Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI DAN TERAPI II


HIPERTENSI
Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Farmakologi
dan Terapi II

Disusun oleh :
Kelompok 3
Lintang Gemilang (01021270)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS YPIB MAJALENGKA
Jl. Perjuangan No.7 Majasem Kota Cirebon 45135. Telp. 0231- 488759
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul
“LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DAN TERAPI II” ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Praktikum Farmakologi dan Terapi II. Selain itu, laporan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Praktikum


Farmakologi dan Terapi II yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat
saya sebutkan semua, terimakasih atas bantuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan
bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Cirebon, 10 Desember 2023

Lintang Gemilang
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
I. JUDUL.......................................................................................................................4
II. TUJUAN....................................................................................................................4
III. DASAR TEORI.....................................................................................................4
IV. ALAT DAN BAHAN............................................................................................6
V. PROSEDUR PERCOBAAN......................................................................................6
VI. PERHITUNGAN DAN DOSIS PENGENCERAN...............................................7
VII. DATA PENGAMATAN........................................................................................7
VIII. PEMBAHASAN....................................................................................................8
IX. KESIMPULAN......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................10
LAMPIRAN...................................................................................................................11
I. JUDUL
Hipertensi

II.TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh
pemberian dan efektivitas antihipertensi sediaan obat pada hewan uji tikus
putih galur wistar

III. DASAR TEORI


Hipertensi merupakan suatu kelainan, suatu gejala dari gangguan pada
mekanisme regulasi tekanan darah. Penyebabnya diketahui hanya lebih
kurang 10 % dari semua kasus, antara lain akibat penyakit ginjal dan
penciutan aorta / arteri ginjal, juga akibat tumor jinak. Ginjal dengan efek
over produksi hormon-hormon tertentu yang berkhasiat meningkatkan
tekanan darah ( feochromcytoma ). Dalam kebanyakan hal penyebabnya tidak
diketahui, bentuk umum ini disebut hipertensi esensial, factor keturunan
berperan penting pada timbulnya jenis hipertensi ini. Resiko hipertensi yang
tidak diobati adalah dan dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, otak
dan mata. Tekanan darah yang terlampau tinggi menyebabkan jantung
memompa lebih keras, yang akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung
( decompensation ) dengan rasa sesak dan udem di kaki. Pembuluh juga akan
lebih mengeras guna menahan tekanan darah yang meningkat pada umumnya
resiko terpenting adalah serangan otak( stroke, beroerta, kelumpuhan separuh
tubuh) akibat pecahnya suatu kapiler dan mungkin juga infark jantung. Begitu
pula cacat pada ginjal dan pembuluh mata yang dapat mengakibatkan
kemunduran penglihatan. Komplikasi otak dan jantung tersebut sering
bersifat fatal, dinegara-negara barat 30 % lebih dari seluruh kematian
disebabkan oleh hipertensi.
Hipertensi tidak memberikan gejala khas, baru setelah beberapa tahun
adakalanya pasien, merasakan nyeri kepala pagi hari sebelum bangun tidur,
nyeri ini biasanya hilang setelah bangun gangguan hanya dapat dikenali
dengan pengukuran tensi.
Hipertensi terjadi melalui System Renin Angionfensin Aldosteron,
singkatnya RAAS. volume darah yang mengalir melalui ginjal berkurang dan
tekanan darah di glomeruli ginjal menurun, misalnya karena penyempitan
arteri setempat, maka ginjal dapat membentuk dan melepaskan enzim
proteolitis rennin. Dalam plasma renin menghidrolisa protein angiotensinogen
( yang terbentuk dalam hati ) menjadi angiotensin 1 (AT 1). Zat ini dirubah
oleh enzim ACE (Angiotensin Converting Enzym, yang disentesa antara lain
diparu-paru) menjadi zat aktif angiotensin II (AT 2). AT2 ini antara lain
berdaya vasokonstriktifkuat dan menstimulasi sekresi hormone aldosteron
oleh anak ginjal dengan sifat retensi garam dan air. Akibatnya ialah volume
dan tekanan darah naik lagi. (Tjay dan Raharja.2011).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu: hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau
hipertensi renal.
1. Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%
kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.
Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier,
2000).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.
Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom
cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan, dan lain – lain (Schrier, 2000).

