BAB 3 Fisiologi A PDF
BAB 3 Fisiologi A PDF
Setelah mengikuti kuliah dan/atau membaca bahan ajar pada Bab ini,
mahasiswa akan :
Mampu menjelaskan proses pertumbuhan dan perkembangan
selama pematangan,
Mampu menjelaskan proses fisiologi komoditi hortikultura selama
pematangan yang meliputi pematangan, biokimia respirasi dan
pengukuran respirasi,
Mampu menjelaskan fenomena perubahan fisiologi komoditi
hortikultura,
Mampu menjelaskan pola respirasi komoditi hortikultura selama
pematangan, dan
Mampu menyebutkan dan kemudian menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi regulasi internal dan eksternal (perubahan kimia)
selama pematangan
Bambang B. Santoso
38
organ
panenan
tersebut
masih
melakukan
reaksi-reaksi
Bambang B. Santoso
39
bunga
potong dan organ tanaman yang dikategorikan sebagai sayuran terdiri atas
beberapa tahapan. Tahap tersebut adalah pembelahan sel, pembesaran sel,
pendewasaan atau pematangan sel (maturation), pemasakan sel (ripening),
kelayuan (senesesense), dan pada akhirnya pembusukan.
Bagi buah dan bunga potong, pertumbuhan dan perkembangan
semasih melekat pada tanaman induk sering dihentikan karena dipanen
setelah
mencapai
tingkat
pematangan
optimal.
Perkembangan
dan
Bambang B. Santoso
40
Sedangkan
Tabel 3.1.
Matrik Tahapan Pertumbuhan dan Perkembangan Komoditi Hortikultura
INISIASI
PERKEMBANGAN
KEMATIAN
Pertumbuhan
Pematangan
Pemasakan
Kelayuan
Bambang B. Santoso
41
pada
buah
merupakan
hasil
perubahan
beberapa
bunga
potong
melangsungkan
proses
kehidupan
dengan
cara
dengan
diikuti
pengeluaran
sisa
pembakaran
berupa
gas
karbondioksida dan air. Setelah organ dipanen ternyata buah, sayuran dan
bunga potong masih melangsungkan proses respirasi yang mencirikan bahwa
organ panenan tersebut masih dalam keadaan hidup.
Bila proses respirasi dipilah dalam tahapan, maka terdapat tiga tahap
dalam proses respirasi. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini,
a. Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana,
b. Oksidasi gula-gula sederhana menjadi asam piruvat, dan
c.
Bambang B. Santoso
42
Tabel 3.2.
Beberapa peristiwa dan perubahan yang mungkin terjadi
selama pemasakan buah berdaging
Beberapa perubahan
Pematangan biji
Perubahan warna
Absisi
Perubahan laju respirasi
Perubahan laju produksi etilen
Perubahan permeabilitas jaringan
Perubahan senyawa pektin (pelunakan)
Perubahan komposisi karbohidrat
Perubahan asam organik
Perubahan protein
Produksi senyawa volatil (rasa)
Perkembangan lapisan lilin pada kulit
2. Biokimia Respirasi
Semua
organisme
sinambung. Energi ini oleh organisme digunakan untuk melangsungkan reaksireaksi metabolisme penting guna mendukung pemeliharaan organisme pada
tingkat sel, untuk transportasi metabolit ke seluruh tubuh, jaringan, dan untuk
mempertahankan permeabilitas membran.
