Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
Melena atau berak darah merupakan keadaan yang diakibatkan oleh
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Hematemesis melena adalah salah
satu penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit.
Sebahagian besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebahagian lainnya
datang dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan
tepat.1,2
Ada empat penyebab SCBA yang paling sering ditemukan, yaitu ulkus
peptikum, gastritis erosif, varises esofagus, dan ruptur mukosa esofagogastrika.
Semua keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan
gastrointestinal atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti.1,3
Penegakan

pasti

etiologi

hematemetis

melena

dilakukan

dengan

pemeriksaan endoskopi, sehingga diketahui letak perdarahan dan keparahannya.4,


Di negara barat insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per
100.000 penduduk/tahun, laki-laki lebih banyak dari wanita.Insidensi ini
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Di Indonesia kejadian yang
sebenarnya di populasi tidak diketahui.5
Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan karena tuka k peptik
menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan karena rupture varises
gastroesofageal merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50-60 %, gastritis
erosiva hemoragika sekitar 25-30 %, tukak peptik sekitar 10-15 %, dan karena
sebab lainnya < 5 %.3,5

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1

2.2

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Kc

Jenis Kelamin

: Pemempuan

Usia

: 87 tahun

Alamat

: Rt 10 Penyengat Rendah

Pekerjaan

: Tidak bekerja

Status Perkawinan

: Janda

MRS

: 24 06 2016

Anamnesis
1. Keluhan Utama :
BAB berwarna hitam 2 minggu SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
2 minggu SMRS Os mengeluh BAB berwarna hitam seperti aspal,
frekuensi BAB 1-2 hari sekali, konsistensi tinja kadang lunak dan
kadang keras, baunya busuk, tidak disertai darah berwarna merah
segar. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun
tidak pernah berhenti sepenuhnya. Os juga mengeluh nyeri ulu hati
disertai mual dan muntah, muntah berisi makanan yang dimakan tidak
disertai darah, semakin hari perut os merasa perih. Nafsu makan tetap
baik, namun pasien merasa lemas. Keluhan pusing dan pandangan
berkunang-kunang disangkal. Riwayat demam lama (-), keluhan sesak
napas (-), batuk (-).

Sejak usia 40-an tahun, Os mengaku senang meminum jamu pegel


linu yang diminum sebelum tidur, karena Os sering mengeluh pegalpegal di badannya dan masih dikonsumsi sampai sekarng hingga
sebelum Os masuk rumah sakit.

3. Riwayat penyakit penyerta


2 bulan terakhir, Os mengaku sering merasa sakit pada ulu hati, terasa
pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan. Cepat
merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat gastritis (+), riwayat sakit kuning (-), riwayat hipertensi (-),
riwayat diabetes melitus (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-),
riwayat penyakit jantung atau paru (-), riwayat operasi (-).
4. Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti os.
5. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Os sering mengkonsumsi jamu pegel linu. Aktifitas os jarang berolahraga
dan sudah tidak bekerja lagi.
2.3

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum
Keadaan sakit
Kesadaran

: Sedang
: Tampak sakit sedang
: Kompos mentis, GCS 15 (E4, M5, V6)

Tanda-Tanda Vital

Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Tinggi/BB

Status gizi

18,2 BB normal
Sianosis (-), dispeneu (-), edema umum (-)
Cara berbaring
: Posisi berbaring telentang, aktif.

: 130/80 mmHg
: 84 x/menit
: 20 x/menit
: 36,7 C
: TB : 157, BB : 35 kg
BB
:
: 2
TB ( m ) 2 45
(1,57)

54
( 1,54 m ) 2

: IMT :

Status Generalis

Kulit : Warna sawo, hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi

(-),kelembapan normal, turgor baik, edema (-)


Kepala : Normochepal, ekspresi muka normal, simetris, deformitas(-)
Rambut : Warna putih dan tidak mudah dicabut.
Mata
:
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil
kanan & kiri isokor, d 3 mm.
Telinga
Tidak ada deformitas, fungsi pendengaran baik, tidak ada sekret, nyeri
(-)

Hidung
Deviasi septum (-), napas cuping hidung (-), rinore (-), pembesaran
konka (-), perdarahan (-), sumbatan (-), fungsi penciuman baik.

Mulut dan faring


Sariawan (-), tonsil T1-T1, gusi (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), bau
pernapasan khas (-), disfagia (-).

Leher
Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5-2 cm H2O,
kaku kuduk (-)
Kelenjar
Pembesaran kelenjar submandibula (-), submental (-), jugularis superior
(-), jugularis interna (-)

Paru-paru
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

: Simetris, tidak ada gerakan paru yang tertinggal


: Vocal Fremitus, simetris kanan dan kiri, nyeri (-)
: Sonor kanan dan kiri, batas paru hati ICS VI
: Vesikuler (+) normal di kedua lapangan paru

wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Jantung
-

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba 1 jari ICS VI linea midclavicula

sinistra, intensitas tidak kuat angkat, thrill (-).

Perkusi

: Dengan batas

Kanan

: Linea parasternalis dextra

Kiri

: ICS VI linea midclavicula sinistra

Atas

: ICS II, Linea parasternalis sinistra

Pinggang Jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra

Auskultasi

: BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
-

Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

: Supel, sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)


: Bising usus (+) meningkat
: Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri lepas (-), hepar,

lien dan ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA (-)


Perkusi
: Timpani di keempat kuadran

Ekstremitas
-

Superior
Inspeksi

: Deformitas (-)

Palpasi

: Edema (-), akral hangat

Movement

: Dalam batas normal

Inferior
Inspeksi

: Deformitas (-)

Palpasi

: Edema (-), akral hangat

Movement

: Dalam batas normal

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Penunjang tanggal 24-05-2016 (IGD)
1. Hematologi rutin
WBC : 6,3 103/mm3(4,0-10,0) MCV : 66,4
fl (80-99)
6
3
RBC : 3,69 10 /mm (3,50-5,50) MCH : 22,2 pg (26,0-32,0)
HGB : 8,2 g/dl
(11,0-16,0) MCHC: 33,4 g/dl (32,5-36,0)
5

HCT : 24,5 %
(36,0-48,0) RDW : 37,2 %
PLT: 203 103/mm3 (150-400)
MPV : 9,1 fl
PCT : 0,18 L %
(0,10-0,28) PDW : 13,8 %
%LYM
: 36,2 % (20 - 40)
GDS : 192
%MON
: 7,4 L % (1,0 -15)
%GRA
: 56,7 % (50,0-70,0)
# LYM
: 2,3 L 103/mm3 (0,6-4,1)
# MON
: 0,5 L 103/mm3 (0,1-1,8)
#GRA
: 3,5 H 103/mm3 (2,0-7,8)
2. Faal Ginjal
Ureum : 35,3 mg/dl
(15-39)
Kreatinin : 1,2 mg/dl
(L: 0,9-1,3. P: 0,6-1,1)