Menurunkan tekanan darah yang meningkat dapat menurunkan


frekuensi stroke, kejadian koroner, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Kemungkinan penyebab hipertensi (misalnya penyakit ginjal, penyebab
endokrin), faktor pendukung, faktor risiko, dan adanya beberapa komplikasi,
seperti hipertrofi ventrikel kiri harus ditegakkan. Pasien sebaiknya disarankan
untuk merubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah maupun risiko
kardiovaskuler; termasuk menghentikan merokok, menurunkan berat badan,
mengurangi konsumsi alkohol yang berlebih, mengurangi konsumsi garam,
menurunkan konsumsi lemak total dan jenuh, meningkatkan latihan fisik
(olahraga), dan meningkatkan konsumsi sayur dan buah. Hipertensi pada anak
dan remaja memberikan pengaruh yang besar pada kesehatannya di masa
dewasa.
Pemilihan obat antihipertensi bergantung pada indikasi maupun
kontraindikasi yang sesuai untuk pasien; beberapa indikasi dan kontraindikasi
dari berbagai obat antihipertensi adalah sebagai berikut :
1. Tiazid
Obat ini terutama diindikasikan untuk hipertens pada lansia; kontraindikasi
pada GOUT.
2. Beta Bloker
Obat ini digunakan pada untuk pengobatan awal hipertensi tanpa
komplikasi; kontraindikasi meliputi asma, blockade jantung.
3. Penghambat ACE
Indikasi meliputi gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri dan nefropati
akibat diabetes; kontraindikasi meliputi penyakit renovaskular dan
kehamilan.
4. Antagonis Reseptor Angiotensin II
Obat ini merupakan alternatif untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
penghambat ACE karena efek samping batuk kering yang menetap, namun
antagonis reseptor Angiotensin II mempunyai beberapa kontraindikasi
yang sama dengan penghambat ACE.
5. Antagonis Kalsium
Terdapat perbedaan yang penting antara berbagai antagonis kalsium.
Antagonis kalsium dihidropiridin bermanfaat dalam hipertensi sistolik
pada lansia apabila tiazid dosis rendah dikontraindikasikan atau tidak
dapat ditoleransi. Antagonis kalsium “penggunaan terbatas” (misalnya
diltiazem, verapamil) mungkin bermanfaat pada angina; kontraindikasi
meliputi gagal jantung dan blokade jantung.
6. Alfa Bloker
Indikasi yang mungkin adalah prostatism; kontraindikasi pada
inkontinensia urin.

IV. ALAT DAN BAHAN


 ALAT :
1. Beaker glass
2. Spuit
3. Gelas ukur
4. Tensi meter
5. Timbangan digital
 BAHAN :
1. Aquades
2. Aqua pro injeksi (K-)
3. Epinephrine inj
4. Furosemid (K+)

V. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Menimbang tikus putih galur wistar.
2. Tikus putih galur wistar dibagi menjadi 2 kelompok :
1) Kelompok pertama = kontrol + (Furosemid)
2) Kelompok kedua = kontrol – (Aqua pro injeksi/Aquadest)
3. Tensi awal tikus putih galur wistar.
4. Menghitung dosis dengan melihat tabel konversi tikus putih galur wistar.
5. Melakukan pengenceran obat.
6. Melakukan induksi epinefrin secara intravena pada semua kelompok.
7. Tensi tikus putih galur wistar setelah pemberian induksi, bila tensi tikus
putih galur wistar belum naik, ulangi pemberian epinefrin injeksi.
8. Tikus putih galur wistar diberi perlakuan sesuai dengan kelompok :
1) Kelompok pertama diberikan Furosemid Injeksi.
2) Kelompok kedua diberikan Aqua pro injeksi/Aquadest.
9. Tensi kembali tikus putih galur wistar setelah pemberin perlakuan. Amati
setiap 10 menit sebanyak 3 kali.

