Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

ODS MYOPIA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat


Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh:
Alvito Wira Tiza

151 0211 044

Pembimbing:
dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
dr. Dwidjo Prariknjo, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
JAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
ODS MYOPIA
Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II
dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: 29 Januari 2016
Disusun oleh:
Alvito Wira Tiza
151 0211 044

Dokter Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M

dr. YB. Hari Trilunggono,


Sp.M

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Status Pasien


Nama

: Nn. N

Umur

: 18 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Kriyan No. 572

Status

: Belum menikah

Pekerjaan

: Pelajar

Tanggal Pemeriksaan

: 7 Januari 2016

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada hari Kamis, 7 Januari 2016 pukul 10.00 WIB
secara autoanamnesis di poli mata RST . Dr. Soedjono Magelang.
a. Keluhan Utama
Pengelihatan kabur pada kedua mata.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pengelihatan mata kanan dan kiri kabur
saat melihat jauh. Pasien merasakan keluhan sejak 2 tahun yang lalu pada
saat pasien masih SMP. Pasien memiliki kebiasaan sering membaca buku
sambil tiduran dan suka berada di depan laptop selama berjam-jam.
Pengelihatan kabur pada kedua mata timbul secara perlahan, awalnya

tidak terlalu mengganggu kegiatan sehari-harinya namun semenjak pasien


menginjak pendidikan SMA mulai mengganggu seperti saat belajar di
sekolah pasien yang tadinya duduk di bangku belakang sudah mulai tidak
melihat tulisan yang ada di papan tulis. Pasien merasa lebih jelas
membaca atau melihat dengan jarak yang lebih dekat dan pasien juga
harus memicingkan matanya untuk melihat tulisan yang berada di papan
tulis. Keluhan mata merah (-), nyeri (-), silau (-), kotoran mata (-),
pengelihatan berbayang (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan yang sama disangkal, riwayat infeksi mata disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien yaitu bapak pasien diketahui memakai kacamata baca.
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama.
e. Riwayat Pengobatan
Tidak ada.
f. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pelajar SMA. Biaya pengobatan ditanggu BPJS. Kesan
social ekonomi cukup.

1.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Generalis

Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Status Gizi

: Baik

Kooperatifitas

Vital Sign :

: Kooperatif

- Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

- Nadi

: 80x/menit

- RR

: 18x/menit

- Suhu

: 36C

b. Status Oftalmikus

No.
1

Pemeriksaan

Oculus Dexter

Oculus Sinister

6/9

6/12

S 0,5 6/6

S 1,0 6/6

Baik ke segala arah

Baik ke segala arah

Enoftalmus

Eksoftalmus

Strabismus

Simetris

Simetris

Vulnus laceratum

Benjolan

Edema

Hematom

Hiperemia

Visus

Bulbus Oculi
Gerak bola mata

Suprasilia
Kedudukan
Jaringan parut

Palpebra

Entropion

Ektropion

Trikiasis (-)

Trikiasis (-)

Injeksi Konjungtiva

Injeksi siliar

Sekret

Perdarahan

Bangunan patologis

Simblefaron

Putih

Putih

Cembung

Cembung

Infiltrat

Ulkus

Sikatrik

Tidak Dangkal

Tidak Dangkal

Hipopion

Hifema

Warna

Coklat

Coklat

Kripta

Sinekia

Sentral

Sentral

Bentuk

Bulat

Bulat

Diameter

3 mm

3 mm

Silia
5

Konjungtiva:

subkonjungtiva

Sklera
Warna
Laserasi

Kornea
Kejernihan
Kecembungan

COA
Kedalaman

10

Iris

Pupil
Letak

11

Refleks pupil

Sinekia

Jernih

Jernih

+ (cemerlang)

+ (cemerlang)

Fokus -1

Fokus -2

Orange CDR 0,3

Orange CDR 0,3

2:3

2:3

Myopia Cresent

Tidak ditemukan

Tidak ditemukan

Fundus Trigoid

Tidak ditemukan

Tidak ditemukan

Normal

Normal

Lensa
Kejernihan

12

Fundus Refleks

13

Funduscopy
Papil N.opticus
Aa/vv Rario

14

TIO

1.4 Diagnosa Banding


-

ODS Miopia
Dipertahankan karena pada keluhan pasien didapatkan pandangan kabur
untuk melihat jauh dan lebih merasa nyaman apabila melihat dalam jarak
dekat. Ketika dikoreksi dengan lensa sferis negatif, tajam pengelihatan
membaik.
OD 6/9 visus dikoreksi S 0,5 6/6
OS 6/12 visus dikoreksi S 1,0 6/6

