l,
peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), kelainan histopatologi.
Tifoid Karier
Ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin
pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseornag setelah
1 tahun pasca-demam tifoid.
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, malaria
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah parifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan
empedu)
TERAPI
Nonfarmakologis : tirah baring, makanan lunak randah serat
Farmakologis :
Simtomatis
Antimikroba :
Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500mg sampai dengan 7 hari
bebas demam.
Alternatof lain :
Page 101
Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
Page 102
kardiovaskular
(kegagalan
sirkulasi
perifer,
KID),
(hepatitis,
paru
(pneumonia,
kolesistitis),
empiema,
ginjal
pleuritis),
(glomerulonefritis,
Page 103
UNIT TERKAIT
Page 104
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memnuhi :
II
III
IV
: Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III
dan Iv
digolongkan dalam sindrom renjatan dengue
DIAGNOSIS BANDING
Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Page 105
UNIT TERKAIT
Page 106
MALARIA
Kode : ICD. B.50.8
PENGERTIAN
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit
plasmodium falsiparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale, atau
plasmodium malariae dan ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
DIAGNOSIS
Anamnesis : riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat
dari atau pergi ke daerah endemik malaria, trias malaria (keadaan
menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul keringat
yang banyak ; pada daerah endemik malaria, trias malaria mungkin
tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama)
Pemeriksaan Fisis : konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegali
Laboratorium : sediaan darah tebal dan tipis ditemukan plasmodium,
serologi malaria (+) [sebagai penunjang]
Malaria berat : ditemukan P.falcifarum dalam stadium aseksual disertai
satu atau lebih gejala berikut :
1. malaria serebral : joma dalam yang tak dapat / sulit
dibangunkan dan bukan disebabkan oleh penyakit lain
2. anemia berat (normositik) pada keadaan hitung parasit >
10.000/ul; (Hb<5 g/dl atau hematokrit <15%)
3. gagal ginjal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa, atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi
disertai kreatinin>3 mg/dl)
4. Edema paru/acute respiratory distress syndrome (ARDS)
5. hipoglikemia (gula darah <400 mg/dl)
6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai
keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 oC)
7. Perdarahan spontan dari lubang hidung, gusi, saluran cerna,
dan/atau disertai gangguan koagulasi intravaskuler
8. kejang berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah
pendinginan pada hipertermia
9. Asidemia (pH 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma <15 mEq/l)
10.Hemoglobinuria makroskopik oleh kerena infeksi malaria akut
(bukan karena efek samping obat antimalaria pada pasien
dengan defisiensi G6PD)
Page 107
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus, demam tifoid toksik, hepatitis fulminan, leptospirosis,
ensefalitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah tebal dan tipis malaria, serologi malaria, DPL, tes fungsi ginjal,
tes fungsi hati, gula darah, UL, AGD, elektrolit, hemostatis, rontgen
toraks, EKG
TERAPI
Infeksi P. vivax atau P. ovale
Daerah sensitif klorokuin :
Klorokuin basa 150 mg :
Hari I : 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian),
Hari II dan III : 2 tablet atau
Hari I dan II : 4 tablet,
Hari III : 2 tablet
Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14
hari.
Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400600 mg/hari selama 7 hari
Daerah resisten klorokuin
Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari
Terapi radikal : ditambah primakuin 1 x 15 mg selama 14
hari
Page 108
Artemisin
Hari I : 4 tablet (200 mg)
Hari II : 4 tablet (200 mg)
Hari III : 4 tablet (200 mg)
Amodiaquin
Hari I : 4 tablet (600 mg)
Hari II : 4 tablet (600 mg)
Hari III : 2 tablet (600 mg)
Malaria berat
Page 109
Perhatian SP tidak boleh pada bayi dan ibu hamil. Primakuin tidak
boleh diberikan pada ibu hamil, bayi, dan penderita defisiensi G6PD.
Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada
pemberian kina paranteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam
tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal,
maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid
merupakan kontra indikasi pada malaria serebral.
Pemantauan pengobatan : hitung parasit minimal tiap 24 jam, target
hitung parasit pada H1 50% H0 dan H3 <25% H0. pemeriksaan diulang
sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali
pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan : klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu
diminum tiap mingu sejak 1 minggu sebelum mesuk daerah endemik
sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik atau
doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai 1 (satu) hari sebelum pergi ke
daerah endemis malaria hingga 4 minggu setelah meninggalkan
daerah endemis
KOMPLIKASI
malaria berat, renjatan, gagal nafas, gagal ginjal akut
PROGNOSIS
Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale :
bonam. Malaria berat : Dubia ad malam
WEWENANG
Page 110
UNIT TERKAIT
Page 111
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit,kultur
darah dan infeksi fokal (urin, pus, sputum, dll) disertai uji kepekaan
mikroorganisme terhadap anti mikroba, foto toraks
TERAPI
Page 112
WEWENANG
UNIT TERKAIT
RS pendidikan : Divisi pulmonologi, ginjal-hipertensi, hematologionkologi, dan medical high care / ICU
RS non pendidikan : ICU
Page 113
DIARE
Kode : ICD. R19.7
PENGERTIAN
Diare menurut WHO adalah buang air besar dengan frekuensi yang
meningkat dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari dengan
konsistensi lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya serta
berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu.
Ada dua bentuk diare akut yaitu tipe disenteriform dan choleriform.
Tipe disenteriform biasanya disebabkan oleh Shigella sp, sedangkan
tipe choleriform disebabkan oleh Vibrio cholera.
DIAGNOSIS
Page 114
TERAPI
1. Rehidrasi sebagai pengobatan utama, tergantung pada :
Jenis cairan yang digunakan
Jumlah cairan yang diberikan
Jalan masuk atau cara pemberian cairan
2. Memberikan terapi simtomatik
WEWENANG
Page 115
AIDS/HIV (SIDA)
Kode : ICD.B.24
PENGERTIAN
Pasien dinyatakan terbukti terinfeksi HIV dari pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS
Adanya faktor risiko penularan
Diagnosis HIV : tes ELISA 3 kali reaktif dengan reagen yang berbeda
Stadium WHO :
Page 116
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit imunodefisiensi primer
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Konseling
Terapi suportif
Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik
Page 117
UNIT TERKAIT
Page 118
HELMINTIASIS
Kode : ICD.B81.8
PENGERTIAN
Infeksi cacing yang disebabkan oleh nematoda saluran cerna.
Penularan dapat terjadi melalui 2 cara yaitu infeksi langsung atau larva
yang menembus kulit. Infeksi cacing yang tersering menyerang
manusia adalah jenis Ascaris lumbricoides (cacing tambang), Oxyuris
vermicularis (cacing kremi), Ancylostoma spesies (cacing gelang) dan
Trichuris trichiura.
Page 119
ASKARIASIS
Anamnesis : panas, batuk, batuk darah dan sesak napas, mual,
nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi, gatal-gatal dan
gejala ileus.
Pemeriksaan penunjang : eosinofilia pada foto toraks tampak
infiltrat yang mirip pneumonia viral yang menghilang dalam
waktu 3 minggu (sindrom Loeffler).
Diagnosis banding : urtikaria, asma dan pneumonia
Komplikasi : reaksi alergi yang berat, pneumonia
OKSIURIASIS
Anamnesis : rasa gatal pada anus (pruritus ani) yang timbul
pada malam hari, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
sukar tidur dan gelisah, nyeri perut, mual, muntah dan mencret.
Pemeriksaan laboratorium : eosinofilia, swab perianal ditemukan
telur atau cacing dewasa.
Komplikasi : apendisitis, vaginitis
ANKILOSTOMIASIS
Anamnesis : rasa gatal di kaki, ruam makulopapular, batuk
darah, rasa tidak enak diperut, kembung, sering mengeluarkan
gas, mencret.
Pemeriksaan fisik : anemia, bising usus meningkat
Laboratorium : anemia hipokrom mikrositer, telur cacing dan
larva dalam tinja dan sputum, esosinofilia, hipoalbuminemia.
Komplikasi
:
dermatitis,
anemia
berat,
bronkhitis,
bronkhopneumonia
TRIKURIASIS
Anamnesis : nyeri perut, sukar buang air besar, mencret,
kembung, sering flatus, mual, muntah, ileus dan turunnya berat
badan
Pemeriksaan fisik : anemia, bising usus normal atau meningkat
Laboratorium : anemia hipokrom, eosinofilia dan telur atau
cacing dalam tinja
Komplikasi : perforasi usus atau prolaps rekti
TERAPI
a. Terapi Umum
1. Perbaikan gizi dengan pemberian nutrisi tinggi kalori dan
protein,
multivitamin dan mineral.
2. Preparat besi (sulfas ferosus) 3 x 200 mg/hari dapat diberikan
untuk
Page 120
Page 121
TETANUS
Kode : ICD.A.35
PENGERTIAN
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan
meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh
tetanospasmin, suatu eksotoksin protein yang kuat yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
Mencakup kondisi lokal yang dapat menyebabkan trismus seperti abses
alveolar, keracunan striknin, reaksi obat distonik (fenotiazin dan
metoklopramid), meningitis/ensefalitis dan rabies.
TERAPI
1. Isolasi (terhindar dari rangsang cahaya dan suara)
2. menghilangkan infeksinya :
- antibiotik (penisilin prokain 2 x 1,5 jt unit)
- perawatan luka (wound toilet)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 122
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Page 123
FILARIASIS
Kode : ICD.B74.9
PENGERTIAN
Suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing nematoda dari
superfamili Filarioidea, yang menyerang sistem getah bening dan
jaringan subkutan.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PROGNOSIS
Prognosis elefantiasis tidak baik, karena tidak ada obatnya.
WEWENANG
Page 124
UNIT TERKAIT
Page 125
MIKOSIS
Kode : ICD. B48.8
PENGERTIAN
Infeksi yang disebabkan oleh jamur pada manusia, dibagi menjadi
infeksi jamur endemik (Histoplasmosis dan Koksidioidomikosis) dan
infeksi jamur oportunistik seperti Kandidiasis yang merupakan infeksi
jamur sistemik yang paling sering.
DIAGNOSIS
TERAPI
Page 126
UNIT TERKAIT
Page 127
LEPTOSPIROSIS
Kode : ICD.A27.9
PENGERTIAN
Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili
Leptospiraceae
DIAGNOSIS
Page 128
Nonfarmakologis
Tirah baring, makanan/cairan tergantung pada komplikasi organ yang
terlibat
Farmakologis
Simtomatis
KOMPLIKASI
Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, perdarahan masif, meningitis
aseptik
PROGNOSIS
Bonam
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan : Dokte Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
Page 129
INTOKSIKASI OPIAT
Kode : ICD.F11.9
PENGERTIAN
Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat
golongan opiat yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentaxokain,
kodein, loperamid, dekstrometorfan
DIAGNOSIS
Anamnesis : informasi mengenai seluruh obat yang digunakan,
sisa obat yang ada
Pemeriksaan Fisis : pupil miosis-pin point pupil, depresi nafas,
penurunan kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru,
needle track dign, sisanosis, spasme saluran cerna dan bilier,
kejang
Laboratorium : opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi
Page 130
DIAGNOSIS BANDING
Intoksikasi obat sedatif : barbiturat, benzodiazepin, etanol
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks
TERAPI
Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C (airway, breathing,
circulation) dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan universal.
Bebaskan jalan nafas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan
infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan.
Pemberian antidot nalokson
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Page 131
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Page 132
CHIKUNGUNYA
Kode : ICD.A92.0
PENGERTIAN
Penyakit yang disebabkan oleh virus Chikungunya yang disebarkan ke
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus
DIAGNOSIS
Page 133
pergelangan kaki dan persendian tangan dan kaki, serta bintikbintik merah di kulit terutama badan dan lengan.
Pemeriksaan fisik : suhu tinggi, torniquet positif, petechiae,
hepatomegali, makulopapular rash, limadenopati.
Laboratorium : leukopenia, trombositopenia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pasti bila terdapat salah satu dari :
1.
2.
3.
4.
DIAGNOSIS BANDING
Demam dengue, demam berdarah dengue,
TERAPI
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Page 134
Page 135
Page 136
o sesak napas
3. Kasus Probabel H5N1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di
bawah ini :
a. ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5, minimum 4 kali,
dengan pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji
ELISA.
b. hasil laboratorium terbatas untuk Influenza H5 (terdeteksinya
antibodi spesifik H5 dalam spesimen serum tunggal)
menggunakan uji netralisasi (dikirim ke Laboratorium Rujukan).
Atau Seseorang yang meninggal karena suatu penyakit saluran
napas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya yang secara
epidemiologis berkaitan dengan aspek waktu, tempat dan
pajanan terhadap suatu kasus probabel atau suatu kasus H5N1
yang terkonfirmasi.
