Anda di halaman 1dari 12

A.

Definisi
Bells palsy adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer akibat proses nonsupuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat
edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit
proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
Kelainan ini bersifat unilateral facial paralysis, yaitu kelumpuhan otot wajah
yang terjadi hanya pada satu sisi saja.
Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy
sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30
tahun. Bells palsy lebih jarang pada orang-orang yang berusia di bawah 15 tahun
dan yang berusia di atas 60 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.
Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada
beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin
berlebihan (Annsilva, 2010).
B. Etiologi dan Patofisiologi
Ada beberapa teori mengenai etiologi Bells palsy, yaitu:
1. Teori iskemia vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh (parese/paralise) secara tidak
langsung karena gangguan sirkulasi darahnya di kanalis Falopii. Kerusakan
yang ditimbulkan oleh tekanan pada saraf perifer, terutama berhubungan
dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, tidak
karena tekanan langsung pada sarafnya.
Dikatakan pula bahwa mungkin terdapat respon simpatis yang
berlebihan sehingga terjadi spasme arteriolar dan stasis vena pada bagian
bawah dari kanalis fasialis, yang dapat menimbulkan edema sekunder yang
akan menambah kompresi terhadap suplai darah dan memperberat
iskemia.
2. Teori infeksi virus
Teori ini berpendapat bahwa Bells palsy dapat terjadi karena proses
reaktivasi virus herpes simplex (khususnya tipe I) yang menyebabkan
inflamasi dan pembengkakan di kanalis fasialis, yang selanjutnya
menimbulkan sekunder iskemia.
3. Teori herediter

Teori ini menyatakan bahwa kejadian Bells palsy berhubungan dengan


kelainan anatomis berupa terdapatnya kanalis fasialis yang sempit dan
kelainan ini bersifat herediter atau keturunan.
4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Apapun sebagai etiologi Bells palsy, proses akhir yang dianggap
bertanggungjawab atas gejala klinik Bells palsy adalah proses edema yang
selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan
pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler
meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada
jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia
dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan
hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin
dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi
kerusakan jaringan yang permanen.
C. Gejala Klinis
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan
pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat
sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah

satu sudutnya lebih rendah.


Bells palsy hampir selalu unilateral.
Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada
kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang
sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang, sudut mulut menurun, bila
minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, kelopak mata tidak dapat

dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta kerut dahi menghilang.


Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada
sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata
berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan tanda dari Bells phenomenon.

(lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata).


Karena kedipan mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan
angin, sehingga menimbulkan epifora.
Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak
mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan

gusi sisi yang lumpuh.


Merasakan nyeri di belakang telinga.
2

Mati rasa, atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya


sensasi di wajah adalah normal.

Gambar 1. Gambaran klinis


penderita Bells palsy
D. Diagnosa
Diagnosa

bells

palsy

ditegakkan

berdasarkan

anamnesa,

beberapa

pemeriksaan fisik, dalam hal ini pemeriksaan neurologi, dan pemeriksaan


penunjang.
1. Anamnesa
Rasa nyeri.
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di

ruangan terbuka atau di luar ruangan.


Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran

pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.


2. Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan gerakan dan kekuatan otot-otot fasialis:
Otot frontalis / occipitofrontalis: mengangkat alis, mengerutkan dahi (expression of

surprise).
Otot corrugator supercilli: gerakkan kedua alis mata ke medial bawah, sehingga

terbentuk kerutan vertical diantara kedua alis (frowning).


Otot procerus: angkat tepi lateral cuping hidung, terbentuk kerutan diagonal

sepanjang pangkal hidung (expression of distaste).


Otot nasalis: lebarkan / kembangkan cuping hidung (nostril) diikuti dengan

kompresi (bagian transversal).


Otot orbicularis occuli: tutup mata (memejam).
Otot orbicularis oris: dekatkan dan tekan kedua bibir, gerakan mencucu / bersiul /

mengecup (kiss).
Otot zygomaticus minor: gerakan memoncongkan bibir atas.
Otot zygomaticus mayor: gerakan tersenyum (smiling).
3

Otot risorius: gerakan meringis (grimacing).


