Anda di halaman 1dari 10

STATUS PASIEN

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD UNDATA PALU
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Alamat
5. Pekerjaan
6. Tanggal pemeriksaan
7. Ruangan

: Tn. D
: 65 tahun
: laki-laki
: Tawaili
: Pensiunan PNS
: 23 mei 2016
: PoliklinikKesehatanKulit&KelaminUndata

ANAMNESIS
1. Keluhan utama:
Gatal pada bagian kepala, wajah, belakanng leher, dan punggung.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
gatal-gatal pada kulit. Keluhan tersebut mulai muncul sejak 2
minggu yang lalu. Awalnya rasa gatal timbul di daerah kepala,
kemudian gejala yang sama dirasakan pada bagian wajah, belakang
leher, dan punggung, disertai terkelupasnya kulit. Gatal dirasakan
setiap waktu terutama saat pasien berkeringat. Pasien mengaku
sudah pernah menggunakan obat berupa salep tapi gejala yang
dirasakan muncul kembali. Pasien tidak mengalami demam
sebelumnya dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat
maupun makanan.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengalami keluhan yang sama yang hilang timbul sejak

1 tahun yang lalu.


Kolesterol (-), DM (-)

4. Riwaya penyakit keluarga:


Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan umum
: Baik

2. Status gizi
3. Kesadaran

: Baik
: Kompos mentis

Tanda-tanda Vital
1.
2.
3.
4.

Tekanan darah
Nadi
Respirasi
Suhu

: 140/90 mmhg
: 107 x / menit
: 24 x / menit
: 35,6o C

Status Dermatologis
Ujud kelainan kulit

:
terdapat papul eritematosa ukuran milier
hingga lentikular yang diskrit maupun
konfluens disertai skuama pitiriasiformis

Lokalisasi
1. Kepala
a. Kulit kepala

:
Terlihat papul-papul eritema bentuk milier
yang diskrit

b. Kulit wajah:
Terlihat adanya papul-papul eritem ukuran
milier dan lentikuler yang diskrit maupun
konfluens
2. Leher

:
terdapat papul-papul eritem ukuran numular
hingga lentikular yang konfluens dengan

3. Dada
4. Punggung

skuama pitiriasiformis
: tidak terdapat ujud kelainan kulit
:
terlihat adanya papul-papul eritem ukuran
milier hingga lentikuler yang diskrit hingga

5. Perut
6. Selangkangan
7. Ekstremitas atas

konfluens disertai skuama pitiriasiformis.


: tidak terdapat ujud kelainan kulit
: tidak terdapat ujud kelainan kulit
: tidak terdapat ujud kelainan kulit
2

8. Ekstremitas bawah

IV.

: tidak terdapat ujud kelainan kulit

GAMBAR

Gambar 1. terlihat papul-papul eritema bentuk milier yang diskrit

Gambar 2. Terlihat adanya papul-papul eritem ukuran milier dan lentikuler yang diskrit maupun
konfluens

Gambar 3. Terdapat papul-papul eritem ukuran numular hingga lentikular yang konfluens dengan
skuama pitiriasiformis

Gambar 4. Terlihat adanya papul-papul eritem ukursn milier hingga lentikuler yang diskrit hingga
konfluens disertai skuama pitiriasiformis

V.

ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan histopatologi.

VI.

RESUME
Tn. D usia 65 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan
keluhan gatal-gatal pada kulit yang muncul sejak 2 minggu yang lalu.
Awalnya rasa gatal timbul di daerah kepala, kemudian gejala yang
sama dirasakan pada bagian wajah, belakang leher, dan punggung,
disertai terkelupasnya kulit. Gatal dirasakan setiap waktu terutama saat
pasien berkeringat. Pasien mengaku sudah pernah menggunakan obat
berupa salep tapi gejala yang dirasakan muncul kembali. Pasien tidak
mengalami demam sebelumnya dan tidak memiliki riwayat alergi
terhadap obat maupun makanan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien
sakit baik, kesadaran compos mentis, dan status gizi baik. Tanda-tanda
vitalnya yaitu tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 107x/menit, respirasi
24x/menit, dan suhu 35,6 oC. Hasil pemeriksaan kulit tampak adanya
papul eritematosa ukuran milier hingga lentikular yang diskrit maupun
5

konfluens disertai skuama pitiriasiformis pada kulit kepala, wajah


sekitar mata, belakang leher, dan punggung. Dari hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan maka pasien didiagnosis dengan dermatitis
seboroik.
VII.

DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis seboroik

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Psoriasis vulgaris
2. Pitiriasis rosea
IX.

PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Hindari makan-makanan yang berminyak dan kandungan lemak

X.

tinggi
Menjaga kebersihan kulit
Mencuci rambut setiap hari
Menghindari aktivitas berebihan yang menimbulkan banyak keringat

Medikamentosa
Topikal
Sistemik

: Desoxymethasone cream 10 gram 2x1


: Loratadin tablet 10 mg 1x1

PROGNOSIS
Qua ed vitam
Qua ed fungsionam
Qua ed cosmeticam
Qua ed sanationam

: bonam
: bonam
: bonam
: dubia ad bonam

PEMBAHASAN
Tn. D usia 65 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
tersebut mulai muncul sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya rasa gatal timbul di
daerah kepala, kemudian gejala yang sama dirasakan pada bagian wajah, belakang
leher, punggung, dan siku disertai luka-luka kecil dan terkelupasnya kulit, gatal
dirasakan setiap waktu terutama saat pasien berkeringat. Pasien mengaku sudah
pernah menggunakan obat berupa salep tapi gejala yang dirasakan muncul
kembali. Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit baik,
kesadaran compos mentis, dan status gizi baik. Tanda-tanda vitalnya yaitu tekanan
darah 140/90 mmHg, nadi 107x/menit, respirasi 24x/menit, dan suhu 35,6 oC.
Hasil pemeriksaan kulit tampak adanya papul eritem maupun skuama halus pada
bagian kepala, wajah, belakang leher, dan punggung. Dari hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan maka pasien didiagnosis dengan dermatitis seboroik.
Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronik, yang
menyerang infantile dan dewasa, dan biasanya dihubungkan dengan peningkatan
produksi sebum pada skalp, wajah, dan badan. Dermatitis ini dikaitkan dengan
malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti kelembaban lingkungan,
perubahan cuaca, ataupun trauma, dengan penyebaran lesi dimuali dari derajat
ringan, misalnya ketombe sampai dengan bentuk eritroderma[1,2].
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum berkisar 3-5% pada populasi
umum. Lesi ditemui pada kelompok remaja, dengan ketombe sebagai bentuk yang
lebih sering dijumapai. Pada pasien dengan HIV angka kejadian dermatits

seboroik lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum Sebanyak 36% pasien
HIV mengalami dermatitis seboroik[1].
Semua golongan umur, dari bayi sampai orang dewasa, dapat menderita
dermatitis seboroik. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada bulan-bulan
pertama kehidupan, dan insidensnya mencapai puncak pada umur 18-40 tahun.
Puncak kedua biasanya terjadi pada umur decade ke-4 sampai ke-7
kehidupan.Penyakit

ini

lebih

sering

diderita

laki-laki

daripada

perempuan.Prevalensi dermatitis seboroik di dunia adalah 3-5%.Di Amerika, data


mengenai prevalensi dermatitis seboroik adalah sekitar 1-3%[6].
Berdasarkan kelenjar sebasea dala patogenesis dermatitis seboroik masih
diperdebatkan, sebab pada remaja dengan kulit berminyak yang mengalami
dermatitis seboroik, menunjukkan sekresi sebum yang normal pada laki-laki dan
menurun pada perempuan. Meningkatnya lapisan sebum pada kulit, kualitas
sebum, respons imnunologis terhadap pityrosporum, degradasi sebelum dapat
mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema. Jumlah ragi genus
Malassezia meningkat di dalam epidermis yang terkelupas pada ketombe ataupun
dermatitis seboroik. Pasien dengan ketombe menunjukkan peningkaan titer
antibodi terhadap Malassezia, serta mengalami perubahan imunitas selular[1].
Gejala klinis pada bayi (usia 2 minggu-10 minggu) ditemukan khas
disebut cradle cap, dengan krusta tebal, pecah-pecah dan berminyak tanpa ada
dasar kemerahan dan kurang/ tidak gatal. Pada lokasi lain lesi tampak kemerhan
atau merah kekuningan yang tertutup dengan skuama berminyak, kurang/tidak
gatal. Sedangkan pada dewasa (pada usai pubertas, rata-rata pada usia 18-40
tahun, dapat pada usia tua), yaitu umunya gatal, pada area seboroik berupa makula
atau plakat, folikular, perifolikular atau papulae, kemerahan atau kekuningan
dengan derajat ringan sampai berat, inflamasi, skuama dan krusta tipis sampai
tebal yang kering, basah atau berminyak. Bersiat kronis dan mudah kambuh,
sering berkaitan dengan kelelahan, stres atau paparan sinar matahari[3]

Terapi yang diberikan pada pasien berbeda-beda, bergantung pada variasi


morfologi dan respon terhadap pengobatan sebelumnya. Secara umum, terapi
ditujukan untuk melepaskan, menghilangkan skuama dan krusta, menghambat
kolonisasi ragi, mengontrol infeksi sekunder, serta mengurangi eritema dan
gatal[4].
Untuk penanganan secara topikal, obat-obatan yang biasa digunakan
adalah krim ketokonazol, hidrokortison, primecrolimus, dan tacrolimus. Pada
pitiriasis sika dapat digunakan shampoo yang mengandung selenium sulfide dan
seng. Untuk penanganan dermatitis seboroik yang berat, dapat diberikan
kortikosteroid secara oral, dosis prednisone 20-30 mg sehari. Bila terjadi
perbaikan, dosis diturunkan secara perlahan-lahan[5].
Pengobatan tidak menyembuhkan secara permanen sehingga terapi
dilakukan berulang saat gejala timbul. Tatalaksana yang dilakukan antara lain:
1. Sampo yang megandung obat anti Malassezia, misalnya: selenium sulfida, zinc
pirithione, ketokonazole, berbagai samp yang mengandung ter dan solusio
terbinafine 1 %.
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada kulit
dapat dilakukan dengan mencuci wajah berulang dengan sabun lunak.
Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan krim imidazol dan turunannya,
bahan antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala.
3. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang megandung asam salisilat atau
sulfur.
4. Pengobatan simptomatik dengan kortikosteroid topikal potensi sedang,
immunosupresan topikal (akrolimus dan pimekrolimus) terutama untuk daerah
wajah sebagai pengganti kortikosteroid topikal.
5. Metronidazole topikal, siklopiroksolamin, talkasitol, benzoil peroksida dan
salep litium suksinat 5%.
6. Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional dapat digunakan
terapi sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian itrakonazole 100mg/hari per
oral selama 21 hari.

7. Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada dermatitis sebororik
yang luas dapat diberikan prednisolon 30 mg/hari untuk respons cepat[1].

DAFTAR PUSTAKA

[1] Menaldi SW, dkk,. Ilmu Peyakit Kulit dan Kelamin. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2015.
[2] Habif T.Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 5th
ed. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2009.
[3] Murtiastutik D, Evrianti E, dkk,. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2,
Departemen SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin: Surabaya, 2009.
[4] Ranita. O., Terroe. Profil Dermatitis Seboroik Di Poliklinik Kulit Dan
Kelamin Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari Desember 2012. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, 2015.
[5] Lalompoh BY. Profil Dermatitis seboroik di poliklinik kulit dan kelamin BLU
RSUP Prof. R. D. Kandou Manado periode Januari 2005-Desember
2007 (Skripsi). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi; 2009.
[6] Schwartz RA, Janusz CA, Janninger CK. Seborrheic dermatitis: an overview.
American Family Physicians. 2006; 74.

10

Anda mungkin juga menyukai