VI. PERHITUNGAN DAN DOSIS PENGENCERAN


 Epinephrine inj 1 mg/ ml

Dosis tikus = 1 mg x 0,018


= 0,018 mg / 0,5 ml
= 0,036 / 1 ml

V1 x N1 = V2 x N2
1 ml x 1 mg = V2 x 0,036 mg
V2 = 1 ml x 1 mg / 0,036 mg
V2 = 27,7 ml

 Furosemid 10 mg/1 ml

Dosis tikus = 10 mg x 0,018


= 0,18 mg / 0,5 ml
= 0,36 / 1 ml

V1 x N1 = V2 x N2
1 ml x 10 mg = V2 x 0,36 mg
V2 = 1 ml x 10 mg / 0,36 mg
V2 = 27,7 ml

VII. DATA PENGAMATAN


Hewan Uji Tensi Tensi Tensi
Awal Setelah 5 menit 5 menit 10
Induksi menit
(I) (II)
(III)
Kontrol+ Furosemid 96/65 134/92 98/70 - -
228/157 - 115/ 81
219/144 - 94/58
Kontrol – (Aqua 100/53 78/38 85/45 - -
pro injeksi 43/29 130/100 224/164
/Aquadest) 265/170 - 33/16
Bobot penimbangan tikus
1. Kelompok 1 = 184,24 gram
2. Kelompok 2 = 160,40 gram
3. Kelompok 3 = 204,88 gram
4. Kelompok 4 = 143,16 gram
5. Kelompok 5 = 254,98 gram
6. Kelompok 6 = 164,36 gram
VIII. PEMBAHASAN