4. Kasus H5N1 terkonfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel
Dan disertai :
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu
laboratorium influenza nasional, regional atau internasional yang hasil
pemeriksaan H5N1-nya diterima oleh WHO sebagai konfirmasi :
a. Isolasi virus H5N1
b. Hasil PCR H5N1 positif
c. Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1
dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut
(diambil <7 hari setelah awitan gejala
b. penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula
>1/80.
d. Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset
penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI
sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5
positif.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 137
Uji Serologi :
3.1.Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk
H5N1 dari spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen
akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer
antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
3.2.Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen
serum yang diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset
penyakit) disertai hasil positif uji serologi lain, misalnya titer HI
sel darah merah kuda >1/160 atau western blot spesifik H5
positif.
b. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap
tersangka flu burung. Gambaran infiltrat di paru menunjukkan bahwa
kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah
pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala klinik flu burung
tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik dini.
c. Pemeriksaan Post Mortem
Pada pasien yang meninggal sebelum diagnosis flu burung
tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil sediaan postmortem dengan
jalan biopsi pada mayat (necropsi), spesimen dikirim untuk
pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
DIAGNOSIS BANDING
Demam Dengue, Infeksi paru yang disebabkan oleh virus lain, bakteri
atau jamur,
Demam Typhoid, HIV dengan infeksi sekunder,
Tuberkulosis Paru.
Page 138
TERAPI
Antiviral diberikan secepat mungkin (48 jam pertama) :
Dewasa atau anak 13 tahun Oseltamivir 2x75 mg per hari selama
5 hari.
Anak > 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5
hari.
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb :
40 kg : 75 mg 2x/hari
23 40 kg : 60 mg 2x/hari
15 23 kg : 45 mg 2x/hari
15 kg : 30 mg 2x/hari
Profilaksis
Profilaksis 1x75 mg diberikan pada kelompok risiko tinggi terpajan
sampai 7-10 hari dari pajanan terakhir. Penggunaan profilaksis jangka
panjang dapat diberikan maksimal hingga 6-8 minggu sesuai dengan
profilaksis pada influenza musiman
Pengobatan lain
Page 139
Rawat Inap
Ruang Rawat
Intensif
Page 140
PROGNOSIS
Flu burung ringan : bonam, flu burung dengan komplikasi berat : dubia
WEWENANG
Page 141
INFEKSI NOSOKOMIAL
Kode : ICD
PENGERTIAN
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit, infeksi
yang timbul/terjadi sesudah 72 jam perawatan pada pasien rawat inap
dan infeksi yang terjadi pada pasien yang dirawat lebih lama dari masa
inkubasi suatu penyakit. Infeksi nosokomial terutama disebabkan oleh
infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran napas,
infeksi kulit, infeksi luka operasi dan septikemia.
DIAGNOSIS
Infeksi nosokomial terutama disebabkan oleh infeksi dari kateter urin,
infeksi jarum infus, infeksi saluran napas, infeksi kulit, infeksi luka
operasi dan septikemia.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Page 142
PROGNOSIS
Malam bila resisten terhadap antibiotik
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Page 143
Page 144
FUO pada pasien pediatri (usia <18 tahun) adlah demam >38,3
C selama lebih dari 8 hari, sudah dilakukan pemeriksaan intensif
selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan
pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab
demam. Penyebab : infeksi, penyakit kalogen, neoplasma
FUO pada pasien nosokomial demam >38,3 oC timbul pada
pasien yang dirawat di RS dan pada saat mulai dirawat serta pada
masa permulaan perawatan tidak terjangkit infeksi, penyebab
demam tak diketahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil
pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi.
Penyebab : infeksi
FUO iatrogenik adalah demam >38,3 oC akibat penggunaan obat
: penisilinm, sefalosforin, sulfonamida, atropin, fenitoin,
prokainamida, amfoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH,
makrolida, klindamisin, vankomisin, aminoglikosida, allopurinol
o
DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis :
DIAGNOASIS BANDING
Infeksi, penyakit kalogen, neoplasma, efek samping obat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imunologi,
EKG, biopsi jaringan tubuh, pencitraan, sudujan (scanning),
endoakopi/peritoneoskopi, angiografi, limfografi, tindakan bedah
(laparatomi percobaan), uji pengobatan
Page 145
TERAPI
Simtomatis
Uji terapeutik dengan antibiotika, kortikosteroid, atau obat
antiinflamasi non steroid tidak dianjurkan kecuali bila penyakit
progresif dan potensial fatal sehingga terapi empirik diperlukan
KOMPLIKASI
Sepsis, renjatan sepsis
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan : Divisi pulmonologi, hematologi-onkologi.
RS non pendidikan :
Page 146
Page 147
5.6.
HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK
LIMFOMA NON-HODGKIN
Kode : ICD.C82
PENGERTIAN
Limfoma non-hodgkin merupakan penyakit keganasan primer jaringan
limfoid padat
Faktor risiko terjadinya LNH:
1. Ada gangguan fungsi imun, al: HIV, supresi akibat obat, penyakit
otoimun,
difisiensi imun kongenital.
Page 148
DIAGNOSIS
-
DIAGNOSIS BANDING
Limfoma Hodgkin, limfadenitis, tuberkulosis, toksoplasmosis, filariasis,
tumor padat yang lain
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
TERAPI
Derajat keganasan rendah
Page 149
Reevaluasi pengobatan:
-
KOMPLIKASI
Akibat langsung penyakitnya:
-
PROGNOSIS
Bergantung pada derajat keganasan, tingkat penyakit, bulky mass,
keadaan umum pasien dan ada tidaknya gangguan organ yang
mempengaruhi pengobatan.
-
Page 150
WEWENANG
-
Dalam
Divisi
UNIT TERKAIT
-
RS
pendidikan:
Departemen
Radiologi/Radioterapi
RS
non
pendidikan:
Bagian
Radiologi/Radioterapi
THT,
Patologi
Anatomi,
THT,
Patologi
Anatomi,
REFERENSI :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
ANEMIA HEMOLITIK
Kode : ICD.D59
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 151
BATASAN
Anemia akibat destruksi sel-sel darah merah yang berlebihan baik
intravaskular maupun ekstravaskular.
ETIOLOGI
Dapat akut /
ekstravaskuler
kronis,
herediter
akuisiter
akuisita,
intra
a. Herediter.
Page 152
GAMBARAN RADIOLOGIK
Pada thalasemia mayor : Foto schedel : hair on end, mosaic patern
di tulang-tulang
PENGOBATAN
a.
REFERENSI :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 153
Intake Fe kurang :
-
2.
Diet kurang
Absorpsi Fe kurang
gastrektomi, dll
malabsorbsi
zat
besi,
pasca
Kehilangan Fe meningkat.
Perdarahan GIT : hemoroid, ulkus, ankilostomiasis, dll
Menstruasi berlebihan
Donor darah
Hemoglobinuria
Kelainan hemostasis, dll
Kehamilan
3.
GAMBARAN KLINIS
-
Pucat
Atrofi papil lidah.
Page 154
Hipersensitif
Syok anafilaktik
Page 155
REFERENSI
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 156
Page 157
REFERENSI :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 158
ANEMIA APLASTIK
Kode : ICD.D61
PENGERTIAN
Anemia aplastik adalah anemia akibat aplasia sumsum tulang dimana
jaringan hemopoiesis diganti oleh jaringan lemak, dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Anemia aplastik berat
Selularitas sumsum tulang <25% dan terdapat 2 dari 3 gejala
berikut:
- granulosit < 500/ul
- trombosit < 20.000/ul
- retikulosit < 10
2. Anemia aplastik
-
Idiopatik
Sekunder: obat (kloramfenikol), kimia(benzen), infeksi (Epstein
Barr Virus, hepatitis), kehamilan, radiasi.
Page 159
DIAGNOSIS
Anamnesis:
- Riwayat paparan terhadap zat toksik (obat, lingkungan kerja,
hobi), menderita infeksi virus 6 bulan terakhir (hepatitis,
parvovirus), pernah mendapat tranfusi darah
- Gejala anemia: rasa lemas/lemah, pucat, pusing, sesak
napas/gagal jantung, berkunang-kunang
- Tanda-tanda infeksi; sering demam
- Akibat
trombositopenia;
perdarahan
(menstruasi
lama,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan dibawah kulit,
hematuria, buang air besar campur darah, muntah darah)
Pemeriksaan fisik: konjungtiva palpebra pucat, takikardi, tanda
perdarahan
Pemeriksaan penunjang: darah tepi lengkap ditemukan pansitopenia,
serologi virus
( hepatitis, parvovirus)
Diagnosis pasti: sitologi dan histopatologi sumsum tulang
DIAGNOSIS BANDING
Mielofibrosis, anemia hemolitik, anemia defisiensi, anemia karena
penyakit kronik, anemia karena penyakit keganasan sumsum tulang,
hipersplenisme, leukemia akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: darah tepi lengkap, serologi virus
Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
TERAPI
Terapi penunjang:
Tranfusi komponen darah (PRC dan/atau TC) sesuai indikasi (pada
topik tranfusi
Page 160
darah)
Menghindari dan mengetsi infeksi
Kortikosteroid: prednison 1-2 mg/kgBB/hari
Androgen: Metenolol asetat 2-3 mg/kgBB/hari, maksimal diberikan
selama 3 bulan
Splenektomi dilakukan bila tidak ada respon dengan steroid. Bila
pasien menolak
splenektomi dapat diberikan terapi imunosupresif:
-
Siklosporin 5 mg/kgBB/hari
ATG (anti thymocyte globulin) 15 mg/kgBB/hari intravena selama
5 hari
Transplantasi sumsum tulang, bila ditemukan HLA yang cocok
Respon terapi:
Komplit: granulosit >1000/ul, trombosit >100.000/ul, Hb normal
Parsial: granulosit >500/ul, tidak membutuhkan tranfusi darah
merah dan trombosit
Minimal: granulosit >500/ul, membutuhkan tranfusi darah merah
dan trombosit
Tidak berespons: anemia aplastik berat menetap
KOMPLIKASI
Infeksi bisa fatal, perdarahan, gagal jantung pada anemia berat
PROGNOSIS
Dubia, tergantung tingkat hipoplasinya
Pada umumnya pasien meninggal karena infeksi, perdarahan atau
komplikasi
tranfusi darah
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Page 161
LEUKEMIA AKUT
Kode : ICD. D95
PENGERTIAN
Leukemia akut merupakan penyakit proliferasi neoplastik yang sangat
cepat dan progresif sehingga susunan sumsum tulang
normal
digantikan oleh sel primitif dan sel induk darah (sel blas dan atau satu
tingkat diatasnya). Leukemia akut dibagi 2 yaitu: leukemia mieloblastik
akut, leukemia limfoblastik akut
DIAGNOSIS
Anamnesis:
Page 162
DIAGNOSIS BANDING
Sindrom mielodisplasia (MDS), reaksi leukemoid, leukemia kronis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: darah tepi lengkap (termasuk retikulosit dan hitung
jenis), LDH, asam urat, fungsi ginjal, fungsi hari, serologi virus
(hepatitis, HSV, EBV, CMV)
Sitologi aspirasi sumsum tulang, sitogenetik
TERAPI
Perawatan di ruang rawat isolasi imunitas menurun:
Persiapan pengobatan sitoreduksi:
Akses vena sentral
Anti emetik
Profilaksis asam urat (allopurinol sesuai CCT, hidrasi cukup >2000
ml/24 jam, alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat oral 4x5001000 mg/hari (target pH urin >7)
Tunda haid (lynestrenol)
Antibiotika dekontaminasi parsial
Profilaksis streptokokus (benzylpenicilline 4x1 g)
Vitamin K 2 kali seminggu 5 mg peroral
Asam folat 1x5 mg/hari dan vit B12 1000 ug/minggu
Leukoferesis untuk mencegah leukostasis jika leukosit >100.000/ul
dikombinasi metilprednisolon 5 mg/kg/hari
Page 163
Pemeriksaan rutin:
Kuratif:
Sitorediksi dengan sitostatikan mulai dari yang ringan hingga yang
agresif dengan membutuhkan rescue sel induk darah pasien dari
darah perifer untuk penyelamatan pada ablasi sumsum tulang
Transplantasi sel induk darah alogenik aatau autogenik dari darah
perifer, sumsum tulang atau tali pusar
Paliatif:
Respons terapi
Komplit:
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit <5% pada sitologi
aspirat sumsum tulang
Pada darah tepi tidak ditemukan blas, leukosit >3000/ul, granulosit
>1500/ul dan trombosit >100.000/ul
Partial
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit 5-10% pada sitologi
aspirat sumsum tulang
Pada darah tepi dapat ditemukan sel blas
Tidak respon
Page 164
Hitung jenis sel blas dan atau progranulosit >10% pada sitologi
aspirat sumsum tulang
KOMPLIKASI
Sindrom
lisis
tumor,
infeksi
neutropenia
trombopenia/koagulasi intravaskuler diseminata
dan
perdarahan
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Hematologi
Onkologi
Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
RS pendidikan: Departemen Patologi Anatomi
RS non pendidikan: Bagian Patologi Anatomi
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 165