a. Metabolisme aerob
Kebanyakan energi yang dibutuhkan oleh buah, sayuran, dan bunga
potong dipasok oleh respirasi aerob yang melibatkan pemecahan senyawa
Bambang B. Santoso
43
Respirasi
pada
dasarnya
adalah
kebalikan
fotosintesis
yang
Glukose-1-phospat
phosphorylase
Sukrose
intervertase
Glukose
+
Fruktose
Heksoseisomerase
Pati
Matase
Matose
Glukose-6-phospat
heksokinase
Bambang B. Santoso
44
Glukose
Glukose-6-phosphat
Fruktose-6-phosphat
Fruktose-1,6-biphosphat
Phosphogliseraldehid
Phosphodihydroxy aceton
1,3-biphosphagliserat
3-phosphogliserat
2-phosphogliserat
phosphoenolpiruvat
piruvat
TCA
Energi yang dibebaskan dari sistim EMP di atas ditangkap dan disimpan
dalam Adenosin Triphosphat (ATP) dan Nicotinamid Adenin Dinukleotida
tereduksi (NADPH2). Tiap NADPH2 memberikan 3 ATP. Total energi yang
dibebaskan oleh perubahan glukose menjadi piruvat adalah 8 ATP. Energi
kemudian dibuat tersedia bagi tanaman melalui pemecahan ikatan
phosphat, melalui reaksi :
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
ATP
c.
45
ADP + Pi + energi
Siklus TCA
Reaksi sederhana siklus TCA dapat digambarkan sebagai persamaan
berikut ini,
Piruvat + 3O2 + 15ADP + 15 Pi
Energi bebas molekul glukose (2 kali piruvat) dari siklus TCA adalah
30ATP. Karbondioksida yang dihasilkan dalam respirasi berasal dari sikuls
TCA dalam kondisi aerob dan melibatkan konsumsi oksigen.
Seluruh energi kimia yang dibebaskan selama oksidasi satu molekul
glukose adalah 1,6 megajoule. Sekitar 90% dari energi tersebut disimpan
dalam sistim tanaman dan sisanya hilang sebagai panas.
Skema siklus TCA yang komplek disajikan dalam Gambar 3.3.
4CO2 + 3H2O
Bambang B. Santoso
46
Glikolisis
Piruvat
CoA
CO2
Asetil CoA
Oksaloasetat
Sitrat
Malat
akonitrat
Fumarat
isositrat
CO2
-ketoglutarat
Suksinat
CO2
Gambar 3.3. Skema siklus TCA
C18H36O2 + 26O2
18CO2O
Asam stearat
Bambang B. Santoso
47
Asam lemak ini memiliki lebih sedikit oksigen per atom karbon
dibandingkan dengan gula. Oleh karena itu membutuhkan konsumsi
oksigen lebih besar untuk memproduksi CO2. RQ asam stearat = 0,7.
Dengan menggunakan QR kita dapat menduga atau sebagai petunjuk tipe
substrat yang sedang direspirasi (dibongkar). RQ rendah menandakan
metabolisme lemak, sedangkan nilai RQ tinggi menandakan asam organik.
Perubahan dalam RQ selama pertumbuhan dan penyimpanan dapat juga
menandakan perubahan dalam tipe substrat yang dimetabolisme.
e. Metabolisme anaerob
Respirasi ini sering disebut sebagai fermentasi, karena memanfaatkan
oksigen yang berada pada sel-sel organ panenan. Atmosfir biasanya kaya
oksigen sehingga jumlah oksigen yang tersedia dalam jaringan tidak
terbatas. Dalam berbagai kondisi penyimpanan, jumlah oksigen dalam
atmosfir mungkin terbatas dan tidak cukup untuk mendung metabolisme
aerobik secara penuh. Dalam kondisi ini jaringan dapat melakukan
respirasi anaerob, yaitu mengubah glukose menjadi piruvat melalui jalur
EMP. Namun piruvat kemudian dimetabolisme menjadi asam laktat atau
asetaldehid dan etanol dalam proses yang dikenal sebagi fermentasi.
CO2
asetaldehid
etanol
Piruvat
Laktat
Bambang B. Santoso
48
Konsentrasi oksigen pada titik ini tergantung pada beberapa faktor seperti
spesies, kultivar, tingkat kematangan, dan suhu.
Respirasi anaerob menghasilkan jauh lebih sedikit energi per mol glukose
dibandingkan respirasi aerob, namun respirasi anaerob memungkinkan
sejumlah energi menjadi tersedia untuk jaringan dalam kondisi buruk. Oleh
karena itu, maka reaksi fermentasi ini biasanya ditandai dengan nilai RQ
yang tinggi.
f.
