Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat

berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong


(depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan
hemoglobin berkurang.1
Anemia defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan
hasil laboratorium yang menunjukkan caangan besi kosong.1 Anemia defisiensi
besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, ditandai oleh penurunan
cadangan besi, konsentrasi besi serum, saturasi transferrin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.2
Faktor-faktor penyebab anemia defisiensi besi adalah status gizi yang
dipengaruhi pola makanan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan dan status
kesehatan. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Selain itu anemia defisiensi
besi akan menurunkan daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena
infeksi.
2.2 Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin
Menurut Bakta proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu1:
a.

Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi

non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan
2

bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat


absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung
(dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung.
3+

2+

Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe ) ke fero (Fe ) yang dapat
diserap di duodenum.
b.

Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks
dan terkendali. Besi non-heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh
pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada
puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero
oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.1), mungkin dimediasi oleh protein duodenal
cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent
metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian
disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral
transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero
oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri
diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus.Sementara besi heme di lumen usus
akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang
kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme
akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.

Gambar 2.1. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C.,

2005.Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).

Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke


basolateral diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada
dasar kripta (Gambar 2.2). Kemudian pada saat pematangan, enterosit
bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun
mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator
dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.1

Gambar 2.2. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders ofIron
Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

c. Fase Korporeal
Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki
kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi
transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi.
Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor
transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel,
terutama sel normoblas (Gambar 2.3).

Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang


dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi

sehingga membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam


endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam
endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan
ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke
permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

Gambar 2.4. Siklus Transferin ( sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of


IronMetabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk


feritin dan sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan
protoporfirin untuk pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol
dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk
suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi
chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetaseferrocelatase.

Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu komplekspersenyawaan protoporfirin


yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya.5

Tabel.2.1 Kompartemen zat besi dalam tubuh5

Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu: 5


a. Zat besi dalam hemoglobin.
b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin
c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.
d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan
beberapa enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Besi yang telah dibebaskan dari endosom akan masuk kedalam
mitikondria untuk diprroses menjadi hem setelah bergabung dengan protoporfirin,
sisanya tersimpan dalam bentuk feritin. Sejalan dengan maturasi eritrosit baik

reseptor transferin maupun feritin akan dilepas kedalam peredaran darah. Feritin
segera

difagositosis

makrofag

di

sumsum

tulang

dan

setelah

proses

hemoglobinisasi selesai eritrosit akan memasuki


Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam
hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan
metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam
sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi
(cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transporting iron binding
protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali didapati dalam enzim-enzim
yang berfungsi sebagai katalisator pada proses metabolisme dalam tubuh. Fungsifungsi tersebut diatas akan terganggu pada penderita anemia defisiensi besi.6
2.3

Faktor-Faktor Mempengaruhi Kadar Hemoglobin


Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah:
1. Kecukupan Besi dalam Tubuh.
Parakkasi (1995) bahwa zat besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin,

sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang
lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan
mikronutrein essential dalam memproduksi

hemoglobin yang berfungsi

mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam


udara pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan
seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis
hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan

0,004% berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai
ferritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang.7
Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan
senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein,
Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat
penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran
masuk ke dalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa
mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam
proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan
molekul berenergi tinggi. Anemia zat gizi besi dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan bekerja, dan pada anak sekolah berdampak pada
peningkatan absen sekolah dan penurunan prestasi belajar.7
Kartono

dan

Soekarti

(2004)

bahwa

kecukupan

besi

yang

direkomendasikanadalah jumlah minimum besiyang berasal dari makanan yang


dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95%
populasi, sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia kekurangan besi.7
2. Metabolisme Besi dalam Tubuh
Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata sekitar 4 gr. Kira-kira 65%
diantaranya dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4% terdapat dalam bentuk
mioglobin, 1% dalam bentuk berbagai senyawa heme yang mengawasi oksidasi
intrasel. Sekitar 0,1 berikatan dengan protein transferrin dalam plasma darah dan
15-30% disimpan dalam hati dalam bentuk ferritin.8
Ketika besi diabsorbsi di usus halus, besi tersebut segera bergabung dalam
plasma darah berikatan dengan globulin, transferrin ditranspor dalam bentuk