Page 166
DIAGNOSIS
Anamnesis: riwayat mendapat kemoterapi dalam 1-5 hari terakhir,
jenis tumor yang diderita (limfoima burkitt, leukemia limfoblastik
akut dan limfoma derjat tinggi lainnya)
Pemeriksaan fisik: tidak khas, sesuai dengan kelainan yang terjadi
(misalnya pernapasan kussmaul pada asidosis laktat, oliguria/anuria
bila terjadi gagal ginjal, aritmia ventrikel pada hiperkalemia
Laboratorium: peningkatan LDH, asam urat darah, kalium darah,
fosfat darah, penurunan kalsium darah, analisis gas darah (AGD)
menunjukkkan asidosis metabolik, urinalisa menunjukkan pH urin <
7 dan/terdapat kristal asam urat
DIAGNOSIS BANDING
Gagal ginjal akut karena penyebab yang lain
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laborotarium: DPL, ureum, kreatinin, LDH, K, F, Ca, asam urat, AGD,
urinalisis
TERAPI
Page 167
KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut, aritmia ventrikel, kematian mendadak
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Hematologi
Onkologi
Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 168
kemungkinan
idiophatic
trombocytopenia
Anamnesis:
- Riwayat
obat-obatan
(heparin,
alkohol,
sulfonamides,
kuinidin/kuinin, aspirin) dan bahan kimia
- Gejala sistemik: pusing, demam, penurunan berat badan
- Gejala penyakit autoimun: artralgia, rash kulit, rambut rontok
- Riwayat perdarahan (lokasi, banyaknya, lamanya), resiko infeksi
HIV, status kehamilan, riwayat tranfusi, riwayat pada keluarga
(trombositopenia, gejala perdarahan dan kelainan autoimun)
- Penyakit penyerta yang dapat meningkatkan resiko perdarahan
(kelinan gastrointestinal, sistem syaraf pusat dan urologi)
- Kebiasaan / hobi: aktivitas traumatik
Pemeriksaan fisik
- Perdarahan (lokasi dan beratnya)
- Jarang ditemukan organomegali, tidak ditemukan jaundice atau
stigmata penyakit kronik
- Tanda infeksi (bakteremia / infeksi HIV)
- Tanda penyakit autoimun (artritis, goiter, nefritis, vaskulitis)
Pemeriksaan penunjang
- Darah tepi: hitung trombosit < 150.000/uL dengan tidak
dijumpai sitopenia lainnya, pemeriksaan morfologi darah tepi
dapat dijumpai trombosit muda yang berukuran lebih besar
- Laboratorium kimia rutin dan enzim hati
- Pemeriksaan serologi virus (dengue, CMV, EBV, HIV, rubella)
- Pemeriksaan ACA, Coombs test, C3, C4, ANA, anti dsDNA
- Pemeriksaan imunoelektroforesis protein
- Pemeriksaan hemostasis normal bila tidak ada komplikasi,
kecuali masa perdarahan yang memanjang
- Pemeriksaan pungsi sumsum tulang: megakariosit normal atau
meningkat
- Pemeriksaan autoantibodi trombosit
DIAGNOSIS BANDING
Berkurangnya produksi trombosit/ aplasia megakariosit baik yang
kongenital atau didapat
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 169
Page 170
KOMPLIKASI
Infeksi, ITP berat, DM induced steroid, hipertensi, immunocompromised
PROGNOSIS
ITP akut : bonam
ITP kronik: budia ad malam
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 171
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Page 172
ANAMNESIS
Nyeri lokal , bengkak, perubahan warna dan fungsi berkurang pada
anggota tubuh yang terkena
PEMERIKSAAN FISIK
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 173
DIAGNOSIS BANDING
Sndrom pasca flebitis, varises, gagal jantung, trauma, refluks vena,
selulitis, limfangitis, abses inguinal, keganasan dengan sumbatan
kelenjar limfe atau vena, gout, dermatitis kontak, eritem nodosum,
kahamilan, flebitis superfisial, paralisis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi: venografi/ flebografi, USG vena-B mode atau colour
doppler
Laboratorium: kadar AT III, protein C, protein S, antibodi
antikardiolipin, profil lipid, agregasi trombosit
Page 174
TERAPI
Non farmakologis:
Tinggikan posisi ektremitas yang terkena untuk melancarkan
darah vena
Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti garakan
ekstensi, menggenggam dll, tindakan ini akan meningkatkan
darah di vena-vena yang masih terbuka (patent)
Pemakaian kaus kaki elastik (elastic stocking), alat ini akan
meningkatkan aliran darah vena
aliran
fleksialiran
dapat
FARMAKOLOGIS:
1. Antikoagulan
Heparin (unfractionated)
Bolus intravena 100 IU/kg dilanjutkan drip mulai 1000 IU/jam
Target aPTT 1,5-2,5 x kontrol, bila
- aPTT <1,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
- aPTT 1,5-2,5 x kontrol, dosis tetap
- aPTT > 2,5 x kontrol, dosis 100-200 IU/jam
Hari I : aPTT diperiksa tiap 6 jam
Hari II : aPTT diperiksa tiap 12 jam
Hari III : aPTT diperiksa tiap 24 jam
Page 175
INR 1,5-1,9
Hari I naikkan 5-10% dari total dosis mingguan
Mingguan naikkan 5-10% dari total dosis minguuan
Kembali 2 minggu
INR 2,0-3,0
Tidak ada perubahan
Kembali 1 minggu
INR 3,1-3,9
Hari I kurangi 5-10% dari dosis total mingguan
Mingguan kurangi 5-15% dari dosis total mingguan
Kembali 2 minggu
Page 176
INR 4,0-5,0
Hari I tidak dapat obat
Mingguan kurangi 10-20% dari dosis total mingguan
Kembali 1 minggu
INR >5,0
Stop warfarin, pantau sampai INR 3,0
Mulai dengan dosis kurang 20-50%
Kembali tiap hari
PROGNOSIS
Tergantung pada penyebab, [ada yang tidak disertai komplikasi baik
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
Page 177
PATOFISIOLOGI:
-
Page 178
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaa
n
Kompensa
si
Hiperkompensa
si
Trombosit
PTT
N/
PT
N/
Fibrinogen
N/
D-dimer
+/
+/
Dekompens
asi
++/
Page 179
DIAGNOSI BANDING
Fibrinolisis primer, penyakit hati berat, pseudo KID
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: DPL, hemostasis lengkap (PT, aPTT, fibrinogen, d-Dimer)
TERAPI
Suportif
- memperbaiki dan menstabilkan hemodinamik
- memperbaiki dan menstabilkan tekanan darah
- membebaskan jalan napas
- memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan asam basa
- memperbaiki dan menstabilkan keseimbangan elektrolit
Mengobati penyakit primer
Menghambat proses patologis
- Komponen darah :
> Tidak berikan kecuali jika terjadi perdarahan cukup berat atau
risiko perdarahan tinggi.
> Trombosit jika terjadi perdarahan, target trombosit 20000-30000
atau > 50000 jika perdarahan berat/ intrakranial, atau > 80000 jika
penderita akan menjalani tindakan bedah mayor.
> Cryopresipitate jika kadar fibrinogen < 80-100 mg/dl
> FFP jika perdarahan cukup berat, PT/APTT memanjang
- Antikoagulan (Heparin), jika:
> Perdarahan menetap walaupun telah diberikan terapi adekuat
> Trombosit > 50000/l
> Tidak ada perdarahan SSP atau saluran makanan yang berat
Page 180
PROGNOSIS
Malam
WEWENANG
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Divisi Hematologi
Onkologi
Medik
RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
Page 181
TROMBOSITOSIS PRIMER/ESENSIAL
Kode : ICD.D68
PENGERTIAN
.
Page 182
DIAGNOSIS
.
Anamnesis:
Sakit seperti terbakar pada telapak tangan dan kaki serta
berdenyut, cenderung timbul kembali disebabkan panas,
pergerakan jasmani dan hilang bila kaki ditinggikan
(eritromialgia).
- Gejala-gejala iskemia serebrovaskular kadang tidak spesifik
seperti sakit kepala, pusing, defisit neurologi fokal, serangan
iskemia sepintas, kejang atau oklusi arteri retina.
- Pada wanita hamil ditemukan riwayat abortus berulang,
pertumbuhan fetus terhambat
Pemeriksaan fisik:
-
DIAGNOSIS BANDING
Trombositosis reaktif, trombositosis sekunder
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium: darah perifer lengkap, morfologi trombosit,
laju endap darah, masa perdarahan, faktor VIII / Von Willebrand, tes
agregasi trombosit dengan epinefrin
TERAPI
Tujuan pengobatan untuk
menurunkan fungsi trombosit
.
menurunkan
jumlah
trombosit
dan
Page 183
KOMPLIKASI
.
Trombosis (eritromialgia,
iskemi mesenteric, infark
terbesar bila sebelumnya
60 tahun dan sudah lama
PROGNOSIS
-
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia
Ad sanasionam : malam
WEWENANG
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit
Dalam
- RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
-
Page 184
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 185
PENGERTIAN
Sindrom vena kava superior adalah kumpulan gejala yang disebabkan
obstruksi vena kava superior oleh sebuah tumor mediastinum.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi : foto toraks, CT scan toraks
TERAPI
KOMPLIKASI
Trombosis vena jugularis dan otak
PROGNOSIS
Page 186
WEWENANG
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 187
HIPERKALSEMIA
Kode : ICD
PENGERTIAN
Hiperkalsemia merupakan kedaruratan onkologi yang sering ditemukan
sebagai akibat metabolik dari keganasan.
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar kalsium darah, fungsi ginjal
TERAPI
1. Diuresis paksa dengan larutan saline (200-250 ml/jam) dan
furosemide disertai monitor ketat balans cairan dan fungsi
kardiopulmoner
2. Mithramycin 25 Ug/kg intravena. Tidak boleh digunakan pada gagal
ginjal dan trombositopenia
3. Kortikosteroid, efek terapi dicapai setelah 5-10 hari pengobatan.
Berguna pada hiperkalsemia pada limfoma malignum, mieloma
multiple dan karsinoma payudara.
4. Bifosfonat (penghambat osteoklas) bila hiperkalsemia refrakter
terhadap cara-cara sebelumnya atau terdapat kontraindikasi
5. Kunci keberhasilan dalam mengendalikan hiperkalsemia adalah
kemoterapi yang efektif.
KOMPLIKASI
Gagal ginjal akut
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad fungsionam : dubia ad malam
Page 188
Ad sanasionam : malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 189
HIPERURISEMIA
Kode : ICD
PENGERTIAN
Hiperurisemia merupakan kelainan yang terjadi akibat pengobatan
pada leukemia, gangguan mieloproliferatif, limfoma atau mieloma
yaitu ketika sel-sel tumor mengalami penghancuran selama
kemoterapi di mana purin akan dilepaskan dalam jumlah banyak untuk
kemudian mengalami katabolisme menjadi asam urat
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan kadar asam urat darah, fungsi ginjal, urinalisis
TERAPI
1. Allupurinol, hidrasi dan alkalinisasi urin seperti pada sindrom lisis
tumor
2. Hemodialisis jika diperlukan, dapat menurunkan kadar asam urat
dan memperbaiki fungsi ginjal.
KOMPLIKASI
Batu Ginjal
Page 190
Gagal ginjal
PROGNOSIS
Ad vitam : malam
Ad fungsionam : malam
Ad sanasionam : malam
WEWENANG
UNIT TERKAIT
Unit hemodialisis, Departemen Patologi Klinik
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
Page 191
Page 192
PENANGANAN NYERI
PENANGANAN INFEKSI
Masalah Efek Samping Sitostatika
1. Penekanan sumsum tulang (infeksi neutropenia, trombositopenia,
leukopenia, anemia)
2. Mual dan muntah
3. Toksisitas jantung (kardiomiopati, perimiokarditis)
4. Toksisitas ginjal (nekrosis tubuka ginjal)
5. Ekstravasasi
6. Sindrom lisis tumor
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Masalah nutrisi
- Antropometri : tebal lemak kulit, indeks massa tubuh dan
massa otot
Page 193
Penanganan nyeri
- Pemeriksaan radiologi : foto, USG, bone scan, CT scan, MRI
untuk mengetahui jenis nyeri dan lokasinya
Penanganan infeksi
- Laboratorium darah perifer lengkap dengan hitung jenis,
kultur darah, kultur urin, kultur sputum, swab tenggorok
untuk mencari fokus infeksi, pemeriksaa terhadap koloni
jamur
- Foto toraks
TERAPI
Masalah nutrisi
Indikasi terapi :
1.
pasien tidak mampu mengkonsumsi 1000 kalori per hari
2.
bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum sakit
3.
kadar albumin serum < 3,5 gr/dl
4.
terdapat tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh
Perhitungan kebutuhan kalori
Rumus perhitungan kebutuhan kalori =
Kalori basal + aktivitas sehari-hari + keadaan hiperkatabolik
Kalori basal laki-laki : 27-30 kalori/kgBB ideal/hari
Kalori basal perempuan : 23-26 kalori/kgBB ideal/hari
Perhitungan kebutuhan protein :
Page 194
Cara pemberian
1. Enteral melalui saluran cerna peroral, lewat selang nasogastrik,
jejunostomi, gastrotomi
2. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau pasien
tidak mau dilakukan gastrostomi/jejunostomi. Nutrisi sebaiknya
melalui vena sentral karena dapat diberikan cairan dengan
osmolalitas tinggi dan dalam waktu lama (6 bulan-1 tahun). Hatihati terhadap bahaya infeksi dan trombosis
Penanganan Nyeri
Pengobatan medikamentosa/ farmakologi
Page 195
Pemilihan
dan
penjadwalan
obat
sitostatika ysng tepat
Pencegahan
infeksi
pada
pasien
neutropenia berupa dekontsminasi saluran cerna,kulit dan
rambutbila akn mendapat kemoterapi agresif
Page 196
Toksisitas jantung
Pasien
dengan
risiko
tinggi
(EF<50%)
harus
menjalani
ekokardiografi setiap satu atau dua siklus pengobatan, sedangkan
pada yang tidak berisiko tinggi ekokardiografi diulang denan dosis
kumulatif 350-400 m/m2. Hal yang paling penting pada pemantauan
adalah dosis kumulatif (epirubisin 950 mg/m 2, daunorubisin 550
mg/m2)
4.