3. Pengukuran Respirasi
Laju respirasi pada komoditi panenan merupakan petunjuk aktivitas
metabolisme jaringan. Karena itu maka dapat berguna sebagai petunjuk
panjang-pendeknya periode penyimpanan komoditi panenan bersangkutan.
Tingkat respirasi pada buah, sayuran maupun bunga potong dapat diukur
dengan 5 cara, yaitu :
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
49
bahwa laju respirasi per unit berat tertinggi terjadi pada buah mentah (hijau)
dan sayuran yang belum dewasa. Laju ini kemudian menurun seiring dengan
bertambahnya umur.
4. Pola Respirasi
Seperti
telah
dijelaskan
bahwa
respirasi
adalah
suatu
proses
Pengelompokan
komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi dapat dilihat pada Tabel 3.3
berikut.
Bambang B. Santoso
50
Tabel 3.3.
Pengelompokan komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasi
Kelompok
Sangat rendah
<5
Rendah
5 10
Sedang
10 20
Tinggi
20 40
Sangat tinggi
40 60
Sangat-sangat tinggi
Komoditi
> 60
Atas dasar laju dan pola respirasi dan pola produksi etilen selama
pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura (terutama yang berbentuk
buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu buah klimaterik dan
non-klimaterik. Klimaterik menunjukkan peningkatan yang besar dalam laju
produksi karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan terjadinya
pemasakan.
Sedangkan
non-klimaterik
tidak
menunjukkan
perubahan,
Bambang B. Santoso
51
seiring
dengan
terlampauinya
tahapan
tersebut.
Kondisi
Bambang B. Santoso
52
Bambang B. Santoso
53
Bambang B. Santoso
54
yang
penggabungan
ditimbulkan
oleh
antosianidin
zat
warna
dengan
ini
diakibatkan
monosakarida.
karena
Senyawa
Klorofil (hijau)
phytol
klorofillase
Pheophytin
(hijau kekuningan)
klorofillin
(hijau terang)
H+
phytol
H+
pheophorbid
(coklat)
Mg++
H+
O2
O2
chlorin, Purpurin
(produk tidak berwarna)
Bambang B. Santoso
55
b. Karbohidrat
Tanaman seringkati menyimpan karbohidrat dalam buahnya untuk
persediaan energi. Karbohidrat tersebut kemudian digunakan oleh buah
untuk melangsungkan keaktifan dan sisa hidupnya. OIeh karena itu, dalam
proses pematangan kandungan karbohidrat (pati) dan gula selalu berubah.
Perubahan pati dalam sayuran dan buah-buahan dapat dibagi dalam lima
kategori, yaitu buah dengan kandungan pati tinggi, buah dengan
kandungan pati rendah, sayuran dengan kandungan pati tinggi, umbiumbian, dan sayuran dengan kandungan pati sangat rendah.
Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga merupakan komponen
yang penting untuk mempengaruhi rasa yang menyenangkan melalui
perimbangan antara gula dan asam.
senyawa
polimer
karbohidrat
khususnya
pektin
dan
Bambang B. Santoso
56
mengikat sel-sel. Pada tahap awal, tekstur menjadi lebih lunak tetapi pada
akhirnya struktur tanaman akan rusak.
Protopektin adalah bagian senyawa pektin yang tidak dapat larut. Selain
polimernya yang besar, protopektin berikatan dengan polimer lainnya
melalui penghubung (jembatan) kalsium. Ikatan ini juga terikat erat dengan
gula lainnya dan turunan phosphat menjadi bentuk politopektin yang
berbobot molekul rendah dan sangat mudah terlarut dalam air. Laju
degradasi senyawa pektin secara langsung berhubungan dengan laju
pelunakan jaringan buah.
