SINDROM NEFROTIK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UII di RSUD Wonogiri
DISUSUN OLEH :
ASIH ROSMANITA (01711006)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
JOGJAKARTA
2006
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
SINDROM NEFROTIK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran UII di RSUD Wonogiri
Disusun Oleh :
Asih Rosmanita
NIM : 01711006
Pembimbing,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Asih Rosmanita
BAB I. PENDAHULUAN
nefrotik
merupakan
istilah
yang
dipergunakan
untuk
2.1. DEFINISI
Sindrom nefrotik berasal dari kata Nephros yang berarti ginjal dan
Sindrom yang berarti kumpulan gejala. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan
gejala yang berhubungan dengan disfungsi ginjal dan bukanlah suatu penyakit. 1
Sindrom nefrotik adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh beberapa kelainan
yang mengakibatkan kerusakan pada sistem filtrasi ginjal, yaitu glomeruli. Struktur
pada glomeruli mencegah terfiltrasinya protein kedalam urin. Pada keadaan normal,
seseorang kehilangan kurang dari 150 mg protein dalam urin dalam 24 jam.
Dikatakan sindrom nefrotik bila kadar protein urin melebihi 3,5 gr /1,73 m 2 luas
permukaan tubuh/hari atau 25 kali lipat lebih banyak dari nilai normal.2
Sindom nefrotik ditandai dengan kehilangan protein masif (albuminuria
primer) diikuti hipoproteinemia (hipoalbuminemia) serta akibat darinya yaitu
edema. Hiperlipidemia, hiperkolesterolemia, dan meningkatnya lipiduria dapat
dikaitkan dengan terjadinya sindrom nefrotik.3
2.2. EPIDEMIOLOGI
Sindrom nefrotik dapat dibedakan menjadi sindrom nefrotik kongenital,
sindrom nefrotik primer, dan sindrom nefrotik sekunder.4 Sindrom nefrotik yang
tidak menyertai penyakit sistemik disebut sindrom nefrotik primer. Penyakit ini
ditemukan 90% pada kasus anak. Apabila penyakit ini timbul sebagai bagian
daripada penyakit sistemik atau berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut
sindrom nefrotik sekunder. Insiden penyakit sindrom nefrotik primer ini 2 kasus
pertahun tiap 100.000 anak berumur kurang dari 16 tahun, dengan angka prevalensi
kumulatif 16 tiap 100.000 anak. Insiden di Indonesia diperkirakan 6 kasus pertahun
tiap 100.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara lelaki dan perempuan pada
anak sekitar 2 : 1. Laporan dari luar negeri menunjukkan duapertiga kasus anak
dengan sindrom nefrotik dijumpai pada umur kurang dari 5 tahun.
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi dalam tiga
kelompok :
1. Kongenital
2. Responsif steroid
3. Resisten steroid
Bentuk kongenital ditemukan sejak lahir atau segera sesudahnya. Umumnya kasuskasus ini adalah sindrom nefrotik tipe Finlandia, suatu penyakit yang diturunkan
secara resesif autosom.5 Pada umumnya sebagian besar ( 80%) sindrom nefrotik
primer memberi respon yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi
kira-kira 50% diantaranya akan relaps berulang dan sekitar 10% tidak memberi
respon lagi dengan pengobatan steroid.4 Kelompok responsif steroid sebagian besar
terdiri atas anak-anak dengan Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM). Pada
penelitian di Jakarta diantara 364 pasien sindrom nefrotik yang dibiopsi, 44,2%
menunjukkan kelainan minimal. Kelompok tidak responsif steroid atau resisten
steroid terdiri atas anak-anak dengan kelainan glomerulus lain.5
2.3. ETIOLOGI
Sebab yang pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu
penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi.6
Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi6 :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus.
Pencangkokan ginjal pada masa neonatus telah dicoba, tapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
a. Malaria kuartana atau parasit lain
b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura
anafilaktoid.
nefrotik
dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada
orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.6
Nefropati Membranosa
Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar
tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik.6
Glomerulonefritis Proliferatif
a. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus
Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus.
Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.
Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan
Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom nefrotik. Prognosis
jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat penyembuhan setelah pengobatan
yang lama.
b. Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening)
Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.
c. Dengan bulan sabit (crescent)
Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai (kapsular)
dan viseral. Prognosis buruk.
f. Glomerulonefritis membranoproliferatif
Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membrana
basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A rendah. Prognosis
tidak baik.
e. Lain-lain
Misalnya perubahan proliferasi yang tidak khas.6
Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai
dengan atrofi tubulus. Prognosis buruk.6
sebelum
lahir.
Namun
gejala
proteinuria
berat,
edema
dan
SNK
karena
sifilis
merupakan
contoh
tipe
kompleks
imun
glomerulonefritis pada bayi baru lahir. SNK karena infeksi perinatal selain sifilis
sangat jarang dan hubungan sebab-akibat antara sindrom nefrotik dan infeksi masih
belum pasti. SNK dapat merupakan bagian dari beberapa sindrom malformasi, dan
yang sering ditemukan ialah pada pseudohermafroditisme laki dan tumor Wilms.
Sindrom ini dikenal dengan sindrom Drash.5
Diagnosis banding antara SNKF, SDM, dan SNK Tipe lain5
Genetik
SNKF
Autosom resesif
SDM
Kasus familial
SN Tipe lain
Bervariasi, kasus
sering
familial pernah
Plasenta
Gejala perinatal
Normal
Tidak spesifik
dilaporkan
Normal
Tidak spesifik
Awitan proteinuria
prematuritas, KMK
Intrauterin ditemukan saat
Bervariasi
Bervariasi
Awitan edema
lahir
Dari lahir-1 bulan
Bervariasi,
Bervariasi, sering
sering sesudah
sesudah 6 bulan
6 bulan
Tidak ada
Tidak ada
Pertumbuhan dan
perut membuncit
Gagal tumbuh dan retardasi Kurang dari
Bervariasi,
perkembangan
psikomotor berat
SNKF
kadang-kadang
Progresivitas
Progresif tanpa
normal
Bervariasi,
remisi
progresivitas
penyakit
lambat sering
Lamanya penyakit
Gagal ginjal
remisi
Bervariasi dari
terminal antara
beberapa bulan
transplantasi)
sampai beberapa
tahun
Penyebab kematian
Infeksi, komplikasi
Gagal ginjal
Gagal ginjal
mendadak
Proliferasi sel mesangial
Sklerosis
Dari kelainan
sampai glomerulus
mesangial
minimal sampai
obsolesen, dilatasi
glomerulus,
bentuk kelainan
mikrositik tubulus
atrofi tubulus
glomerulus
variabel
Tidak ditemukan
normal
tromboembolik, mati
Patologi ginjal
Diagnosis prenatal
albumin, sedangkan protein jenis lain dengan molekul yang lebih besar
diekskresikan tergantung dari derajat kerusakan struktur ginjal. Bila protein yang
diekskresikan sebagian besar merupakan protein dengan berat molekul kecil seperti
albumin atau transferin, disebut proteinuria selektif, dan bila protein bermolekul
besar seperti IgG, alfa-2 makroglobulin atau beta lipoprotein yang lebih dominan,
disebut sebagai proteinuria tidak selektif.
Struktur dan faal integritas membran basalis menentukan derajat
proteinuria. Selain itu, muatan molekul ion protein, membrana basalis dan lapisan
epitel juga mempunyai peranan dalam hal ini. Pada keadaan normal, membran
basalis dan epitel bermuatan negatif, oleh karena itu dapat menghambat molekulmolekul yang bermuatan positif. Pada sindroma nefrotik terjadi kerusakan polianion
yang bermuatan negatif ini, dimana pada keadaan normal merupakan filter atau
barier terhadap serum albumin yang bermuatan negatif. Perubahan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap
serum protein.
Besarnya ekskresi protein dalam urin dipengaruhi oleh laju filtrasi
glomerulus, konsentrasi albumin dalam plasma dan intake protein, besar dan bentuk
molekul protein, muatan ion dan keutuhan molekul protein, muatan ion membran
basalis dan lapisan sel epitel serta tekanan dan aliran intraglomerulus.7
Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia hampir selalu dijumpai pada sindroma nefrotik. Hal ini
terjadi oleh karena beberapa faktor yaitu hilang melalui ekskresi urin dan
peningkatan katabolisme albumin oleh ginjal.