(11,5-14,5)
(7,4-10,4)
(10,0-17,0)
mg/dl

3. Pemeriksaan Elektrolit
Natrium
: 137,23 mmol/L (135-148)
Kalium
: 3,96
mmol/L (3,5-5,3)
Chlorida
: 102,07 mmol/L (98-110)
Kalsium
: 1,12
mmol/L (1,12-1,23)
2.5 Diagnosis Kerja
Melena et causa Suspek Gastritis Erosif
Anemia Hipokromik Mikrositer e.c. Perdarahan Saluran Cerna
2.6 Diagnosis Banding
-

Melena e.c suspek gastritis erosive


Anemia e.c. perdarahan saluran cerna
Ruptur Esophagus
Karsinoma esophagus
Gastritis erisova hemoragika
Karsinoma lambung
Ulkus Peptikum

2.7 Tatalaksana
1. Non-medikamentosa
- Tirah baring dengan mobilisasi
- Pasien dipuasakan
2. Medikamentosa
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Omeprazole 2 x 1 amp
- Inj Asam Tranexsamat 3x500 mg
- Mucogard syr 3 x 10 cc (ac)
6

Vitamin B Complek 3x 1
Tranfusi PRC dengan target Hb 10g/dl

2.8 Pemeriksaan yang Dianjurkan


-

Periksa Darah Rutin, Ureum, Kratinin, SGOT, SGPT setelah transfuse 2

Kolf
SADT Sediaan apusan darah tepi (SADT) untuk melihat jenis
anemia yang terjadi. ( Pada kasus anemia mikrositik hipokromik dapat
terjadi karena defisiensi besi ataupun penyakit kronis yang dialami oleh
pasien. Namun perlu juga diperiksa SADT untuk menentukan apakah

pasien juga mengalami defisiensi besi yang memperberat anemianya.)


USG Abdomen
Endoskopi untuk melihat keaadaan patologis lambung

2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
2.10 Follow Up
Tanggal
25 Mei 2016

Perkembangan
Terapi
S: mual, muntah berisi makanan, - IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Omeprazole 1 x 1 amp
nyeri ulu hati, badan lemas, BAB
- Inj Asam Tanexsamat 3 x
warna hitam
500 mg
O:
- Mucogard syr 3 x 1 c (ac)
- Vit B Komplek 3 x 1
- KU : Sedang
- Fe 2x1 tab
- Kesadaran : CM
- Anjuran transfusi PRC 1
- TD : 120/70 mmHG
- N : 80 x/mnt
kolf
- RR : 19 x/mnt
- T : 36,7C
- Hb : 8,2 L g/dl
A : 1. Melena e.c gastritis erosive
dd/ulkus peptikum
2.Anemia

Mikrositik

Hipokromik e.c perdarahan

saluran cerna

26 Mei 2016

S : mual, muntah berisi makanan, nyeri ulu hati,badan terasa lemas,


BAB warna hitam
O:
-

KU : Sedang

Kesadaran : CM
TD : 120/80 mmHG
N : 90 x/mnt
RR : 21 x/mnt
T : 37,2C
Hb : 9,4 L g/dl

Darah Rutin
- WBC : 5,1
- RBC : 34,43
- HB : 10,4
- HT : 30,9
- PLT : 212
- MCV : 69.4
- MCH : 23,4
- MCHC : 33,6
- GDS :188
Kimia Darah
- Ur : 22,9
- Kr : 1,1
- SGOT : 22,9
- SGPT : 10

IVFD RL 20 gtt/i
Inj omeprazole 1 x 1 amp
Inj Asam Tranexsamat 3 x

500 mg
Mucogard syr 3 x 1 c (ac)
Vit B Komplek 3 x 1
Fe 2x1 tab
Transfusi PRC 1 kolf,

Cek Hb ulang
Setelah Transfus

DR, Ur, Kr, SGOT/SGPT


Rencana
USG
tgl
31/05/2016

A :1. Melena e.c gastritis erosive


dd/ulkus peptikum
2.Anemia Mikrositik
hiokromik e.c perdarahan

Cek

saluran cerna

27 Mei 2016

S : mual, nyeri ulu hati,badan terasa


lemas,
BAB
agak
kekuningan
O:
-

KU : Sedang
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHG
N : 82 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 36,4C

IVFD RL 20 gtt/i
Inj Omeprazole 1 x 1 amp
Lactulac 3xCI
Mucogard syr 3 x 1 c (ac)
Asam Tranexsamat 3 x
500 mg
Vit B Complek 3 x 1

A : 1. Melena e.c gastritis erosive


dd/ulkus peptikum
2. .Anemia Mikrositik
Hipokromik e.c perdarahan
saluran cerna
28 Mei 2016

S : mual (-), nyeri ulu hati (-), badan


terasa
lemas,
BAB
kekuningan
O:

IVFD RL 20 gtt/i
Inj omeprazole 1 x 1 amp
Mucogard syr 3 x C1 (ac)
Vit B complek 3 x1

Pasien APS
-

KU : Sedang
Kesadaran : CM
TD : 110/70 mmHG
N : 82 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 36,5C

A : 1. Melena e.c gastritis erosive


dd/ulkus peptikum
2.Anemia Mikrositik
Hipokromik e.c perdarahan
saluran cerna

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 MELENA
3.1.1 Definisi
Melena merupakan buang air besar berwarna hitam ter yang berasal
dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian
atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai
dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.
3.1.2 Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan
gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen
dari angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit
sirosis hati dan hepatoma.

10

Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya,


dari 1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9%
pecahnya varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptikum,
0,6% kanker lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS
Pemerintah di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab
terbanyak perdarahan SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan
laporan dari RS Pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak peptikum
menempati urutan pertama penyebab SCBA. Laporan kasus di RS Swasta
yakni RS Darmo Surabaya perdarahan karena tukak peptikum 51,2%,
gastritis erosif 11,7%, varises esofagus 10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis
5,3%, sindrom Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan penyebabpenyebab lain 2,7%. 16 Di negara barat tukak peptikum menempati urutan
pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.