ODS Astigmatisma Miopia Simpleks


Disingkirkan karena pasien tidak mengeluh melihat jauh berbayang. Hasil
pemeriksaan visus dikoreksi dengan lensa silindris negatif tidak
memperbaiki tajam pengelihatan.

ODS Hipermetropia
Disingkirakan karena pasien tidak memiliki keluhan pandangan kabur
ketika melihat jauh dan dekat. Hasil pemeriksaan visus koreksi dengan
menggunakan lensa sferis positif pandangannya bertambah kabur.

1.5 Diagnosa Kerja


ODS Myopia

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

1.7 Penatalaksanaan

Medika mentosa :
o Oral

: Tidak dilakukan

o Topikal

: Tidak dilakukan

o Parenteral : Tidak dilakukan


o Operatif

: Tidak dilakukan

Non Medikamentosa :
o Kacamata dengan lensa sferis negative OD S 0,5 dan OS S
1,0

1.8 Edukasi

Memberitahu bahwa minus tidak bisa disembuhkan dengan obat-obatan,


tapi bisa ditanggulangi dengan pemakaian kacamata.

Menjelaskan bahwa minus pada pasien terdapat kemungkinan masih bisa


bertambah dan akan berhenti pada saat usia 24 tahun atau 25 tahun.

Menyarankan pasien untuk latihan melihat jarak jauh.

Memberitahu pasien agar selalu menjaga kebiasaan hidup sehat dengan


membaca tidak terlalu dekat, tidak sambil tiduran dan dengan penerangan
yang cukup.

Menyarankan banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.

1.9 Prognosis
PROGNOSIS

OD

OS

Quo ad visam

Dubia Ad Bonam

Dubia Ad Bonam

Quo ad sanam

Dubia Ad Bonam

Dubia Ad Bonam

Quo ad fungsionam

Ad Bonam

Ad Bonam

Quo ad kosmetikam

Ad Bonam

Ad Bonam

Quo ad vitam

Ad Bonam

Ad Bonam

1.10

Komplikasi

Ablasio retina

Strabismus

1.11

Rujukan
Dalam kasus ini tidak dilakukan rujukan karena dari pemeriksaan klinis
tidak ditemukan kelainan yang berkaitan dengan disiplin ilmu kedokteran
lainnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Media Refraksi

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, aquos humor, lensa dan
vitreus humor. Media refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan
media refraksi menyebabkan visus turun (baik mendadak aupun perlahan). Hasil
pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan
panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan
benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.
Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan
bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi
atau istirahat melihat jauh

2.2 Mekanisme Pengelihatan Normal


Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan
lubang bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke mata. Pupil membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat
gelap), dan apabila berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka
pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut adalah iris. Iris
merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor,
karena iris merupakan cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam
menentukan warna mata.
Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini
berada diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otototot siliaris
melalui ligamentum suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan
refraktif

yang

bervariasi

selama

berakomodasi,

juga

berfungsi

untuk

memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan pada objek yang


dekat, maka otototot siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih
tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot
otot siliaris akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila
cahaya sampai ke retina, maka selsel batang dan selsel kerucut yang merupakan
selsel yang sensitif terhadap cahaya akan meneruskan sinyalsinyal cahaya
tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau cahaya yang tertangkap oleh
retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak terhadap benda
tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal.

2.3 Kelainan Refraksi


Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk
pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata normal kornea dan lensa
mebelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini
memerlukan susunan kornea dan lensa yang sesuai dengan panjangnya bola mata.
Pada orang normal daya bias media penglihatan dan panjangnya bola mata
seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat
di daerah makula lutea.
Dikenal beberapa titik didalam bidang refraksi, seperti Punctum
Proksimum merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat
dengan jelas. Puctum Remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat
melihat dengan jelas. Titik ini merupakan titik didalam ruang yang berhubungan
dengan retina atau foveola bila mata istirahat.
Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar
mata dan berfungsi normal. Ametropia adalah keadaan pembiasan mata dengan
panjang bola mata yang tidak seimbang.

