Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH


PERDARAHAN INTRA-SEREBRAL (PIS)

____________________________________________

Disusun oleh :
Edwin Halim
071720110101

Pembimbing :
dr. Yusuf, Sp. BS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMKITAL MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERIODE 30 MEI 2016 6 AGUSTUS 2016

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. SS
Usia
: 64 tahun
Jenis kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Kebangsaan
: Indonesia
Pendidikan
: SLTP
Alamat
: Teratai Putih
Pekerjaan
: Pensiun IRT
Gol. Darah
: O+
No. RM
: 29 - 41 - xx
Pembayaran
: BPJS
Tgl masuk RS
: 16 Juni 2016
Tgl pulang RS
: 22 Juni 2016
A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa pada dokter jaga yang menangani pasien pada
tanggal 4 Juli 2016, pukul 15.30 di IGD RSMC.
1. Keluhan Utama
Lemas sisi kanan tubuh disertai gangguan bicara 1 minggu SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD dengan keluhan lemas sejak 1 minggu SMRS. Lemas
dirasa pada sisi kanan tubuh, dan terus ada selama 1 minggu tersebut. Rasa lemas
tidak semakin berat, juga tidak membaik. Rasa lemas dibarengi dengan kesulitan
berbicara. Menurut keluarga pasien, pasien berbicara pelo serta tidak nyambung
bila diajak berbicara.
Pasien sempat mengalami kehilangan kesadaran 1 hari SMRS; Pasien tidak
sadarkan diri saat sedang mencangkul jam 1 siang, lalu segera dibawa ke IGD Pasar
Rebo oleh keluarganya. Tidak diketahui apakah kepala pasien mengalami trauma pada
saat tersebut. Saat dibawa ke RS Pasar Rebo dan di CT scan, pasien sempat muntah
2x tanpa merasa mual, dengan isi cairan jernih, dengan volume + 1 gelas aqua, tanpa
darah, cairan kehijauan, atuapun menyerupai gilingan kopi. Setelah di CT scan, pasien
dinyatakan harus dirawat, sehingga dibawa oleh anaknya ke RSMC.
Keluarga pasien menyangkal adanya keluhan pusing berputar ataupun nyeri
kepala selama 1 minggu tersebut. Nafsu makan dan minum pasien menurun. Keluarga
pasien menyangkal adanya batuk-pilek maupun gangguan buang air besar atau kecil
selama 1 minggu tersebut. Keluarga pasien mengatakan keluhan seperti ini pertama
kali terjadi pada pasien.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat operasi struma tiroid + 20 tahun yang lalu, serta
riwayat ca mammae yang dioperasi + 10 th yang lalu. Saat ini, pasien sudah menderita
1 | Page

darah tinggi selama + 8 tahun dan rutin mengkonsumsi obat darah tinggi serta kontrol
tensi.
Keluarga pasien menyangkal pasien pernah menderita kencing manis.
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah dirawat karena masalah jantung
ataupun stroke sebelumnya.
4. Riwayat Keluarga
Keluaga pasien tidak ada yang mengalami tekanan darah tinggi, gangguan
gula darah, asma, alergi, kanker, PJK atau stroke.
5. Riwayat Kebiasaan
Sampai saat pasien belum sakit, ia masih banyak beraktivitas, seperti pergi
mencangkul, berbelanja, bersih-bersih rumah, dlsb. Pasien adalah ibu rumah tangga.
Pasien saat ini rutin mengkonsumsi obat Citicolin 2x500mg tab, Amlodipine 1x5mg,
Miniaspi 1x80 mg, Levothyroxine 1x25mcg, dan Pentoxyphilline 1x400mg.
Amlodipine dan pentoxyfilline sudah lama digunakan pasien, sedangkan obat-obat
lainnya baru ia peroleh saat berobat ke RS pasar rebo 1 hari SMRS.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Anak pasien adalah Mayor di Angkatan Laut. Pasien saat ini tinggal bersama
anaknya. Keluarga pasien tampak tidak keberatan dengan pasien yang tinggal bersama
dengan mereka.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan tanggal 16 Juni 2016, pukul 18.15 WIB
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Somnolen
Tanda-tanda vital
Data Antopometri
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Tinggi badan
: 158 cm
Nadi
: 80x/menit
Berat badan
: 41 kg
Laju pernafasan : 21x/menit
Indeks massa tubuh : 16,46 kg/m2
Suhu tubuh
: 36.3oC
GCS
: E2 M5 V(Afasia)
1. Status Generalis
Kepala dan wajah Rambut
Rambut tersebar merata, hitam, mulai beruban pada
pangkal, kuat, agak jarang, tidak mudah rontok,
kering.
Kulit
Kulit normal, lesi (-), rash (-), scar (-), massa (-),
deformitas (-), sianotik (-), ikterik (-), edema (-).
Mata

Hidung

Konjungtiva tidak anemis, Sclera ikterik (-), Mata cekung (-),


Pupil bulat, isokor; diameter 2mm, Refleks pupil langsung dan
tidak langsung (+/+). Jarak antar mata simetris.
Bentuk dan ukuran normal, deviasi septum nasal (-), mukosa
2 | Page

Telinga

Sinus
Gigi dan mulut

Leher

Thorax
Jantung

Paru

Abdomen

Punggung
Ekstremitas

normal, pendarahan (-), pus (-), deformitas (-).