Toksisitas ginjal
Kerusakan injal dapat dicegah dengan hidrasi adekuat, alkalinisasi
urin dengan natrium bikarbonat dan diuretik
5.
Ad vitam : malam
Ad fungsionam : malam
Ad sanasionam : malam
WEWENANG
Page 197
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
POLISITEMIA VERA
Kode : ICD.D45
PENGERTIAN
Page 198
erythroid
yang
indepen
faktor
pertumbuhan
DIAGNOSIS
International Polycythemia Study Group II
Diagnosis polisitemia dapat ditegakkan jika memenuhi criteria
a. A1+A2+A3 atau
b. A1+A2+2 kategori B
Kategori A
1. Meningkatnya massa sel darah merah diukur dengan krom
radioaktif Cr-51. Pada pria 36 ml/kg dan pada wanita 32
ml/kg.
Page 199
TERAPI
Prinsip Pengobatan:
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia
yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan.
4. Menghindari obat yang mutagenik, teratogenik, dan berefek
sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu
atau kemoterapi sitostatik pada pasien di atas 40 tahun bila
didapatkan:
Trombositosis persisten di atas 800.000/ml terutama jika disertai
gejala trombosis.
Leukositosis progresif
Splenomegali
simtomatik
atau
menimbulkan
sitopenia
problematic.
Page 200
A. Flebotomi
Pada PV tujuan prosedur flebotomi adalah mempertahankan
hematokrit 42% pada wanita dan 47% pada pria untuk mencegah
timbulnya hiperviskositas dan penurunan shear rate. Indikasi
flebotomi terutama untuk semua pasien pada permulaan penyakit
dan yang masih dalam usia subur.
Indikasi:
1. Polisitemia vera fase polisitemia
2. Polisitemia sekunder fisiologis hanya dilakukan jika Ht > 55%
(target Ht 55%)
3. Polisitemia sekunder nonfisiologis bergantung pada derajat
beratnya gejala yang ditimbulkan akibat hiperviskositas dan
penurunan shear rate
B. Kemoterapi sitostatika
Tujuannya adalah sitoreduksi
Indikasi:
Cara pemberian:
Page 201
C. Fosfor radioaktif
P32 pertama kali diberikan dengan dosis 2-3mCi/m2/hari intravena,
bila per oral dinaikkan 25%. Selanjutnya bila setelah 3-4 minggu
pemberian P32 pertama:
D.
E.
KOMPLIKASI
Trombosis, perdarahan, mielofibrosis
PROGNOSIS
WEWENANG
Page 202
Referensi :
1. Young NS, Gerson SL, High KA, Mosby, editors. Clinical
Hematology, 2006
2. Rodgers GP, Young NS, editors. Hand book of Clinical
Hematologi, Lippincott Williams and Willkins, 2006
3. Rani A, Soegondo S, Nasir AU, Wijaya IP,Nafrialdi Mansjoer A,
editors Panduan Pelayanan Medik PABDI : Pusat Penerbitan
Departemen Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, 2006
3.7.
ALERGI IMUNOLOGI
Page 203
Page 204
Definisi
1. Malar rash.
2. Discoid rash
3. Photosensitivity.
4. Oral ulcers.
5. Arthritis.
6. Serositis.
7. Renal disorder.
8. Neurologic disorder.
9. Hematologic
disorder.
10. Immunologic
disorder.
Page 205
Skor
Gambaran
Batasan
Kejang
Psikosis
Sindrom obat
organik
Gangguan visual
Gangguan syaraf
Neuropati
syaraf
otak
motorik
Page 206
atau
otak
8
Lupus.
Headache
CVA
5
Vaskulitis
Artritis
Myositis
Urinary casts
Hematuria
Proteinuria
Piuria
New rash
Alopesia
Mucosal ulcer
Pleuritis
10
Perikarditis
11
Demam
12
Low complement
Page 207
Peningkatan DNA
binding
Trombositopeni
Lekopeni
batas
normal
rata-rata
untuk
tes
laboratorium.
Lebih dari 25% binding melalui uji farr atau
diatas rata-rata normal untuk pemeriksaan
laboratorium.
< 100.000platelets/mm3
< 3.000 WBC/mm33. Ekslusi : disebabkan
obat.
PENATALAKSANAAN
Pengobatatan pada penderita LES pada umumnya dibagi 2 :
A.
Pengobatan umum/konservatif
Pengobatan farmakologis
Pengobatan umum/konservatif.
1. Rehabilitasi dan latihan :
Penderita SLE dianjurkan tetap melakukan aktifitas jasmani dan
menghindari terlalu banyak istirahat ditempat tidur agar
kekuatan otot tetap terjaga dan juga menghindari terjadinya
kontraktur sendi, osteoforesis, atrofi otot.
2. Merokok :
Hindari merokok oleh karena asap rokok akan mengganggu
oksigenasi darah, meningkatkan
tekanan
darah
dan
memperberat fenomena Raynaud.
3. Makanan :
Dianjurkan untuk makan minyak ikan, karena minyak ikan
mengandung eicosapentanoic acid yang mampu menghambat
agregasi trombosit dan menghambat produksi leukotriene B4.
4. Sinar matahari :
Dianjurkan untuk memakai penahan sinar ultra violet (sun
screen). Tetapi pemakaian
sun screen dapat menghalangi
sintesa vitamin D pada kulit. Jadi pemberian vitamin D per
oral pada kasus demikian diperlukan. Kerugian lain dari
pemakaian sun screen adalah kemungkinan terjadinya reaksi
alergi.
B.
Pengobatan farmakologis.
1. Salisilat dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS).
2. Anti malaria.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 208
3. Kortikosteroid.
a. LES ringan (badan panas, artritis, perikarditis ringan, efusi
pleura/efusi perikardial ringan, lesi kulit, lelah dan sakit
kepala).
Pertama kali diberikan aspirin / OAINS, dimulai dengan
dosis rendah, dapat dinaikan secara bertahap. Bila tidak ada
respon perlu ditambahkan anti malaria, misalnya chloroquine
dosis : 2 x 250 mg/hari atau 1 x 500 mg/hari. Bila beberapa
bulan belum ada perubahan
ditambahkan atabrine 100
mg/hari.
Bila belum ada
juga respon diganti steroid
(prednison) dengan dosis kecil : 2,5 5 mg/hari. Dosis
prednison dapat ditambah 20% setiap 1-2 minggu tergantung
respon klinis.
b.
Page 209
Page 210
4. Obat sitotoksik/imunosupresant.
Perlu diingat obat pilihan untuk terapi SLE berat adalah
kortikosteroid, bila respon kurang baik atau timbul efek
samping yang berat atau memerlukan dosis yang lebih besar,
maka perlu penambahan obat lain yaitu : sitostatika.
Diantara obat-obatan yang tergolong dalam kelompok ini
yang sering dipakai adalah : siklofosfamid, metotreksat,
siklosporin, chloroquin, mofetilmicofenolat.
a. Siklofosfamid
Pada pengobatan lupus nefritis, siklofosfamid diberikan
per oral dengan dosis : 1-3 mg/kg BB/hari bersama
kortikosteroid dosis tinggi. Dalam keadaan krisis yang
mengancam jiwa, pemberian siklofosfamid intra vena
dengan dosis : 500-1.000 mg/m2 luas permukaan badan
bersama PST sekali sebulan.
tiap
bulan
selama
kali
b. Azatioprin (AZA).
AZA dapat digunakan untuk wanita hamil dengan SLE atas
indikasi yang kuat. Dosis initial harian : 1-3 mg/kg BB/hari
atau umumnya berkisar 100-200 mg/hari dan diberikan
bersama kortikosteroid oral dosis tinggi. Setelah ada
perbaikan klinis
dosis AZA dapat diturunkan secara
bertahap 25 mg sampai akhirnya dapat diberikan dosis
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 211
pemeliharaan
mg/hari.
antara
1-2
mg/kgBB/hari
atau
50-75
ada
kesepakatan
dosis
yang
Page 212
ASMA BRONKIALE
Kode : ICD.J45
Page 213
DEFINISI
Penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan berbagai sel
inflamasi menyebabkan saluran nafas cendrung untuk menyempit
yang dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan dan adanya
hiperreaktifitas bronkus terhadap berbagai rangsangan.
PATOFISIOLOGI
Terjadinya penyempitan saluran nafas disebabkan hiperreaktifitas
bronkhus karena rangsangan berbagai faktor pencetus dan aggrevator.
Hiperreaktifitas bronkhus ini terjadi akibat peradangan saluran nafas
sehingga menebal, mukosa edema, lumennya terisi sel-sel inflamasi
yang lepas terutama mastosit dan eosinofil dan hipersekresi mukus
sehingga lumen saluran nafas menyempit kadang-kadang dapat
menyempit total yang berakhir dengan kematian.
ETIOLOGI
Etiologi asma adalah inflamasi saluran nafas akibat proses IgE
mediated/non IgE mediated menyebabkan bronkhus menjadi
hiperreaktif. Faktor : predisposisi genetik, pencetus dan aggrevator
menyebabkan terjadinya serangan asma bronkhial.
GEJALA KLINIS
Sesak nafas disertai nafas berbunyi secara akut maupun secara
berkala merupakan keluhan utama terjadinya serangan asma.
Serangan asma lebih sering terjadi malam hari. Faktor pencetus dan
aggrevator sangat berperan dalam terjadinya serangan asma. Faktor
pencetus seperti infeksi, allergen inhalasi/makanan, olahraga, polusi
udara, iritan seperti asap rokok, bau-bauan, obat-obatan dan emosi.
Faktor aggrevator seperti rhinitis, sinusitis dan refluks asam lambung.
Pemeriksaan fisik : nafas cepat dan dangkal, gelisah, fase ekspirasi
memanjang, bising mengi difus pada kedua lapangan paru.
LABORATORIUM
Rutin : berupa hitung jenis eosinofil meningkat.
Khusus
: tes kulit (Prick test), kadar IgE spesifik meningkat.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji faal paru ditemukan obstruksi yang reversibel setelah pengobatan
menggunakan spirometri atau peak flow meter. Uji provokasi bronkhial
untuk mengukur hiperreaktifitas bronkhus dengan inhalasi methakolin
atau histamin dengan dosis yang makin tinggi, atau melalui latihan
jasmani.
Page 214
DIAGNOSIS
Gejala klinik yang khas dan perubahan uji faal paru setelah
pengobatan dengan bronkhodilator.
Diagnosis banding
:
- Sindroma Loeffler (periksa juga telor cacing dalam tinja)
o
Sindroma obstruktif pasca Tb paru
o
Asma kardiale
- Dengan bronkhodilator terjadi peningkatan FEVI >20 %
- Dengan uji provokasi bronkhial terjadi penurunan FEVI < 20%
KOMPLIKASI
Serangan asma berat dan menimbulkan kematian. Asma kronik
persisten dapat menyebabkan Penyakit Paru Obstruktif kronik
(PPOK) dan penyakit jantung paru (Kor Pulmonale), bila tidak
dikelola secara dini dan adekuat.
PENATALAKSANAAN/TERAPI SERANGAN ASMA (AKUT)
a. Oksigen 4-5 liter/menit.
b. Berikan nebulizer beta 2 agonis seperti Salbutamol atau
Fenoterol 2,5 mg tiap 20 menit maksimal sebanyak 3 kali.
c. Steroid bila belum dapat diatasi. Hidrokortison 4 x 200 mg IV
atau Deksametasone 4 x 10 mg atau Prednisolon 40 mg/hari
dalam dosis terbagi.
d. Bila serangan akut dapat diatasi, ganti obat secara oral.
e. Suntikan Aminofilin (240 mg/10 ml).
Bila telah mendapat
Aminofilin dalam 12 jam sebelum serangan, berikan dosis awal
2-3 mg/kg BB IV perlahan-lahan, teruskan dengan dosis
pemeliharaan 0,5-1mg/kg BB/jam dalam cairan dektrose 5%.
Bila belum mendapat Aminofilin berikan dosis awal 5-6 mg/kg BB
(maksimal 240 mg) secara IV perlahan-lahan, teruskan dengan
dosis pemeliharaan 0,5-1 mg/kg BB/jam.
f. Perbaikan hidrasi melalui cairan fisiologis IV 2-3 liter/24 jam
g. Antibiotika bila ada infeksi sekunder.