Buah dengan Kandungan Pati Tinggi
Yang termasuk buah-buahan dengan kandungan pati tinggi antara lain
apel dan pisang. Perubahan kandungan pati kedua macam buah tersebut
dapat dilihat pada Gambar berikut :
Kadar pati
(% berat basah)
Panen
Juni
Juli
October
Agustus
September
Bambang B. Santoso
57
Pada buah apel, sewaktu dipenen kadar patinya sudah rendah. Pati
yang tinggal sedikit tersebut dalam penyimpanan setelah panen akan
habis.
Pada buah pisang waktu dipanen masih mengandung pati, sebanyak
20-30 persen. Setelah 4-8 hari penyimpanan pada suhu ruang,
kandungan patinya menurun sampai sekitar 4 persen, dan seteiah 12
hari penyimpanan kandungan patinya hampir habis.
Kadar pati
(% berat basah)
Matang
4 5
10
11
12
Bambang B. Santoso
c.
58
Gula Sederhana
Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan terkandung banyak sekali jenis
gula, tetapi peruhahannya terutama hanya menyangkut tiga macam gula,
yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa. Perubahan kandungan gula dapat
dikeIompokan rnenjadi lima kategori, yang pada umumnya menggunakan
kriteria yang sama seperti pada pengelompokan perubahan pati.
Buah dengan kandungan Pati (gula) Tinggi
Secara teoritis biIa pati dihidrolisis akan terbentuk qlukosa, sehingga kadar
gula dalam buah akan meningkat. Akan tetapi pada kenyataannya
perubahan tersebut relatif kecil atau kadang-kadang tidak berubah. Hal
tersebut mungkin disebabkan karena guIa yang dihasilkan terpakai dalarn
proses respirasi, atau diubah menjadi ssnyawa lain.
Gambar di bawah ini memperlihatkan data hasil percobaan pada buah
apel. Segera setelah dipanen buah apel nempunyai kadar fruktosa yang
lebih tinggi dibandingkan dengan glukosa dan sukrosa, dan kadar glkosa
paIing rendah. Selama penyimpanan tenjadi penubahan- perubahan
sebagai berikut : waktu kandungan pati menurun, kandungan sukrosa akan
naik, dan sukrosa yang terbentuk akan dipecah lagi menjadi glukosa dan
fruktosa. Sebagian glukosa yang terbentuk akan digunakan untuk
metabolisme buah.
Pada penelitian dengan buah pisang, hasilnya kira-kira sama dengan buah
apel. Kandungan pati yang tadinya sebesar 20 persen akan diubah
menjadi fruktosa dan glukosa sampai pati tersebut habis, sedangkan
jumlah sukrosa yang tadinya hanya 2 persen akan meningkat menjadi 15
persen. Itulah sebabnya selama pemeraman dan penyimpanan, pisang
menjadi manis rasanya.
Bambang B. Santoso
59
fruktosa
glukosa
sukrosa
pati
Waktu penyimpanan
Gambar 3.8. Skema perubahan pati dan sukrosa menadi fruktosa dan
dan glukosa pada buah apeI selama penyimpanan
d. Asam organik
Asam organik non-volatil adalah salah satu di antara komponen utama
seluler yang mengalami perubahan selama pematangan buah. Sebagai
contoh, asam organik utama dalam buah mangga adalah asam sitrat,
asam malat dan asam askorbat.
Umumnya kandungan asam organik menurun selama pemasakan. Hal ini
disebabkan karena asam organik direspirasikan atau diubah menjadi gula.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
60
Bambang B. Santoso
61
Lemak
TeIah diketahui bahwa meskipun dalam sayuran dan buah-buahan kadar
Iemaknya rendah, namun peranannya besar dalam hal tesktur, serta
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
62
rendah,
dan
mungkin
tidak
akan
meningkat
selama
g. Aroma
Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada
bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena
adanya sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap
(volatile) selama fase pemasakan.