Bentuk dan ukuran normal, simetris, pus (-), perdarahan (-),
perbesaran kelenjar getah bening auricular (-), deformitas (-),
rongga telinga normal, serumen prop (-), nyeri tekan tragus (-).
Nyeri tekan (-)
Bibir condong ke kanan saat beristirahat, merah, lembab.
Gigi kuning dan terdapat beberapa karies. Mukosa mulut normal,
ulkus (-), nodul (-). Lidah deviasi ke kiri di dalam mulut,
bersih, atrofi (-). Palatum normal, Faring normal tidak
hiperemis, Tonsil normal, T1/T1.
Kaku kuduk (-), Trakea intak di tengah, deviasi (-). Pembesaran
KGB leher dan supraklavikular (-), Pembesaran kelenjar parotis
(-).
Inspeksi
Palpasi

Ictus Cordis tidak terlihat


Ictus cordis (+) ICS V linea midclavicular
sinistra
Perkusi
Batas jantung normal:
- Batas atas ICS III linea sternalis dextra
- Batas kiri ICS V linea midclavicularis
sinistra
- Batas kanan ICS IV linea sternalis dextra
Auskultasi
S1 S2 regular, murmur (-), gallop (-).
Inspeksi
Gerakan nafas simetris tanpa adanya bagian
yang tertinggal, Barrel chest (-), Pectus
excavatum (-), pectus carinatum (-), massa (-),
lesi (-), rash (-), scar (-), retraksi interkostal (-),
retraksi supraclavicular (-), penggunaan otot
pernafasan abdomen (-).
Palpasi
Tactile vocal fremitus (+), simetris di kedua
lapangan paru. Pengembangan paru simetris dan
cukup.
Perkusi
Sonor di semua lapangan paru
Auskultasi
Vesikular (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-).
Inspeksi
Abdomen datar, distensi (-), lesi (-), jaringan
parut di RLQ (-), massa (-)
Auskultasi
Bising usus normal
Perkusi
Timpani di seluruh abdomen
Palpasi
Supel, Distensi (-), Massa (-), Nyeri tekan (-)
Tidak tampak ulkus dekubitus, Tidak terdapat masa, Luka parut
(-)
Lasegue (-/-), Kernig (+/-),
Refleks Fisiologis +3|+3
+2|+2
Refleks Patologis Babinski +/-, Hoffman-Tromner +/+
3 | Page

Genitalia & Anus

Fungsi Motorik 3 3 3 3|4 4 4 4


4 4 4 4|4 4 4 4
Fungsi Sensoris sulit dinilai
Akral hangat, Lateralisasi kanan, Tremor (-), Pucat (-),
Sianotik (-), Ikterik (-), Petechiae (-), Deformitas (-), Edema (-),
CRT <2 detik.
Tidak diperiksa

Skor SIRI RAJ: Kesadaran(2) x2,5 + Muntah(+) x2 + Sakit kepala (-)x2 + BP Diastol
(80)x0,1 - Marker Atheroma (+)x3 12 = 0 (Disarankan pemeriksaan radiologis lebih lanjut)
C. RESUME
Pasien Wanita 59 tahun datang dengan keluhan lemas sisi kanan tubuh 1 minggu
SMRS disertai penurunan kesadaran 1 hari SMRS. Pasien mengalami pelo dan afasia serta
penurunan intake makanan selama 1 minggu tersebut. Penurunan kesadaran terjadi saat
pasien sedang mencangkul. Pasien muntah 2x saat dibawa ke RS. Keluhan seperti ini belum
pernah terjadi sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat operasi tiroid dan saat ini mengkonsumsi suplemen tiroid,
serta memiliki riwayat ca mammae. Pasien rutin mengkonsumsi Miniaspi, Citicholine,
Amlodipine, Levothyroxine, dan Pentoxyphilline. Tidak ada riwayat stroke atau DM
sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik, didapati tensi 130/80 mmHg, GCS E2 M5 dan V(Afasia).
Bibir deviasi ke kanan, dan lidah berdeviasi ke kiri di dalam mulut. Uji Kernig (+) sisi
kanan, Hoffman-Tromner (+) Bilateral, serta Terdapat Lateralisasi Kanan. Fungsi Motorik
3 3 3 3|4 4 4 4
4 4 4 4|4 4 4 4
Skor Siri Raj pasien 0.
D. DIAGNOSIS KERJA
o Susp. Perdarahan Intraserebral
A. DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke Hemoragik
2. Stroke Iskemik
3. Hipoglikemia
4. Gangguan Elektrolit
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
B. Laboratorium 16 Juni 2016
HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb)
14
13 17 gr/dl
Hematokrit (Ht)
43
37 54%
Leukosit
12,7
5 rb 10 rb/ul
4 | Page