3.1.3 Kelainan Esofagus


a. Varises Esofagus
Penderita

dengan

hematemesis

melena

yang

disebabkan

pecahnya varises esofagus, tidak pernah mengeluh rasa nyeri


atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat perdarahan
timbulspontan dan masif. Darah yang dimuntahkan berwarna
kehitam-hitaman dan tidak membeku karena sudah bercampur
dengan asam lambung.
b. Karsinoma Esofagus
Karsinoma esofagus sering memberikan keluhan melena dari pada
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan
anemis, hanya sesekali penderita muntah darah dan itu pun tidak
masif. Pada pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gmabaran karsinoma

11

yang hampir menutup esofagus dan mudah berdaharah yang terletak di


sepertiga bawah esofagus.
c. Esofagus Korosiva
Pada sebuah penelitian ditemukan seorang penderita wanita dan seorang
pria muntah darah setelah minum air keras untuk patri. Dari hasil
analisis air keras tersebut ternyata mengandung asam sitrat dan
asam HCI, yang bersifat korosif untuk mukosa mulut, esofagus
dan lambung. Disamping muntah darah penderita juga mengeluh rasa
nyeri dan panas seperti terbakar di mulut. Dada dan epigastrum.
d. Esofagitis dan Tukak Esofagus
Esofagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermittem atau kronis d a n b i a s a n y a r i n g a n , s e h i n g g a l e b i h
sering

timbul

melena

dari

pada

hematemesis.Tukak

d i esofagus jarang sekali mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan


dengan tukak lambung dan duodenum.
3.1.4 Kelainan di Lambunga. Gastritis Erisova Hemoragika
a. Gastritis erisova hemoragika
Hematemesis bersifat tidak masif dan timbul setelah penderita
minum obat-obatan yang m e n y e b a b k a n i r i t a s i l a m b u n g .
S e b e l u m m u n t a h p e n d e r i t a m e n g e l u h n ye r i u l u h a t i .
P e r l u ditanyakan juga apakah penderita sedang atau sering
menggunakan obat rematik (NSAID +steroid) atau kah sering
minum alkohol atau jamu-jamuan.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dispepsi berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrium yang
berhubungan

dengan

makanan.

Sesaat

sebelum

timbul

hematemesis karena rasa nyeri dan pedih dirasakan semakin


hebat. Setelah

muntah darah rasa nyeri dan pedih berkurang.

Sifat hematemesis tidak begitu masif dan melena lebih dominan dari
hematemesis.

12

c. Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di negara kita tergolong sangat
jarang dan pada umumnyadatang berobat sudah dalam fase lanjut,
dan sering mengeluh rasa pedih, nyeri di daerah ulu hatisering mengeluh
merasa lekas kenyang dan badan menjadi lemah. Lebih sering mengeluh
karenamelena.
3.1.5 Diagnosis
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai
hematemesis, melena atau keduanya. Dalam anamnesis yang perlu
ditekankan adalah :
1. Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang
keluar
2. Riwayat perdarahan sebelumnya
3. Riwayat perdarahan dalam keluarg
4. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
5. Riwayat penggunaan obat-obatan NSAIDs dan anti koagulan
6. Kebiasaan minum alcohol
7. Mencari kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah,
demam tifoid, gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi
obat-obatan
8. Riwayat transfusi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab perdarahan,
seperti stigmata sirosis, anemia, akral dingin dan sebagainya. Status

13

hemodinamik saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan
mempengaruhi prognosis. Untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan
apakah perdarahan beeasal dari varises esofagus dan non-varises, karena
antara

keduanya

terdapat

ketidaksamaan

dalam

pengelolaan

dan

prognosisnya. Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal


dari saluran cerna bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu
sebagai berikut.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan SMB dan SMBB

Perdarahan SCBA
Manifestasi klinik pada Hematemesis dan/melena

Perdarahan SCBB
Hematokesia

umumnya
Aspirasi nasogastric
Rasio (BUN/Kreatinin)
Aukultasi usus

Berdarah

Jernih

Meningkat > 35

< 35

Hiperaktif

Normal

3.1.6 Sarana Diagnostik


Sarana diagnostik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran
cerna

ialah

endoskopi

gastrointestinal,

radiografi

dengan

barium,

radionuklid, dan anguografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda


perdarahan saluran cerna bagian atas atau yang asal perdarahannya masih
meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan.
Dengan pemeriksan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan
bisa ditegakkan. Selain itu dengan endoskopi bisa juga dilakukan upaya
terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit
dididentifikasi perlu pertimbangan pemeriksaan dengan radionuklid atau
angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan.
14

Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal


perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endoskopi yang
bernmanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.3
Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan tukak Peptik Menurut Forest

Aktivitas Perdarahan

Kriteri Endoskopis

Forest 1a : perdarahan aktif

Perdarahan arteri menyembur

Forest 1b : perdarhan aktif

Perdarahan merembes

Forest 1c : perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak


masih terdapat sisa-sisa perdarahan

atau terlihat pembuluh darah

Forest 1d : perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan


sisa-sisa perdarahan

Terapi endoskopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi topikal, terapi mekanik,
terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan hemoklip
untuk menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter. Teknik
18 pengikatan dengan rubber band banyak digunakan dalam proses
pengikatan varises.

3.1.7 Penatalaksanaan
Langkah resusitasi berupa pemasangan jalur intravena dengan cairan
fisiologis, bila perlu transfusi PRC, darah lengkap (whole blood), mpacked
cell, dan FFP.

15

Tindakan yang paling sederhana untuk menghentikan perdarahan saluran


cerna bagian atas adalah bilas lambung dengan air es melalui pipa
nasogastrik. Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan melalui lubang hidung
pasien, kemudian dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi terdapat
darah, selanjutnya dulakukan bilas lambung dengan air es sampai isi
lambung tampak bersih dari darah atau tampak lebih jernih warnanya.
Tindakan tersebut disebut gastric spooling. Ada 5 manfaat dari tindakan ini,
yaitu :
1. Tindakan diagnostik dan pemantauan apakah perdarahn masih
berlangsung terus atau tidak.
2. Menghentikan perdarahan (efek vasokontriksi dari es)
3. Memudahkan pemberian obat-obatan oral ke dalam lambung.
4. Membersihkan darah dari lambung untuk mencegah koma hepatik.
5. Persiapan endoskopi.
Bilas lambung juga dapat dilakukan dengan menggunakan air suhu kamar.
Berdasarkan percobaan pada hewan, kumbah lambung dengan air es kurang
menguntungkan, waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding
lambung menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan hemostasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K
parenteral dan bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan
asam traneksmat parenteral.
Produksi asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun psikis
ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2 (ranitidine,
famotidine, atau roksatidine). Antasid diharapkan bermanfaat untuk
menekan 19 asam lambung yang sudah berada di lambung sedangkan
16

antagonis reseptor H2 untuk menekan produksi asam lambung. Selain itu


dengan pertimbangan bahwa proses koagulasi atau pembentukan fibrin akan
terganggu oleh suasana asam, maka diberikan antisekresi asam lambung,
mulai dari antagonis reseptor H2 sampai penghambat pompa proton
(omeprazole, lansoprazole, pantoprazole). Di samping itu terdapat obatobatan yang bersifat meningkatkan defense mukosa (sukralfat) yang dapat
dipakai sebagai regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah
splanknikus sehingga diharapkan proses perdarahan berkurang atau
berhenti. Dapat dipakai vasipresin, somatostatin, atau okreotid. Vasopresin
bekerja