10

ikatan dalam plasma darah. Besi berikatan sangat lemah dengan molekul globulin,
akibatnya dapat dilepaskan ke setiap jaringan dan pada setiap tempat di dalam
tubuh.8
Kelebihan besi dalam darah, ditimbun dalam hati yang kemudian besi
berikatan dengan apoferritin untuk membentuk ferritin. Apabila jumlah besi
dalam plasma turun, besi dikeluarkan dari ferritin dengan mudah, kemudian
ditranspor ke bagian tubuh yang memerlukan. Kehilangan besi perhari sekitar 0,6
mg pada laki-laki dalam bentuk feses dan 1,3 mg pada wanita.8
Sel darah merah yang telah melampaui masa hidupnya dan hancur, maka
Hb yang dilepaskan dari sel, dan sel akan dicerna oleh sel-sel dari sistem
makrofag-monosit. Besi kemudian dilepaskan dan kemudian disimpan ditempat
penyimpanan ferritin dan digunakan lagi untuk membentuk Hb baru.8
Zat besi lebih mudah diserap dalam bentuk ferro. Penyerapan ini
mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat
dalam sel-sel mukosa usus, danpada kondisi kadar zat besi yang baik, hanya
sekitar 10% dari zat besi yang terdapat dalam makanan diserap ke dalam mukosa
usus, tetapi dalam kondisi defisiensi, lebih banyak zat besi dapat diserap untuk
menutupi kekurangan zat tersebut.9
Sebelum diabsorbsi di dalam lambung besi dibebaskan terlebih dahulu dari
ikatan organik, seperti protein. Sebagian besar besi dalam bentuk ferri direduksi
menjadi bentuk ferro. Hal ini terjadi dalam suasana asam di lambung dengan
adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan.10
Absorbsi terjadi di bagian atas usus halus (duodenum), sel mukosa yaitu
transferrin dan ferritin. Transferrin merupakan protein yang disintesis dalam hati,

11

terdapat dalam 2 bentuk. Transferrin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna
ke dalam sel mukosa dan memindahkannya ke transferrin reseptor yang ada dalam
sel mukosa. Transferrin mukosa kemudian kembali ke rongga saluran cerna untuk
mengikat besi lain, sedangkan transferrin reseptor mengangkut besi melalui darah
ke semua jaringan tubuh. Dua ion ferri diikatkan pada transferrin untuk dibawa ke
jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor transferrin yang terdapat pada
membran sel ini, bergantung pada kebutuhan tiap sel.10
Agustriadi (2006) menambahkan, bahwa proses absorbsi besi dibagi
menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase luminal, dimana besi pada makanan dilepas ikatannya karena pengaruh
asam lambung dan direduksi dari ferri menjadi ferro yang siap diserap di
duodenum
2. Fase mukosal, merupakan suatu proses aktif yang sangat kompleks dan
terkendali dimana sel absorptif pada puncak vili-vili usus ferri dikonversi
menjadi ferro oleh enzim ferrireduktase yang dimediasi oleh duodenal
cytochrome b(DCYTB).
3. Fase korporeal, dimana besi yang sudah diserap enterosit dan melewati
bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus lalu dalam darah diikat oleh
apotransferrin menjadi transferrin.
Absorbsi zat besi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya bentuk besi,
asam organik, fitat, asam oksalat, tanin, tingkat keasaman lambung, faktor
intrinsik dan kebutuhan tubuh.10