Hati memegang peranan penting dalam sintesis protein, terutama bila
tubuh kehilangan sejumlah protein, baik oleh karena sebab renal maupun bukan
renal. Pada sindoma nefrotik sintesis protein biasanya meningkat, walaupun dapat
juga normal atau menurun. Sintesis protein oleh hati bisa meningkat dua kali lipat
dari normal, akan tetapi tidak cukup efektif untuk menggantikan protein yang
hilang lewat urin atau karena proses katabolisme oleh ginjal. Dalam beberapa kasus
pernah dilaporkan terjadinya kehilangan protein lewat saluran pencernaan.
proteinuria,
penyakit
yang
mendasari,
dan beratnya
kerusakan
permeabilitas glomerulus.
Terjadinya hiperlipidemia diduga sebagai akibat dari peningkatan produksi
atau sintesa lipid oleh hati, dan dirangsang oleh tekanan onkotik plasma yang
rendah. Rendahnya protein plasma sebagai pengendali sintesis lipoprotein juga
berhubungan dengan tejadinya hiperlipidemia.
Ada beberapa faktor yang berperan dalam mekanisme terjadinya
hiperlipidemia pada penderita sindrom nefrotik. Faktor-faktor tersebut adalah
hipoalbuminemia, penurunan tekanan onkotik plasma atau tonisitas, rendahnya
viskositas plasma, dan peningkatan uptake mevalonate sebagai prekursor
metabolisme kolesterol, serta gangguan uptake Intermediate Density Lipoprotein
(IDL) oleh karena kelainan pada molekul IDL itu sendiri atau karena gangguan
pada reseptor IDL. IDL ini berperan sebagai faktor negatif feedback pada sintesis
lipid oleh hati.7
perjalanan klinik sindrom nefrotik secara drastis dan dapat dikatakan dengan baik
oleh anak, orangtua, atau dokter, sindrom nefrotik bukan lagi merupakan masalah
edema, tapi masalah salah satu efek samping obat terutama bagi anak-anak yang
tidak responsif terhadap pengobatan steroid. Dilaporkan kira-kira 80% anak dengan
sindrom nefrotik menderita SNKM, dan lebih dari 90% anak-anak ini bebas edema
dan proteinuria dalam 4 minggu sesudah pengobatan awal dengan kortikosteroid.5
Walaupun proteinuria kambuh pada hampir 2/3 kasus, kambuhnya edema
dapat dicegah pada umumnya dengan pengobatan segera. Namun edema persisten
dengan komplikasi yang mengganggu merupakan masalah klinik utama bagi
mereka yang menjadi non responder dan pada mereka yang edemanya tidak dapat
segera diatasi. Kelompok ini hampir berjumlah dari semua pasien dengan
sindrom nefrotik primer. Edema umumnya terlihat pada kedua kelopak mata.
Edema minimal terlihat oleh orangtua atau anak yang besar sebelum dokter melihat
pasien untuk pertama kali dan memastikan kelainan ini. Edema dapat menetap atau
bertambah, baik lambat atau cepat atau dapat menghilang dan timbul kembali.
Selama periode ini edema periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau
alergi. Lambat laun edema menjadi menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut, dan
tungkai bawah sehingga penyakit yang sebenarnya bertambah nyata. Sebelum
mencapai keadaan ini orangtua pasien sering mengeluh berat badan anak tidak mau
naik, namun kemudian mendadak berat badan bertambah dan terjadinya
pertambahan ini tidak diikuti oleh nafsu makan yang meningkat. Timbulnya edema
pada anak dengan sindrom nefrotik disebutkan bersifat perlahan-lahan, tanpa
menyebut jenis kelainan glomerulusnya. Tampaknya sekarang pola timbulnya
edema bervariasi pada pasien dengan berbagai kelainan glomerulus. Pada anak
dengan SNKM edema timbul secara lebih cepat dan progresif dalam beberapa hari
atau minggu dan lebih perlahan dan intermiten pada kelainan glomerulus jenis
lainnya, terutama pada glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP). Edema
berpindah dengan perubahan posisi dan akan lebih jelas di kelopak mata dan muka
sesudah tidur sedangkan pada tungkai tampak selama dalam posisi berdiri. Edema
pada anak pada awal perjalanan penyakit sindrom nefrotik umumnya dinyatakan
sebagai lembek dan pitting. Pada edema ringan dapat dirasakan pada pemakaian
baju dan kaos kaki yang menyempit. Kadang pada edema yang masif terjadi
robekan pada kulit secara spontan dengan keluarnya cairan. Pada keadaan ini,
edema telah mengenai semua jaringan dan menimbulkan asites, pembengkakan
skrotum atau labia, bahkan efusi pleura. Muka dan tungkai pada pasien ini mungkin
bebas dari edema dan memperlihatkan jaringan seperti malnutrisi sebagai tanda
adanya edema menyeluruh sebelumnya.5
Gangguan gastrointestinal
Gangguan ini sering ditemukan dalam perjalanan penyakit sindrom
nefrotik. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan
ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah
edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik,
mungkin disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.
