Anda di halaman 1dari 15

1.2.

Makna Kota Secara Fisik Morfologi


Kota secara fisik morfologi dimaknai sebagai daerah tertentu dengan
karakteristik pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan yang
sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non
residensial (secara umum tutupan bangunan/building coverage, lebih besar dari
pada tutupan vegetasi/vegetation coverage), kepadatan bangunan khususnya
perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan
permukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan permukiman
kedesaan di sekitarnya (Lihat Gambar 2 dan Gambar 3).

Gambar 2
Model Makna Kota Secara Fisik Morfologi 1

Dari Gambar 2 dapat dipostulasikan bahwa walaupun secara administratif


termasuk dalam wilayah desa tetapi karena mempunyai kenampakan fisik
kekotaan maka secara fisik morfologi termasuk kota.

Gambar 3
Model Makna Kota Secara Fisik Morfologi 2

Dari Gambar 3 dapat dimaknai bahwa kenampakan fisik kedesaan yang


membedakan dengan daerah perkotaan secara fisik morfologi

1.3. Makna Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk


Kota berdasarkan jumlah penduduk dimaknai sebagai daerah tertentu
dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal
yang telah ditentukan dan penduduk tersebut bertempat tinggal pada satuan
permukiman yang kompak (Lihat Tabel 1).

No

Tabel 1
Batasan Jumlah Penduduk Untuk Kota
Negara
Batasan Penduduk Minimal

Swedia (1971)

200

Denmark (1971)

200

Australia (1961)

1000

Tasmania (1971)

750

Chilie (1971)

1000

Kenya (1971)

2000

Argentina (1971)

2000

Canada (1971)

2000

U.S.A (1971)

2500

10

Mexico (1971)

2500

11

Ghana (1971)

5000

12

Nederland (1971)

5000

Tabel 1 (Lanjutan)

No

Negara

Batasan Penduduk Minimal

13

Indonesia

Ada beberapa versi :


(1) Menurut UU.1948/22 (Staatsvorming
Ordonantie/SVO, Staatsblad 22/1948):

Kota Kecil: Kurang dari 100000;

Kota Otonom (Kotapraja): sekitar


100000

Kota besar: lebih dari 100000.


(1) UU1957/1

Kotapraja minimal 50000


(1) Balai Planologi Bandung (Menurut
Prof.Hadinoto):

Kota berpenduduk minimal 400000

Kepadatan minimal 125/km persegi

Diameter permukiman minimal 6-7


km
(1) UU 1965 / 18

Kotapraja : 50000 75000

Kotamadya : >75000 100.000

Kotaraya : > 100000

1.4. Makna Kota Berdasarkan Kepadatan Penduduk


Makna kota berdasarkan kepadatan penduduk diartikan sebagai suatu
daerah dalam wilayah negara yang ditandai oleh sejumlah kepadatan penduduk
minimal tertentu, kepadatan penduduk tersebut tercatat dan teridentfikasi pada
satuan permukiman yang kompak.

1.5. Makna Kota Berdasarkan Fungsinya Dalam Suatu Organic Region

Berdasarkan fungsinya dalam suatu organic region maka kota diartikan


sebagai suatu wilayah tertentu yang berfungsi sebagai pemusatan kegiatan
yang beraneka ragam dan sekaligus berfungsi sebagain simpul kegiatan dalam
peranannya sebagai kolektor dan distributor barang dan jasa dari wilayah
hinterland yang lebih luas.

1.6. Makna Kota Berdasarkan Sosio Kultural


Kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
alami dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan
corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan
dengan daerah belakangnya.

Aspek
Mata
pencaharian
Kepaatan
penduduk
Kebutuhan

Tabel 2
Perbedaan Desa dan Kota Menurut Saleh Amiruddin
Rural
Rurban
Urban
Pedukuhan
Pedesaan
Semi kota
Kota
Tani
Tani
Campuran
Non agraris

Sangat
rendah
Sangat
sederhana
Tempat kerja
Dekat
Cara kehidupan Gotong
sosial
royong