sebagai

vasokonstriktor

pembuluh

splanknik,

sedangkan

somatostatin dan okreotid melalui efek menghambat sekresi asam lambung


dan pepsin, menurunkan aliran darah di lambung, dan merangsang sekresi
mukus lambung.2
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan pada
kasus yang diduga terdapat varises esofagus. SB tube terdiri dari 2 balon
(lambung dan esopfagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar
SB tube tidak keluar saat balon esofagus dikembangkan. Balon esofagus
tersebut secara mekanik menekan langsung pembuluh darah varises yang
robek dan berdarah. Balon SB tube memiliki 3 lumen, yaitu untuk balon
lambung, balon esifagus, dn untuk memasukkan obat-obatan atau makann
ke dalam lambung atau untuk membilas lambung dengan air es. Komplikasi
yang dapt terjadi adalah pneumonis aspirasi, kerusakan esofagus, dan
obstruksi jalan napas.

3.2 GASTRITIS
3.2.1 Definisi

17

Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Lapisan lambung


menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat. Tetapi lapisan
lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa
penyebab, diantaranya:
1. Gastritis bakterialis
Biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh Helicobacter
pylori (bakteri yang tumbuh didalam sel penghasil lendir di
lapisan lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam
keadaannormal tumbuh di dalam lambung yang bersifat asam,
tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa
tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetapatau
gastritis sementara.
2. Gastritis karena stres akut
Merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang disebabkan oleh
penyakit berat atau trauma(cedera) yang terjadi secara tiba-tiba.
Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung,seperti
yang terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera yang menyebabkan
perdarahan hebat.
3. Gastritis erosif kronis
Bisa merupakan akibat dari:- bahan iritan seperti obat-obatan, terutama
aspirin dan obat anti peradangan non-steroid lainnya- penyakit Crohninfeksi virus dan bakteri.Gastritis ini terjadi secara perlahan pada
orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan perdarahan atau
pembentukan ulkus (borok, luka terbuka). Paling sering terjadi pada
alkoholik
4. Gastritis karena virus atau jamur Bisa terjadi pada penderita
penyakit

menahun

atau

penderita

yang

mengalami

gangguansistem kekebalan.
5. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi
alergi terhadap infestasi cacinggelang. Eosinofil (sel darah putih)
terkumpul di dinding lambung.
6. Gastritis atrofik

18

Terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan


lambung menjadi sangattipis dan kehilangan sebagian atau seluruh
selnya yang menghasilkan asam dan enzim. Keadaan ini biasanya terjadi
pada usia lanjut. Gastritis ini juga cenderung terjadi pada orangorangyang sebagian lambungnya telah diangkat (menjalani
pembedahan

gastrektomi

parsial). Gastritisatrofik

bisa

menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan


vitamin B12 darimakanan.
7. Penyakit Meniere
Merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak diketahui. Dinding
lambung menjadi tebal,lipatannya melebar, kelenjarnya membesar
dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar 10% penderita
penyakit ini menderita kanker lambung.
8. Gastritis Sel PlasmaMerupakan gastritis yang penyebabnya tidak
diketahui. Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di
dalam dinding lambung dan organ lainnya. Gastritis juga bisa
terjadi jikaseseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi
penyinaran kadar tinggi.
Secara garis besar, Gastritis di bagi menjadi dua subbagian, diantaranya:
1. Gastritis akut
Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus
merupakan penyakit yang ringan d a n s e m b u h s e m p u r n a . S a l a h
satu bentuk

Gastritis

akut yang manifestasi

klinisnya

d a p a t berbentuk penyakit yang berat adalah Gastritis erosit atau


Gastritis hemoragik.
Disebut Gastritis hemoragik karena pada penyakit ini dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi
yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada mukosa
lambung tersebut.
Gastritis

(inflamasi

mukosa

lambung)

sering

diakibatkan diet yang sembrono. Individu inimakan terlalu

19

banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu


berbumbu atau yangmengandung mikroorganisme penyebab
penyakit. Penyakit lain dari Gastritis akut mencakup alkohol,
aspirin, refluk, empedu, atau terapi radiasi.
Bentuk terberat dari penyakit Gastritis akut disebabkan oleh
mencerna asam atau alkali kuat,yang menyebabkan mukosa menjadi
ganggren

atau

perforasi.

Pembentukan

jaringan

parut

dapatterjadi, yang mengakibatkan obstruksi piloris. Gastritis


juga merupakan tanda pertama dariinfeksi sistemik akut.
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan,
biasanya

bersifat

jinak

merupakanrespon

mukosa

lambung

terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah


menelanmakanan

terkontaminasi),

kafein,

alkohol

dan

aspirin

sel-sel

radang

merupakan agen pencetus yang lazim.


2. Gastritis Kronis
Disebut

Gastritis kronis

apabila

infiltrasi

yang terjadi pada lamina propria dandaerah intra epitelial terutama


terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan neutrofil padadaerah
tersebut menandakan adanya aktivitas.
Gastritis kronis ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar
disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi
tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang nyata. Gastritis kronis
digolongkan menjadi dua kategori yaitu gastritis Tipe A (Atropik atau
Fundal) dan gastritis Tipe B (Antral).
Gastritis kronis adalah inflamasi yang lama yang disebabkan
oleh ulkus benigna atau malignadari lambung atau oleh bakteri
Helicobacter Pylory (H. Fylory).
3.2.2 Manifestasi Klinis
Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya.
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti)
20

dan rasa tidak nyaman di perut sebelah atas. Pada gastritis karena stress
akut, penyebabnya misalnya penyakit berat, luka bakar atau cedera
biasanya menutupi gejala-gejala lambung, tetapi perut sebelah atas terasa
tidak enak.
Bila penderita tetap sakit, ulkus bias menyebar dan mulai mengalami
perdarahan, biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera.
Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan
lambung menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun.
Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal.
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri
di perut

sebelah

atas.

Tetapi

banyak

penderita (misalnya

pemakai aspirin jangka panjang) tidak merasakan nyeri.Penderita


lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika
perut kosong. Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung,
gejalanya bisa berupa:

Tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena)


Muntah darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian
sudah dicerna, yang menyerupai endapan kopi.