Otot buccinators: gerakan meniup dengan kedua bibir dirapatkan.
Otot mentalis: tarik ke atas ujung dagu dan tekan.
Otot depressor anguli oris (DAO) dan platysma: tarik ujung mulut ke bawah dengan
kuat. Tampak kontraksi otot platysma terutama di daerah leher.
Otot-otot yang sering diperiksa pada Bells palsy adalah: m. frontalis, m.
corrugator supercili, m. orbicularis occuli, m. nasalis, m. zygomaticus mayor, m.
orbicularis oris, dan m. mentalis.
Gerakan volunter yang diperiksa dianjurkan minimal 6, yaitu:
1. Mengerutkan dahi (frowning).
2. Memejamkan mata.
3. Mengembangkan cuping hidung.
4. Tersenyum.
5. Bersiul (whistling).
6. Mengencangkan kedua bibir (pouting of lips).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan
diagnosis bells palsy. Pemeriksaan klinis menentukan pemeriksaan
yang perlu dilakukan. Penyebab potensial lain pada diagnosis
banding dapat dipastikan atau dicurigai berdasarkan pemeriksaan
laboratorium diagnostik berikut:
-

Hitung darah lengkap


Laju endap eritrosit
Pemeriksaan fungsi tiroid
Titer lyme
Kadar glukosa serum
Rapid Plasma Regain (RPR) untuk pemeriksaan Venereal Disease

Research Laboratory (VDLR)


Human immunodeficiency Virus (HIV)
Analisa cairan serebrospinal
Titer Immunoglobulin M (IgM) , immunoglobulin G (IgG), dan

immunoglobulin A (IgA) untuk CMV , rubella, HSV, hepatitis A, hepatitis


B, hepatitis C, VZV, M. pneumonia dan B. burgdoreferi
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos, MRI / CT scan umumnya
hanya diindikasikan untuk kasus-kasus yang meragukan sehingga
memerlukan pemeriksaan yang lebih spesifik untuk rule out.
c. Elektrodiagnosa, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui fungsi
nervus fasialis:
1. Elektromiografi (EMG) dan kecepatan hantar saraf (KHS) / Nerve
Conduction Velocity (NCV) menghasilkan gambaran grafik listrik akibat
perangsangan pada nervus facialis dan dapat merekam eksitabilitas
4

otot- otot wajah yang dilalui oleh saraf ini . Bandingkan dengan sisi
kontralateral untuk menentukan luas jejas pada nervus dan pemeriksaan
ini dapat menentukan prognosis, Pemeriksaan ini tidak dilakukan pada
masa akut.
2. Elektroneurografi (ENoG) membandingkan evoked potential pada sisi
yang mengalami paresis dengan sisi yang sehat
3. Pada pemeriksaan eksitabilitas saraf , dapat ditentukan ambang
rangsang listrik akibat kontraksi otot yang terjadi
Diagnosa topik:
Diagnosa kelumpuhan saraf fasialis dapat ditegakkan atas dasar anamnesa
yang cermat dan beberapa pemeriksaan untuk menentukan lokasi lesi dan derajat
kerusakan sarafnya. Hal ini penting untuk menentukan prognosa dan terapi
selanjutnya.

Gambar 2. Perjalanan nervus fasialis

Kelaina
Letak Lesi

n
motorik

Gangguan

Gangguan

pengecapan

pendengaran

Pons-meatus
akustikus

internus
Meatus

+
tuli/hiperakusis
+

Hiposekresi Hiposekresi
saliva

lakrimalis

akustikus
internus -

Hiperakusis

ganglion
5

genikulatum
+

Ganglion
genikulatum -

N. Stapedius
N.stapediuschorda tympani
Chorda tympani
Infra chorda
tympani-sekitar
foramen

Hiperakusis

stilomastoideus
Tabel 1. Topikal diagnosa Bells palsy
E. Diferensial Diagnosa
Penyakit
Penyebab
Faktor yang membedakan
Nuclear (peripheral)
Lyme disease
Spirochaeta Borrelia Riwayat terpapar kutu (tick), rash, atau

Otitis media

burgdorferi

arthralgia; tinggal pada daerah

Bacterial pathogens

endemis Lyme disease.


Onset gradual; nyeri telinga, demam,
dan adanya tuli atau gangguan

Ramsay Hunt

Herpes zoster virus

pendengaran yang bersifat konduktif


Gejala prodromal berupa nyeri; erupsi

syndrome

vesicular pada kanalis aurikularis atau

Sarcoidosis or

Autoimmune

faring.
Bilateral

Guillain-Barr

response

syndrome
Tumor

Cholesteatoma,

parotid gland
Supranuclear (central)
Multiple sclerosis
Demyelination
Stroke
Ischemia,
Tumor

Onset gradual

Adanya gejala neurologis lainnya.


Adanya keterlibatan ekstremitas pada

hemorrhage
sisi yang terkena.
Metastase, terutama Onset gradual; perubahan status
brain

mental; adanya riwayat kanker.

(Jeffrey, 2007).
Tabel 2. Diferensial diagnosa Bells palsy
F. Penyulit
6

1. Crocodile tear phenomenon


Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan. Ini timbul
beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi
yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi
menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.
2. Synkinesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau
tersendiri; selalu timbul gerakan volunter bersama dengan gerakan
involunter. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata (volunter), maka
akan timbul gerakan elevasi sudut mulut (involunter), kontraksi platisma,
atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah inervasi yang salah, serabut
saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot
yang salah.
3. Hemifacial spasm
Timbul kedutan pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan
tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada
stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat
mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat
memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak
sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian.
4. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis
lebih jelas terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat.
Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada
waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.
5. Regenerasi sensoris yang tidak sempurna
Gangguan berupa dysgeusia (gangguan rasa), ageusia (hilang rasa),
dan dysesthesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sesuai dengan
stimulus normal).
6. Regenerasi motorik yang tidak sempurna
Gangguan berupa inkompetensi oral, epifora, dan obstruksi nasal.
(Jeffrey, 2007)
G. Penatalaksanaan
i. Medikamentosa
1. Golongan kortikosteroid
Pemberian golongan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi pada
nervus fasialis pada penderita Bells palsy sampai sekarang masih
kontroversi. Obat pilihannya adalah Prednison p.o. 1 mg/kgBB/hari p.c.
7

terbagi dalam 3 dosis. Pemberian pertama selama 5 hari kemudian


diadakan evaluasi:
Kemajuan (+) : tapering off dalam 5 hari.
Tetap paralisa total : teruskan sampai 10 hari, kemudian
tapering off 5 hari berikutnya.
2. Antiviral
Karena dipercaya adanya keterlibatan virus HSV-1 pada etiologi
Bells palsy makan dapat diberikan pengobatan anti virus berupa Acyclovir
(Zovirax) 400 mg, 5x/hari selama 7 hari atau Valacyclovir (Valtrex) 1 gram,
3x/hari selama 7 hari.
3. Perawatan mata
Mata

sering

tidak

terlindungi pada

pasien-pasien

dengan Bell palsy. Sehingga pada mata beresiko terjadinya


kekeringan kornea dan terpapar benda asing. Atasi dengan
pemberian air mata pengganti, lubrikan, dan pelindung mata.

Air mata pengganti: digunakan selama pasien terbangun

untuk menggantiair mata yang kurang atau tidak ada.


Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat
terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata.
Salah satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien

terbangun.
Kaca mata
mata

dari

atau
jejas

pelindung

yang

d a n mengurangi

dapat

melindungi

kekeringan

dengan

menurunkan jumlah udara yang mengalamikontak langsung dengan


kornea.
ii.

Operatif
Jika pemeriksaan studi radio amplitude / EEMG setelah hari ke-7 sampai
hari ke-28 setelah onset menunjukkan kondisi denervasi berat atau total

iii.

(irreversible), dapat dipertimbangkan tindakan dekompresi.


Rehabilitasi medik
Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu
dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada
Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah
dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita
tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program
yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi terapi, sosial medik,
psikologi dan ortotik prostetik, sedang program perawat rehabilitasi dan terapi
wicara tidak banyak berperan. (Annsilva, 2010)
8

1. Fisioterapi
1.
Pemanasan, dapat dimulai pada hari ke-4.
a.Pemanasan superficial, daerah terapi adalah wajah yang sakit
(pemanasan untuk kulit dan otot).
b.Pemanasan dalam (deep heating) menggunakan SWD atau
2.

MWD maka daerah terapi adalah daerah tulang mastoid.


Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot

untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu


proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah.
Misalnya

dengan

faradisasi

yang

tujuannya

adalah

untuk

menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru,
meningkatkan

sirkulasi

serta

mencegah/meregangkan

perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.


3.
Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut.
Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi,
menutup

mata

dan

mengangkat

sudut

mulut,

tersenyum,

bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi


penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan
tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut,
Bells palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama.
Gentle

massage

memberikan

efek

mengurangi

edema,

memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot.


Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum
latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage
memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan
limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat,
mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan
meningkatkan

gerakan

intramuskuler

sehingga

melepaskan

perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu,


mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya
5-10 menit.
Beberapa gerakan latihan otot fasial yang harus dihindari:
1. Membuka mulut lebar.
2. Menggerakkan bibir bawah/rahang bawah ke kanan dan ke
kiri.
9

3. Menggerakkan bola mata ke atas, ke bawah, ke lateral, dan


medial.
4. Tertawa lebar.
5. Menggembungkan pipi dengan mulut tertutup (meniup balon).
6. Menekan bibir pada gigi seri atas.
7. Menutup mata dengan keras.
2. Okupasi terapi
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot
wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam
bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan
melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita.
Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan
menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan
mengerutkan dahi di depan cermin.
3. Program sosial medik
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan
tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu
mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk
sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak
berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan
mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga.
Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita
dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan
penderita.
4. Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat
menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada
penderita muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang
mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang
psikolog sangat diperlukan.
5. Ortotik prostetik
Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar
sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8
jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi.
Pemasangan Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada
perubahan pada penderita setelah menjalani fisioterapi. Hal ini
dilakukan untuk mencegah teregangnya otot Zygomaticus selama
parese dan mencegah terjadinya kontraktur.
10

6. Home programme
1)

Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20

menit.
2)

Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan

tangan dari sisi wajah yang sehat.


3)

Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi

yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet.


4)

Perawatan mata:
1. Beri obat tetes mata (golongan artificial tears) 3x sehari.
2. Memakai kacamata gelap sewaktu bepergian siang hari.
3. Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur.

H. Prognosa
Perjalanan Bell palsy bervariasi mulai dari penyembuhan awal yang komplit
pada

jejas

nervus

disertai

dengan

gejala

sisa

yang

permanen.

Secara prognostik, pasien terbagi dalam tiga kelompok dengan sejumlah


gejala sisa pada masih-masing kelompok.

Kelompok

w a j a h secara sempurna tanpa disertai gejala sisa.


Kelompok 2 mengalami perbaikan fungsi motorik wajahyang

mengalami

perbaikan

fungsi

motorik

tidak sempurna, tetapi tidak mengalami defek kosmetik

p a d a m a t a yang tidak dilatih.


Kelompok 3 mengalami gejala sisa neurologik yang berat

yang tampak secara kosmetik dan klinis.


Hampir semua pasien mengalami paralisis facial inkomplit selamafase
akut.

Kelompok

pasien

ini

memiliki

prognosis

yang

baik

untuk

sembuhsempurna. Pasien yang mengalami paralisis komplit lebih beresiko


mengalamigejala sisa yang berat.
Dari semua pasien dengan Bell palsy, 85% sembuh sempurna.
10%s e d i k i t t e r g a n g g u d e n g a n o t o t w a j a h y a n g a s i m e t r i s , s e m e n t a r a
5 % s i s a n y a mengalami gejala sisa yang berat.

11

DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Thamrinsyam, dkk. 1991. Bells Palsy A.C.E (Advanced Continuing Education)
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Surabaya: Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr.
Soetomo / FK Unair.
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/bell_s-palsy.pdf
http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsy-case-report/
http://en.wikipedia.org/wiki/Bell%27s_palsy
http://indonesiaindonesia.com/f/13804-bell%92s-palsy-dianggap-serangan-stroke/
http://medicastore.com/penyakit/333/Bell%27s_Palsy.html
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p997.html
http://www.scribd.com/doc/36952039/JURNAL-SARAF
Lumbantobing, SM. 2004. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik
Pemeriksaan Fisik dan Mental, p. 55-60. Jakarta: FK Universitas Indonesia.
Panduan Pelayanan Medis Departemen Rehabilitasi Medik RSUP Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo. 2012.

12

Anda mungkin juga menyukai