Pada beberapa pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada
keadaan sindrom nefrotik yang kambuh. Kemungkinan adanya abdomen akut atau
peritonitis harus disingkirkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya.
Bila komplikasi ini tidak ada, kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun
dapat disebabkan karena edema dinding perut atau pembengkakan hati. Kadang
nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran kanan atas abdomen. Nafsu makan
kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya.
Anoreksia dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat
yang kadang ditemukan pada pasien sindrom nefrotik non-responsif steroid dan
persisten. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikalis dan prolaps
ani.5
Gangguan pernapasan
Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi pleura maka
pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini
dapat diatasi dengan pemberian infus albumin dan obat furosemid.5
Gangguan fungsi psikososial
Keadaan ini sering ditemukan pada pasien sindrom nefrotik, seperti halnya
pada penyakit berat umumnya yang merupakan stres non spesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah
merupakan respons emosional, tidak saja pada orangtua pasien, namun juga dialami
oleh anak sendiri. Perasaan-perasaan ini memerlukan diskusi, penjelasan, dan
kepastian untuk mengatasinya. Kecemasan orangtua dan perawatan yang sering dan
lama menyebabkan anak berkembang menjadi berdikari dan bertanggungjawab
terhadap dirinya dan nasibnya. Perkembangan dunia sosial anak menjadi terbatas.
Anak dengan sindrom nefrotik ini akhirnya menimbulkan beban pikiran karena
akan membentuk pengertian dan bayangan yang salah mengenai penyakitnya. Para
dokter yang sadar akan masalah ini dapat berbuat sesuatu untuk mencegahnya dan
berusaha mendorong meningkatkan perkembangan dan penyesuaian pasien dan
keluarganya serta berusaha menolong mengurangi cacat, kekhawatiran, dan beban
pikiran.5
2.7. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan
lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.4
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,
tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum / labia. Kadang-kadang
hipertensi ditemukan.4
3. Pemeriksaan penunjang
Untuk hasil diagnosis yang lebih akurat dapat ditunjang dengan beberapa
pemeriksaan yaitu8 :
a. Urinalisis
Pada pasien dewasa dilakukan pemeriksaan urinalisis melalui urin
mikroskopik, tes untuk mengetahui rasio protein urin terhadap kreatinin
urin. Jumlah protein urin normal bervariasi menurut umur. Pada anak-anak
diekskresi 4 mg/m2/jam atau 166 mg/1,73 m2/hari, sedangkan pada orang
dewasa diekskresi 150 mg/hari.
Protein dapat diukur dengan tes urin dipstick, dengan mengumpulkan Early
Morning Urine (EMU) dan melihat rasio protein urin terhadap kreatinin
urin, atau dengan tes protein urin kuantitatif 24 jam. Perhitungan kuantitatif
dari protein urin 24 jam merupakan metode standard, sedangkan metode tes
EMU adalah metode pilihan untuk menentukan proteinuri karena metode ini
terutama cocok untuk anak-anak yang inkontinensia, serta kesalahan atau
kesulitan dalam menentukan waktu pengumpulan urin dapat dihindari.