2.4

Eritropoiesis
Sistem eritroid terdiri atas sel darah merah (eritrosit) dan prekursor

eritroid. Unit fungsional dari sitem eritroid ini dikenal sebagai eritron yang

12

berfungsi sebagai pembawa oksigen. Prekursor eritroid dalam sumsum tulang


berasal dari sel induk hemopoietik, melalui jalur sel induk myeloid, kemudian
menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E dan selanjutnya CFU-E.Prekursor eritroid
dalam sumsum tulang dikenal sebagai pronormoblast, berkembang menjadi
basophilic selanjutnya polychromatophilic normoblast dan acidophilic (late)
normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA,
yang jika di cat dengan pengecatan khusus akan tampak, seperti jala sehingga
disebut retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA
sehingga menjadi erotrisit dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis, yang
terjadi dalam sumsum tulang.11
Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama
120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan(senescence)
kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Apabila destruksi terjadi
sebelum waktunya (<120 hari) maka proses ini disebut sebagai hemolisis.
Komponen eritrosit terdiri atas membran eritrosit, sistem enzim (pyruvat kinase
dan G6PD) dan hemoglobin (alat angkut oksigen).11
Hb merupakan senyawa biomolekul yang terdiri dari heme (gabungan
protoporfirin dan besi) dan globin (bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa
dan 2 rantai beta). Besi didapat dari transferin. Pada permulaan sel eritrosit berinti
terdapat reseptor transferin. Jumlah eritrosit normal dalam tubuh kita berkisar
antara 4-5 juta/l (pada wanita) atau 5-6 juta/l (padapria).1,11-12

13

Gambar 2.4. Eritropoiesis. Adapted from Bron et al. Semin Oncol.2001, and
Weiss et al. N Engl J Med.2005

Gambar diatas menjelaskan

bahwa hanya Fe2+ yang terdapat

dalamtransferin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel "eritroblas" dalam


sumsum tulang hanya memiliki "reseptor" untuk feritin. Kelebihan besi yang tidak
digunakan disimpan dalam stroma sumsum tulang sebagai feritin. Besi yang
terikat pada -globulin (feritin) selain berasal dari mukosa usus juga berasal dari
limpa,

tempat

eritrosit

yang

sudah

tua

(berumur

hari)dihancurkansehinggabesinyamasukkedalamjaringanlimpauntuk

120

kemudian

terikat pada -globulin (menjadi transferin) dankemudianikut aliran darah ke


sumsum tulang untuk digunakaneritroblasmembentuk hemoglobin.11
Gangguan

dalam

pengikatan

besi

untuk

membentukHbakanmengakibatkan terbentuknya eritrosit dengan sitoplasma

14

yang kecil(mikrositer) dan kurang mengandung Hb di dalamnya (hipokrom).


Tidak

berhasilnya

sitoplasma

sel

eritrosit

berinti

mengikat

Fe untuk

pembentukanHb dapat disebabkan oleh karena rendahnya kadar Fe dalam darah


(kurang gizi, gangguan absorbsi Fe, kebutuhan besi yang meningkat) dan
rendahnya kadar transferin dalam darah.11
2.5

Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya asupan

besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:11


1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
d. Saluran nafas: hemoptisis.
2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan
(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),
polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
2.6

Patogenesis

15

Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan


besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun.11

Gambar 2.5. Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999.
Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai
irondeficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai

16

adalahpeningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam


eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total
ironbinding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin
dalamserum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2).
Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia
defisiensi besi (irondeficiency anemia).11
Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

Tabel 2.3. Perbandingan tahap keseimbangan zat besi yang negatif

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to


Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

2.7

Manifestasi Klinis

1. Gejala Umum Anemia


Gejala

umum

anemia

disebut

juga

sebagai

sindrom

anemia

(anemicsyndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar


hemoglobinkurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,

17

mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik


dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah
kuku. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl
maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas.1,11
2. Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah:1,11
a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh,bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
f. Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es,
lem, dan lain-lain.
3. Gejala Penyakit Dasar
Gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi
tersebut dapat dijumpai, misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang
dijumpai dyspepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik dijumpai gejala
gangguan kebiasaan buang air besar.11
2.8

Pemeriksaan

18

A.

Pemeriksaan Laboratorium

1.

Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran

kuantit atif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukandengan menggunakan alat
sederhana seperti Hb sahli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan,
yaitu trimester I dan III.1,12
2.