Trombosit
304 rb 150 rb 400 rb/ul
Masa pembekuan (CT)
5
2 6 menit
Masa pendarahan (BT)
3
1 3 menit
LED
10
< 20 mm/jam
Golongan darah/Resus
O+
KIMIA DARAH
Glukosa Sewaktu
168
<200 mg/dl
SGOT
35
<35 u/l
SGPT
18
<35 u/l
Ureum
37
20-50 mg/dl
Kreatinin
0,73
0,8-1,1 mg/dL
C. CT Scan

Pada CT scan kepala tanpa kontras potongan aksial dan tebal irisan 3 mm, didapat
hasil sebagai berikut;
Midline tampak deviasi ke kanan
Lesi hiperdens yang cukup luas dengan perifokal edema parietal sinistra yang
mengakibatkan pendesakan dan pendorongan pada mid line, cornu anterior ventrikel
alteralis sinistra, dan meluas sampai ke infra tentorial.
Ventrikel lateralis, ventrikel III dan ventrikel IV tampak sempit,
5 | Page

Tak tampak perdarahan intra ventrikel,


Tampak kalsifikasi plexus choroideus
Sisterna basalis, sisterna ambiens dan kuadrigemina dalam batas normal,
Regio sella dan parasella normal, tak tampak SOL,
Infra tentorial serebellum, pons, dan CPA dalam batas normal,
Rongga orbita intak, nervus opticus dan bulbus oculi simetris, pneumatisasi aircells
mastoid kanan dan kiri normal,
Cortical sulci tampak sempit,
Calvaria intak tak tampak fraktur
Kesan:
Lesi Hemoragis luas parietal sinistra, dengan edema perifokal yang meluas ke
infra tentorial dengan pendorongan dan pendesakan ventrikel lateralis sinistra,
Edema cerebri
Rumus Elipsoid : 7cmx4cmx3cm = 84 cm3
D. Elektrokardiogram
Interpretasi EKG
1. Normal sinus
2. Heart Rate: 82x/menit
3. Axis: dalam batas normal
4. PR interval 0,13s normal
5. Gelombang P normal
6. QRS int 0,08 s normal
7. Q patologis negatif
8. ST elevasi/depresi negatif
9. T wave 0,2 mV normal
Kesan: EKG: Dalam batas normal

F. DIAGNOSIS KERJA
o Perdarahan Intraserebral pro kraniotomi
E. PENATALAKSANAAN
6 | Page

Pasien dirawat inap untuk menjalani operasi.


1. Medikamentosa
a. IVFD NaCl 20 tetes per menit
b. Inj. Manitol
4x125 mL
Loading dose
c. Inj. Kalnex
3x500 mg
IV
d. Inj. Citicholine
2x1000 mg IV
e. Inj. Omeprazole
1x40 mg
IV
f. Inj. Phenytoin
3x100 mg
IV
Perlahan dalam 6 menit
g. Balance cairan ketat
h. Pasang NGT & Foley kateter
2. Operatif
Kraniotomi Dekompresi Sinistra
a. Informed consent
b. Konsul anestesi; sediakan ICU untuk post-op
c. Pasien dipuasakan
d. Cukur habis seluruh rambut pasien
e. Sedia PRC 300 mL
f. Inj. Ceftriaxone 1x2gr IV 1 jam pre-op
Pada tanggal 17 Juni 2016 dilakukan Open Kraniotomi Evakuasi Hematom di OK
RSMC dengan tim:
Operator
: dr. Yusuf, SpBS
Anestesi
: dr. Eka, SpAn
Diagnosis pre-op : ICH Temporoparietal Sinistra
Diagnosis post-op: ICH Temporoparietal Sinistra
Jenis operasi
: Kraniotomi evakuasi hematom + dekompresi
Posisi pasien
: Supine
Detail operasi
:
1. Pasien tidur di meja operasi, anestesi umum pada pasien oleh dr. Eka, SpAn.
2. Pasien diposisikan supine. Dilakukan prosedur septik dan aseptik.
3. Dilakukan demarkasi area operasi dengan menggunakan duk steril.
4. Dilakukan insisi semilunaris pada regio temporoparietal sepanjang + 35cm
5. Dilakukan kraniotomi berukuran 12x10 cm, tampak dura tenang, insisi dura
berbentuk flap
6. Dilakukan kraniotomi dan evakuasi hematom, darah dievakuasi 30 cc
7. Tidak ada perdarahan aktif, kerja otak baik.
8. Dilakukan duroplasti dan kontrol perdarahan, tulang disimpan di periosteum
disebelah lokasi kraniotomi
9. Luka dijahit lapis demi lapis.
10. Luka dioleskan kloramfenikol 2% dan ditutup dengan menggunakan sofratul dan
kasa verban.
11. Operasi selesai
Instruksi Post-op
1. Observasi kesadaran dan TTV
2. Rawat ICU
3. Bedreset elevasi kepala 300
4. Cek elektrolit dan darah lengkap post-op
1 | Page