2.4 Miopia
A. DEFINISI
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang
memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina.
Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar
yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di

retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan


akibat bayangan yang kabur.

Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering


disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia
mempunyai kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau
unutk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien miopia mempunyai
punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat
juling kedalam atau esotropia

B. KLASIFIKASI
Dikenal beberapa tipe dari miopia :
1. Miopia Aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada
orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter
anteroposterior bola mata 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar
3 dioptri.

2. Miopia Refraktif
Bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada katarak
intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.
Menurut derajat beratnya, miopia dibagi dalam :
1. Miopia ringan, dimana miopia berada antara 1-3 D
2. Miopia sedang, dimana miopia berada antara 3-6 D
3. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6 D

Menurut perjalanannya, miopia dikenal denan bentuk :


a. Miopia stasioner, miopia yang menetap
b. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
c. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6
dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata
sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil
disertai dengan atrofi korioretina.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
sepertimiopik kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada
bagian temporal yang berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi
ini mengelilingi

papil

yang

disebut

annular

patch.

Dijumpai degenerasi

dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata menyerupai kulit harimau

yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer
(degenerasi latis).
Degenerasi latis adalah degenerasi vitroretina herediter yang paling sering
dijumpai, berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai
pigmentasi, garis putih bercabang-cabang dan bintik kuning keputihan.
Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina.

Gambar 1. Degenerasi Latis


Berdasarkan gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi :
a. Miopia simpleks
Ini lebih sering daripada tipe lainnya dan dicirikan dengan mata yang
terlalu panjang untuk tenaga optiknya (yang ditentukan dengan kornea dan
lensa) atau optik yang terlalu kuat dibandingkan dengan panjang
aksialnya.
b. Miopia nokturnal

Ini merupakan keadaan dimana mata mempunyai kesulitan untuk melihat


pada area dengan cahaya kurang, namun penglihatan pada siang hari
normal.
c. Pseudomiopia
Terganggunya penglihatan jauh yang diakibatkan oleh spasme otot siliar.
d. Miopia yang didapat
Terjadi karena terkena bahan farmasi, peningkatan level gula darah,
sklerosis nukleus atau kondisi anomali lainnya.

C. GEJALA KLINIS
Gejala subjektif miopia antara lain:
a.

Kabur bila melihat jauh

b.

Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

c.

Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi ).
Gejala objektif miopia antara lain:

1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang
relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau

dapat disertai kresen miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar


papil saraf optik.
2. Miopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks. Gambaran
yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang
mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan
kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan keadaan myopia.
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil
terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen
miopia dapat ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil
dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak
teratur.

Gambar 2. Myopic cresent

3.

Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan


perdarahan subretina pada daerah makula.

4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer


5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
retina. Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.

Gambar 3. Fundus Tigroid

D. DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis miopia dapat dilakukan dengan beberapa pemeriksaan
pada mata. Pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Refraksi Subyektif
Dalam hal ini dilakukan pemeriksaan dengan Snellen chart. Adapun
syarat-syarat pemeriksaan ini, antara lain :
a. Jarak pemeriksa dan penderita sejauh 6 m.
b. Pemeriksaan ini harus dilakukan dengan tenang, baik pemeriksa
maupun penderita.