Page 215
Pengobatan awal :
Inhalasi 2 agonis kerja singkat, biasanya secara nebulasi, 1 dosis tiap 20 menit
selama 1 jam.
Oksigen 4-6 l/ menit untuk mencapai saturasi O2 90% (95% untuk anak-anak).
Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respon segera atau jika pasien sedang
Respon baik:
- Respon
menit
60
- PF:
gejala
sedang.
Saturasi
membaik
Dirawat di RS:
Membaik
O2
tidak
mengantuk
dan bingung.
- APE < 30%
Tidak
Page 216
Rawat di ICU:
Dipulangkan:
FOLLOW
UP
Selama
perlu diperhatikan
perbaikan
secara
klinik dan
uji waktu
Jika APEperawatan
> 70% & bertahan
dng
Jika tidak
ada perbaikan
dalam
faal
paru
dengan
spirometri
atau
peak
flow
meter.
Cari
faktor
pencetus
pengobatan peroral/ inhalasi selama
6-12 jam
terjadinya
akut asma. Setelah keluar rumah sakit perlu
minimal 60 serangan
menit
dihindari faktor pencetus dan obat pemeliharaan hanya diberikan pada
penderita dengan asma persisten.
INDIKASI RAWAT INAP
Bila penderita mengalami
asmatikus).
serangan
asma
akut
berat
(status
Klasifikasi
Derajat 1
Intermiten
Derajat 2
Persisten
ringan
Derajat 3
Persisten
sedang
Derajat 4
Gejala klinis
< 1 kali/minggu
Asimptomatik
APE
normal
diantara
serangan
1 kali/minggu tapi < 1
kali/hari
Gejala malam
APE
2
sebulan
kali
80% perkiraan
variabilitas
<
20%
>
2
sebulan
kali
80% perkiraan
variabilitas 20 30 %
> 1 kali/minggu
Setiap hari
Menggunakan 2 agonis
setiap hari
Serangan mempengaruhi
aktifitas
Sering
Terus menerus
>60%-<80%
perkiraan
Variabilitas
30%
>
60% perkiraan
Page 217
Persisten
berat
Variabilitas
30%
>
B. Pengobatan.
Klasifikasi
Derajat I
Intermiten
Derajat II
Persisten
Ringan
Derajat III
Persisten
Sedang
Tidak dibutuhkan
Penghilang Serangan
Bronkodilator
kerja
singkat:
2
agonis
inhalasi sesuai dengan
kebutuhan
untuk
mengatasi gejala, tapi <
1 x/ minggu
Intensitas
pengobatan
tergantung
dari
beratnya serangan.
Inhalasi 2 agonis atau
kromoglikat
sebelum
olah raga atau terpapar
alergen.
Bronkodilator
kerja
singkat:
2
agonis
inhalasi sesuai dengan
kebutuhan
untuk
mengatasi gejala, tidak
melebihi 3-4 kali per
hari.
Bronkodilator
kerja
singkat:
2
agonis
inhalasi sesuai dengan
kebutuhan untuk mengatasi
gejala,
tidak
melebihi 3-4 kali per
hari.
Page 218
Derajat IV
Persisten
Berat
pencegahan
pada
asma
yang
dicetuskan oleh latihan.
Inhalasi kortikosteroid 800 2000 mcg,
Bronkodilator kerja lama: inhalasi
2 agonis kerja lama, teofilin lepas
lambat, dan atau 2 agonis kerja
lama tablet atau sirup,
Kortikosteroid kerja lama tablet
atau sirup.
Bronkodilator
kerja
singkat:
2
agonis
inhalasi sesuai dengan
kebutuhan
untuk
mengatasi gejala.
1
2
NO.
Etiologi
Infeksi
Tindakan pengobatan
3
4
Neoplasma
Penyakit hematologik
6
7
Penyakit
AIDS, Virus mononukleus, Rubella, Campak
Steroid,
Penyinaran,
Kemoterapi,
Imunosupresi, Serum anti limfosit.
Limfoma
maligna,
Leukemia,
Mieloma,
Neutropenia, Anemia aplastik, Anemia bulan
sabit.
Penyakit metabolik
Enteropati
dengan
kehilangan
protein,
Sindroma
nefrotik,
Diabetes
melitus,
Malnutrisi.
Trauma dan tindakan Luka bakar, Splenektomi, Anestesi
bedah
Lain-lain
SLE, Hepatitis kronis.
Pola infeksi pada pasien imunokompromis
NO.
Kondisi/infeksi
Defek
1
Multipel Myeloma
Humoral
Infeksi spesifik
Peumonia, Bakteriemia,
Peritonitis, Herpes
Zoster.
Page 219
Hodgkin
Seluler
Neutropenia
Fagosit
Diabetes
Campuran
Uremia
Campuran
1.
Pneumonia, Tuberkulosa,
Herpes hepatitis.
Pneumonia, Bakteriemia,
Abses,
Ulcer
mulut,
Faring dan Anus.
Selulitis,
Pneumonia.
UTI, Pneumonia,
Septichemia.
Page 220
UTI,
2. Pengobatan :
Obat imunomodulator :
I.
Imunorestorasi :
a. Bayhep B
Komposisi : Human hepatitis B Ig.
Indikasi : Pencegahan setelah pemaparan hepatitis,
pemaparan darah yang mengandung HbsAg (+).
Dosis : pemaparan akut oleh darah yang mengandung HbsAg
: 0,06 ml/kgBB dalam 24 jam. Profilaksis untuk bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang HbsAg (+) dan HbeAg (+) : 0,5 ml.
Pemaparan seksual dengan orang HbsAg (+) : 0,06 ml/kgBB
selama 14 hari dari kontak seksual terakhir. Pemaparan oleh
orang yang tinggal dengan penderita infeksi akut hepatitis
B , bayi < 12 bulan : 0,5 ml.
b. Gamimune N (Immune Globuline Intravenous Human)
Komposisi : Ig (in 10% maltose) 5%, Indikasi : defisiensi imun,
ITP, Tranplantasi sum-sum tulang, pencegahan HIV pada
anak-anak, penyakit Kawasaki. Dosis : defisiensi imun 100200 mg/kgBB. ITP dan penyakit autoimun lain 400 mg/kgBB
selama 5 hari, dosis pemeliharaan setelah 3 minggu dengan
dosis yang sama. Hanya digunakan secara IV. Pada kasus
sindroma Guillain Barre terapi imunoglobulin intra vena
dilakukan bila tindakan pertama berupa plasmafaresis tidak
dapat dilakukan. Dosis menurut buku teks Imunologi Klinik
Rich adalah 2 g/kg BB/hari diberikan selama 5 hari berturutturut. Dosis sesuai protokol Bayer adalah 400 mg/kg BB/hari
selama 5 hari berturut-turut.
c. Gamma Venin P.
Komposisi : Human Ig
Indikasi : sepsis/komplikasi toksik, pencegahan terhadap
rubella
selama
kehamilan,
infeksi
pada
infant,
Page 221
Page 222
Page 223
Isoprinosin :
Komposisi : methisoprinol
Indikasi : imunomodulator untuk penyakit virus dan untuk
kondisi imunodefisiensi.
Dosis : dewasa dan anak-anak : 50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam
3-4 dosis. Pada infeksi yang berat : 100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. Lama pengobatan 7-10
hari. Pengobatan lanjutan minimal 2 hari setelah gejala
hilang.
j. BRM.
Komposisi : condonopus pilosula, salviae multiorrhizae,
lycium barbarum.
k. Hp Pro.
Komposisi : fraktus schisandrae.
Iindikasi : hepatitis kronik akatif, hepatitis kronik persisten,
cirrosis hepar, drug induced hepatitis dengan kadar SGPT
yang tinggi.
Dosis : 1 kapsul 3 kali sehari. Bila SGPT tidak turun setelah 12 bulan, dosis ditingkatkan 2 kapsul 3 kali sehari. Pengobatan
paling cepat 6 bulan dan paling baik 1 tahun.
Im Boost.
Komposisi : echinacea dry extract, zinc picolinate.
Indikasi : membantu meningkatkan daya tahan tubuh.
Dosis : 1-3 kali satu tablet.
l. Im Reg.
Komposisi : ekstrak dari Fructus Lycii, Radix Gingseng,
Fructus Ligustri Lucidi, Radix Angelia.
SYOK ANAFILAKTIK
Kode : ICD.D89
DEFINISI
Reaksi
anafilaktik
adalah
reaksi
antara
antibody
dan
alergennya(imunologik) yang menimbulkan penyakit alergi atau
penyakit hipersensitivitas tipe I yang tidak disertai dengan syok.
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi reaksi anafilaktik
yang berat degan tanda-tanda kolaps vaskular.
Page 224
PATOFISIOLOGI
Pajanan alergen pada tubuh yang sudah tersensitisasi mengakibatkan
pengikatan antigen oleh Ig E yang ada pada permukaan sel
basofil/mastosit. Ikatan IgE dan antigen ini akan menimbulkan
degranulasi dan penglepasan mediator utama (histamin) dan mediator
lain dari sel mast/basofil.
Page 225
Page 226
Page 227
3. Desensitisasi.
ALERGI MAKANAN
Kode : ICD.D89
Efek samping terhadap makanan terdiri dari reaksi toksik dan nontoksik. Alergi makanan adalah reaksi non-toksik melalui mekanisme
imun Imunoglobulin E dan non Imunoglobulin E . Intoleransi makanan
adalah reaksi non-toksik yang dapat diakibatkan pengaruh enzimatik,
farmakologik, atau zat yang tidak dapat ditentukan.
IMUNOPATOGENESIS
Fungsi pencernaan yang baik akan dapat menetralisir toksin atau
alergen dengan cara merusak aktivitas enzim tersebut, oleh sistem
enzim dan sel imun mukosa. Bila fungsi pencernaan kurang baik,
makanan dapat berupa antigen (alergen) dengan epitop-epitop yang
antigenik. Kegagalan fungsi pencernaan pasien, hipersensitif (alergi )
terhadap makanan, mengakibatkan antigen makanan beakumulasi
pada mukosa usus halus dan kolon.Keadaaan ini akan menimbulkan
terjadinya reaksi hipersensitifitas pada saluran cerna, menimbulkan
keadaan yang disebut food-sensitive enteropathies. Dapat melalui
reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, IV dari Gell dan Coombs.
MANIFESTASI KLINIS
Reaksi RMM (reaksi makanan yang merugikan) melibatkan beberapa
organ
target dan tergantung pada organ sasaran yang terlibat.
Intensitas manifestasi klinik tidak dapat diprediksi walau jumlah faktor
dan lamanya pajanan memegang peran, namun tidak ada korelasi
antara jumlah dan pajanan alergen dengan derajat manifestasi klinik.
Organ
sasaran
yang
sering
terlibat
adalah
:
sistem
kardiovaskular(sistemik), traktus gastrointestinal, kulit, saluran nafas
atas dan bawah, mata, neuromuskuler, SSP, sendi dan traktus
urogenitalis.
DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Tes kulit (skin prick test), dengan ekstrak alergen makanan.
Page 228
PENATALAKSANAAN
Prinsip dasar penatalaksanaan RMM adalah :
Hindari makanan penyebab/alergen.
Pengobatan simptomatik, seperti anti histamin, kortikosteroid,
oksatomid, ketotifen.
Terapi probiotik dengan pemberian basil Lactobacillus GG oral
pada pasien alergi dengan manifestasi klinik, eksema atopik
yang disebabkan oleh alergi susu sapi.
Page 229
DEFINISI
Adalah suatu reaksi mukokutaneus akut yang ditandai makula
eritem yang cepat meluas. Biasanya berbentuk target lesion dan
kelainan pada lebih dari satu mukosa di orifisium ( mulut, anogenital )
dan konjungtiva mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan
sampai berat. Kelainan kulit yang lain dapat berupa vesikel/ bula, dapat
disertai purpura. Sering ditandai gejala konstitusional dan dapat
mengancam kehidupan.
SINONIM
ektodermosis erosive pluriorifisialis
sindrom mukokutanea-okular
eritema multiforme tipe Hebra
eritema bulosa maligna.
Meskipun demikian yang umum digunakan ialah sindrom StevensJohnson. (SSJ)
ETIOLOGI
Etiologi yang pasti belum diketahui, diduga penyebabnya ialah alergi
obat antara lain penisilin dan semi sintetiknya, streptomisin,
sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik/analgetik, klorpromazin (CPZ),
karbamazepin, kinin, tegretol, dan jamu.
Penyebab lain adalah keganasan, radiasi, infeksi (bakteri, virus, jamur,
parasit), dll. 25-50% kasus SSJ merupakan idiopatik
PATOFISIOLOGI
Page 230
Page 231
Page 232
Lesi di mata dapat diberikan lyters eye drop, eye ointment, dan
luksir palpebra untuk mencegah simblefaron .
ALERGI OBAT
Kode : ICD. Y40
DEFENISI
Bagian dari reaksi obat yang tidak diinginkan yang disebut reaksi
adversi. Reaksi ini tidak hanya menimbulkan persoalan baru di
samping penyakit dasarnya, tetapi kadang-kadang dapat membawa
kematian. Contoh : reaksi adversi yang potensial sangat berbahaya
adalah hipekalemia, intoksikasi digitalis, karacunan amanofilin, dan
reaksi anafilaktik.
sedangkan gatal karena alergi obat, dan efek mengantuk
antihistamin merupakan contoh reaksi adversi obat yang ringan.