Penentuan Indeks Eritrosit


Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau

menggunakan rumus:1,11
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila
kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang.
MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia
dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit
dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan
makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

19

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan


membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom <
30%.
3.

Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan

menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti,


sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah
dapat dilihat pada kolom morfology flag.1
4.

Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang

masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk
membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah
untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW
merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta
lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah
bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat
besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.1,11
5.

Eritrosit Protoporfirin (EP)


Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka

protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. EP diukur dengan memakai


haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan
pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut

20

kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan


besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi
serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara
luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.
Nilai normal kurang dari 30 mg/dl. 1,11-12
6.

Besi Serum (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun

setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi
serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi
serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada
kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi
serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status
besi yang spesifik, nilai normal serum besi 70-150 ug/dl. 1,11-12
7.

Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan

besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat
menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan
keganasan. Normal dengan cara imunologi 4-9 g/L.12
8.

Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)


Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat

besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum
tulang.Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan
suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin

21

dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai


pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat
jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan
kekurangan zat besi.Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi
serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang
bisa diikat secara khusus oleh plasma. TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi
transferrin < 15%.1,11-12
9.

Serum Feritin
Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk

menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam
praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/dl sangat spesifik
untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga
dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. 1,11-12
Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi,
tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya
sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian
range referensi yang tepat dan spesifik untuk usiadan jenis kelamin. Konsentrasi
serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan
cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada
dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada
wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama
seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian
mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara

22

dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang
mendapatkan suplemen zat besi. 1,11-12
Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada
inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur
dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),Radioimmunoassay
(RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa). 1,11-12
B.

Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi,

walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum


tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum.
Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. 1,11-12
Sumsum tulang menunjukkan hyperplasia normoblastik ringan sampai
sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sedikit dengan tepi tidak teratur.
Normoblas ini disebut dengan micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang
dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi negative (butir
hemosiderin negative). Pada keadaan normal 40-60% normoblast mengandung
granula ferritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi
besi maka sideroblast negatif. 1,11-12
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung
keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang
dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga
sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum. 1,11-12
2.9

Diagnosis

23

Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar


hemoglobin atau hematokrit. Tahap kedua ialah memastikan adanya defisiensi
besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi
yang terjadi. Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosa anemia defisiensi
besi (tahap satu dan dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
modifikasi dari kriteria Kerlin et al sebagai berikut:1,11
Anemia hipokrom mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl
dan MCHC <31 % dengan salah satu dari:11
a. 2 dari 3 parameter dibawah ini:
- Besi serum <50 mg/dl
- TIBC >350 mg/dl
- Saturasi transferrin <15%
b. Feritin serum <20 mg/l
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan
cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negative
d. Dengan pemberian ferosus sulfas 3x200 mg/hari atau preparat besi lain
yang setara selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih
dari 2 g/dl
Kriteria diagnosa pasti anemia defisiensi besi menurut WHO :
1.
2.
3.
4.

Hb kurang dari normal.


Serum Fe < 50 mikogram (N=80-100)
Konsentrasi Hb-eritrosit < 31 % (N=32-35)
Jenuh transferin < 15 % (N=20-50)
5. Hipokrom mikrositer
Tahap ketiga ditentukan penyakit dasar penyebab defisiensi zat besi.
Untuk pasien dewasa focus utama mencari sumber perdarahan. Pada wanita
anamnesis tentang menstruasi sangat penting. Untuk laki-laki dewasa di Indonesia
dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang dengan metode

24

hapusan langsung (direct smeardengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan


pemeriksaan semi kuantitatif seperti teknik Kato-Katz, untuk tentukan beratnya
infeksi. Titik kritis jika ditemukan telur per gram feses (TPG) >2000 pada
perempuan dan >>4000 pada laki-laki. Selain itu dapat juga dijumpai adanya
eosinophilia.11
Jika tidak ditemukan perdarahan yang nyata, dapat dilakukan tes darah
samar (occult blood test) pada feses, dan jika terdapat indikasi dilakukan
endoskopi saluran cerna atas atau bawah.
2.10