Diuretik merupakan obat-obatan yang dapata meningkatkan laju


aliranurin.Golongan obat ini menghambat penyerapan ion Na pada bagian-
bagiantertentu dari ginjal. Oleh karena itu terdapat perbedaan tekanan
osmotic yangmenyebabkan air ikut tertarik sehingga produksi urin semakin
bertambah. Terdapat golongan-golongan dari diuretic yang memiliki efektivitas
yang bervariasi mulai dari golongan diuretic hemak K yang hanya
mengekskresikan 2%ion Na sampai golongan diuretic loop yang dapat
mengekskresikan sampai 2 %ion Na. Fungsi dari diuretic secara umum sesuai
dengan definisi yaitu meningkatkanlaju aliran urin yang selanjutnyameningkatkan
urin. Adapaun dari diuretic itusendiri terdapat beberapa golongan
diantaranya:Diuretik Tiazid, Diuretik Loop,Diuretik Hemat ,Diuretik Karbonik
Antihidrase, Diuretik Osmotik.
Pada peraktikum kali ini kami melakukan uji hipertensi.Hewan uji yang
kami berikan yaitu tikus putih galur wistar,yang di bagi menjadi dua kelompok
dengan kelompok pertama yaitu pemberian control furosemide dan kelompok
yang kedua yaitu pemberian aqua pro injek. Pada kelompok yang pemberian nya
menggunakan kontrol furosemide ada tiga kelompok yaitu kelompok 1, kelompok
3, dan kelompok 5 dan kelompok yang pemberian nya menggunakan aqua pro
injek ada kelompok 2, kelompok 4, dan kelompok 6.
Sedian obat yang digunakan pada praktikum kali ini ialah furosemide.
Sebagaimana halnya yang diketahui bahwa furosemide merupakan obat diuretik
dengan mekanisme kerjanya yaitu menghambat penyerapan kembali natrium oleh
sel tubuli ginjal. Furosemide meningkatkan pengeluaran air,
natrium,klorida,kalium. Furosemide baik digunakan karena furosemide bekerja
dengan cara menghambat reabsorpsi ion na pada jerat henle
Sebelum melakukan pemberian kontrok furosemide pada kelompok 1,
kelompok 3, dan kelompok 5 kami melakukan perhitungan volume epinephrine
dan furosemide terlebih dahulu untuk di berikan oleh hewan uji berdasarkan dosis
lazim,masing-masing obat untuk manusia yang kemudian di konversikan untuk
tikus. Setelah melakukan perhitungan volume epinephrine dan furosemide, tikus
kelompok 1,3,dan 5 di timbang terlebih dahulu,
Setelah di timbang kami akan melakukan pemberian induksi epinephrine,
namun sebelum diberikan induksi epinephrine tikus di cek tekanan darah terlebih
dahulu, hasil tekanan darah sebelum di berikan epinephrine :
 kelompok 1 : 96/65 mmhg,
 kelompok 3 : 228/157 mmhg
 kelompok 5 : 219/144 mmhg
Tetapi dari ketiga kelompok tersebut ada yang di berikan induksi
epinephrine da nada yang tidak di berikan induksi epinephrine. Kelompok yang di
berikan induksi epinephrine adalah kelompok 1 dimana tekanan darah tikus ialah
96/65 mmhg yang merukapan kadar normal, selanjutnya hasil tensi tikus setelah
diinduksi dengan epinephrine 0,5 ml adalah 134/92 mmhg (seuai teori ) dimana
epinephrine ini dapat meningkatkan tekanan darah sistolik, yaitu tekanan darah
pada saat jantung berkontraksi. Ini terjadi karena epinephrine merangsang reseptor
beta (β1) di miokardium (otot jantung), yang meningkatkan denyut jantung (heart
rate) dan kekuatan kontraksi jantung. Akibatnya, volume darah yang dipompa
oleh jantung ke dalam arteri meningkat, yang secara langsung meningkatkan
tekanan darah sistolik. Kemudian setelah nya tikus akan kembali diinjeksi
menggunakan Furosemide sebanyak 0,5ml setelah 5 menit hasil tensi nya 98/70
Ketika furosemide diberikan secara i.v, ini dapat menginduksi diuresis yang kuat
dan cepat, sehingga mengurangi volume darah. Penurunan volume darah akan
menurunkan tekanan darah. Sedangkan kelompok yang tidak diberikan induksi
epinephrine adalah 3 dan kelompok 5 dimana tekanan darah tikus sudah tinggi
sebelum diberikan induksi epinephrine
 tensi tikus kelompok 3 : 228/157 mmhg
 tensi tikus kelompok 5 : 219/144 mmhg
jadi jika tekanan darah tikus sudah tinggi sebelum di induksi epinephrine
tidak perlu di induksi lagi langsung saja kita berikan furosemide secara i.v tikus di
biarkan istirahat selama 5 menit setelah istirahat tikus kembali di tensi dan tensi
setelah di berikan furosemide kelompok 3 :115/81 mmhg dan kelompok 5 : 94/58
mmhg. Ketika furosemide diberikan secara i.v, ini dapat menginduksi diuresis
yang kuat dan cepat, sehingga mengurangi volume darah. Penurunan volume
darah akan menurunkan tekanan darah.
Sedangkan kelompok yang pemberiannya menggunakan aqua pro injek ada
kelompok 2,4,dan 6, proses pemberiannya sama seperti pemberian furosemide,
pertama yang di lakukan yaitu tikus kelompok 2,4,dan 6 ditimbang terlebih
dahulu.
Setelah di timbang kami melakukan pemberian induksi epinephrine, namun
sebelum di berikan induksi epinephrine tikus di cek tekanan darahnya terlebih
dahulu, hasil tekanan darah sebelum di berikan induksi epinephrine:
 Kelompok 2 : 100/53 mmhg
 Kelompok 4 : 43/29 mmhg
 Kelompok 6 : 265/170 mmhg

Sama seperti kelompok yang pemberiannya menggunakan furosemide, dari ketiga


kelompok tersebut ada yang di berikan induksi epinephrine da nada juga yang
tidak diberikan induksi epinephrine, kelompok yang di berikan epinephrine yaitu
kelompok 2 dan kelompok 4 dimana tekanan darah
 Kelompok 2 : 100/53 mmhg
 Kelompok 4 : 43/29 mmhg