INSIDENSI
Belum diketahuii dengan pasti. Penelitian di luar negeri
menunjukkan bahwa reaksi adversi obat pada pasien yang dirawat di
rumah sakit berkisar antara 6 - 15%. Angka insidensi di luar rumah
Page 233
B.
4.
Page 234
Page 235
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Wawancara mengenai riwayat penyakit merupakan cara yang
paling penting untuk diagnosis alergi obat.
Masalah yang timbul adalah
- apakah gejala yang dicurigai timbul sebagai manifestasi
alergi obat atau karena penyakit dasarnya.
- Bila pada saat yang sama pasien mendapat Iebih dari satu
macam obat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada anamnesis pasien alergi
obat adalah :
a) Catat semua obat yang tidak dipakai pasien, termasuk
vitamin, tonikum, dan obat yang sebelumnya tidak
menimbulkan gejala alergi obat.
b) Lima waktu yang diperlukan mulai dari pemakaian obat.
sampai timbulnya gejala. Pada reaksi anafilaksis gejala
timbul segera, tetapi kadang-kadang gejala alergi obat
baru timbul 7 sampai 10 hari setelah pemakaian pertama.
c) Cara lama pemakaian serta riwayat pemakaian obat
sebelumnya. Alergi
obat sering timbul bila obat
diberikan secara berselang-seling, berulang-ulang, serta
dosis tinggi secara parenteral.
d)
Page 236
e)
hasil
reaksi
Page 237
c)
Pemeriksaan
hemaglutinrasi
dan
komplemen
dapat
menunjang reaksi obat tipe III yang dibuktikan dengan
adanya antibodi IgG atau IgM terhadap obat.
Pengobatan
1.
seperti
antifilaksis
harus
PENCEGAHAN
Cara yang efektif untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
reaksi alergi obat yaitu :
-
Page 238
Membagikan epinefrin
riwayat syok anafilaksi
ada
Tidak Ada
Negatif
Berikan obat
hati - hati
Ya
Tidak
Tes
Tes Provokasi
Negatif
Positif
Teruskan
pengobatan
Page 239
obat
dan
5.
6. Pada desensitisasi pasien dipasang infus, yang sewaktuwaktu bisa dipergunakan bila terjadi keadaan darurat
7. Tes kulit dilakukan segera sebelum pemberian obat. Jangan
menunggu berhari-hari kemudian obat baru diberikan, karena
tes kulit sendiri menimbulkan sensitisasi
Page 240
Rute
Tes tusuk
Dosis
1:100 (pengenceran
tidak diencerkan
Tes tusuk
Intrakutan
Intrakutan
Subkutan
Subkutan
Page 241
2.
3.
4.
5.
Tes
Tes
Tes
Tes
tusuk
tempel
obat
provokasi bronkus
3.8.
RHEMAUTOLOGI
Page 242
OSTEOARTRITIS
Kode : ICD. M13
DEFINISI
Merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit
ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan terbentuknya
tulang baru pada trabecula subkhondrial dan tepi tulang (osteofit).
KRITERIA DIAGNOSIS
Osteoartritis sendi lutut :
Nyeri lutut, dan
Salah satu dari 3 kriteria berikut :
Usia > 50 tahun
Kaku sendi < 30 menit
Krepitus + osteofit
Osteoartritis sendi tangan :
Nyeri tangan atau kaku, dan
Tiga dari empat kriteria berikut :
Pembesaran jaringan keras dari 2 atau > dari 10 sendi
tangan tertentu (DIP II dan III ki & ka, PIP II & III ki & ka,
CMC I ki & ka)
Pembesaran jaringan keras dari 2 atau > sendi DIP
Pembengkakan pada < 3 sendi MCP
Deformitas pada minimal 1 dari 10 sendi tangan
tertentu
Osteoartritis sendi pinggul :
Nyeri pinggul, dan
Minimal 2 dari 3 kriteria berikut :
LED < 20 mm/jam
Radiologi,
terdapat
osteofit
pada
femur
atau
asetabulum,
Radiologi terdapat penyempitan celah sendi(superior,
aksial,dan/atau medial)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Page 243
Page 244
Page 245
Asam urat darah dan urin 24 jam. Kadar dalam darah pada umumnya
meningkat. Kadar dalam urin dapat dipakai untuk status ekskresi asam
urat.
Ureum, kreatinin, CCT. Dipakai untuk menunjukan derajat gangguan
fungsi
ginjal. Radiologi sendi. Gambaran radiologi dapat berupa
pembengkakan jaringan lunak, kalsifikasi pada tofus, erosi bulat atau
oval yang dikelilingi oleh tepi
yang sklerotik.
KOMPLIKASI
Tofus
Deformitas sendi
Nefropati gout, gagal ginjal.
PENATALAKSANAAN
Penyuluhan
Pengobatan fase akut :
Kolkisin. Dosis 0,5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi
perbaikan
inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksik, dosis tidak
melebihi 8 mg per 24
jam.
Obat anti inflamasi non steroid.
Glukokortikoid dosis rendah : 5-15 mg/hari.
Pengobatan hiperurisemia :
Diet rendah purin
Obat penghambat xantin oksidase (untuk tipe produksi
berlebihan), misalnya allopurinol.
Obat urikosurik (untuk tipe sekresi rendah)
Obat antihiperurisemik tidak boleh diberikan pada stadium akut.
Page 246
ARTRITIS REUMATOID
Kode : ICD M.05 & M.06
DEFINISI
Merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai
sendi diartrodial. Termasuk penyakit otoimun dengan etiologi yang
tidak diketahui.
KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria ACR (1987) :
Kaku pagi, sekurangnya 1 jam.
Artritis pada sekurangnya 3 sendi.
Artritis pada sendi pergelangan tangan, metacapophalanx (MCP) dan
Proximal interphalanx (PIP).
Artritis yang simetris.
Nodul reumatoid
Faktor reumatoid serum positif.
Gambaran radiologik yang spesifik.
Untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut diatas. Kriteria
1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LED, CRP. Sebagai manifestasi inflamasi pada jaringan maka LED dan
protein fase akut lainnya seperti CRP akan meningkat. Pada Usila perlu
diperhatikan bahwa LED secara normal akan meningkat sesuai
pertambahan usia.
Faktor reumatoid serum. Hasil positif dijumpai pada sebagian besar
kasus (85%), sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya AR.
Keadaan terakhir dikenal sebagai AR seronegatif.
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 247
PENATALAKSANAAN
Penyuluhan
Proteksi sendi, terutama pada stadium akut.
Obat anti inflamasi non stroid.
Obat remitif (DMARD), misalnya kloroquin dengan dosis 1 x 250mg
perhari, metotreksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu, salazofirin dosis
3-4 x 500 mg perhari, garam emas peroral dosis 3-9 mg perhari, atau
subkutan dosis awal 10 mg, dilanjutkan seminggu kemudian dengan
dosis 25 mg perminggu, dan dinaikkan menjadi 50 perminggu selama
20 minggu, selanjutnya diturunkan setiap 4 minggu sampai dosis
kumulatif 2000 mg.
Glokokortikoid, dosis seminimal mungkin dan sesingkat mungkin untuk
mengatasi keadaan akut atau kekambuhan. Dapat diberikan dengan
dosis 20 mg prednison dosis terbagi dan segera di tappering off.
Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi dapat
diberikan injeksi steroid intraartikular seperti triamcinolon acetonide 10
mg atau metilprednisolon 20-40 mg.
Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Operasi untuk RA dengan deformitas.
Diagnosis RA
Artritis 3 sendi
Perubahan radiologi
(pembengkakan MCP)
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Faktor rematoid
(pembengkakan pergelangan
tangan)
Page 248
RA
Faktor Reumatoid
(pembengkakan
pergelangan tangan)
RA
pembengkakan MCP
dan pergelangan
tangan
Bukan
RA
RA
Bukan
RA
Pembengkakan
simetris
RA
RA
OSTEOPOROSIS
Kode : ICD M.80 & M.81
Pembengkakan MCP
dan pergelangan
tangan
Bukan
RA
DEFINISI
Merupakan salah satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh
penurunan densitas massa tulang (osteopenia) dan rawan untuk
terjadinya fraktur sekalipun akibat trauma ringan.
KRITERIA DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan densitas massa tulang
(BMD).
Kriteria WHO:
Normal, bila T-score pada BMD . 1.
Osteopenia, bila T-score pada BMD 1 s/d 2,5
Osteoporosis, bila T-score pada BMD < -2,5
Osteoporosis berat, bila T-score pada BMD < -2,5 dan didapatkan
fraktur.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Biokimia tulang (ca serum, Ca ion serum, Ca urin, fasfat serum, fosfat
urin, fosfatase alkali, osteokalsin serum, deoksipiridinolin urin).
PTH dan 25 OH-Vit D (atas indikasi).
Densitas massa tulang (lumbal, pinggul dan lengan bawah distal).
Radiologi vertebra torakalis dan lumbal, pinggul dan lengan bawah bila
dicurigai ada fraktur.
Page 249
(untuk
KOMPLIKASI
Fraktur.
PENATALAKSANAAN
Penyuluhan
Proteksi sendi, terutama stadium akut.
Asupan kalsium yang adekuat, bila perlu berikan suplementasi kalsium.
Vitamin D, bila ada tanda-tanda defisiensi vitamin D.
Hindari faktor resiko, misalnya glukokortokoid, anti konvulsan,
siklosporin A dan sebagainya.
Analgetik atau obat anti inflamasi non steroid, untuk mengatasi nyeri.
Terapi pengganti hormonal biasanya diberikan estrogen terkonyugasi
0,625-1,25 mg perhari dikombinasi dengan progesteron 2,5-10 mg
perhari. Pada wanita pasca menopause diberikan secara kontinyus,
sedangkan pada wanita pra menopause diberikan secara siklik.
Bifosfonat, sebagai pengganti estrogen atau untuk pasien laki-laki.
Kalsitonin, terutama bila terdapat nyeri yang hebat.
Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.
Page 250
3.9.
ENDOKRIN METABOLIK
Page 251
DIABETES MELITUS
Kode : ICD.E10 E14
PENGERTIAN
Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia
akibat defek pada :
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi
glukosa hepatik) dan perifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. Atau keduanya
Klasifikasi DM
I.
immune-mediated
idiopatik
II. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang : predominan resistensi insulin
dengan defisiensi insulin relatif predominan defek sekretik
dengan resistensi insulin)
Page 252
Endokrinopati
Infeksi
DIAGNOSIS
Terdiri dari :
Diagnosis DM
Diagnosis komplikasi DM
Diagnosis penyakit penyerta
Pemantauan pengendalian DM
ANAMNESIS :
Keluhan khas (gejala klasik) DM
Poliuria
Polidipsia
Polifagia
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Lemah
Kesemutan
Gatal
Mata kabur
Disfungsi ereksi
Pruritus vulva
Page 253
Tanda neuropati
Gigi mulut
1.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam sesudah beban 140-199 mg/dl (7,8
11,0
mmol/l)
GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l)
Pemeriksaan laboratorium:
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
HbA1C
Albuminuria mikro
Pemeriksaan penunjang lain :
Page 254
EKG
Foto toraks
Funduskopi
DIAGNOSIS BANDING
Hiperglikemia reaktif
Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium :
EKG
Foto thoraks
Funduskopi
TERAPI
Edukasi
Meliputi pemahaman tentang :
Penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
Hipoglikemia
Masalah khusus yang dihadapi
Cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan
ketrampilan
Page 255
Lemak
20 - 25%
Jumlah kandungan kolestrol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan
lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA = Mono
unsaturated fatty acid), dan membatasi PUFA (Poly unsaturated fatty
acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 g/hari,
diutamakan serat larut.
Status gizi
- BB gemuk dikurangi 20-30%
- BB kurang ditambah 20-300%
+ 30%
Berat
+ 50%
Hamil
- Trimester I, II
+ 300 kalori
Page 256
Metformin
Tiazolidindion
Insulin
Indikasi
Terapi Kombinasi
Page 257
Page 258
Page 259
Kriteria pengendalian DM
(lihat tabel lampiran)
Page 260
KOMPLIKASI
A Akut :
Ketosidosis
diabetik
Hiperosmolar non ketotik
Hipoglikemia
B. Kronik
Makroangiopati
- Pembuluh koroner
- Vaskular perifer
- Vaskular otak
Mikroangiopati
- Kapiler retina
- Kapiler renal
Neuropati
Gabungan
Kardiopati : PJK, kardiomiopati
Rentan infeksi
Kaki diabetik
Disfungsi ereksi
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
Dokter Spesialis penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
Unit terkait
Page 261
Keterangan :
TB
Tinggi Badan
BB
Berat badan
IMT
TD
Tekanan darah
TTGO
Sedang
Buruk
GD puasa (mg/dl)
80 - 109
100 - 125
> 126
GD 2 jam pp (mg/dl)
80 - 144
145 179
> 180
A1C (%)
< 6,5
6,5 - 8
>8
< 200
200 - 239
> 240
< 100
100 - 129
> 130
> 45
Page 262
Trigliserida
IMT
Tekanan darah
< 150
150 199
> 200
18,5 22,9
23 25
> 25
< 130/80
130-140
> 140/90
80-90
Referensi :
1.