Diagnosis Banding
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik

lainnya seperti:11
1. Anemia penyakit kronis
2. Thalasemia
3. Anemia sideroblastik

Anemia

Anemia

defisiensi besi

penyakit

Derajat

Ringan sampai

kronis
Ringan

anemia
MCV
MCH
Besi serum

berat
Menurun
Menurun
Menuurun <30
Meningkat

TIBC

Thalassemia

Anemia
Sideroblastik

Ringan

Ringan

Menurun/N
Menurun/N
Menurun <50

Menurun
Menurun
Normal/

sampai berat
Menurun/N
Menurun/N
Normal/Meni

Menurun

Meningkat
Normal/Men

ngkat
Normal/menu

25

Saturasi
transferrin
Besi

>360
Menurun

<300
Menurun/N

urun
Meningkat

run
Meninngkat

<15%
Negatif

10-20%
Positif

>20%
Positif kuat

>20%
Positif dengan

sumsum
tulang
Protofirin

ringsideroblas
Meningkat

Meningkat

Normal

t
Normal

eritrosit
Feritin

Menurun

Normal 20-

Meningkat

Meningkat

serum
Elektrofoes

<20g/l
N

200 g/l
N

>50 g/l
Hb.A2

>50 g/l
N

is Hb.

2.11

meningkat

Terapi
Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah:11

a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan


cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorrhagia.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy)
1. Terapi Besi Oral
Terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman. Ferrous
sulphat (sulfas ferosus) merupakan pilihan pertama oleh karena paling murah
tetapi efektif. Dosis 3 x 200 mg, setiap 200 mg SF mengandung 66 mg besi
elemental. Pemberian SF 3 x 200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari
yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.11
Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan
ferrous succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek
samping hampir sama dengan SF.11

26

Efek samping utama besi per oral adalah gangguan gastrointestinal yang
dijumpai pada 15-20%. Keluhan berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk
mengurangi efek samping besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi
3 x 100 mg. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan setelah kadar Hb normal
untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharan yang diberikan 100
sampai 200 mg.11
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C,
tetapii dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang
banyak mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi.11
2. Terapi besi parenteral
Terapi ini sangat efektif namun mempunyai resiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Indikasi pemberian parenteral adalah:11
a. Intoleransi terhadap pemberian besi.
b. Kepatuhan terhadap obat rendah.
c. Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang dapat kambung jika
diberikan besi.
d. Penyerapan besi terganggu, seperti gastrektomi.
e. Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi

oleh

pemberian

besi

oral,

seperti

hereditary

hemorrhagic teleangiectasis.
f. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada
kehamilan trimester 3 atau sebelum operasi.
g. Defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropoetin pada
anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.
Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg
besi/ml), iron sorbitol citric acid complex dan iron ferric gluconate serta iron
sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan intramuscular dalam

27

atau intravena pelan. Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar Hb


dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat
dihitung melalui rumus di bawah ini:11
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 24 + 500 atau 1000 mg
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.
3. Pengobatan lain
a. Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein terutama berasal dari protein
hewani.
b. Vitamin C 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi.
c. Transfusi darah: indikasi pemberian transfuse jika:
- Adanya penyakit jantung anemic dengan ancaman payah jantung
- Anemia sangat simptomatik, misalnya dengan gejala pusing sangat
-

mencolok
Pasien membutuhkan peningkatan kadar Hb yang cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya


overload.
2.12

Respon Terhadap Terapi


Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan

memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai
puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti dengan
kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hb menjadi normal
setelah 4-10 minggu.11
Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan:
a. Pasien tidak patuh sehingga obat tidak diminum.
b. Dosus besi kurang.

28

c. Masih ada perdarahan cukup banyak.


d. Ada penyakit lain misalnya penyakit kronik, keradangang menahun atau
pada saat sama defisiensi asam folat.
e. Diagnosis defisiensi besi salah.

Anda mungkin juga menyukai