Pada gastritis eosinofilik, nyeri perut dan muntah bias disebabkan oleh
penyempitan atau penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju ke
usus dua belas jari. Pada penyakit Meniere, gejala yang paling sering
ditemukan adalah nyeri lambung. Hilangnya nafsu makan, mual, muntah
dan penurunan berat badan, lebih jarng terjadi. Tidak pernah terjadi
perdarahan lambung.
Penimbunan

cairan dan pembengkakan

jaringan

(edema)

bisa disebabkan karena hilangnya protein dari lapisan lambung


yang meradang. Protein yang hilang ini bercampur dengan
isilambung dan dibuang dari tubuh.

21

Pada gastritis sel plasma, nyeri perut dan muntah bias


terjadi bersamaan dengan timbulnya ruam di kuulit dan diare.
Gastritis akut terapi penyinaran menyebabkan nyeri, mual dan
heart burn ( rasa hangat atau rasa terbakar di belakang tulang dada
), yang terjadi karena adanya peradangan dan kadang karena
adanya tukak di lambung . Tukak bias menembus dinding
lambung, sehingga isi lambung tumpah ke dalam rongga perut,
menyebabkan pertitonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri
yang luar biasa. Perut tampak kaku dan keadaan ini memerlukan
tindakan pembedahan darurat.
Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang
menyebabkan menyempitnyasaluran lambung yang menuju ke usus dua
belas jari, sehingga terjadi nyeri perut dan muntah.Penyinaran bisa
merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri bisa masuk
ke dalamdinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul
secara tiba-tiba.
3.2.3 Diagnosis
a. Gastritis Akut
Tiga cara menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran
lesi, mukosa akut dimukosa lambung berupa erosi atau ulkus
dangkal dengan rata pada endoskopi dan gambaranradiologi.
Dengan kontras tunggal sukar untuk melihat lesi permukaan yang
superfisial karenaitu sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara
umum peranan endoskopi saluran cerna bagian atas lebih sensitif dan
spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung.Gastritis akut harus
selalu diwaspadai pada saat pasien pada keadaan kronis yang berat
atau penggunaan aspirin dan anti inflamasi nonsteroid. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan gastroskopi. Pada pemeriksaan
gastroskopi akan tampak mukosa yang sembab, merah muda
berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang
22

bervariasi dari penyembuhan sampai tertutup oleh tekanan darah


dan kadang-kadang ulserasi. Lesi-lesi tersebut biasanya terdapat
pada fundus dan korpus lambung secara endoskopi gastritis akut
dapat berupa gastritis eksudatif atau eritematus, gastritis erosive
flat, gastritis reised, gastritis hemoragik dan memberikan manfaat
yang berarti untuk menegakkan gastritis akut.
b. Gastritis Kronis
Evaluasi diagnosis untuk gastritis kronis di lakukan dengan : pada
Tie A dihubungkan dengan tidak adanya atau rendahnya kadar assam
hidroklorida, Tipe B dihubungkan dengan hipoklarhidria dan gastritis pada
gastrointestinal atas, seri sinar X dan pemeriksaan histologis.
Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaaan histopatologi biopsy
mukosa lambung, perlu pua dilakukan kultur untuk membuktikan adanya
infeksi Helicobacter Pylory apalagi jika ditemukan ulkus baik pada
lambung ataupun pada duodenum. Meningkat angka kejadian yang cukup
tinggi yaitu hamper mencapai 100% . Dilakukan pula Rapid Ureum Test
(CLO). Kriteria minimal yang ditegakkan diagnosis Helicobacter Pylory
jika hasil

Ureum Test (CLO) dan ataupun positif dilakukan pula

pemeriksaan serologi untuk Helicobacter Pylory sebagai diagnosis awal.


Kebanyakan gastritis kronik tanpa gejala. Mereka yang mempuya
keluhan biasanya keluhanya tidak jelas. Keluhan yang sering dihubungkan
dengan gastritis adanya nyeri tumpul di epigastrium, disertai dengan
mual/kadang muntah-muntah, cepat kenyang. Keluhan keluhan ini tidak
dapat digunakan untuk evaluasi keberhasilan pengobatan, pemeriksaan fisik
tidak memberikan informasi apapun juga.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan endoskopi dan histopatologi
untuk pemeriksaan histopatologi sebaiknya dilkukan biopsy dan dan semua
segmen lambung.

23

3.2.4 Penatalaksanaan Gastritis


a. Gastritis Akut
Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet
lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditunjukan untuk
mengatur sekresi asam lambung berupa antargonis reseptor H2 Inhibition
pompa proton, antikolinergik dan antacid juga ditunjukan sebagai sifo
protector berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap
pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari
dan menghentikan obat yang dapat menjadi kuasadan pengobatan suportif.
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan antagonisH2
sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi
perdebatan, tetapi padaumumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita
penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna
aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik
adalahdengan Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin Mukosa.
Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk
menghentikan perdarahan saluran cernabagian atas, karena tidak ada bukti
klinis

yang

dapat

menunjuka

manfaat

tindakan

terrsebut

untuk

menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas, pemberian antasida,


antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya
massih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan
sipasien akan membaik dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada
sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-tinda itu misalnya dengan

24

endoskpi skleroterapi, embolisasi arteri gastrrika kiri atau gastrektomi.


Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar absolut.
Penatalaksanaan medical untuk gastritis akut dilakuka dengan
menghindari alkohol dan makanan samppai gejala dilanjutkan diet tidak
mengiritassi. Bila gejala menetap diperlukan cairan intravena. Bila terdapat
perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran
gastrointestinal atas. Bila gastritis dihubungkan dengan alkali kuat, gunakan
jus karena adanya bahaya perforasi
b. Gastritis kronis
Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel
parietal dan chief cell Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa
mempunyai permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan
menjadi dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral).
Gastritiskronis Tipe A disebut juga Gastritis altrofik atau fundal,
karena mempunyai fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A
merupakan suatu penyakit auto imun yang disebabkan adanya auto
antibody terhadap sel. Parietak kelenjar lambung da factor
intrinsic yang berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan Chef
Cell, yang merupakan sekresi asam dan menyebabkan tingginya
kadar gastrin.
Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai Gastritis antral karena
umunya mengenai daerahatrium lambung dan lebih sering terjadi
dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A.
Jadi penyebab utama Gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh
Helicobacter Pylory. Faktor etiologi Gastritis kronis lainnya adalah
asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan refluks dapat
mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma.
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit
yang dicurigai. Bila terdapat ulkus dedenum. Dapat diberikan antibiotik
untuk membatasi Helicobacter Pylory, namun demikian lesi tidak selalu

25

muncul dengan gastritis kronis alcohol dan obat yang diketahui mengiritasi
lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia devisiensi besi (yang
disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyait ini harus diobati, pada
anemia pernisiosa harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang
sesuai.
Gastritis
meningkatkan

kronis
istirahat

diatasi

dengan

memodifikasi

diet

pasien,

mengurangidan memulai farmakoterapi.

Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotic ( seperti


tetrasiklin atau Amoxiicillin) dan garam bismuth (Pepto bismuth).
Pasien dengan gastritis tie A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin
B.12.
Pengaruh Obat Antiinflamasi Nonsteroid terhadap Lambung
Umunya OAINS bekerja dengan menghambat enzim cyclooxigenase 1 dan
cyclooxigenase 2.Enzim Cyclooxygenase berfungsi sebagai pemecah asam
arakhidonat menjadi prostaglandin dantromboksan. Prostaglandin adalah
molekul

perantara

peradangan.

Selain

itu

prostaglandin

adalah

molekul protektif untuk mukosa lambung. Pengaruh prostaglandin


terhadap lambung adalah menurunkan sekresi asam lambung dan
meningkatkan sekresi mukus pada mukosa lambung. Jika terjadi
hambatan dalam produksi prostaglandin, maka memperbesar
terjadinya kerusakan pada mukosa lambung. Karena mukus yang
berkurang dan asam lambung yang banyak diproduksi. Dan hal ini
terjadi pada pasien yang menggunakan obat-obatan anti inflamasi non
steroid.
3.3 ANEMIA
3.3.1 Definisi
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan dimana
jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen)
dalam sel darah merah berada dibawah normal. Sel darah merah

26

mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka mengangkut


oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.
Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.1
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan
massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit.
Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Pada keadaan
tertentu seperti pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan, ketiga
parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit. Harga normal
hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis
kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Kriteria anemia
menurut WHO laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hamil < 12
g/dl, wanita hamil < 11 g/dl.1
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh
bermacam-macam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh
karena:
1. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2. Kehilangan darah keluar dari tubuh (perdarahan)
3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
3.3.2 Klasifikasi
Salah satu klasifikasi untuk menentukan anemia adalah berdasarkan
gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah
tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi 3 golongan:1
1. Anemia hipokromik mikrositer (MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg) :
a. Anemia defisiensi besi

27

b. Thalasemia mayor
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokromik normositer (MCV 80-90 fl dan MCH 27-34 pg):
a. Anemia pasca perdarahan
b. Anemia aplastika
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia akibat penyakit kronik
e. Anemia pada gagal ginjal kronik
f. Anemia pada sindrom myelodisplastik
g. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer (MCV > 95 fl) :
a. Bentuk megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non megaloblastik

Anemia pada penyakit hati kronik

Anemia pada hipotiroidisme

28

Anemia pada sindrom myelodisplastik

3.3.3 Patofisiologi dan Gejala Anemia


Gejala umum anemia timbul karena anoksia organ dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala
umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah
7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada :
1. Derajat penurunan hemoglobin
2. Kecepatan penurunan hemoglobin
3. Usia
4. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya

Gejala anemia dapat digolongkan menjadi 3 jenis gejala :


1. Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ
target serta akibat mekanisme tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin. Gejala ini muncul setelah penurunan hemoglobin sampai <
7 g/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (tinitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak
napas dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang
mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan
jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena

29

dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitif karena
timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb < 7 g/dl)
2. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia
a. Anemia defisiensi besi
Disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis dan kuku sendok
(koilonychia)
b. Anemia megaloblastik
Glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
c. Anemia hemolitik
Ikterus, splenomegali dan hepatomegali
d. Anemia aplastik
Perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3. Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut,
pembengkakan parotitis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada
kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti
misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena arthritis
rheumatoid.1
3.3.4 Pemeriksaan Penunjang

30

Pemeriksaan laboratorium:
1. Pemeriksaan penyaring (screening test)
Untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks
eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya
anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna
untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.

2. Pemeriksaan darah seri anemia


Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit,
hitung retikulosit dan laju endap darah.
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia
aplastik, anemia megaloplastik, serta kelainan hematologik yang dapat
mensupresi sistem eritroid.
4. Pemeriksaan khusus

Anemia defisiensi besi : Serum iron. TIBC (Total iron binding


capacity), saturasi transferin, protoporfin eritrosit, feritin serum,
reseptor transferindan pengecatan besi pada sumsum tulang.

Anemia megaloblastik : Folat serum, vitamin B12 serum, tes


superasi deoksiuridin dan tes schiling

Anemia hemolitik : Bilirubin serum, tes coomb, elekroforesis


hemoglobin dll
31


3.3.5

Anemia aplastik : Biopsi sumsum tulang.1

Anemia akibat penyakit kronis


Cartwright dan Wintrobe menyebutkan b ahwa peneliti-peneliti di
Prancis tahun 1842 membuktikan bahwa bahwa pasien tifoid dan cacar
mengandung masa eritrosit yang lebih rendah dibandingkan orang normal.
Belaksngan ini diketahui bahwa penyakit infeksi seperti pneumonia, sifilis,
HIV-AIDS dan juga penyakit lainnya seperti reumatoid artritis, gout artritis,
limfoma hodgkin, kanker sering disertai anemia dan introduksi sebagai
anemia penyakit kronis.
Anemia pada penyakit kronis ditandai cengan pemendekan masa
hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, dan gangguan produksi eritrosit
akibat tidak efektifnya rangsangan eritropoetin.

Pemendekan Masa Hidup Eritrosit


Diduga mekanisme anemia merupakan bagian dari sindrom stress
hematologik dimana terjadi produksi sitokin yang berlebihan karena
kerusakan jaringan akibat infeksi, inflamasi dan kanker. Sitokin tersebut
dapat menyebabkan sekuesterasi makrofag sehingga mengikat lebih banyak
zat besi, meningkat destruksi eritrosit dilimpa, dan menekan produksi
eritropoetin oleh ginjal, serta menyebabkan perangsangan yang inadekuat
pada eritropoesis disumsum tulang. Lebih lanjut malnutrisi dapat
menyebabkan ;penurunan transformasi T. (tetra-iodothyronine) menjadi T3
(tri-iodothyronine) menyebabkan hipotiroid fungsional dimana terjadi

32

penurunan kebutuhan hemoglobin yang mengakut oksigen sehingga sintesis


eritropoetin akhirnya berkurang.1
Gangguan Metabolisme Zat Besi
Terdapat kadar besi yang rendah meskipun cadfangan besi cukup
menunukkan adanya gangguan metabolisme zat besi pada penyakit kronis.
Hal ini memberikan konsep bahwa anemianya disebabkan karena penurunan
kemampuan Fe dalam sintesis hemoglobin.1

Normal

Anemia

Anemia

defisiensi Fe

penyakit
kronis

Fe

plasma

70-90

30

30

250-400

>450

<200

Persen saturasi

30

15

Kandungan Fe di

++

+++

20-200

10

150

8-28

>28

8-28

(mg/L)
TIBC

makrofag
Feritin serum
Reseptor
transferin serum
Tabel perbedaan Fe pada lorang normal, Anemia defisiensi Fe, dan
anemia penyakit kronis.

