____________________________________________
Disusun oleh :
Edwin Halim
071720110101
Pembimbing :
dr. Yusuf, Sp. BS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. SS
Usia
: 64 tahun
Jenis kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
Pendidikan
: SLTP
Alamat
: Teratai Putih
Pekerjaan
: Pensiun IRT
Gol. Darah
: O+
No. RM
: 29 - 41 - xx
Pembayaran
: BPJS
Tgl masuk RS
: 16 Juni 2016
Tgl pulang RS
: 22 Juni 2016
A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada dokter jaga yang menangani pasien pada
tanggal 4 Juli 2016, pukul 15.30 di IGD RSMC.
1. Keluhan Utama
Lemas sisi kanan tubuh disertai gangguan bicara 1 minggu SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak 1 minggu SMRS. Lemas
dirasa pada sisi kanan tubuh, dan terus ada selama 1 minggu tersebut. Rasa lemas
tidak semakin berat, juga tidak membaik. Rasa lemas dibarengi dengan kesulitan
berbicara. Menurut keluarga pasien, pasien berbicara pelo serta tidak nyambung
bila diajak berbicara.
Pasien sempat mengalami kehilangan kesadaran 1 hari SMRS; Pasien tidak
sadarkan diri saat sedang mencangkul jam 1 siang, lalu segera dibawa ke IGD Pasar
Rebo oleh keluarganya. Tidak diketahui apakah kepala pasien mengalami trauma pada
saat tersebut. Saat dibawa ke RS Pasar Rebo dan di CT scan, pasien sempat muntah
2x tanpa merasa mual, dengan isi cairan jernih, dengan volume + 1 gelas aqua, tanpa
darah, cairan kehijauan, atuapun menyerupai gilingan kopi. Setelah di CT scan, pasien
dinyatakan harus dirawat, sehingga dibawa oleh anaknya ke RSMC.
Keluarga pasien menyangkal adanya keluhan pusing berputar ataupun nyeri
kepala selama 1 minggu tersebut. Nafsu makan dan minum pasien menurun. Keluarga
pasien menyangkal adanya batuk-pilek maupun gangguan buang air besar atau kecil
selama 1 minggu tersebut. Keluarga pasien mengatakan keluhan seperti ini pertama
kali terjadi pada pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat operasi struma tiroid + 20 tahun yang lalu, serta
riwayat ca mammae yang dioperasi + 10 th yang lalu. Saat ini, pasien sudah menderita
1 | Page
darah tinggi selama + 8 tahun dan rutin mengkonsumsi obat darah tinggi serta kontrol
tensi.
Keluarga pasien menyangkal pasien pernah menderita kencing manis.
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat karena masalah jantung
ataupun stroke sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga
Keluaga pasien tidak ada yang mengalami tekanan darah tinggi, gangguan
gula darah, asma, alergi, kanker, PJK atau stroke.
5. Riwayat Kebiasaan
Sampai saat pasien belum sakit, ia masih banyak beraktivitas, seperti pergi
mencangkul, berbelanja, bersih-bersih rumah, dlsb. Pasien adalah ibu rumah tangga.
Pasien saat ini rutin mengkonsumsi obat Citicolin 2x500mg tab, Amlodipine 1x5mg,
Miniaspi 1x80 mg, Levothyroxine 1x25mcg, dan Pentoxyphilline 1x400mg.
Amlodipine dan pentoxyfilline sudah lama digunakan pasien, sedangkan obat-obat
lainnya baru ia peroleh saat berobat ke RS pasar rebo 1 hari SMRS.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Anak pasien adalah Mayor di Angkatan Laut. Pasien saat ini tinggal bersama
anaknya. Keluarga pasien tampak tidak keberatan dengan pasien yang tinggal bersama
dengan mereka.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan tanggal 16 Juni 2016, pukul 18.15 WIB
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Somnolen
Tanda-tanda vital
Data Antopometri
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Tinggi badan
: 158 cm
Nadi
: 80x/menit
Berat badan
: 41 kg
Laju pernafasan : 21x/menit
Indeks massa tubuh : 16,46 kg/m2
Suhu tubuh
: 36.3oC
GCS
: E2 M5 V(Afasia)
1. Status Generalis
Kepala dan wajah Rambut
Rambut tersebar merata, hitam, mulai beruban pada
pangkal, kuat, agak jarang, tidak mudah rontok,
kering.
Kulit
Kulit normal, lesi (-), rash (-), scar (-), massa (-),
deformitas (-), sianotik (-), ikterik (-), edema (-).
