Anda di halaman 1dari 5

CASE REPORT

MENGENAL TANDA-TANDA KEGAWATDARURATAN PADA KASUS


PENURUNAN KESADARAN AKIBAR ENCEFALOPATI HEPATIS

Riga Mellia Puspita


1102012246
Tutor : dr. Dini Widianti, MKK

Kelompok 3
BIDANG KEPEMINATAN KEGAWATDARURATAN
BLOK ELEKTIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2015 2016
0

Abstrak
Pendahuluan: Ensefalopati Hepatik(EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri sekunder karena
penyakit hati akut (misalnya hepatitis fulminant akut, hepatitis toksik dan perlemakan hati
akut pada kehamilan) atau penyakit kronis misalnya sirosis hati.
Kasus: Tn. D, 54 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan Sejak lebih kurang 4 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS) sulit diajak komunikasi oleh keluarga, kesadaran mulai
meracau dan lebih cenderung mengantuk, mual dan muntah. Lebih kurang 1 minggu SMRS
pasien saring mengeluhkan sakit kepala, BAK saperti the, BAB mencret tanpa dempul.
Terdapat riwayat hepatitis lebih kurang 2 bulan SMRS. Dari informasi keluarga pasien
mendapat pengobatan dan dilakukan pungsi cairan di perut lebih kurang 5 liter karena adanya
penyakit liver dan sirosis hati.
Diskusi: Menurut pernyataan konsensus the Hepatic Encephalopathy Working Group,
diagnosa EH hanya ditegakkan setelah dieksklusi penyebab gangguan otak yang lain.
Diagnosa EH harus dipikirkan pada pasien yang menunjukkan gangguan fungsi motorik
dengan tidak ada gangguan metabolik atau pengaruh obat, dan sistem neurologis normal.
Kecurigaan yang kuat harus dipikirkan pada pasien dengan penyakit sirosis yang
mendasarinya dan dengan adanya kejadian presipitan (pencetus) akut.
Kesimpulan: Ensefalopati hepatik, suatu komplikasi penyakit hepar, terjadi dengan kegagalan
hepar hebat dan akibat dari penumpukan ammonia dan metabolit toksis lainnya dalam darah.
Tanda pertama ensefalopati hepatik mencakup perubahan mental minor yang ditandai dengan
penurunan kesadaran dan gangguan motorik seperti susah melakukan tugas-tugas
kecil(menulis dengan tangan).
Saran : Dalam penanganan kegawatdaruratan seorang dokter harus bisa mengenali berbagai
macam tanda-tanda kasus yang darurat. Seperti mengenal tanda-tanda penurunan kesadaran
yang diakibatkan dari ensefalopati hepatis.
Pendahuluan
Ensefalopati Hepatik (EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri sekunder karena
penyakit hati akut (misalnya hepatitis fulminant akut, hepatitis toksik dan perlemakan hati
akut pada kehamilan) atau penyakit hati kronis misalnya sirosis hati (Setiawan et al,
2007:132).
EH adalah sebuah gangguan pada sistem saraf pusat sebagai akibat insufisiensi hepar,
setelah menyingkirkan penyebab lain, seperti metabolik, infeksi, vaskular intrakranial, atau
space-occupying lesions. EH merupakan suatu sindrom atau spektrum abnormalitas
neuropsikiatri pada pasien dengan disfungsi hepar, setelah menyingkirkan penyakit otak
lainnya. EH ditandai dengan perubahan personalitas, gangguan intelektual, dan penurunan
tingkat kesadaran. EH juga terjadi pada pasien tanpa sirosis dengan shunt portosistemik
spontan atau dibuat dengan bedah (Poh et al, 2012).
Ensefalopati hepatic (EH) merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada
penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga
berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa
adanya kelainan pada otak yang mendasari. EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan
kelainan hati yang mendasarinya; tipe A berhubungan dengan gagal hati akut dan ditemukan
dapa hepatis fulminant, tipe B berhubungan dengan jalur pintas portal dan sistemik tanpa
adanya kelainan intrinsik jaringan hati, dan tipe C yang berhubungan dengan sirosis dan
hipertensi portal, sekaligus paling sering ditemukan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati. Klasifikasi EH berdasarkan gejalanya dibagi menjadi EH minimal (EHM) dan EH overt.
EH minimal merupakan istilah yang digunakan bila ditemukan adanya deficit kognitif seperti
1