c. Pada pemeriksaan terlebih dahulu ditentukan tajam penglihatan atau


visus VOD (visus oculi dextra) dan VOS (visus oculi sinistra).
Ketajaman penglihatan yang kurang baik dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis + (S+), sferis (S-), silindris +/- (C+/-). Pada kelainan
refraksi miopia, ketajaman penglihatan dapat dikoreksi dengan menggunakan
sferis negatif terkecil yang akan memberikan ketajaman penglihatan terbaik tanpa
akomodasi.
2. Refraksi Objektif
Pemeriksaan oftalmoskopi direk bertujuan untuk melihat kelainan dan
keadaan fundus okuli, dengan dasar cahaya yang dimasukkan ke dalam fundus
akan memberikan refleks fundus dan akan terlihat gambaran fundus.
Pemeriksaan oftalmoskopi pada kasus yang disertai dengan kelainan refraksi
akan memperlihatkan gambaran fundus yang tidak jelas, terkecuali jika lensa
koreksi pada lubang penglihatan oftalmoskopi diputar. Sehingga dengan
terlebih dahulu memperlihatkan keadaan refraksi pemeriksa, maka pada
pemeriksaan oftalmoskopi besar lensa koreksi yang digunakan dapat
menentukan macam dan besar kelainan refraksi pada penderita secara kasar
E. PENATALAKSANAAN
Penderita miopia dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata, lensa
kontak atau melalui operasi. Terapi terbaik pada miopia adalah dengan
penggunaan kacamata atau lensa kontak yang akan mengkompensasi panjangnya
bola mata dan akan memfokuskan sinar yang masuk jatuh tepat di retina.

1. Kacamata
- Keuntungan :
o Memberikan perbaikan pengelihatan dengan mengoreksi bayangan
pada myopia
o Memundurkan bayangan ke retina
o Mencegah munculnya pteregium yang biasanya diakibatkan oleh
paparan langsung angin atau debu terhadap mata
- Kerugian :
o Tepi gagang dan tebalnya lensa mengurangi lapang pandang
o Sering merasa ada yang mengganjal pada daerah hidung
o Apabila ada di lingkungan yang cukup dingin kaca sering
berembun
2. Lensa kontak
- Keuntungan :
o Luas lapang pandang tidak berubah
o Tidak

memerlukan

undercorrection

jika

pasien

menderita

anisometropia
o Dapat digunakan dengan tujuan kosmetik yaitu menghindari
pemakaian kacamata tebal pada miopia tinggi
- Kekurangan :
o Mata lebih mudah terkena infeksi, apabila pemakaiannya kurang
bersih
o Lebih mudah terjadi erosi kornea

3. Operasi Laser Asisted in Situ Interlamelar Keratomilieulisis (LASIK)


Merupakan metode terbaru di dalam operasi mata. LASIK direkomendasikan
untuk miopia dengan derajat sedang sampai berat. Pada LASIK digunakan
laser dan alat pemotong yang dinamakan mikrokeratome untuk memotong flap
secara sirkular pada kornea. Flap yang telah dibuat dibuka sehingga terlihat
lapisan dalam dari kornea. Kornea diperbaiki dengan sinar laser untuk
mengubah bentuk dan fokusnya, setelah itu flap ditutup kembali.
Syarat untuk dilakukan LASIK :
a) Umur telah lebih dari 18 tahun
b) Tidak mempunyai riwayat penyakit auto imun
c) Tidak sedang menyusui atau sedang hamil
d) Kacamata telah stabil ukurannya

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita miopia antara lain ablasi
retina dan strabismus esotropia. Ablasi retina terjadi karena pada miopia tinggi
terbentuk stafiloma sklera posterior yang terletak dipolus posterior, maka retina
harus meliputi permukaan yang lebih luas sehingga teregang dan menimbulkan
fundus tigroid. Akibat regangan mungkin dapat menyebabkan ruptura dari
pembuluh darah retina dan mengakibatkan perdarahan yang dapat masuk kedalam
badan kaca, mungkin juga terjadi ablasi retina akibat timbulnya robekan karena
tarikan. Strabismus esotropia terjadi karena pada pasien miopia memiliki pungtum
remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau kedudukan konvergensi
yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini

menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esotropia. Bila terdapat
juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, HS. 2006. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
2. Vaughan A dan Riordan E 2000. Ofthalmologi Umum. Ed 17 .Cetakan 1.
Widya Medika, Jakarta.
3. Nana Wijana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-6. Jakarta. Abadi
Tegal.1993
4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003:5
5. Hartono, Yudono RH, Utomo PT, Hernowo AS. Refraksi dalam:
Ilmu
PenyakitMata. Suhardjo, Hartono (eds). Yogyakarta: Bagian Ilm
u Penyakit Mata FK UGM,2007;185-7
6. Ilyas S. Optik dan refraksi. Dalam : Ilmu Penyakit Mata
untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Jakarta: Balai penerbit
Sagung Seto,2002

Anda mungkin juga menyukai