Metode ini juga mudah dilakukan serta tidak mahal. Batas proteinuria pada
sindroma nefrotik yaitu rasio protein urin terhadap kreatin urin adalah lebih
dari dua.8
b. Analisis darah
Hipoalbuminemia adalah tanda penting pada sindrom nefrotik. Konsentrasi
albumin serum pada pasien sindrom nefrotik adalah kurang dari 2,5 g/dl.
Hiperlipidemia merupakan temuan yang selalu didapatkan pada sindrom
nefrotik, dan berhubungan dengan konsentrasi dari albumin serum.
Konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL meningkat, sedangkan kolesterol
HDL menurun. Selain itu, pemeriksaan darah ini juga antara lain untuk
mengetahui kadar kreatinin serum, nitrogen urea, hitung sel darah, tes
hepatitis B dan hepatitis C, skrining HIV, komplemen serum dan serologi
varicella.8
c. Pemeriksaan pencitraan
Tidak ada pencitraan rutin yang diindikasikan pada pasien sindom nefrotik.
Pada radiologi, efusi pleura tidak jarang didapatkan dan adanya efusi pleura
dapat dikaitkan secara langsung dengan derajat edema dan secara tidak
langsung terhadap konsentrasi albumin serum. Asites biasa didapatkan.8
d. Biopsi ginjal
waktu
lama.
Oleh
karena
agak
susah
untuk
menangani
hiperlipidemia pada sindrom nefrotik dengan diit saja. Akhir-akhir ini diit
vegetarian yang mengandung kedelai yang ditambah dengan asam amino
esensial tampaknya lebih efektif menurunkan hiperlipidemia, daripada diit
menurunkan lipid secara tradisional.5
b. Edema
Apabila edema tidak memberikan respon dengan membatasi pemasukan
garam dalam makanan, maka sering diperlukan pemberian diuretika.
Langkah pertama dapat diberikan obat tiazid, sebaiknya dikombinasi dengan
obat penahan kalium, seperti spironolakton atau triamteren. Namun banyak
pasien terutama dengan anasarka, volume berlebih, atau dengan kongesti
paru-paru tidak memberikan respon terhadap obat tiazid. Untuk keadaan ini
diperlukan pemberian furesemid, asam etakrin atau bumetamid. Diantara
obat-obatan ini furosemid yang paling sering dipakai karena toleransi yang
baik bahkan dengan dosis yang sangat tinggi. Furosemid dapat diberikan
baik secara intravena ataupun oral, dengan dosis berkisar antara 25-1000
mg/hari, bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Terhadap
pasien yang refrakter terhadap furosemid sebagai monoterapi, kombinasi
obat diuretika yang bekerja pada tingkat lain dari furosemid, seperti
hidroklortiazid (25-50 mg/hari) atau metalazon (2,5-10 mg/hari) dapat
meningkatkan respon diuretika. Selama pengobatan diuretika, pasien harus
dipantau untuk mendeteksi kemungkinan adanya komplikasi seperti
misalnya
hipokalemia,
intravaskular berat.6
c. Proteinuria dan hipoalbuminemia
Pemberian albumin per intravena kepada pasien nefrotik merupakan
prosedur yang mahal dan meningkatkan klirens albumin ginjal dan
menaikkan konsentrasi albumin plasma hanya sedikit dan bersifat
sementara. Infus albumin hanya diberikan untuk pasien dengan deplesi
volume plasma simtomatik dengan hipotensi.
Beberapa obat dapat mengurangi keluarnya protein di dalam urin antara lain
ACE inhibiror mempunyai efek antiproteinuria yang penting. Pengobatan
dengan ACE inhibitor umumnya dapat ditoleransi oleh beberapa pasien
namun dapat timbul anemia, hipotensi atau batuk kering. Dalam praktek,
untuk mendapat efek antiproteinuria yang maksimal pesien diminta untuk
mengikuti diet rendah garam. Pemberian ACE inhibitor dimulai dengan
dosis rendah untuk menguji toleransinya. Kemudian dosis dinaikkan secara
progresif sampai dosis toleransi maksimal. Pengobatan diperpanjang untuk
beberapa minggu sebelum dinilai hasilnya.