2.
3.
4.
Infeksi
Infark miokard akut
Pankreatitis akut
Page 263
DIAGNOSIS
Klinis :
Kriteria diagnosis :
Kadar glukosa > 250 mg/dl
PH
< 7,35
HCO3
Anion gap
: rendah
: tinggi
Ketosis diabetik
Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik/hyperglycemic hyperosmolar
state
Ensefalopati uremikum, asidosis uremikum
Minum alkohol, ketosis alkoholik
Ketosis hipoglikemia
Ketosis starvasi
Asidosis laktat
Asidosis hiperkloremik
Kelebihan salisilat
Drug-induced acidosis
Ensefalopati karena infeksi
Trauma kapitis
Page 264
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan cito
Gula darah
Elektrolit
Ureum, kreatinin
Aseton darah
Urine rutin
Analisa gas darah
EKG
Pemantauan
Gula darah: tiap jam
Na+, K+, Cl- : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan
Kultur darah
Kultur urin
Kultur pus
TERAPI
Akses IV 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way
I. Cairan :
Page 265
GD
(mg/dl)
RI
(Unit, subkutan)
< 200
200-250
250-300
12
300-350
16
> 350
20
4,5-6,0
> 6,0
drip stop
IV. Bicarbonat
Drip 100 mEq bila pH < 7,0 disertai KCl 26 mEq drip
50 mEq bila pH 7,0-7,1 disertai KCl 13 mEq drip
Page 266
juga diberikan
mengancam
pada
asidosis
laktat
dan
hiperkalemi
yang
V. Tatalaksana Umum
O2 bila PO2 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar ( > 380 mOsml)
Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik
Edema paru
Hipertrigliseridemia
Infark miokard akut
Hipoglikemia
Hipokalemia
Hiperkloremia
Edema otak
Hipokalsemia
PROGNOSIS
Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid, adanya infark
miokard akut, sepsis, syok.
WEWENANG
Dokter Spesialis penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan
konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
Page 267
UNIT TERKAIT
Divisi ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UNSRI/RSMH
Departemen Patologi Klinik FK UNSRI/RSMH
Referensi
1. PERKENI. PETUNJUK Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2.
2006
2. Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Mellitus. Dalam Prosiding
Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8
3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalam Prosiding Simposium
panatalaksaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta,
15-16 April 2000 : 89-96.
4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ. Kreisberg RA,
Malone Jl. Et.al. management of Hyperglycemic Crises in Patients
With Diabetes. Diabetes Care, Jan 2001:24 (1) : 121-51.
HIPOGLIKEMIA
Kode : ICD
PENGERTIAN
Page 268
Kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar glukosa darah < 80 mg/dl
dengan gejala klinis
Hipoglikemia pada DM terjadi karena :
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis
Anamnesis :
Pemeriksaan fisik
Pucat, diaphresis
Tekanan darah
Penurunan kesadaran
Page 269
Obat
Insulinoma
Sekretagogue : sulfonilurea
Autoimun
Gagal hati
Gagal ginjal
Gagal jantung
Sepsis
Glukagon, epinefrin
Tumor non sel
Sarkoma
Diinduksi alkohol
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kadar glukosa darah (GD)
Tes fungsi ginjal
Tes fungsi hati
C-peptide
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 270
TERAPI
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula murni 30 gr (2 sendok makan) atau sirop/permen gula
murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes)
dan makanan yang mengandung karbohidrat
Stadium lanjut
hipoglikemia) :
(koma
hipoglikemia
atau
tidak
sadar
curiga
RI
(mg/dl)
< 200
200-250
(Unit subkutan)
0
5
Page 271
250-300
10
300-350
15
>350
20
KOMPLIKASI
Mortalitas
PROGNOSIS
Dubia
WEWENANG
Dokter Spesialis penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan
konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK
UNSRI/RSMH
UNIT TERKAIT
Referensi
1. PERKENI, Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2006.
Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Mellitus. Dalam Prosiding
Simposium Penatalaksanaan
2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakti Dalam. Jakarta, 15-16 April
2000 : 83-8
Page 272
DISLIPIDEMIA
Kode : ICD.E34
PENGERTIAN
Kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan
atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang
utama adalah kenaikan kadar kolesterol LDL. Dalam proses terjadinya
aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan,
sehingga dikenal sebagai triad lipid.
Secara klinis, diklasifikasikan menjadi :
Hiperkolesterolemia
Hipertrigliseridemia
Campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
DIAGNOSIS
Klasifikasi kadar kolesterol
Kolesterol LDL
< 100 mg/dl
Klasifikasi
Optimal
Hampir optimal
Borderline tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
Kolesterol total
< 200 mg/dl
200 239 mg/dl
Idaman
Borderline tinggi
Page 273
Tinggi
Kolesterol HDL
< 40 mg/dl
Rendah
> 50 mg/dl
Tinggi
Merokok
dari
Page 274
Normal
Borderline-tinggi
Tinggi
Sangat tinggi
DIAGNOSIS BANDING
Hiperkolesterolemia sekunder, karena
Hipotiroidisme
Penyakit hati obstruksi
Sindrom nefrotik
Anoreksia nervosa
Porfiria intermiten akut
Obat : progestin, siklosporin, thiazide
Obesitas
DM
Gagal ginjal kronik
Lipodistrufi
Glycogen strorage disease
Alkohol
Bedah bypass ileal
Stress
Sepsis
Kehamilan
Obat : estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid,
resin pengikat bile-acid, thiazide
Hepatitis akut
Lupus eritematosus sistemik
Gammopati monoklonal : myloma multipel, limfoma
Page 275
Malnutrisi
Obesitas
Merokok
Penghambat beta
Steroid anabolik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia > 20 tahun setiap 5
tahun sekali
Kadar kolesterol total
Kadar trigliserida
Kadar glukosa darah
Page 276
o
o
Golongan statin
Simvastatin
5 40 mg
Lovastatin
10 80 mg
Pravastatin 10 40 mg
Fluvastatin 20 80 mg
Atorvastatin 10 80 mg
Golongan bile acid sequestrant
Cholestyramine 4-16 g
Golongan nicotinic acid
Nicotinic acid (immediate realese) 2 x 100 mg s/d 1,5 3 g
Kadar LDL
Resiko
LDL
untuk mulai
untuk mulai
PGH terapi
PJK atau
farmakologis
> 130
Ekivalen PJK
(FRS > 20%)
Page 277
> 190
(160-189 : Opsional)
Page 278
KOMPLIKASI
Aterosklerosis
Penyakit jantung koroner
Stroke pankreatitis akut
PROGNOSIS
Dubia ad Bonam
WEWENANG
Dokter Spesialis penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan
konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam
Referensi
1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada Diabetes Melaus di
Indonesia. 1995.
2. Expert Panel on Detection, EvaluatioD, and Treatment of High blood
Cholesterol in, Adults. Executive Summary of the Third Report of the
National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in
Adults (Adult Treatment Panei !If). JAMA, May 16, 2001;285(19):248697.
3. Semiardji G. National Cholesteroi Education Program - Adult Treatment
Pane! III (NCEPATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Siang' Klinik
Bagian Metabolik Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, 2002.
4. Ginsberg HN, GoldSerg IJ. Disorders of Lipcpfotein Metabolism. In
Braunwald E, Fauci AS. Kasper DL, Hauser SL, Longc DL. Jameson JL.
Page 279
Keteranqan:
Kolestrol HDL = kolesterol high density lipoprotein
Kolesterol LDL = kolesterol low densify lipoprotein
PGH = perubahan gaya hidup
MUFA = mono unsaturated fatty acid
PUFA = poly unsaturated fatty acid
TIROTOKSIKOSIS
Kode : ICD. E05
PENGERTIAN
Suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid.
Berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan
Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori :
Hipertiroidisme
= Tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid
= Akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan
Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena
penyakit Graves, struma multinodosa toksik (Plummer dan adenoma
toksik. Penyebab lain ialah tiroiditis, penyakit trofoblastik, pemakaian
berlebihan yodium, obat hormon tiroid, dll.
Krisis tiroid
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 280
Infeksi
Operasi
Trauma
Hipoglikemia
Partus
Stres emosi
Terapi I131
Ketosidosis diabetikum
Tromboemboli paru
CVD/stroke
Hiperaktivitas
Palpitasi
Berat badan turun
DIAGNOSIS
Struma Difus
Page 281
Tirotoksikosis
Oftalmopati/eksoftalmus
Dermopati lokal
Thyroid acropachy
Laboratorium
TSHs rendah
Anamnesis :
Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala yang khas
Diare
Amenore
Pemeriksaan Fisik
Gejala & tanda khas hipertiroidisme, karena Graves atau yang lain
Sistem saraf pusat terganggu, delirium, koma
Demam tinggi s/d 40C
Takikardia s/d 130-200 kali/m
Sering ; fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat
Dapat memperlihatkan gagal jantung kongestif
Dapat ditemukan ikterus
Laboratorium :
TSHs sangat rendah
T4/FT4/T3 tinggi
Hiperglikemia
Azotemia prerenal
EKG sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan : respons ventrikular
cepat
DIAGNOSIS BANDING
Hipertiroidisme primer
Penyakit Graves
Page 282
Adenoma toksik
Struma ovarii
Tiroiditis subakut
Tiroiditis silent
Destruksi tiroid karena : amiodarone, radiasi, infark adenoma
Asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)
Hipertiroidisme sekunder
Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH
Sindrom resistensi hormon tiroid
Tirotoksikosis gestasional
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
TSHs
T4 atau FT4
T3 atau FT3
TSH Rab
Kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat
antitiroid)
Sidik tiroid/thyroid scan: terutama membedakan penyakit plummer
dari penyakit Graves dengan komponen nodosa
EKG
Foto toraks
TERAPI
Tata laksana penyakit Graves :
Obat Antititiroid
PTU dosis awal 300-600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari
Page 283
Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan
antitiroid
Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium
radioaktif
Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
Radioablasi
Indikasi
Page 284
- blocker
Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons
(target : frekuensi jantung < 90 x/m)
Glukokortikoid :
Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam
KOMPLIKASI
Penyakit Graves : penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves,
dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan
dengan obat antitiroid
Krisis tiroid : mortalitas
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%
WEWENANG
Page 285
UNIT TERKAIT
Referensi
1. Sumual A, Pandelaki K. Hipertiroidisme. Dalam Waspadji S, et al.
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta Balai Penerbit
FKUI : 766-72
2. Jameson JL. Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland Gland. In
Brauwald E, Fauci AS, Kasper DL. Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.
Harrisons Principles of Internal Medicine 15th ed. New York :
McGraw-Hill, 2001:2060-84.
3. Suyono S, Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta, 15-16 April 2000: 78-82
4. Suyono S, Subekti I. Patologenesis dan Gambaran Klinis Penyakit
Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18
Oktober 2003.
5. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta
Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
Page 286
Nodul dingin
Nodul hangat
Nodul panas
Berdasarkan konsistensinya
Nodul
Nodul
Nodul
Nodul
lunak
kistik
keras
sangat keras
DIAGNOSIS
Anamnesis umum
PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Lokal
Page 287
Page 288
Tiroiditis akut
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis : limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif (Riedel)
Simple goiter
Struma endemik
Kista tiroid, kista degeneratif
Adenoma
Karsinoma tiroid primer, metastatik
Limfoma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TERAPI
Sesuai hasil BAJAH, maka terapi :
A. Ganas
operasi tiroidektomi near-total
B.
Curiga
Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC)
Bila hasil = ganas operasi tiroidektomi near-total
Page 289
Observasi
Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi
lobektomi
D
operasi
Jinak
terapi dengan levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis
Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari)
Page 290
o
o
- Individu dengan resiko ganas rendah target TSH 0,05 0,01 ulU/L
KOMPLIKASI
Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis
akut/subakut
PROGNOSIS
Tergantung jenis nodul, tipe histopatologis
WEWENANG
Dokter Spesialis penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
Divisi Metabolik Rndokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUNSRI/RSMH
UNIT TERKAIT
Departemen Patologi Klinik FKUNSRI/RSMH
Departemen Patologi Anatomi FKUNSRI/RSMH
Sub bag. Kedokteran Nuklir, Departemen Radiologi FKUNSRI/RSMH
Sub bag. Bedah Tumor, Departemen Bedah FKUNSRI/RSMH
Referensi
1. Kariadi SHKS Struma Nodosa Non-Toksik. Dalam Waspadji S, et al
(eds0 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 3 Jakarta, Balai
Penerbit FKUI : 757-65
2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS,
Sudoyo HAW, Effendi S, Setiadi S, Gani RA, Alwi I (eds) Naskah
Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1997.
Jakarta,1997:207-13
Page 291
Page 292
KISTA TIROID
Kode : ICD.E07
PENGERTIAN
Nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10-25% dari seluruh nodul
tiroid
Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid.
Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu
keganasan
Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid
DIAGNOSIS
Seperti pada struma nodosa non toksik :
Anamnesis umum
Pemeriksaan fisik
Umum
Lokal
Page 293
Pembertons sign
Penilaian resiko keganasan
Gender laki-laki
Kista tiroid
Kista degenerasi
Karsinoma tiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Page 294
USG tiroid
Dapat membedakan bagian padat dan cair
Dapat untuk memandu BAJAH menemukan bagian solid
Gambaran USG Kista = kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik
sonolusen, dinding tipis
Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin
Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) pada bagian yang solid
TERAPI
Fungsi aspirasi seluruh cairan kista
Bila kista regresi observasi
Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah
fungsi aspirasi dan observasi
Bila kista rekurns, klinis kecurigaan ganas tinggi
operasi lobektomi
Komplikasi
Tidak ada
PROGNOSIS
Dubia ad bonam. Tergantung tipe dan jenis histopatologinya
WEWENANG
Dokter Spesialis penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUNSRI/RSMH
UNIT TERKAIT
Departemen Patologi Klinik FKUNSRI/RSMH
Departemen Patologi Anatomik FKUNSRI/RSMH
Departemen Bedah Sub bag. Bedah Tumor, FKUNSRI/RSMH
Page 295
Referensi
1. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. Dalam Waspadji S, et at.
(eds). Buku Ajar II Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta, Balai Penerbit
FKU1:757-65,
2
Page 296
3.10.
GERIATRI
Page 297
MALNUTRISI
Kode : ICD.E46
DEFINISI
Malnutrisi
energi-protein
adalah
ketidakseimbangan antara asupan
kebutuhan tubuh.
keadaan
yang
disebabkan
kalori dan protein dengan
Page 298
Pemeriksaan penunjang
DPL,
albumin,prealbumin,kolesterol,
elektrolit,bioelectrical impedance analysis
kadar
vitamin/mineral,
TERAPI
Evaluasi umum dan kebutuhan nutrisi
Melalui enteral/parenteral
Terapi lain
Pada pasien keganasan atau adanya anokresia dapat diberikan
peningkat nafsu makan seperti megasterol asetat
KOMPLIKASI
Status imunitas menurun, pemulihan penyakit menjadi lambat
PROGNOSIS
Dubia
Page 299
Page 300
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-TUG
(the
timed
up-and-go
test),
uji
menggapai
fungsional(fungsional reach test), uji keseimbangan Berg(the
Berg balance sub-scale of the mobility index)
-Pemeriksaan penunjang untuk menemukan penyebab:
1. Pemeriksaan neurologis
2. CT-scan bila ada indikasi
3. DPL
4. Elektrolit
5. Analisa gas darah
6. Urin lengkap dan kultur resistensi urin
7. Hemostase darah dan agregasi trombosit
8. Foto toraks, vertebra, genu, dan pergelangan kaki
9. EKG
10.Identifikasi faktor domisili
TERAPI
Page 301
Mengkaji dan mengobati trauma fisik akibat jatuh,
mengobati berbagai kondisi
yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi
fisik dan penyuluhan
berupa; latihan cara berjalan, penguatan otot,alat bantu,
sepatu atau sandal yang
sesuai,pencahayaan cukup,pegangan, lantai tidak licin, dan
sebagainya.
Latihan desentisasi faal keseimbangan, latihan fisik
(penguatan otot,fleksibilitas sendi, dan keseimbangan),
latihan Tai Chi, adaptasi perilaku
Perubahan lingkungan
Status
Status
Status
Status
fungsional
kognitif
emosinal
nutrisi
STATUS FUNGSIONAL
Mengkaji status fungsional berarti melakukan pemeriksaan dengan
instrumen tertentu untuk membuat penilaian menjadi obyektif ,dapat
menggunakan indeks aktivitas kehidupan sehari-hari (activity of daily
Page 302
STATUS NUTRISI
Pengkajian status nutrisi dapat dilakukan dengan :
1. Anamnesis gizi (anamnesis asupan) : kilo kalori energi, gram
protein,gram lemak rata rata yang dikonsumsi
2. Pemeriksaan antropometrik : indeks masa tubuh, dengan
memperhatikan perubahan tinggi tubuh.
3. biokimiawi : hemoglobin, kadar
4.
LAMPIRAAN I
INDEKS AKTIVITAS KEHIDUPA SEHARI HARI BARTHEL (AKS BARTHEL)
N
O
FUNGSI
SKOR
Mengendalikan
rangsang
pembuangan tinja
0
1
2
KETERANGAN
NILAI
SKOR
Page 303
Mengendalikan
rangsang
berkemih
Kadang-kadang tak
terkendali(hanya1x/24 jam)
Mandiri
3
Membersihkan diri
(seka muka, sisir
rambut, sikat gigi)
Mandiri
Penggunaan
jamban, masuk
dan keluar
(melepaskan,
memakai celana,
membersihkan,
menyiram)
Makan
Tidak mampu
Mandiri
Tidak mampu
Berubah sikap
dari berbaring ke
duduk
Mandiri
2
2
3
7
Berpindah
/berjalan
Memakai baju
Tidak mampu
Mandiri
Mandiri
Page 304
10
Mandi
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
Mandiri
TOTAL SKOR
58
12 19
: Ketergantungan ringan
Ketergantungan total
04
9 11
: Ketergantungan sedang
LAMPIRAN II
ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)
STATUS MENTAL
A. Umur tahun
B. Waktu / jam sekarang
.
C. Alamat tempat tinggal
D. Tahun ini
..
E. Saat ini berada di mana
.
F. Mengenali orang lain (dokter, perawat,
penanya)
G. Tahun kemerdekaan RI
..
H. Nama Presiden RI
NILAI
0.Salah
0.Salah
0.Salah
0. Salah
0. Salah
0.Salah
1.Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Benar
1. Salah
0.Salah
0.Salah
0. Salah
Page 305
0. Salah
0. Salah
A.
B.
C.
D.
E.
Baik
Labil
Depresi
Gelisah
Cemas
Total Skor :
Nama Responden :
Pewawancara :
Nama
Umur Responden :
Wawancara :
Tanggal
Pendidikan
mulai
Nilai
Maksimun
Jam
:
Nilai
responden
ORIENTASI
Page 306
MENGINGAT
Tanyakan kembali nama ke tiga benda yang
telah disebut diatas. Berikan nilai 1 untuk tiap
jawaban yang benar.
BAHASA
a. Apakah nama benda ini ? perlihatkan
pinsil dan arloji ( 2 nilai)
b. Ulangi kalimat berikut : JIKA TIDAK, DAN
ATAU TAPI ( 1 nilai)
c. Laksanakan 3 buah perintah ini :
peganglah selembar kertas dengan
tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada
Page 307
Jumlah
niali
SADAR
KOMA
SOMNOLEN
STUPOR
Jam selesai
Tempat wawancara
Lembar Lampiran MMSE (BAHASA)
.
.
Page 308
LAMPIRAN 4
GERIATRIC DEPRESSESION SCALE (GDS)
No
Pertanyaan
Jawaban
1
2
YA TIDAK
YA TIDAK
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
YA
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA TIDAK
YA TIDAK
YA
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
Page 309
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
YA TIDAK
YA TIDAK
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA
YA
YA
YA
YA
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
TIDAK
YA TIDAK
YA TIDAK
Page 310
DIAGNOSIS
-
Faktor Pencetus :
a. Gangguan metabolik (hipoksia, hiperkarbia, hipo atau
hiperglikemia, hiponatremia, azotemia)
b. Infeksi (sepsis,pneumonia, infeksi saluran kemih)
c. Penurunan cardiac output (dehidrasi, kehilangan darah
akut, infark miokard akut, gagal jantung kongestif
d. Strok (korteks kecil)
e. Obat-obatan (terutama antikolinergik)
f. Intoksikasi (alkohol)
g. Hipo atau hipertrmia
h. Lesi sistem saraf pusat
i. Psikosis akut
j. Pemindahan kelingkungan yang baru/tidak familiar
k. Impaksi fakal
l. Retensi urin
Faktor Risiko:
a. Gangguan kognitif
b. Usia 80 tahun
c. Fraktur
d. Infeksi
e. Pria
f. Obat antipsikotik atau analgesik narkotik
g. Malnutrisi
h. Penambahan 3 obat atau lebih
i. Penggunaan kateter urin
DIAGNOSIS BANDING
- Demensia
- Psikosis fungsional
Page 311
- Kelainan neurologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
- Rotgen torak
- EKG
TERAPI
- Oksigen, pasang infus dan monitor
- Aasi faktor pencetus
- NGT
- Kateter urin
- Awasi kemungkinan imobilisasi
- Kaji status hidrasi secara berkala
KOMPLIKASI
- Fraktur, hipotensi sampai rejatan, trombosis vena dalam, emboli
paru, sepsis.
PROGNOSIS
Dubia
ULKUS DEKUBITUS
Kode : ICD.L89
DEFINISI
Lesi yang disebabkan oleh tekanan yang menimbulkan kerusakan
jaringan di bawahnya
PANDUAN PRAKTEK KLINIS PENYAKIT DALAM
Page 312
DIAGNOSIS
- Adanya faktor risiko :
a. Imobilisasi
b. Inkontinensia
c. Fraktur
d. defisiensi nutrisi (terutama vit.C dan albumin)
e. kulit kering
f. peningkatan suhu tubuh
g. berkurangnya tekanan darah
h. usia lanjut.
- Stadium klinis
DIAGNOSIS BANDING
Osteomielitis : terutama pada ulkus stadium IV
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Darah : DPL, kadar albumin
- Kultur pus (mikroorganisme resistensi)
- Foto tulan
TERAPI
- Eliminasi faktor-faktor resiko
Page 313
dimassase 2-3
kali/hari
b. Dekubitus derajat II : dapat diberikan salep topikal
c.Dekubitus derajat III: usahakan luka selalu bersih dan
eksudat
dapat mengalir
d. Dekubitus derajat IV: semua langkah a,,b,c, tetap
dikerjakan dan
jaringan nekrotik harus dibersihkan
KOMPLIKASI
Sepsis
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
Page 314
KONFUSIO
Kode : ICD.R41.8
DEFINISI
Sindrom yang ditandai dengan gambaran klinik utama adanya
gangguan kesadaran akut yang fluktuatif (terutama malam hari,
sundowning), gangguan kognitif, proses pikir yang tidak terorganisasi
dengan baik, gangguan psikomotor, siklus bangun-tidur abnormal
ETIOLOGI
Penyebab intra serebral
- Ensefalopati hipertensif
- Edema serebral
- TIA
- SOL yang cepat membesar
- Hidrosefalus
- Defisiensi vitamin B12
- Ensefalopati wernicke
- Psikosis
- Meningitis/ensefalitis
- Penggunaan sedatif/transquilizer/hipnotik berlebihan
Page 315
Lain-lain
- Retensio urin
- Nyeri hebat
- Hilang/gangguan sensorik mendadak ( kebutaan )
- Perubahan lingkungan mendadak
- Ileus paralitik
- Depresi
- Karsinomatosis
- Insomnia
- Obat-obatan
DIAGNOSIS BANDING
Demensia
Afasia ( terutama afasia wernicke)
Kelainan psikiatrik : skizofrenia, gangguan bipolar, gangguan
atensi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
KRITERIA DIAGNOSIS
Page 316
Menurut DSM IV TR
Gangguan kesadaran dgn me kewaspadaan terhadap
lingkungan & ketidak mampuan memusatkan perhatian,
mempertahankan/ mengalihkan perhatian/konsentrasi seperti
normal
Perubahan fungsi kognitif (gangguan memori, disorientasi,
gangguan
berbahasa)
atau
gangguan
persepsi(ilusi,
halusinasi)yang bukan karena demensia yang mungkin
sebelumnya sudah ada atau berkembang
Gangguan terjadi akut (beberapa jam-beberapa hari),
berfluktuasi
Bukti dari anamnesis/pem fisik/laboratorium kondisi medik
tertentu atau intoksikasi/efek samping/putus obat
Diagnosis ditegakkan dengan algoritme Confussion Assesment
Method (CAM)
yang menjadi baku emas diagnosis (sensitivitas 94-100%,
spesifisitas 90-95%)
Algoritme CAM meliputi :
- Awitan yang akut
Neuroleptik
1. Anti psikotik konvensional : haloperidol (obat pilihan) dosis
rendah 0,5-1,0 mg / kali
2. Antipsikotik atipikal : risperidone Benzodiazepin
Umumnya diberikan lorazepam hingga mencapai 2 mg setiap 4
jam IV/IM
Pada pasien kelainan fungsi hati lorazepam diutamakan (dengan
menurunkan dosis)
Page 317
Dosis obat
Haloperidol oral 0,5-1 mg. 2x/hari, jika perlu dapat setiap 4 jam
IM : 0,5-1 mg, observasi 30 menit, ulangi jika perlu
Risperidone : oral 2 x 0,5 mg
Olan zapine : 2,5 5 mg 1x hari
Quetia pine : oral 2x26 mg hati
Lorazepam oral : 0,5-1 mg
IV : hanya pada kegawatdaruratan
Page 318
BAB IV
DOKUMENTASI
Page 319
DAFTAR PUSTAKA
1.
Page 320
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Page 321
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Page 322