perubahan kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik atau
elektrofisiologi, sedangkan EH overt terbagi lagi menjadi EH episodik (terjadi dalam waktu
singkat dengan tingkat keparahan yang berfluktuasi) dan EH persisten (terjadi secara
progresif dengan gejala neurologis yang kian memberat).
Ensefalopati hepatik, suatu komplikasi penyakit hepar, terjadi dengan kegagalan hepar
hebat dan akibat dari penumpukan ammonia dan metabolit toksis lainnya dalam darah. Tanda
pertama ensefalopati hepatik mencakup perubahan mental minor dan gangguan motorik.
Terjadi sedikit kusut pikir dan perubahan dalam suasana hati; pasien tampak tidak rapih
dalam penampilannya, mengalami perubahan pola tidur, dan cenderung untuk tertidur pada
siang hari dan mengalami kegelisahan serta insomnia pada malam hari, dengan
berkembangnya koma, pasien mungkin akan sulit dibangunkan dan dapat terjadi asteriksis
(tremor menepuk pada telapak tangan) tugas sederhana seperti menulis dengan tangan, akan
menjadi sulit dilakukan. Pada tahap awal, refleks pasien hiperaktif ; dengan memburuknya
ensefalopati, refleks menghilang dan ekstremitas menjadi flaksid. Elektroensefalogram
(EEG) menunjukan perlambatan dan peningkatan amplitude gelombang otak. Kadang terlihat
fetor hepatikus, bau napas khas seperti rumput baru dipotong, aseton, atau anggur tua.
Gangguan menyeluruh dalam kesadaran dan disorientasi komplit terjadi sejalan dengan
perkembangan penyakit. Dengan perkembangan lebih lanjut terjadi koma jelas dan kejang.
Penetalaksanan pada ensefalopati harus sering diamati untuk mengkaji status neurologis,
pantau masukan dan haluaran cairan dan berat badan harian; tanda-tanda vital setiap 4 jam,
pantau terhadap infeksi pulmonal atau infeksi lainnya dan laporkan dengan segera, pantau
kadar ammonia serum setiap hari, kurangi masukan protein atau hilangkan masukan protein
bila terjadi tanda-tanda ensefalopati atau koma (Baughman et al., 2000).
Kasus
Tn. D, 54 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sejak lebih kurang 4 hari sebelum
masuk rumah sakit (SMRS) sulit diajak komunikasi oleh keluarga, kesadaran mulai meracau
dan lebih cenderung mengantuk, mual dan muntah. Lebih kurang 1 minggu SMRS pasien
saring mengeluhkan sakit kepala, BAK saperti the, BAB mencret tanpa dempul. Terdapat
riwayat hepatitis lebih kurang 2 bulan SMRS. Dari informasi keluarga pasien mendapat
pengobatan dan dilakukan pungsi cairan di perut lebih kurang 5 liter karena adanya penyakit
liver dan sirosis hati.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran umum
somnolen dengan Glasgow Coma Scale (GCS) : E3 V2 M5 tekanan darah 120/80 mmHg,
frekuensi nadi 98x/menit, frekuensi pernafasan 24x/menit, suhu tubuh 38,5 C. Pada thoraks
tidak terdapat whizzing dan rhonki, bunyi jantung normal tidak terdapat murmur dan gallop,
pemeriksaan abdomen datar, supel, bising usus positif, nyeri tekan sulit di nilai, hepar teraba
membesar. Akral hangat pada ekstremitas, dan tidak terdapat pembengkakan pada
ekstremitas.
Pada pemeriksaan penunjang SGOT/SGPT : 99/67 U/L (N:0-50), ureum darah 36 mg/dL
(N:20-40), kreatinin darah 0.63 mg/dL (N:0.17-1.50), glukosa darah sewaktu 132 mg/dL
(N:<200), natrium 140 mmol/L (N:135-147), kalium 4.0 mmol/L (N:3.5-5.0), klorida 111
mmol/L (N:98-108), hemoglobin 12.0 g/dL (N:13.2-17.3), hematrokit 35% (N:40-52),
leukosit 17.31 10-3/L (N:3.80-10.60), eritrosit 3.7 juta/ L (N:4.4-5.9), trombosit 65 ribu/ L
(N:150-440), basofil 0, eosinofil 0, neutrofil batang 0, neutrophil segmen 87, limfosit 7,
monosit 5, LUC 1.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah perawatan intensif pemberian oksigen 3 L/menit,
pemasangan infus dengan NaCl 0,9%/8jam, heplav per oral 1x1, pemberian injeksi

cefoperazone 2x2gr/12jam, ranitidine 2x1/12jam, oridancentron 2x1/12jam, hepamerz 2amp