Pengukuran kecepatan penyerapan zat besi oleh saluran cerna pada


beberapa kasus dengan kelainan kronis memberikan hasil yang sangat

33

bervariasi, sehingga tidak dapat disimpulkan, walaupun ringan. Uptake zat


besi ke sel-sel usus dan pengikat oleh apoferitin intrasel masih
dipertahankan normal, sehingga defek agaknya terjadi saat pembebasan Fe
dari makrofag dan sel-sel hepar pada penyakit kronis.

Fungsi Sumsum Tulang


Karena sumsum tulang yang normal dapat mengkompensasi suatu
penurunan sedang dari masa hidup eritrosit, ia memerlukan stimulasi
eritropoetin oleh hipoksia karena anemianya. Pada penyakit kronis diduga
respon

terhadap

eritropoetin

berkurang,

sehingga

terjadi

anemia.

Mekanisme ini masih kontroversial, karena pada beberapa penelitian


ternyata kadar eritropoetin tidak berbeda bermakna pada pasien anemia
tanpa kelainan kronis. Sedangkan penelitian lain menyebutkan adanya
penurunan produksi eritropoetin. Agaknya sitokin, seperti IL-1 dan TNF-,
yang dikeluarkan oleh sel-sel yang rusak bertanggung jawab dalam hal
respons ini.
Ada 3 sitokin, yaitu TNF-, IL-I,IFN , semua sitokin ini ada dalam
plasma pasien inflamasi dan kaner serta didapatkan hubungan langsung
antara kadarnya dan beratnya anemia. TNF- dihasilkan oleh makrofag aktif
dan bila disuntukan pada tikus menyebabkan anemia ringan dengan
gambaran khas seperti anemia penyakit kronis. Pada kultur sumsum tulang
manusia ini akan menekan eritropoeisis pada pembentukan BFU-E dan
CFU-E. Penelitian terkini menunjukkan bahwa efek TNF- ini melalui IFN
yang diinduksi oleh TNF dari sel stroma.1
IL-I yang dikeluarkan dari beberapa sel yang teraktivasi dan
bertanggung jawab untuk berbagai manifestasi inflamasi, juga terdapat
dalam serum pasien penyakit kronis. IL-I seperti halnya TNF akan
menginduksi anemia pada rodentia dan menekan pembentukan CFU-E pada
34

kultur sum-sum tulang manusia. Perbedaan efek IL-I melalui mediator INF
yang dihasilkan oleh limfosit T yang teraktivasi.
Kedua interferon tadi diduga dapat berlangsung menghambat CFU-E
tanpa melalui efek TNF-, serta dapat menekan progenitor non-erotroid.
Walaupun demikian, bagaimana peranannya dalam patogenesis anemia
secara pasti belum dapat dijelaskan karena masih banyak faktor-faktor lain
yang tak terduga yang mungkin berperanpenting dalam patogenesis anemia
jenis ini.1

3.3.6 Pendekatan Terapi


Hal yang perlu diperhatikan pada terapi Anemia adalah:
1.

Pengobatan hendaknya diberikan sesuai dengan diagnosa definitif


yang telah ditegakkan lebih dulu

2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan


3. Pengobatan dapat berupa : terapi pada keadaan darurat misal
perdarahan, terapi suportif, terapi yang khas untuk masing-masing
anemia, terapi kausal untuk mengobati penyakit dasarnya
4. tranfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dan ada tandatanda gangguan hemodinamik.1
Terapi utama untuk penyakit kronis adalah mengobati penyakit
dasarnya. Terdapat beberapan pilihan dalam mengobati anemia jenis ini,
antara lain :
Transfusi
Merupakan pilihan pada kasus-kasus yang disertai gangguan
hemodinamik. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar hemoglobin
berapa kita harus memberi transfusi. Pada pasien anemia akibat

kanker sebaiknya kadar Hb dipertahankan 10-11 gr/dl.


Preparat Besi

35

Pemberian preparat besi pada anemia penyakit kronis masih terus


dalam perdebatan. Sebagian pakar memberikan preparat besi dengan
alasan besi dapat mencegah pembentukan TNF-alfa. Alasan lain pada
penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal. Preparat besi terbukti dapat
meningkatkan kadar hemoglobin. Terlepas dari adanya pro dan kontra.
Sampai saaty ini pemberian masih belum direkomendasikan untuk

diberikan pada anemia penyakit kronis.


Eritropoetin
Pemberian eritropoetin bermanfaat dan sudah disepakati untuk
diberikan pada pasien akibat kanker,gagal ginjal, mieloma multiple,
artritis reumatoid, artritis gout dan pasien HIV.
Saat ioni terdapat tiga jenis eritropoetin yaitu eritropoetin alfa,
eritropoetin beta dan darbopoetin. Masing-masing berbeda struktur
kimiawi, afnitas terhadap reseptor dan waktu paruhnya sehingga
memungkinkan kita memilih mana yang lebih tepat untuk suatu kasus.
Selain itu dapat menghindari transfusi beserta efek sampingnya,
pemberian eritropoetin mempunyai beberapa keuntunga, yakni :
mempunyai efek antiinflamasi dengan cara menekan produksi TNFalfa dan interferon-gamma. Pemberian eritropoetin akan menambah
proliferasi sel-sel kanker ginjal serta meningkatkan rekurensi pada
kanker kepala dan leher.
Dengan demikian mekanisme terjadinya anemia pada penyakit kronis

merupakan hal yang harus dipahami oleh setiap dokter sebelum memberikan
transfusi, preparat besi maupun eritropoetin.1