5. Puasa sampai bising usus positif


i. Diet cair 6x150 mL
6. IVFD sesuai TS anestesi
7. Tx:
i. Ceftriaxone
2x2 gr
ii. Citicholine
2x500 mg
iii. Ketorolac
3x30 mg
iv. Phenytoin
3x100 mg
v. Piracetam
1x12 gr
vi. Kalnex/Transamin
3x500 mg
vii. Vit K
3x10mg
viii. Omeprazole
2x40 mg
F. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: Dubia ad bonam
: Dubia
: Dubia ad bonam

G. FOLLOW UP
17/06-16
HEMATOLOGI
10.1
31
17,5
289rb
18

Hemoglobin (Hb)
Hematokrit (Ht)
Leukosit
Trombosit
LED
Hitung Jenis
Basofil
0
Eosinofil
1
Neutrofil Batang
2
Neutrofil Segmen 73
Limfosit
18
Monosit
6
KIMIA DARAH
TSHs
<0,01
Free T4
0,78
Na
140
K
4,6
Cl
108

13 17 gr/dl
37 54%
5 rb 10 rb/ul
150 rb 400 rb/ul
< 20 mm/jam
0-1%
2-4%
3-5%
50-70%
25-40%
2-6%
0.35-4.94 uIU/mL
0,7-1,48 ng/dL
135-145 mEq/L
3,5-5 mEq/L
80-120 mEq/L

21/06-16
S : Pasien mengeluhkan lemas dan pusing. Sudah bisa makan dan minum, serta BAB
cair di popok. Penjaga pasien menyangkal adanya demam, mual, ataupun muntah.
.O : KU
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
2 | Page

Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu

: 140/100 mmHg
: 90 kali/menit
: 18 kali/menit
: 36,6oC

Status generalis
Kepala
Mata
THT/leher
Pulmo

: Sisi kiri terdapat perban, rembesan (-)


: KP (-/-), SI (-/-), RCL +/+, RCTL +/+, Pupil Isokor, diameter 2mm
: Dalam batas normal, pembesaran tiroid (-)
: Retraksi (-), Pengembangan simetris (+), Sonor di semua lapangan
paru, Suara nafas Vs (+/+) simetris, Rhonchi (-/-), Wheezing (-/-)
Cor
: Bunyi jantung S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Datar supel, Bising usus (+) normal, Timpani, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-/-), CRT < 2 detik

A
P

: Post op Craniotomi H-4


: Rencana terapi:
o IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
o Phenytoin
3x100 mg
o Citicolin
2x500 mg
o Ketorolac
2x30 mg
o Ceftriaxone
2x2000 mg
o Ranitidin
2x50 mg
o Piracetam
1x1200 mg
o Manitol
1x125 mg

IV
IV
IV
Drip
IV
Drip
Drip

ANALISA KASUS
Pasien adalah seorang wanita berusia 64 tahun dengan keluhan lemas sisi
kanan tubuh 1 minggu SMRS. Dari keluhan ini, dapat dipastikan bahwa etiologi dari
keluhan pasien adalah patologi pada sistem saraf pusat. Adapun kemungkinan yang
harus dipikirkan antara lain kelainan pada pembuluh darah otak (stroke iskemik dan
hemoragik, perdarahan intrakranial, malformasi arteriovena), abses ataupun tumor
otak, meningitis viral ataupun bakteri, ensefalitis, atau multiple sclerosis. Penurunan
kesadaran pasien yang terjadi 1 hari SMRS dapat dikarenakan stroke, atau perdarahan
3 | Page