1x/hari.
Diskusi
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang pada laporan
kasus ini didiagnosa ensefalopati hepatikum (EH). Menurut pernyataan konsensus the
Hepatic Encephalopathy Working Group, diagnosa EH hanya ditegakkan setelah dieksklusi
penyebab gangguan otak yang lain. Diagnosa EH harus dipikirkan pada pasien yang
menunjukkan gangguan fungsi motorik dengan tidak ada gangguan metabolik atau pengaruh
obat, dan sistem neurologis normal. Kecurigaan yang kuat harus dipikirkan pada pasien
dengan penyakit sirosis yang mendasarinya dan dengan adanya kejadian presipitan (pencetus)
akut. Selain itu dari alloanamnesa (keluarga pasien) didapatkan keterangan bahwa pasien
sudah menderita sirosis hepatis sejak 2 bulan SMRS. (Garg et al,2012).
Sejak lebih kurang 4 hari SMRS dari anamnesis didapatkan perubahan perilaku pada
pasien, yaitu tampak kesadaran mulai meracau, cenderung mengantuk, malas beraktivitas dan
lebih sering tidur. Riwayat kencing manis disangkal; Riwayat trauma/terjatuh disangkal;
Riwayat kejang-kejang tidak ada; sehingga dipikirkan kemungkinan penyebab penurunan
kesadaran pasien ini adalah akibat sirosis hepatisnya. Namun hal ini masih perlu diperkuat
dengan pemeriksaan penunjang (Duseja et al,2003).
Pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan gangguan metabolik, seperti hipoglikemia dan hiperglikemia. Pemeriksaan
kadar elektrolit serum dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan kadar ammonia darah (serum) dilakukan untuk
melihat derajat keparahan EH dan menilai apakah terdapat hiperamonemia berat. Biasanya
terjadi pemanjangan waktu protrombin pada pasien sirosis hepar (Garg et al,2012).
Salah satu target terapi adalah menurunkan produksi dan absorpsi ammonia. Untuk
itu, restriksi diet protein merupakan manajemen utama EH akut sejak 1950-an. The European
Society for Parenteral and Enteral Nutrition mengeluarkan konsensus guidelines yang
menyatakan bahwa kebutuhan protein perhari pada pasien dengan penyakit hepar adalah
sekitar 1,0-1,5 g/kg, tergantung derajat dekompensasi hepar. Namun pada EH, pemberian
protein dihentikan sementara (Poordad et al,2007).
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi toksin usus dengan harapan mengurangi
penekanan neurotransmisi yang mempengaruhi. Diantara pendekatan terapi yang diusulkan
untuk pengelolahan ensefalopati hepatic, agen antimikroba, baik tunggal atau dalam
kombinasi dengan disakarida nonabsorbable, merupakan langkah penting, mampu
mengurangi produksi dan penyerapan ammonia, yang merupakan senyawa kunci penting
dalam pathogenesis ensefalopati. Pengamatan bahwa bakteri flora usus terlibat dalam
produksi dari kedua agen utama ensefalopati (aminoa) dan factor pencetus (NBZDs)
menunjukan bahwa penggunaan antibiotic nonabsorbale seperti rifiximin mungkin berguna
dalam mencegah HE pada pasien dengan sirosis hati (Neff GW et al,2006)
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Ensefalopati hepatik, suatu komplikasi penyakit hepar, terjadi dengan kegagalan hepar hebat
dan akibat dari penumpukan ammonia dan metabolit toksis lainnya dalam darah. Tanda
3

pertama ensefalopati hepatik mencakup perubahan mental minor yang ditandai dengan
penurunan kesadaran dan gangguan motorik seperti susah melakukan tugas-tugas
kecil(menulis dengan tangan). Ensefalopati Hepatik (EH) adalah suatu sindrom neuropsikiatri
sekunder karena penyakit hati akut atau penyakit hati kronis misalnya sirosis hati.
Saran
Dalam penanganan kegawatdaruratan seorang dokter harus bisa mengenali berbagai macam
tanda-tanda kasus yang darurat. Seperti mengenal tanda-tanda penurunan kesadaran yang
diakibatkan dari ensefalopati hepatis.
Daftar Pustaka
Baughman, Diane C. et al.2000. Keperawatan medical-bedah:buku saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Duseja A, Dhiman RK, Saraswat VA, Chawla Y. 2003. Minimal hepatic encephalopathy:
natural history, impact on daily functioning, and role of treatment. Indian Journal of
Gastroenterology. 22(supplement 2):S42S44.
Ferenci P, Lockwood A, Mullen K, Tarter R, Weissenborn K, Blei AT.2002. Hepatic
encephalopathy Definition, nomenclature, diagnosis, and quantification: Final report
of the Working Party at the 11th World Congresses of Gastroenterology, Vienna,
1998.Hepatology. 35(3):716-21.
Garg H, Kumar A, Garg V, Sharma P, Sharma BC, Sarin SK. 2012. Clinical profile and
predictors of mortality in patients of acute-on-chronic liver failure. Digestive and
Liver Disease. 44(2):166171.
Neff GW, Kemmer N, Zacharias VC, et al.2006. Analysis of hospitalizations comparing
rifaximin versus lactulose in management of hepatic encephalopathy. Transplant Proc.
38(10):3552-5.
Poordad FF. 2007. Review article: the burden of hepatic encephalopathy.Alimentary
Pharmacology and Therapeutics. 25(supplement 1):39.
Riggio O, Ridola L, Pasquale C. 2010. Hepatic encephalopathy therapy: An overview. World
J Gastrointest Pharmacol Ther. 1(2):54-63.
Setiawan, Poernomo B. et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga
University Press.
Wakim FJ. 2011. Hepatic encephalopathy: suspect it early in patients with cirrhosis. Cleve
Clin J Med. 78(9):597-605.

Anda mungkin juga menyukai