Tekanan darah kelompok 2 merukapan kadar yang normal sedangkan


tekanan darah kelompok 4 kadar nya sangat rendah, selanjutnya hasil tensi tikus
setelah diinduksi dengan epinephrine 0,5 ml adalah kelompok 2 : 78/38 mmhg
dan kelompok 4 : 130/100 mmhg, (sesuai teori) mengalami kenaikan namun
kenaikan tensi ini tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan data kelompok
sebelumnya dengan kontrol furosemide hal ini bisa disebabkan oleh berbagai
faktoe misalnya dosis epinephrine, stress atau kondisi tubuh yang tidak stabil dan
faktor lainnya yang dapat memengaruhi respons epinephrine, seperti status
hidrasi, keseimbangan elektrolit, dan keadaan fisik dan emosional individu pada
saat pemberian epinephrine. Kemudian tikus diberikan aqua pro inj setelah 5
menit hasil tensinya yaitu kelompok 2 : 85/45 mmhg, kelompok 2 dari setelah di
induksi epinephrine tidak mengalami kenaikan bahkan mengalami penurunan dan
setelah di berikan aqua pro injek mengalami kenaikan sedikit, hal itu bias terjadi
karna mungkin faktro stressdan bisa juga ketidak akuratan alat karna alat tensi
yang digunakan adalah alat tensi yang biasa di gunakan manusia jadi tekanan
darah tikus tersebut tidak signifikan sedangkan kelompok 2 setelah di berikan
aqua pro inj setelah 5 menit hasil nya tensinya 224/164 (sesuai teori ) terjadi
kenaikan tapi tidak begitu signifikan karena pemberian air (seperti Aquades)
biasanya tidak memiliki sifat vasokonstriksi atau kemampuan untuk
meningkatkan tekanan darah seperti epinephrine. Sebagai zat netral, air biasanya
tidak memiliki efek farmakologis signifikan pada tekanan darah. Namun, jika
tujuan pemberian air adalah untuk mengkompensasi dehidrasi yang mungkin
terjadi akibat stres, pemberian epinephrine, atau faktor lain, meminum air dapat
membantu mengembalikan volume darah dan mempengaruhi tekanan darah. Hal
ini akan tergantung pada sejauh mana dehidrasi mempengaruhi keadaan
kardiovaskular tikus dan kondisi eksperimental tertentu.
Sedangkan kelompok yang tidak diberikan induksi epinephrine adalah
kelompok 6 dimana tekanan darah tikus sudah tinggi sebelum diberikan induksi
epinephrine tensi tikusnya adalah 265/170 mmhg. jadi jika tekanan darah tikus
sudah tinggi sebelum di induksi epinephrine tidak perlu di induksi lagi. Langsung
saja berikan aqua pro injek, kemudian setelah di inj menggunakan aqua pro inj
tikus di biarkan istirahat selama 5 menit setelah istirahat tikus kembali di tensi dan
tensi setelah kelompok 6 adalah : 33/ 16 mmhg sangat menurun drastis (sesuai
teori ) terjadi kenaikan tapi tidak begitu signifikan karena pemberian air (seperti
Aquades) biasanya tidak memiliki sifat vasokonstriksi atau kemampuan untuk
meningkatkan tekanan darah seperti epinephrine. Sebagai zat netral, air biasanya
tidak memiliki efek farmakologis signifikan pada tekanan darah. Namun, jika
tujuan pemberian air adalah untuk mengkompensasi dehidrasi yang mungkin
terjadi akibat stres, pemberian epinephrine, atau faktor lain, meminum air dapat
membantu mengembalikan volume darah dan mempengaruhi tekanan darah. Hal
ini akan tergantung pada sejauh mana dehidrasi mempengaruhi keadaan
kardiovaskular tikus dan kondisi eksperimental tertentu.

KESIMPULAN
1. Furosemide merupakan obat diuretik yang efektif untuk menurunkan tekanan
darah tinggi
2. Pemberian kontrol aqua pro injek kurang efektif untuk menurunkan tekanan
darah tikus putih galur wistar
3. efek diuretik ialah meningkatkan jumlah urin yang diproduksi serta
meningkatkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air
4. Epinephrine adalah suatu zat yang berfungsi untuk menyempitkan pembuluh
darah dan melebarkan saluran pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Depkes RI; Jakarta.

Dirjen POM.1985. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Depkes RI; Jakarta.

Mastura, S. J, Wahyuni, Y. S, Rusman, Hendi. (2023). Praktikum Farmakologi


dan Terapi II. Modul. Cirebon : Fakultas Farmasi Universitas YPIB
Cirebon
Muchid, Abdul, dkk, 2006, Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit

Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.


LAMPIRAN

1. Penimbangan

2. Pengambilang furosemide dan aqua pro inj

3. Pemberian furosemide dan aqua pro Inj


4. Hasil tensi awal,ssetelah di induksi dan setelah di kasih furosemide & aquades

Anda mungkin juga menyukai