Obat-obat anti inflamasi nonsteroid dapat menurunkan proteinuria sampai
50% atau lebih. Indometasin (150 mg/hari) dan meklofenamat (200-300
mg/hari) merupakan dua obat yang sering dipakai. Obat-obat ini tidak boleh
diberikan apabila klirens kreatinin lebih rendah dari 50 ml/menit.5
d. Hiperlipidemia
Pada kebanyakan pasien sindrom nefrotik, diet saja tidak cukup menurunkan
hiperlipidemia. Berbagai obat penurun lipid seperti probukol, asam
nikotinat, resin, derivat asam fibrik, dan akhir-akhir ini hidroksimetil glutaril
ko-enzim A (HGM-A) penghambat reduktase, telah digunakan pada sindrom
nefrotik. Pada saat ini, penghambat HMG-CoA, seperti lovastatin, pravastin,
dan simvastatin merupakan obat pilihan untuk mengobati hiperlipidemia
pada sindrom nefrotik. Obat-obat ini menghambat enzim dalam biosintesis
kolesterol.5
e. Hiperkoagulabilitas
Tromboemboli merupakan komplikasi yang serius dan sering dijumpai pada
sindrom nefrotik. Obat-obat antikoagulan dapat menurunkan terjadinya
risiko trombosis namun mengandung risiko timbulnya komplikasi
perdarahan. Pemakaiannya terbatas pada keadaan terjadinya risiko
trombosis seperti pada tirah baring yang lama, pembedahan, saat dehidrasi
atau saat pemberian kortikosteroid i.v dosis tinggi. Oleh karena risiko
trombosis tetap tinggi selama sindrom nefrotik menetap maka secara teoritis
pemberian antikoagulan diteruskan sampai remisi atau diberikan seumur
hidup. Pemberian antikoagulan jangka lama ini merupakan keharusan untuk
pasien yang mengalami dua atau lebih episode trombosis atau satu episode
yang mengancam kehidupannya.5
2.9. KOMPLIKASI
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis
Beberapa kelainan koagulasi dan sistem fibrinolitik banyak ditemukan pada
pasien sindrom nefrotik. Secara ringkas, kelainan hemostatik pada sindrom
nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang berbeda, yaitu :
a. Peningkatan
permeabilitas
glomerulus
mengakibatkan
gastrointestinal
menunjukkan
kemungkinan
adanya
kelainan
radiokontras, antibiotik, nefritis interstisial alergika karena antibiotik dan bahanbahan lain.5
2.10. DIAGNOSIS BANDING
Edema pada sindroma nefrotik termasuk renal edema dan harus dibedakan
dengan cardiac edema. Pada edema karena penyakit jantung biasanya disertai
manifestasi klinis lain berupa dyspneu, ortopneu, sianosis, dan takikardi. Selain itu
dari pemeriksaan penunjang rontgen dada juga bisa didapatkan kelainan ukuran
atau bentuk jantung. Sedangkan edema karena kelainan renal, harus dibedakan
antara sindrom nefrotik dengan Glomerulonefritis Akut (GNA). Pada GNA, karena
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
reaksi
imunologis
akibat
infeksi
pada
insufisiensi
renal.
Untuk
pasien
dengan
glomerulopati
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.nephroticsyndrome.com
2. Stephan dan Ritz, Eberhard, 1998. The Nephrotic Syndrome, The New
England Journal of Medicine, Vol. 338 : No. 17, 1202-1211.
3. Travis Luther, 2005. Nephrotic Syndrome,
http://www.emedicine.com/ped/topic/1564.htm
4. Pusponegoro, H. D., 2005. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi
I, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, Hal : 192-194.
5. Alatas, H., Tambunan, T., Trihono, P. P., Pardede, S. O., 2002. Buku Ajar
Nefrologi Anak, Edisi 2, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, Hal : 381-422.
6. Hasan, R., Alatas, H., 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta, Hal : 832-835.
7. Prawoto, 1998. Tinjauan Pustaka Pengobatan Sindrom Nefrotik dengan
Penyebab Glomerulonefritis Primer, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UGM
: Yogyakarta.
8. Agraharkan, Mahendra, 2004. Nephrotic Syndrome,
http://www.emedicine.com/ped/topic/1564.htm
9. Behrman, R. E., Kliegman, M., Arvin, A. M., 2000. Ilmu Kesehatan Anak
Nelson, Volume 3, Edisi 15, EGC, Jakarta, Hal : 1828-1831.