Senyawa volatile yang terbentuk paling banyak dan umum adalah etilen
sebesar 50 75% dari total karbon. Buah yang tergolong non klimaterik
juga menghasilkan volatile selama perkembangannya, namun tidak
sebanyak buah klimaterik. Senyawa volatile ini sangat penting bagi
konsumen untuk menilai tingkat kematangan dan kemasakan suatu
komoditi panenan seperti buah.
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
63
2. Sayuran
Pada
sayuran
terutama
sayuran
daun
umumnya
tidak
terjadi
peningkatan (puncak) dalam aktivitas metabolisme. Hal ini serupa dengan awal
klimaterik pada buah, kecuali perkecambahan (pertunasan).
Contoh untuk
kasus ini adalah pada sayuran kecambah (taoge), tidak banyak terjadi
perubahan dalam aktivitas metabolisme. Namun demikian, selain perubahan
anatomia (bentuk) juga terdapat berubahan dalam komposisi kimia. Perubahan
kimia tersebut berupa peningkatan kadar gula sebagai akibat perombakan
lemak atau pati.
Berdasarkan struktur organ, sayuran dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok
utama, yaitu :
a. Sayuran biji dan polong,
b. Sayuran umbi lapis (bulb), umbi akar, dan umbi (tuber), dan
c.
Bambang B. Santoso
64
dan jumlah bahan serat meningkat. Biasanya biji-bijian segar dipanen pada
keadaan kandungan air berkisar 70%.
Umbi lapis, akar, dan tuber merupakan organ penyimpanan yang
mengandung cadangan makanan bagi tanaman. Organ ini juga dimanfaatkan
sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif. Bilamana organ ini
dipanen, laju metabolismenya rendah. Pada kondisi penyimpanan yang cocok
masa dormansinya akan dapat diperpanjang.
Golongan sayuran umbi-umbian tersebut di atas banyak mengandung
pati. Penurunan kadar pati setelah panen terjadi sangat lambat. Akan tetapi
penyimpanan pada suhu rendah (5OC), proses hidrolisis pati akan terangsang
dan penurunan kadar pati akan berlangsung lebih cepat. Contoh fenomena ini
terjadi pada umbi kentang.
Kentang yang disimpan pada kondisi suhu rendah akan mengalami
kenaikan kadar gula pereduksi, sehingga rasanya menjadi agak manis.
Padahal rasa manis pada kentang tidak ada. Timbulnya rasa manis tersebut
sebenarnya merupakan menyimpangan. Pada dunia industri makanan
berbahan kentang, rasa manis tidak diharapkan, karena gula pereduksi yang
ada akan menyebabkan munculnya reaksi pencoklatan non-enzimatik (reaksi
Maillard). Untuk menghilangkan kemungkinan tersebut, biasanya terhadap
umbi kentang yang disimpan dalam ruang pendingin, bila akan digunakan
terlebih dahulu dibiarkan pada kondisi suhu kamar untuk beberapa saat.
Dengan cara ini, kandungan gula pereduksi akan berkurang.
Bunga, pucuk, batang, dan daun-daun yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan sayuran memiliki tingkat aktivitas metabolisme yang bervariasi
satu sama lainnya. Demikian juga laju perusakannya (deteriorasi). Batang dan
daun seringkali mengalami senesen (layu) dengan cepat. Bilamana hal ini
terjadi cukup lama, maka daya tarik dan kandungan gizinyapun menurun.
Namun demikian sayuran daun pada kangkung, bayam dan katuk perubahan
kadar pati setelah panen tidak nampak banyak terjadi, karena kandungan
patinya memang rendah. Demikian pula halnya dengan kandungan gula,
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
65
akan
mengalami
suatu
pemecahan
atau
degradasi
yang
Bambang B. Santoso
66
Bambang B. Santoso
67
buah
seperti
tomat,
mangga,
pisang,
dan
apel
menunjukkan pola respirasi seperti apa yang telah dijelaskan di atas. Namun
terdapat lonjakan laju respirasi pada saat periode pemasakan. Buah-buah
tersebut yang mengalami raju respirasi seperti ini dikelompokan sebagai
kelompok buah klimaterik. Sedangkan bagi jenis-jenis komoditi panenan yang
tidak mengalami pola respirasi seperti yang digambarkan demikian tersebut
dikelompokan dalam kelompok buah non-klimaterik.