Mata
Hidung
Telinga
Sinus
Gigi dan mulut
Leher
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Punggung
Ekstremitas
Skor SIRI RAJ: Kesadaran(2) x2,5 + Muntah(+) x2 + Sakit kepala (-)x2 + BP Diastol
(80)x0,1 - Marker Atheroma (+)x3 12 = 0 (Disarankan pemeriksaan radiologis lebih lanjut)
C. RESUME
Pasien Wanita 59 tahun datang dengan keluhan lemas sisi kanan tubuh 1 minggu
SMRS disertai penurunan kesadaran 1 hari SMRS. Pasien mengalami pelo dan afasia serta
penurunan intake makanan selama 1 minggu tersebut. Penurunan kesadaran terjadi saat
pasien sedang mencangkul. Pasien muntah 2x saat dibawa ke RS. Keluhan seperti ini belum
pernah terjadi sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat operasi tiroid dan saat ini mengkonsumsi suplemen tiroid,
serta memiliki riwayat ca mammae. Pasien rutin mengkonsumsi Miniaspi, Citicholine,
Amlodipine, Levothyroxine, dan Pentoxyphilline. Tidak ada riwayat stroke atau DM
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, didapati tensi 130/80 mmHg, GCS E2 M5 dan V(Afasia).
Bibir deviasi ke kanan, dan lidah berdeviasi ke kiri di dalam mulut. Uji Kernig (+) sisi
kanan, Hoffman-Tromner (+) Bilateral, serta Terdapat Lateralisasi Kanan. Fungsi Motorik
3 3 3 3|4 4 4 4
4 4 4 4|4 4 4 4
Skor Siri Raj pasien 0.
D. DIAGNOSIS KERJA
o Susp. Perdarahan Intraserebral
A. DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Iskemik
3. Hipoglikemia
4. Gangguan Elektrolit
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
B. Laboratorium 16 Juni 2016
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb)
14
13 17 gr/dl
Hematokrit (Ht)
43
37 54%
Leukosit
12,7
5 rb 10 rb/ul
4 | Page
Trombosit
304 rb 150 rb 400 rb/ul
Masa pembekuan (CT)
5
2 6 menit
Masa pendarahan (BT)
3
1 3 menit
LED
10
< 20 mm/jam
Golongan darah/Resus
O+
KIMIA DARAH
Glukosa Sewaktu
168
<200 mg/dl
SGOT
35
<35 u/l
SGPT
18
<35 u/l
Ureum
37
20-50 mg/dl
Kreatinin
0,73
0,8-1,1 mg/dL
C. CT Scan
Pada CT scan kepala tanpa kontras potongan aksial dan tebal irisan 3 mm, didapat
hasil sebagai berikut;
Midline tampak deviasi ke kanan
Lesi hiperdens yang cukup luas dengan perifokal edema parietal sinistra yang
mengakibatkan pendesakan dan pendorongan pada mid line, cornu anterior ventrikel
alteralis sinistra, dan meluas sampai ke infra tentorial.
Ventrikel lateralis, ventrikel III dan ventrikel IV tampak sempit,
5 | Page
F. DIAGNOSIS KERJA
o Perdarahan Intraserebral pro kraniotomi
E. PENATALAKSANAAN
6 | Page
: Dubia ad bonam
: Dubia
: Dubia ad bonam
G. FOLLOW UP
17/06-16
HEMATOLOGI
10.1
31
17,5
289rb
18
Hemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Leukosit
Trombosit
LED
Hitung Jenis
Basofil
0
Eosinofil
1
Neutrofil Batang
2
Neutrofil Segmen 73
Limfosit
18
Monosit
6
KIMIA DARAH
TSHs
<0,01
Free T4
0,78
Na
140
K
4,6
Cl
108
13 17 gr/dl
37 54%
5 rb 10 rb/ul
150 rb 400 rb/ul
< 20 mm/jam
0-1%
2-4%
3-5%
50-70%
25-40%
2-6%
0.35-4.94 uIU/mL
0,7-1,48 ng/dL
135-145 mEq/L
3,5-5 mEq/L
80-120 mEq/L
21/06-16
S : Pasien mengeluhkan lemas dan pusing. Sudah bisa makan dan minum, serta BAB
cair di popok. Penjaga pasien menyangkal adanya demam, mual, ataupun muntah.
.O : KU
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
2 | Page
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
: 140/100 mmHg
: 90 kali/menit
: 18 kali/menit
: 36,6oC
Status generalis
Kepala
Mata
THT/leher
Pulmo
A
P
IV
IV
IV
Drip
IV
Drip
Drip
ANALISA KASUS
Pasien adalah seorang wanita berusia 64 tahun dengan keluhan lemas sisi
kanan tubuh 1 minggu SMRS. Dari keluhan ini, dapat dipastikan bahwa etiologi dari
keluhan pasien adalah patologi pada sistem saraf pusat. Adapun kemungkinan yang
harus dipikirkan antara lain kelainan pada pembuluh darah otak (stroke iskemik dan
hemoragik, perdarahan intrakranial, malformasi arteriovena), abses ataupun tumor
otak, meningitis viral ataupun bakteri, ensefalitis, atau multiple sclerosis. Penurunan
kesadaran pasien yang terjadi 1 hari SMRS dapat dikarenakan stroke, atau perdarahan
3 | Page
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh
5 | Page
karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi persentase kematian
leih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di putamen dan kapsula interna, dan
masing-masing 10% pada substansia alba, batang otak, serebelum dan talamus. Pada usia 60
tahun, PIS lebih sering terjadi dibandingkan subarachnoid hemorrhage (PSA).