intrakranial. Gangguan elektrolit atau hipoglikemi dapat menyebabkan penurunan


kesadaran pada pasien ini, namun tidak dapat menjelaskan kelemahan sisi tubuh
bagian kanan selama 1 minggu sebelumnya.
Durasi onset keluhan 1 minggu, pasien yang berusia 64 tahun, serta riwayat
mengkonsumsi obat-obatan Amlodipine, Miniaspi, dan Citicoline menempatkan
stroke (iskemik ataupun hemoragik) serta perdarahan intrakranial sebagai diagnosis
utama. Pecahnya pembuluh darah pada malformasi arteriovena masih belum dapat
disingkirkan, meskipun umumnya AVM terdiagnosa pada populasi muda/paruh baya.
Tumor otak umumnya tidak memunculkan gejala dalam durasi 1 minggu, sedangkan
meningitis, ensefalitis dan abses otak biasanya didahului oleh tanda-tanda infeksi
terlebih dahulu. Kendati demikian, tanda-tanda infeksi dapat pudar/subklinis pada
pasien berusia lanjut seperti pasien ini. Durasi gejala selama 1 minggu merupakan
waktu yang masih memungkinkan untuk tampilan klinis penyakit-penyakit tersebut,
sehingga diagnosa-diagnosa banding tersebut harus disingkirkan dengan anamnesa,
pemeriksaan fisik ataupun pemeriksaan penunjang lebih lanjut.
Pasien mengalami muntah tanpa didahului mual dalam perjalanannya kerumah
sakit. Ada kemungkinan ini merupakan muntah proyektil, yang menunjukkan adanya
peningkatan tekanan intrakranial. Dari diagnosa yang memungkinkan, stroke
hemoragik, perdarahan intrakranial, dan abses otak merupakan etiologi yang paling
mungkin menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pemeriksaan fisik menunjukkan gangguan nervus VII (bibir yang condong ke
kanan), XII (lidah yang berdeviasi ke kiri di dalam mulut), serta refleks babinski dan
kelemahan motorik pada sisi kanan. Ini menunjukkan adanya lesi intrakranial pada
lobus kiri otak pasien.
Saat ini, diagnosa yang paling memungkinkan adalah stroke, dengan
perdarahan intrakranial sebagai kemungkinan diagnosis lainnya. Skoring Siri Raj
merupakan salah satu skoring utama yang dapat digunakan dalam assessment awal
stroke. Pada pasien ini, skor Siri Raj = 0, yang berarti diperlukan pemeriksaan
radiografis untuk dapat mengetahui apakah ini stroke iskemik atau perdarahan.
Hasil CT-scan menunjukkan adanya perdarahan luas pada lobus temporal
sinistra dengan pendesakan midline kearah kanan serta edem otak. Dengan rumus
elipsoid, diperkirakan terdapat perdarahan sebesar + 84 cm3. Perdarahan > 40 cm3
disertai dengan GCS 8-12 merupakan indikasi dilakukan evakuasi hematoma, untuk
mencegah terjadinya herniasi otak transtentorial yang dapat berakibat fatal.
Pada pasien ini, dilakukan kraniotomi temporoparietal kiri, dan dievakuasi
darah sebanyak 30 cc. Pasca operasi, potongan tulang kalvaria tidak difiksasi pada
tempatnya semula melainkan direkatkan disamping lubang kraniotomi, guna memberi
ruang ekspansi untuk jaringan otak bilamana terjadi edem pasca-operasi. Beberapa
hari pasca-operasi, pasien perlu dipantau balance cairan dengan ketat, guna
mengantisipasi edema pasca-operasi yang mungkin terjadi.
Menurut teori, pasien perdarahan intrakranial harus ditatalaksana dalam 4 hal;
tekanan darah, tekanan intrakranial, kontrol edem serebri, serta pencegahan kejang.
Dalam kasus ini, pasien mendapat antibiotik Cefixime sebagai profilaksis infeksi
pasca-operasi, phenytoin sebagai profilaksis kejang, ketorolac untuk pengontrol nyeri,
ranitidin untuk mencegah erosi mukosa gaster sebagai efek samping ketorolac,
4 | Page

manitol untuk mengontrol edem sebrebri sekaligus membantu menurunkan tekanan


intrakranial, serta Piracetam dan Citicolin untuk memperbaiki aliran darah menuju
sistem saraf pusat, yang dihipotesakan dapat membantu perbaikan fungsi neurologis.
Pada pasien ini obat penurun tekanan darah tidak diberikan, karena tensi pasien sudah
mencapai 140/100 mmHg, sesuai dengan target tekanan darah guideline AHA/ASA
2015.
Pada pasien ini, terdapat perdarahan daerah lobar dan usia lanjut, dua faktor
risiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan ulang (pemeriksaan
dengan gradient echo MRI dapat mencari lebih lanjut keberadaan microbleed, faktor
risiko lain untuk perdarahan berulang). Tekanan darah pasien disarankan untuk
ditargetkan >130/80 mmHg, sehingga pada pasien ini dapat dipertimbangkan
penggunaan obat hipertensi, dimulai dari ACE-I, ARB, atau CCB, sesuai dengan ordo
lini pengobatan hipertensi. Berdasarkan guideline AHA/ASA, aspirin dapat diberikan
beberapa hari paca-operasi, meski timing yang tepat saat ini belum dapat ditentukan.
Untuk terapi jangka panjang, disarankan pasien terus menjalani terapi, baik fisioterapi
untuk gerak motoriknya, maupun speech therapy untuk fungsional berbahasa sehariharinya. Selain itu, keluarga pasien (terutama yang mendampingi) juga perlu
diedukasi mengenai risiko terjadinya perdarahan berulang, agar mereka dapat segera
mengetahui tanda-tanda awal dan membawa pasien ke institusi medis terdekat
bilamana hal tersebut terjadi. Pasien juga disarankan memiliki seorang care-taker
untuk membantu mengingatkan mengkonsumsi obat-obatannya, berhubung usia
pasien yang sudah lanjut dan kognisi yang mungkin terganggu karena afasianya.