Klimaterik diartikan sebagai suatu pola perubahan dalam respirasi, yang
biasanya disebut dengan istilah yang lebih lengkap yaitu Klimaterik Respirasi.
Klimaterik dapat juga diartikan sebagai suatu periode transisi suatu proses
pertumbuhan menjadi senesensen (pelayuan). Berdasarkan sifatnya, proses
klimaterik ini terbagi ke dalam tiga tahap, yaitu klimaterik menaik, puncak
klimaterik, dan pasca klimaterik.
Terjadinya respirasi klimaterik bersamaan dengan tercapainya ukuran
maksimum dari suatu buah. Pada saat inilah semua perubahan yang bersifat
khas pada apa yang disebut pemasakan terjadi. Proses pemasakan dan
respirasi klimaterik terjadi pada buah baik yang masih melekat pada tanaman
induknya maupun yang telah dipanen.
Buah-buah seperti jeruk, nanas, dan strawberi yang tidak menunjukkan
pola respirasi klimaterik dikenal sebagai buah non-klimaterik. Buah-buah yang
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
68
Perubahan
Relatif
Pertumbuhan buah
Klimaterik
Non-Klimaterik
Pemasakan
Pembelahan
Sel
Senesen
Perpanjangan sel
Pematangan
Bambang B. Santoso
69
Tabel 3.4.
Beberapa contoh penggolongan buah berdasarkan pola
respirasi selama pematangan.
Buah Klimaterik
Buah Non-Klimaterik
Sumber :Mc. Glasson, W.B., Wade, N.L., and Adato, I. Phytohormones and fruit
ripening. In Letham, D.S., Goodwin, P.B., and Higgin, T.J.V. (Eds). Pythormones
and related compounds a comprehensive treatise. Vol.2. Amsterdam:
Elsevier:1978:447-493. Dalam Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D.,
Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.
Buah apokat
jaringan
buah
untuk
tanggap
terhadap
adanya
senyawa
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
70
Bambang B. Santoso
71
1. Faktor Internal
a. Tingkat perkembangan
Variasi dalam kecepatan respirasi akan terjadi selama perkembangan
organ. Secara alamiah bila ukuran komoditi simpanan semakin besar
maka jumlah gas karbon dioksida yang dikeluarkan juga meningkat. Tetapi
bila komoditi simpanan tertumpuk banyak, maka kecepatan respirasi
dihitung berdasarkan per unit berat, akan terus menurun. Bagi buah
klimaterik,
kecepatannya
akan
menjadi
minimum
pada
waktu
Bambang B. Santoso
72
Ukuran produk
Kentang yang ukurannya kecilakan memiliki kecepatan respirasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kentang yang berukuran besar. Seperti halnya
dalam transpirasi, fenomena luas permukaan memegang peranan.
Jaringan yang berukuran kecil mempunyai luas permukaan yang lebih
besar yang berhubungan dengan oksigen sehingga memudahkan oksigen
untuk berdifusi ke dalamnya.
d. Lapisan alami
Komoditas yang memiliki lapisan kulit yang baik akan memperlihatkan
kecepatan respirasi yang rendah, karena oksigen lebih sulit untuk berdifusi
ke dalam jaringan.
e. Jenis jaringan
Jaringan muda yang aktif bermetabolisme akan menunjukkan aktivitas
respirasi yang lebih besar dibandingkan dengan organ yang dorman.
Respirasi juga bervariasi di dalam organ. Sebagai contoh, aktivitas
respirasi pada buah mangga akan berbeda antara kulit buah, daging buah,
dan biji.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu
Pada suhu antara antara 0 35OC kecepatan respirasi buah dan sayuran
akan meningkat sampai dua setengah kalinya untuk tiap kenaikan suhu
O
Bambang B. Santoso
73
Pada
buah
klimaterik,
etilen
hanya
bereaksi
untuk
Bambang B. Santoso
Pada
buah
74
non-klimaterik dengan
adanya
Ketersediaan oksigen
Kecepatan respirasi pada komoditi panenan akan meningkat dengan
meningkatnya pasokan oksigen. Namun bila konsentrasi oksigen lebih
besar dari 20%, pengaruhnya hampir tidak nampak pada respirasi.