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada beberapa orangtua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Umumnya tidak banyak penyebabnya, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah
yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan
perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
6 | Page
7 | Page
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak
mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi
dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2
D. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral
spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis,
pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan
edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini
dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
8 | Page
10 | P a g e
perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan.
Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi,
pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor
abnormal, dan respons Babinski bilateral.
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit
kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit
wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas
tangan dan tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada
ekxtremitas yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam
di mana sangat kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi
semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat
kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda
kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular
atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya
adanya kekakuan yang deserebrasi.
Gambar 2. Perdarahan Putaminal6
2. Thalamic Hemorrhage
12 | P a g e
Sindroma
klinis
akibat
perdarahan
talamus
sudah
dikenal.
13 | P a g e
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.6
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh
Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan
atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi.
Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien
dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan
tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam
24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%,
nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %.
Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda
serebeler umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan
ataksia apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer
(61%), palsi gaze ipsilateral (54 %), nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%).
Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler,
palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan
klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia
total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 6
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal
yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial
ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 %
pasien.
14 | P a g e
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis.
Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat
datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral
dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada
atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran
yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan
lengan kontralateral berat, kelemahan muka dan tungkai ringan, dan nyeri kepala
frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal anterior ('temple')
serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis tengah. Evolusi gejala
yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak seketika bersama dengan satu
dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan lober dari stroke jenis
lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.6
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral
pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal
otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus
cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml
dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau
petechial/bercak).6
I. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang
Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
15 | P a g e
CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasi harus dikerjakan pada pasien.
J. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi
16 | P a g e
dengan tekanan darah sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah dari golongan :9
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan
segera
terhadap
pasien
dengan
PIS
ditujukan
langsung
Angiogram
memungkinkan
untuk
menemukan
kelainan
vaskuler.
Pengangkatan PIS yang besar harus segera dilakukan terutama bila terjadi bersamaan
dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti dengan defisit neurologis yang
tidak membaik walau telah diberikan tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan
neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan pilihan utama. Beratnya
perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :9,10
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur aliran darah,
gangguan elektrolit sering terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek
serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan.
Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda
peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini
adalah medikamentosa dengan mengontrol tekanan darah dengan tepat, memulihkan
kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan
17 | P a g e
mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin diperlukan untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti gas NO. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai.
Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2
sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg
IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis progresif
seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat kesadaran.
Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang terjadi pada perdarahan hipertensif. Saat pasien
sampai di dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari
AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan
darah seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko
19 | P a g e
cairan,
dan
manitol
biasanya
memadai.
Tindakan
ini
dilakukan
untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Penting diingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu dapat
memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
20 | P a g e
21 | P a g e
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari,
kadar terapeutik 4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK
dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial
untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus diukur berulang, terutama pada pasien
dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau puasa. Nutrisi memadai
penting dipertimbangkan.
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik
yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang
digunakan untuk ekspansi volume plasma guna meningkatkan aliran darah otak dan
menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan
salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk menurunkan
peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak,
khususnya pada kasus dengan Herniasi. Manitol masih merupakan obat utama
untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagaimana
mestinya.
Penggunaan
yang
tidka
semestinya
akan
menimbulkan
toksisitas
dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik
(manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan untuk
penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik
(manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga
menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1 gram/kgbb
diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari
22 | P a g e
10 15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 2
gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 320 mOsm/L. Osmolalitas
serum sering kali dipertahankan antara 290 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus
dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah
0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama
pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian
manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi
dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter
harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi
dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.
Obat Neuroprotektor :
1. Piracetam 1200 mg/kaplet
Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi
psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan
dengan akibat pasca trauma.
Dosis : Oral, awal 6 kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6
minggu. Pemeliharaan : 1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1
kaplet 3x/hari sampai mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau
kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.
Pemberian obat : sesudah makan.
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.
Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi,
lelah, gangguan GI, mengantuk.
Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.
Rencana edukasi :
Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.
2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi
tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : 100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran
karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi
1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :
Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran
garis tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan
dan mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus
mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial
Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial antara lain :8,9
1. Massa hematoma kira-kira 40 cc
2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS
8 atau kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
5. Pasien-pasien
yang
menurun
kesadarannya
dikemudian
waktu
disertai
berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari
25 mmHg.
Tindakan yang dapat dilakukan :
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan
pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk
basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih rendah.
L. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan
pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar
dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
25 | P a g e
26 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk defisit
neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan penurunan
kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia basal, lobus otak,
otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di bagian lain dari batang
otak atau otak tengah. Menurut Smith, PIS dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu
putaminal hemorrhage, thalamic hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar hemorrhage,
lobar hemorrhage.
Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta angiografi.
Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan diagnosis, terapi
umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal
fisik umum, pengendalian peninggian TIK, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh,
pemeriksaan penunjang) kemudian penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi,
pencegahan dan mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan
stroke perdarahan intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi hemostatik,
reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat.
DAFTAR PUSTAKA
27 | P a g e
28 | P a g e