BAB IV
ANALISIS KASUS

36

Dari anamnesis diperoleh data bahwa Sejak 2 minggu yang lalu OS


mengeluh BAB berwarna hitam seperti aspal, frekuensi BAB 1-2 hari sekali,
konsistensi tinja kadang lunak dan kadang keras, baunya busuk. Os juga
mengeluh merasa mual-mual terus menerus dan sakit pada daerah ulu hati,
sakitnya terasa pedih dan kemudian muntah beberapa kali muntah berisi makanan
yang dimakan tidak disertai darah. 2 hari sebelum masuk rumah sakit, OS masih
mengeluhkan BAB warna hitam seperti ter/aspal. Sejak 2 bulan terakhir, OS
mengaku sering merasa sakit pada ulu hati, terasa pedih, sakitnya hilang timbul
dan sakit mereda dengan makanan. Cepat merasa kenyang dan terkadang perut
terasa kembung. Sejak usia 40-an tahun, Os sering mengkonsumsi jamu dan obatobatan pegel linu, dan masih dikonsumsi hingga sekarang. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan Hemoglobin (Hb) 8,2 g/dl, Hematokrit (Ht) 24,5%, leukosit
6.300/uL, trombosit 203.000/uL, Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT) 16 U/L, Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) 10 U/L.
Diagnosis pada kasus ini sesuai dengan melena. Melena yaitu keluarnya
tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau khas, yang
menunjukkan perdarahan SCBA serta dicernanya darah pada usus halus. Dimana
penyebab kelainan diatas dapat berasal dari kelainan esofagus, kelainan lambung,
dan kelainan duodenum.4,5
Pada kasus ini mengarah pada kelainan di lambung yaitu adanya gastritis
erosif atas dasar riwayat kebiasaan pasien mengkonsumsi jamu gendong rutin
semenjak muda hingga 2 minggu yang lalu. Dimana penyebab dari gastritis
erosif adalah akibat aflatoksin dan dugaan campuran anlgetik didalam jamu yang
mengiritasi mukosa lambung atau obat yang merangsang timbulnya tukak
(ulcerogenic drugs).

Gastritis erosif hemoragika merupakan urutan kedua

penyebab perdarahan saluran cerna atas. Akibat perdarahan tersebut pada pasien
ini ditemukan Hb 8,2 g/dL ketika datang ke rumah sakit dan meningkat hingga
10,2 g/dL setelah transfusi darah packed red cells 2 kolf, diberikan untuk
mengembalikan kebutuhan darah dalam tubuh.
Penatalaksanaan pada kasus ini dibagi menjadi dua yaitu nonmedikamentosa dan medikamentosa.

37

Penatalaksanaan non-medikamentosa antara lain bed rest, puasa hingga


perdarahan berhenti dan diet cair. Dan penatalaksanaan medikamentosa antara lain
cairan infus Ringer Laktat (RL 20 tetes/menit, pemasangan Nasogastric tube
(NGT), omeprazole 2x40mg tablet, sukralfat 2x500 mg intravena, dan tranfusi.
Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang
berlangsung. Namun pada kasus ini pasien menolak untuk dipasangkan NGT.
Diberikan juga Proton Pump Inhibitor (PPI) yaitu omeprazole dimana
obat-obat golongan PPI mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan
menghambat enzim H+, K+, Adenosine Triphosphatase (ATPase) (enzim ini
dikenal sebagai pompa proton) secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim
pompa proton bekerja memecah KH+ ATP yang kemudian akan menghasilkan
energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke
dalam lumen lambung. Ikatan antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril
dari enzim ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim.
Kemudian dilanjutkan dengan terhentinya produksi asam lambung.8
Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja sukralfat
atau aluminium sukrosa sulfat diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada
jaringan ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap
asam, pepsin, dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap
mukosa termasuk stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat
langsung mengabsorpsi garam-garam empedu. Aktivitas ini nampaknya terletak
didalam seluruh kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja.
Obat ini juga memerlukan pH asam untuk aktif sehingga tidak boleh diberikan
bersama antasid atau antagonis reseptor H2.7,8
Pada pasien ini dapat diberikan Laktulosa yang merupakan agen laksatif
osmotik, yang bekerja meningkatkan kadar air tinja dalam kolon karena
peningkatan kadar air feses. Laktulosa merupakan gula yang larut air namun tidak
diserap oleh usus yang dapat digunakan untuk terapi konstipasi. Gula ini
dimetabolisme oleh bakteri kolon, menyebabkan terjadinya flatus dan kram
abdomen.

38

Pada kasus perdarahan saluran cerna, prognosis yang buruk dapat dijumpai
pada kasus-kasus di mana usia pasien >60 tahun, terdapat penyakit penyerta lain,
adanya kebutuhan transfusi, perdarahan yang berulang, perdarahan yang tetap
terjadi walaupun pasien telah dirawat di rumah sakit, perdarahan yang berasal dari
ruptur varises, dan terbukti terdapat perdarahan dalam waktu dekat melalui
endoskopi (terlihat pembuluh darah di dasar ulkus).3,4
Pada kasus ini, pasien berusia 86 tahun, datang dalam kondisi stabil, namun
pasien sudah pernah menjalani perawatan berulang di rumah sakit yang
membutuhkan transfusi darah. Hingga saat ini pasien belum menjalani
pemeriksaan endoskopi sehingga belum diketahui etiologi dari perdarahan saluran
cerna. Tidak terdapatnya tanda-tanda syok atau instabilitas hemodinamik
mengarahkan pemikiran akan kondisi pasien yang lebih baik. Secara fungsional
aktivitas pasien dapat mengalami gangguan karena anemia yang dialami. Lebih
lanjut dipikirkan juga dapat terjadi kekambuhan pada kasus ini oleh karena pada
riwayat penyakit didapatkan adanya riwayat perdarahan yang berulang walaupun
telah dilakukan perawatan di rumah sakit sebelumnya. Maka dari itu perlu
dilakukan eksplorasi lebih lanjut untuk mencari etiologi sehingga dapat dilakukan
terapi definitif.

DAFTAR PUSTAKA

39

1. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2006, hal.289-292
2. Almani SA. Chirrosis of liver: etiology, complication, and prognosis. lackwell
publishing; 2009. hlm. 65-79.
3. PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PB PAPDI; 2005.
4. Moradpour D, Blum HE. Chronic or recurring abdominal pain. In: Siegenthaler
W, ed. Differential diagnosis in internal medicine, from symptom to diagnosis,
1st ed. Thieme: New York; 2007: 273-99.
5. Bickley LS. The abdomen. In: Bickley LS, ed. Bates guide to physical
examination and history taking, 8th ed. Lippincott Williams & Wilkins: New
York; 2002: 317-66.
6. Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS, ed.
Pocket medicine, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia; 2008:
3.1-25.
7. Longo DL. Gastrointestinal bleeding. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
et al, eds. Harrisons manual of medicine, 17 th ed. McGraw Hill: New York;
2009: 259-62.
8. Smyth EM. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In:
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic & clinical pharmacology, 11 th
ed. McGraw-Hill: China, e-book ; 2009
9. Sastroamoro, S dkk., Panduan Pelayanan Medis Departemen Penyakit Dalam
RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta, 2007
10.Mansjoer, A dkk. Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi
ketiga Jilid I, FKUI. Media Aesculapius : 2001, hal.634-636
11.Arif M dkk. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. ISO Farmakoterapi., PT.ISFI :
Jakarta. 2008
12.Mubin, AH. Diagnosis dan Terapi, Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 2. EGC : Jakarta, 2006
13.Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC . Farmakologi Ulasan Bergambar.
Edisi 2., Widya Medika : Jakarta, 2001

40

41

Anda mungkin juga menyukai