Bilamana konsentrasi oksigen dikurangi sampai lebih rendah dari
konsentrasi di udara, maka kecepatan respirasi akan menurun.
d. Karbondioksida
Konsentrasi gas karbondioksida yang cukup tinggi dapat memperpanjang
masa simpan komoditi sayuran dengan cara menghambat proses
respirasi. Pengurangan kecepatan respirasi sebanyak 50% terjadi pada
buah pisang yang ditempatkan pada ruang simpang berkonsentrasi
karbondioksida cuklup tinggi.
e. Senyawa (zat) pengatur tumbuh
Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Panenan Hortikultura
Bambang B. Santoso
75
(IPC)
walaupun
pada
konsentrasi
100
ppm
dapat
F. Senesen
Pelayuan atau senescene adalah suatu tahapan dalam perkembangan
normal yang selalu terjadi dalam siklus kehidupan sayuran, buah, dan bunga
potong. Secara grafis, kehidupan sayuran, buah, dan bunga potong dapat
diilustrasikan seperti pada Gambar 3.10.
Senesen dapat terjadi setiap saat dalam tahap-tahap siklus kehidupan
tanaman. Misalnya pada tanaman yang masih muda, bila terjadi kerusakan
(luka), maka tanaman tersebut dapat langsung menjadi layu tanpa dapat
mengalami tahapan pematangan terlebih dadulu. Gejala-gejala pelayuan pada
tanaman ditandai dengan mulai menguningnya daun, perontokan daun, buah,
dan
bagian bunga,
Bambang B. Santoso
76
Total Volume
Sel
Perkecambahan
muda
dewasa
pelayuan
Bambang B. Santoso
77
sensen.
Pemberian
asam
absisi
pada
jeruk
manis
Bambang B. Santoso
78
Bambang B. Santoso
79
DAFTAR PUSTAKA
Kader, Adel A., 1985. Postharvest Biology and Technology : An Overview. In
Kader, Adel A ., et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural
Crops. Cooperative Extension, University of California, Division of
Agriculture and Natural Resources.
Kader, Adel A., 1993. Postharvest Handling. In Preece, John E. and Read,
Paul E. (Eds). The Biology of Horticulture An Introductory Textbook.
John Wiley and Son. Inc.
Mattoo, A.K., T. Murata, Er. B. Pantastico, K. Chachin, K. Ogata and C.T.
Phan., 1975. Chemical Changes During Maturation and Ageing. In
Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology, Handling, and
Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and Vegetables. The Avi
Publishing Company. Inc., Connecticut.
Phan, C.T., Er. B. Pantastico, K. Ogata, and K. Chachin, 1975. Respiration and
Peak of Respiration. In Pantastico, Er. B. (Ed). Postharvest Physiology,
Handling, and Utilization of Tropical and Sub-Tropical Fruits and
Vegetables. The Avi Publishing Company. Inc., Connecticut.
Reid, M.S., 1985. Product Maturation and Maturity Indices. In Kader, Adel A .,
et.al. (Eds). Postharvest Technology of Horticultural Crops.
Cooperative Extension, University of California, Division of Agriculture
and Natural Resources.
Salunkhe, D.K., Bhat, N.R., and Desai, B.B., 1990. Postharvest Biotechnology
of Flowers and Ornamental Plants. Springer-Verlag.
Wills, R.B.H., Mc. Glasson, W.B., Graham, D., Lee, T.H., and Hall, E.G., 1989.
Postharvest An Introduction to The Physiology and Handling of
Fruits, and Vegetables. An Avi Book, Van Nostrand Reinhold, New
York.