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan
disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh
5 | Page

karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
Perdarahan intraserebral merupakan 10% dari semua jenis stroke, tetapi persentase kematian
leih tinggi disebabkan oleh stroke. Sekitar 60% terjadi di putamen dan kapsula interna, dan
masing-masing 10% pada substansia alba, batang otak, serebelum dan talamus. Pada usia 60
tahun, PIS lebih sering terjadi dibandingkan subarachnoid hemorrhage (PSA).
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah tinggi dan perdarahan sementara. Pada beberapa orangtua,
sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini
(disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.
Umumnya tidak banyak penyebabnya, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah
yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan
perdarahan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

6 | Page

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang


disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat
terjadi di bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di
ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi
hanya pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada
struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep
intracerebral hemorrhage).1
B. EPIDEMIOLOGI
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih
sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan
dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun
studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic
menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per
100.000, dua kali insiden orang kulit putih. Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan
tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan resiko. Peningkatan risiko terkait
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait dengan kurangnya
kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden perdarahan
intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit hitam.
Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan
dengan insiden. Rendahnya observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat
meningkatkan resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval
40 75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 90
%.1,2
C. ANATOMI
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki
jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron
berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari
berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di
dalam darah arterial.

7 | Page

Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar
15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak
mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari
arteri karotis (kanan dan kiri), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut
sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang
memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum
posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri
cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi
dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas,
sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara
sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target
organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan
darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.2
D. ETIOLOGI
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral
spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis,
pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau
trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :3,4
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima
dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan
edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil
(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini
dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.

8 | Page

2. Cerebral Amyloid Angiopathy


Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai
oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri
kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah
arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan
lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit
amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan
terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap
faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma
yang hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur arteri
lentikulostriata, arteri thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat
pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serebelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4


E. PATOFISIOLOGI
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa
posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula
9 | Page

interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya


pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom.
Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema pada
struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau penyumbatannya
sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul
bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah otak / iskemia dan
akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.4
F. GEJALA KLINIS
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi
darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur
sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) periodenya akut.
Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi
frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara
keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang
dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya
besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi.
Hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepala, sedang muntah didapati pada 44%
kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya
bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab
hanya 10% kasus stroke oklusif yang menunjukkan gejala tersebut. Kejang jarang
dijumpai pada saat onset PIS.5
G. PEMERIKSAAN FISIK
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi
hipertensi berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi
sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus
okuli pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya
tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya
darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid)
yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus
PIS.

10 | P a g e

Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah


lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata
dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan
gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat
ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan
ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus
maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan
berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi
pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering
dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils
bilateral tetapi masih terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.5,6
Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang
pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik.
Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik.
Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini
biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.6
H. KLASIFIKASI PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :6
1. Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh
perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan
kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan
kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif
pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala
mendadak dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala
hanya pada 14% kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan
berbagai bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi
terhadap pin-prick. Perdarahan putaminal kecil menyebabkan defisit sedang motorik
dan sensori kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil
dengan hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi
11 | P a g e

perdarahan, hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan.
Progresi menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi,

pupil tak berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor
abnormal, dan respons Babinski bilateral.
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit
kepala atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit
wajah penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas
tangan dan tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada
ekxtremitas yang lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam
di mana sangat kuat mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi
semakin memburuk dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya
dapat muncul unilateral dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi
flaksid, stimulasi nyeri menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat
kesadaran stupor. Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda
kompresi batang otak atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular
atau intermitten; pupil dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya
adanya kekakuan yang deserebrasi.
Gambar 2. Perdarahan Putaminal6
2. Thalamic Hemorrhage

12 | P a g e

Sindroma

klinis

akibat

perdarahan

talamus

sudah

dikenal.

Umumnya perdarahan talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat


dari perdarahan putaminal. Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral
terjadi bila kapsula internal tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori
kontralateral yang nyata yang mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan
perdarahan ke subtalamus dan batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu
terbatasnya gaze vertikal, deviasi mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau
lemah. Anisokoria, hilangnya konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit
lapang pandang, dan nistagmus retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan
dengan perdarahan sisi kanan dan gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi
kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat
terjadi akibat penekanan jalur CSS.