Agak rendah

Rendah

Tinggi

Sederhana

Mulai
berkembang
Campuran
Transisi

Kompleks

Komunikasi

Jalan kaki

Built up area

Sporadis

Jalan
kaki Campuran
dan
alat
angkut
sederhana
Sporadis
Agak
kompak

Sekitar
Gotong
royong

Terpisah
Formal
(tidak
mutlak)
Kompleks

Kompak

Tabel 3
Perbedaan Desa-Kota Menurut Larry Nelson
Unsur Pembeda
Desa
Kota
Mata pencaharian
Agraris, homogen
Non agraris, terpisah
Ruang kerja
Terbuka/lapangan
Tertutup
Musim/cuaca
Penting/menentukan
Tidak penting
Keahlian/ketrampilan
Umum dan menyebar
Spesialisasi dan
mengelompok
Rumah dengan tempat Dekat (relatif)
Jauh/terpisah (relatif)
kerja
Kepadatan penduduk
Rendah
Tinggi
Kepadatan rumah
Rendah
Tinggi
Kontak sosial
Frekuensi rendah
Frekuensi tinggi
Stratifikasi sosial
Sederhana
Kompleks
Lembaga-lembaga
Terbatas
Kompleks
Kontrol sosial
Adat/tradisi berperan besar Adat/tradisi tidak
berperan besar, tetapi
UU/peraturan tertulis
berperan besar
Sifat masyarakat
Gotong royong
Patempbayatan
(gemeincchaft/paguyuban)
(geselschaft)
Mobilitas penduduk
Rendah
Tinggi
Status sosial
Stabil
Tidak stabil (contoh
dari
segi
kesejahteraanya dan
mata pencahariannya)

Tabel 4
Perbedaan Desa-Kota Menurut Yunus

Unsur Pembeda
Mata Pencaharian
Musim/Cuaca
Keahlian / Ketrampilan

Desa
Agraris homogin
Penting/menentukan
Umum/menyebar

Jarak Rumah dengan


tempat kerja
Kepadatan penduduk
Kepadatan rumah
Kontak sosial
Strata sosial
Kelembagaan
Kontrol sosial

Dekat (relatif)

Sifat Masyarakat
Mobilitas Penduduk
Status Sosial

Kota
Non agraris heterogin
Tidak penting
Spesialisasi
dan
mengelompok
Jauh (terpisah) relatif

Rendah
Rendah
Frekuensi rendah
Sederhana
Terbatas
Adat/tradisi
berperanan
besar

Tinggi
Tinggi
Frekuensi tinggi
Kompleks
Kompleks
Adat/tradisi
tidak
berperanan besar, tetapi
UU/ peraturan tertulis
berperanan besar
Gotong
royong Patembayan
(gemeinschaft/paguyuban) (geselschaft)
Rendah
Tinggi
Stabil
Tidak stabil

1.7. Batas Administrasi dan Batas Fisik Morfologi


Batas fisik morfologi tidak selalu berhimpitan dengan batas yuridis
administrasi
Apabila batas fisik morfologi jauh dari batas yuridis administratif maka
disebut under boundaries city.
Apabila kebalikannya disebut over boundaries city
Bila berimpit disebut true boundaries city

2. Permasalahan Kota

Kemiskinan yang merebak


Pengadaan perumahan bagi penduduk miskin
Perkembangan kenampakan fisik kota yg tdk terkendali
Penyediaan lapangan kerja
Degradasi kualitas lingkungan kota
Tingginya arus urbanisasi
Kesemrawutan lalin transportasi
Penyebab Eksplosif Pertumbuhan Kota

Industrial booming

Revolusi transportasi

Revolusi telekomunikasi

Transformasi politik

3. Urban Extension
Urban extension adalah perluasan kota yang terdiri dari urban
reclassification, urban annexation, dan urban sprawl.
3.1. Urban Reclassification
Urban reclassification merupakan proses perumusan kembali batasbatas administrasi kota dengan cara memperluas wilayahnya dengan tujuan
untuk mengakomodasikan permukiman maupun struktur-struktur kegiatan di
masa yang akan datang. Urban reclassification disebut juga pseudo
urbanization (urbanisasi semu). Jadi urban reclassification merupakan proses
penambahan areal kekotaan secara yuridis administratif.

3.2. Urban Annexation


Urban

annexation

merupakan

perluasan

kota

karena

adanya

penggabungan beberapa kota menjadi satu kota besar (=megapolitanisasi =


kekoalisian kekotaan).
3.3. Urban Sprawl
Urban sprawl merupakan gejala perembetan sifat fisik kekotaan ke arah
luar
3.3.1. Tipe Urban Sprawl
Concentric develoment/low density continous development
Ribbon development/lineair development/axial development
Leap frog development/checker board development
3.3.2. Dampak Urban Sprawl
3.3.2.1. Dampak Terhadap Pemanfaatan Lahan Pertanian
Hilangnya lahan pertanian
Gejala komersialisasi dan intensifikasi pertanian
Menurunnya produksi dan produktivitas
3.3.2.2. Dampak Terhadap Pemanfaatan Lahan Permukiman
Pertambahan luas lahan permukiman
Pemadatan bangunan
Kecenderungan segregasi rumah
Merebaknya permukiman liar

10

3.3.2.3. Dampak Terhadap Harga Lahan

Karakteristik fisikal lahan

Keberadaan peraturan

Karakteristik pemilik lahan

Spekulasi lahan

Peranan pengembang

Kondisi moneter nasional

3.3.2.4. Dampak Terhadap Lingkungan Abiotik


Penurunan kualitas lingkungan abiotik yang disebabkan oleh polusi
udara
Penurunan kualitas lingkungan abiotik yang disebabkan oleh polusi
tanah
Penurunan kualitas lingkungan abiotik yang disebabkan oleh polusi air
Penurunan kualitas lingkungan abiotik yang disebabkan oleh kerusakan
lahan
3.3.2.5. Dampak Terhadap Lingkungan Biotik
Perubahan lingkungan biotik karena intra environmental elements
Perubahan lingkungan biotik karena inter environmental elements
3.3.2.6. Dampak Terhadap Lingkungan Sosio Kultural
Penurunan kualitas lingkungan permukiman
Gejala dekohesivitas sosial
Gejala pendesakan petani
Diversifikasi mata pencaharian
Alih mata pencaharian

11

Penurunan jumlah petani


Perubahan gaya hidup
4. Megaurban, Megapolitan, Metropolitan
4.1. Konsep Megaurban
Mega urban adalah dua kota yang terhubungkan oleh jalur transportasi
yg efektif sehingga menyebabkan wilayah di koridornya berkembang pesat dan
cenderung menyatukan secara fisikal dua kota utamanya.
4.2. Karakteristik Megaurban
Kepadatan penduduk tinggi
Penduduk masih tergantung pd sektor pertanian dg pemilikan lahan
sempit
Transformasi pertanian ke non pertanian
Intensitas mobilitas penduduk tinggi
Interaksi desa-kota tinggi
Meningkatnya partisipasi TKW
Percampuran guna lahan yg intensif
4.3. Pembagian Ruang Ekonomi Megaurban
Kota besar : kota yg mendominasi kegiatan ekonomi yg terdiri dari satu
atau kota yg sangat besar
Pinggiran kota : terjadi penglaju harian dg jarak 30 km
Desa kota : kegiatan campuran pertanian dan non pertanian, terdapat di
sepanjang koridor antara dua kota besar, populasi penduduk padat,
bermata pencaharian padi sawah
Desa dg kepadatan penduduk tinggi : basis perekonomian padi sawah

12

Desa dg kepadatan penduduk rendah : bagian paling luar

Gambar 4
Struktur Ruang Ekonomi Megaurban

4.4. Megapolitan
Megapolitan adalah kota dg jumlah penduduk besar dan ditandai oleh
kenampakan inti-inti pertumbuhan yang saling terkait dg pola jaringan
transportasi.

4.5. Metropolitan
Kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa
4.6. Dampak Metropolitan
Kurang berfungsinya kota sbg katalisator pembangunan wilayah
Kertimpangan kota semakin parah
Tertinggalnya kota-kota menengah dan kota kecil

13

4.7. Metropolitan di Indonesia


MAMMINASATA (Kota Makasar, Kabupaten Maros, Kabupaten
Gowa, Kabupaten Takalar)
PALEMBANG (Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten
Ogan Komering Ilir)
SARBAGITA (Kota Denpasar, Kab. Badung, Kab. Tabanan, Kab.
Gianyar)
BANDUNG (Kota Bandung, Kab.Bandung, Kota Cimahi, Kab.
Sumedang)
GERBANGKERTASUSILA (Kab.Gresik,

Kab.

Bangkalan,

Kota

Mojokerto, Kab. Mojokerto, Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab.


Lamongan)
JABODETABEK (Kota Jakarta, Kota Bogor, Kab.Bogor, Kota Depok,
Kota Tangerang, Kab. Tangerang, Kota Bekasi, Kab.Bekasi)
MEBIDANG (Kota Medan, Kota Binjai, Kab.Deli Serdang)
SEMARANG

(Kota

Semarang,

Kab.Semarang,

Kab.Kenda,

Kab.Demak)
5. Pembangunan Berkelanjutan
5.1. Makna Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pola pembangunan yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengabaikan kebutuhan
generasi mendatang (World Commission Environmental an Development,
1987).

14

Ungkapan yang berbunyi without jeopardizing the ability of the future


generations to meet their own needs meliputi 4 aspek penting, yaitu:

Kiat untuk meminimasikan pemanfaatan dan pemborosan sumber


daya yang tidak terbarukan (non renewable resources) termasuk di
dalamnya

melakukan

penghematan

bahan

bakar

minyak

dan

mengusahakan peningkatan substitusi renewable resources

Meminimasikan dan menghindarkan pemborosan aset kultural,


historis dan natural yang tidak terbarukan di kawasan kota, seperti jalur
hijau, tempat bermain dan tempat rekreasi.

Pemanfaatan yang lestari (sustainable use) dari renewable


resource

Penangan limbah padat dan cair di kota agar diupayakan dapat


diproses dengan baik sehiangga tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap kehidupan di kota itu sendiri (intra frontier dimension) maupun
terhadap kehidupan di sekitar kota dan di daerah lain (inter frontier
dimension).

5.2. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan


Intra Generative Dimension
Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan
generasi sekarang.
Inter Generative Dimension
Merupakan dimensi pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan
generasi yang berbeda. Sebagai contoh dari dimensi ini adalah
ungkapan :Sumberdaya alam adalah pinjaman anak cucu dan bukan
warisan nenek moyang

15

16

Anda mungkin juga menyukai