Gambar 3. Perdarahan Thalamus6


3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial
terjadi di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset
yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta
progresif dan fatal. Perdarahan ponting paling umum menyebabkan kematian dari
semua perdarahan otak. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil
pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial,
kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang terjadi.6
4. Perdarahan Serebelum

13 | P a g e

Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.6
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh
Fisher. Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan
atau berdiri. Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi.
Hipertensi adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien
dengan perdarahan serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan
tetap responsif saat datang; hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam
24 jam, dan 75% dalam seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%,
nyeri kepala (umumnya bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %.
Ketidakmampuan berjalan atau berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda
serebeler umum terjadi termasuk ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan
ataksia apendikuler ipsilateral (65 %). Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer
(61%), palsi gaze ipsilateral (54 %), nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%).
Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan bila ada biasanya disebabkan oleh stroke
oklusif yang terjadi sebelumnya atau bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler,
palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer mengarahkan pada perdarahan serebeler.
Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan dilema diagnostik atas pemeriksaan
klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan tampil dengan oftalmoplegia
total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid. 6
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal
yang lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial
ipsilateral. Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 %
pasien.

14 | P a g e

5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis.
Hipertensi kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat
datang. Perdarahan oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral
dan hemianopsia yang jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada
atau dekat bagian anterior telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran
yang buruk namun repetisi relatif baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan
lengan kontralateral berat, kelemahan muka dan tungkai ringan, dan nyeri kepala
frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri kepala temporal anterior ('temple')
serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh ke garis tengah. Evolusi gejala
yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak seketika bersama dengan satu
dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan lober dari stroke jenis
lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.6
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral
pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal
otak atau kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus
cedera. Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml
dalam substansi otak (hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau
petechial/bercak).6
I. DIAGNOSIS
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke
non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar
sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat
membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7
Pemeriksaan Penunjang

Kimia darah
Lumbal punksi
EEG
15 | P a g e

CT scan
Arteriografi
Pemeriksaan koagulasi harus dikerjakan pada pasien.

J. KOMPLIKASI
o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

K. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Semua penderita yang dirawat dengan perdarahan intraserebral harus mendapat
pengobatan untuk :
1. Normalisasi tekanan darah
2. Pengurangan tekanan intrakranial
3. Pengontrolan terhadap edema serebri
4. Pencegahan kejang.
Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena
adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena
cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran
darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan
intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan
menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak.9
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui
hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH,
mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara
bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160
mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan

16 | P a g e

dengan tekanan darah sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah dari golongan :9
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan

segera

terhadap

pasien

dengan

PIS

ditujukan

langsung

terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan


medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral)
digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa
perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan
survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset
perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma.

Angiogram

memungkinkan

untuk

menemukan

kelainan

vaskuler.

Pengangkatan PIS yang besar harus segera dilakukan terutama bila terjadi bersamaan
dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti dengan defisit neurologis yang
tidak membaik walau telah diberikan tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan
neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan pilihan utama. Beratnya
perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :9,10
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat
tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur aliran darah,
gangguan elektrolit sering terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek
serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan.
Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda
peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini
adalah medikamentosa dengan mengontrol tekanan darah dengan tepat, memulihkan
kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan
17 | P a g e

manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi.


GCS biasanya kurang dari 6.
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit
neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan
hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal diberikan sama seperti pada kasus berat hingga
pasien membaik dari keadaan kritis, namun keadaan neurologisnya tidak
menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini terindikasi pengangkatan
hematoma secara bedah.
PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL
Penilaian dan Pengelolaan Inisial
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi,
ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang
akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus
dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial
dapat dilakukan dalam 10 menit, namun harus menyeluruh. Informasi ini selain untuk
memastikan prognosis, juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan
neurologis serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan
sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder
akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien
hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang
sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif.
Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan
lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan
tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada
pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing
pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk
18 | P a g e

mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan
awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2
kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin diperlukan untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa.
Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien
koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik
yang akan meninggikan TIK seperti gas NO. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai.
Bila diduga ada peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2
sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg
IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan perburukan neurologis progresif
seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat kesadaran.
Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung
platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala
tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan
pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi
atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta
etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan
mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal
umum serta pencegahan komplikasi.9
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang terjadi pada perdarahan hipertensif. Saat pasien
sampai di dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari
AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan
darah seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko
perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat
normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko

19 | P a g e

perdarahan. Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.


Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.
Pada kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau
perdarahan yang berlanjut sangat tinggi kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien
dengan kelainan perdarahan lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.
Mengurangi Mass Effect
Pengurangan mass effect dapat dilakukan secara medikal maupun bedah.
Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa,
usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral
sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi
peninggian TIK antara lain :9
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta
memperbaiki drainase vena.
2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam
untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).
3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari maintenance) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan
TIK kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala,
restriksi

cairan,

dan

manitol

biasanya

memadai.

Tindakan

ini

dilakukan

untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder.
Penting diingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial
rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, hingga tekanan darah sistemik harus
dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat
normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu dapat
memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.

20 | P a g e

Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK


jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara
rutin. Ventrikulostomi merupakan pilihan utama karena memungkinkan mengalirkan
CSS, sehingga lebih mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler penting untuk
dipertimbangkan karena seringkali merupakan penyebab terjadi hidrosefalus akibat
hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan ventrikulostomi
dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan TIK
membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah
intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah
dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan
bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan
komplikasi (infeksi dan diabetes). Kendati demikian, deksametason tetap digunakan pada
perdarahan parenkhimal karena tumor yang berdarah, dimana CT-scan memperlihatkan
edema serebral yang berat.
Perawatan Umum
Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan
subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg
melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.
Namun penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan,
kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai
fenitoin, karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV,
mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1
g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus
dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat
penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena
fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang
Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan
hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 g/ml) dan pasien bebas
kejang.

21 | P a g e

Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari,
kadar terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari,
kadar terapeutik 4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK
dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus
dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial
untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status
cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus diukur berulang, terutama pada pasien
dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau puasa. Nutrisi memadai
penting dipertimbangkan.
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik
yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang
digunakan untuk ekspansi volume plasma guna meningkatkan aliran darah otak dan
menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan
salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk menurunkan
peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak,
khususnya pada kasus dengan Herniasi. Manitol masih merupakan obat utama
untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagaimana
mestinya.

Penggunaan

yang

tidka

semestinya

akan

menimbulkan

toksisitas

dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan
peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik
(manitol), khususnya pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan untuk
penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik
(manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga
menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1 gram/kgbb
diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari
22 | P a g e

10 15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 2
gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol
diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 320 mOsm/L. Osmolalitas
serum sering kali dipertahankan antara 290 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus
dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah
0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama
pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian
manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi
dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter
harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi
dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.
Obat Neuroprotektor :
1. Piracetam 1200 mg/kaplet
Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi
psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan
dengan akibat pasca trauma.
Dosis : Oral, awal 6 kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6
minggu. Pemeliharaan : 1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1
kaplet 3x/hari sampai mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau
kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.
Pemberian obat : sesudah makan.
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.
Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi,
lelah, gangguan GI, mengantuk.
Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.
Rencana edukasi :

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus


diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan
melakukan pengecekan fungsi ginjal.
23 | P a g e

Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan
pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.

2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi
tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : 100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran
karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi
1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak,


terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang
berhubungan dengan kesadaran.

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan


sistem motoris.

Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki


metabolisme otak.

PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI


Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah
yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
24 | P a g e

Hasil segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran
garis tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan
dan mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus
mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial
Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial antara lain :8,9
1. Massa hematoma kira-kira 40 cc
2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS
8 atau kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
5. Pasien-pasien

yang

menurun

kesadarannya

dikemudian

waktu

disertai

berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari
25 mmHg.
Tindakan yang dapat dilakukan :
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan
pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk
basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih rendah.

L. PROGNOSIS
Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis
meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan
pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar
dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter
hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20
mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3.
25 | P a g e

Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk


prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%.
Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa
posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa
45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan
untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3
variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran
perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus,
sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,
perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya
dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan
tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari
hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang.8

26 | P a g e

BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah dalam
parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk defisit
neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan penurunan
kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia basal, lobus otak,
otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di bagian lain dari batang
otak atau otak tengah. Menurut Smith, PIS dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu
putaminal hemorrhage, thalamic hemorrhage, pontine hemorrhage, cerebellar hemorrhage,
lobar hemorrhage.
Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta angiografi.
Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan diagnosis, terapi
umum, stabilisasi jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamik, pemeriksaan awal
fisik umum, pengendalian peninggian TIK, pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh,
pemeriksaan penunjang) kemudian penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi,
pencegahan dan mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan
stroke perdarahan intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi hemostatik,
reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif.
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi.
Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam
ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat.

DAFTAR PUSTAKA

27 | P a g e

1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans


JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006
.p. 1890-1913.
2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors.
Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah
Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.
4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical
Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 19841985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 2000.
7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline
Stroke 2007. Jakarta.
9. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4th revised edition. New
York : Thieme. 2005.
10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal of
Advanced Nursing Practice.

28 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai