Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini tidak ada negara atau suatu bangsa di dunia yang
tidak mempunyai hukum sendiri. Apabila dalam pengartian bahasa
kita sering mengenal dengan istilah tata hukum. Tiap-tiap bangsa
mempunyai tata hukumnya sendiri, sedemikian juga dengan bangsa
indonesia

yang

mempunyai

tata

hukum

dan

pembentukan

perundang-undangannya sendiri.
Indonesia dikenal sebagai negara yang menganut sistem hukum
civil law, yang prinsip dasarnya adalah hukum itu memiliki kekuatan
mengikat

karena

berupa

peraturan

perundang-undangan

yang

tersusun secara sistematis dalam kodifikasi. Sebagai sumber hukum


utama dalam sistem hukum Eropa Kontinental (civil law), undangundang yang dibentuk oleh badang legislatif dan dijadikan pegangan
oleh

lembaga

eksekutif

yang

berdasarkan

kewenangan

dan

kebiasaan-kebiasan yang hidup dalam masyarakat.


Undang-undang merupakan landasan hukum yang yang menjadi dasar
pelaksanaan dari keseluruhan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahaan. legal policy
yang dituangkan dalam undang-undang, menjadi sebuah sarana rekayasa sosial, yang
membuat kebijaksanaan yang hendak dicapai pemerintah, untuk mengarahkan
masyarakat menerima nilai-nilai baru1.
Didalam

negara

yang

berdasarkan

atas

hukum

moderen

(verzorgingsstaat), tujuan utama dari pembentukan undang-undang bukan lagi


menciptakan kodifikasi bagi norma- norma dan nilai-nilai kehidupan yang sudah
mengendap dalam masyarakat, akan tetapi tujuan utama pembentukan undang1 Yuliandri, Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada(2010), hal.1

undang itu adalah menciptakan modipikasi atau perubahan dalam kehidupan


masyarakat.2
Saat ini undang-undang memberikan bentuk yuridis terhadap campur tangan
sosial yang dilakukan oleh pembentuknya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan
negara. Undang- undang kini tidak lagi terutama berfungsi memberi bentuk
kristalisasi kepada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, melainkan memberikan
bentuk bagi tindakan politik yang menentukan arah perkembangan nilai-nilai
tersebut.
Dalam uraian diatas maka dalam kesempatan ini penulis akan membuat suatu
Proses Pembentukan Undang-Undang di Indonesia. Apa itu Proses, menurut menurut
kamus besar Bahasa Indonesia Pengertian proses adalah rangkaian suatu tindakan.
Jadi proses pembentukan undang-undang adalah rangkaian tindakan dalam
membentuk suatu peraturan perundang-undangan. Rangkaian bagaimana sesuatu
peraturan tersebut dilakukan dan pastilah terdapat tata cara dalam melaksanakanya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa landasan dalam pembuatan undang-undang?
2. Apa saja asas-asas peraturan perundang-undangan yang baik?
3. Bagaimana proses pembentukan undang-undang?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui landasan dalam pembuatan undangundang
2. Untuk
mengetahui

asas-asas

peraturan

perundang-

undangan yang baik


3. Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan undangundang.

2 Farida, Maria, ILMU PERUNDANG-UNDANGAN,Yogyakarta:Kanisius(1998), hal.2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori dan Landasan Pembentukan Peraturan PerundangUndangan
2.1.1 Teori Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang (gezets) adalah dasar dan batas bagi kegiatan pemerintah, yang
menjamin tuntutan-tuntutan negara berdasar atas hukum, dan adanya kepastian
dalam hukum. Menurut pendapat Peter Badura, dalam pengertian

teknis

ketatanegaraan Indonesia, undang-undang ialah produk yang dibentuk bersama


oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan presiden, dalam penyelengaraan
pemerintahan negara (Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 hasil perubahan
pertama).
Peraturan perundang-undangan dilihat dari peristilahan merupakan
terjemahan dari peristilahan merupakan terjemahan dari wettelijke regeling. Kata
wettelijke berarti sesuai dengan wet atau berdasarkan wet. Kata wet pada umumnya
diterjemahkan dengan undang-undang dan bukan dengan undang. Sehubung
dengan kata dasar undang-undang, maka terjemahan wettelijke regeling ialah
peraturan perundang- undangan.
Menurut

Otto,

dkk.,

teori

tentang

pembentukan

undang-undang

(legislative theories) memungkinkan untuk mengenali faktor relevan yang

mengaruhi kualitas hukum (the legal quality) dan substansi undang-undang (the
content of the law). Teori-teori tersebut meliputi:

1. The synoptic policy-phases theory;


2. The agenda-building theory;
3. The elite ideology theory;
4. The bureau-politics theory or organisational politics theory;
5. The four rationalities.
Diantara kelima macam teori pembentukan undang-undang tersebut, the
agenda building theory kiranya sesuai-memiliki kesamaan- dengan situasi dan
kondisi pembentukan hukum di indonesia, yang pada umumnya memiliki
karakteristik a bottom up approach.
Dengan demikian teori tersebut mengandung persamaan unsur-unsur dengan
proses pembentukan undang-undang di Indonesia.
2.1.2 Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan sekurang-kurangnya memuat:
a.

Landasan Filosofis
Peraturan

perundang-undangan

dikatakan

mempunyai

landasan

folosofis ( filisofische grondslag ) apabila rumusannya atau normanya mendapatkan


pembenaran dikaji secara filosofis. Jadi mendapatkan alasan sesuai dengan cita-cita
dan pandangan hidup manusia dalam pergaulan hidup bermasyarakat dan sesuai
dengan cita-cita kebenaran, keadilan, jalan kehidupan ( way of life ), filsafat hidup
bangsa, serta kesusilaan.
b.

Landasan Sosiologis

Suatu

perundang-undangan

dikatakan

mempunyai

landasan

sosiologis ( sociologische groundslag ) apabila ketentuan-ketentuannya sesuai


dengan keyakinan umum, kesadaran hukum masyarakat., tata nilai, dan hukum yang
hidup di masyarakat agar peraturan yang dibuat dapat dijalankan.

c.

Landasan Yudiris
Peraturan

perundang-undangan

dikatakan

mempunyai

landasan

yuridis ( rechtsground ) apabila mempunyai dasar hukum, legalitas atau landasan yang
terdapat dalam ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Disamping itu landasan
yuridis mempertanyakan apakah peraturan yang dibuat sudah dilakukan oleh atas dasar
kewenganannya.
d. Landasan Teknik Perancangan
Pembuatan peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan teknik perancangan
yaitu sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Mengikuti sistematika peraturan perundang-undangan.


Penggunaan bahasa Indonesia hukum yang baik.
Penggunaan ekonomis bahasa.
Peraturan dalam satu ketentuan hanya ada satu norma.

2.2 Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan dan Materi Muatan


Peraturan Perundang-undangan3
Ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 mengatur bahwa jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan terdiri atas:
a.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis

3 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di


Indonesia, Psl. 7

Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam
penyelenggaraan negara.
b.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR);


c.

Undang-Undang

(UU)/Peraturan

Pemerintahan

Pengganti

Undang- Undang (Perpu)


a)

Undang-Undang (UU) dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat


(DPR) bersama Presiden untuk melaksanakan UUD 1945 .

b) Perpu dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kepentingan yang


memaksa, dengan ketentuan: Perpu harus diajukan
dalam persidangan

ke

DPR

yang berikut, DPR dapat menerima atau

menolak Perpu dengan tidak mengadakan perubahan, dan Jika


ditolak DPR, Perpu tersebut harus dicabut.
d.

Peraturan Pemerintah (PP)


Peraturan Pemerintah (PP) dibuat oleh Pemerintah untuk melaksanakan perintah
undang-undang.
e.

Peraturan Presiden (Perpres)


Keputusan Presiden (Keppres) yang bersifat mengatur dibuat oleh Presiden
untuk menjalankan fungsi dan tugasnya berupa pengaturan.

f.

Peraturan

Daerah

Provinsi

(Perda

Provinsi);

dan

Peraturan

Daerah

Kabupaten/Kota (Perda kabupaten/Kota).


3.3

Asas-asas Pembentukan Perundang-Undangan


Asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik ini dirumuskan
dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan khususnya Pasal 5 dan Pasal 6 yang dirumuskan sebagai
berikut:

a. Kejelasan Tujuan;
Yang dimaksud dengan kejelasan tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak
dicapai.
b.

Kelembagaan Atau Organ Pembentuk Yang Tepat;

Yang dimaksud dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c. Kesesuaian Antara Jenis Dan Materi Muatan;
Yang dimaksud dengan asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan adalah
bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar-benar
memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundangundangannya.
d.

Dapat Dilaksanakan;
Yang dimaksud dengan asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas
Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis,
yuridis maupun sosiologis.

e. Kedayagunaan Dan Kehasilgunaan;


Yang dimaksud dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa
setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
f.

Kejelasan Rumusan; Dan


Yang dimaksud dengan asas kejelasan rumusan adalah bahwa setiap Peraturan
Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g.

Keterbukaan.
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa dalam proses
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari pencanaan, persiapan,
penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian,

seluruh lapisan masyarakat mempunyai desempatan yang seluas-luasnya untuk


memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.

Sementara itu, asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan Peraturan
Perundang-undangan dirumuskan dalam Pasal 6 sebagai berikut :
a.

Pengayoman;

Yang dimaksud dengan asas pengayoman adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam
rangka menciptakan ketenteraman masyarakat.
b.

Kemanusiaan;

Yang dimaksud dengan asas kemanusiaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan

Perundang-undangan

harus

mencerminkan

perlindungan

dan

penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara
dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan;
Yang dimaksud dengan asas kebangsaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
d.

Kekeluargaan;

Yang dimaksud dengan asas kekeluargaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai
mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. Kenusantaraan;
Yang dimaksud dengan asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat
di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila.

f.

Bhinneka Tunggal Ika;

Yang dimaksud dengan asas bhinneka tunggal ika adalah bahwa Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama,
suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaza khususnya yang
menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
g.

Keadilan;

Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional
bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h.

Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan;

Yang dimaksud dengan asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan


pemerintahan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan
tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i.

Ketertiban Dan Kepastian Hukum; Dan/Atau

Yang dimaksud dengan asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j.

Keseimbangan; Keserasian, Dan Keselarasan.

Yang dimaksud dengan asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan adalah


bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan
masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Selain asas sebagaimana disebutkan diatas, Peraturan Perundang-undangan tertentu
dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan
yang bersangkutan, antara lain :
1 dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman
tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak
bersalah;
2. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain,
asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik

3.4 Proses Pembentukan Undang-Undang


Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945),
kekuasaan untuk membentuk undang-undang (UU) ada pada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). Selanjutnya, di dalamPasal 20 ayat (2) UUD 1945 diatur bahwa setiap
rancangan undang-undang (RUU) dibahas oleh DPR dan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.
Proses pembentukan UU diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU No. 12 Tahun 2011) . Selain itu,
proses pembentukan UU juga diatur dalam UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2014). Berdasarkan Pasal 10
ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui undang-undang adalah:
a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b.

Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;

c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;


d.

Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau

e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.


Dalam UU No. 12 Tahun 2011, proses pembuatan undang-undang diatur
dalam Pasal 16 s.d. Pasal 23, Pasal 43 s.d. Pasal 51, dan Pasal 65 s.d. Pasal 74.
Sedangkan, dalam UU No. 17 Tahun 2014 pembentukan UU diatur dalam Pasal 162 s.d.
163. Untuk proses selengkapnya, Saudara juga dapat melihat pada Tata Tertib DPR
mengenai Tata Cara Pembentukan Undang-undang. Berdasarkan ketentuan UU No. 12
Tahun 2011, UU No. 17 Tahun 2014 dan Tata Tertib DPR tersebut, kami sarikan proses
pembentukan undang-undang sebagai berikut:

10

1.

RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden.

2.

RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau
alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi atau Dewan
Perwakilan Daerah (DPD)

3.

RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga
pemerintah non-kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya

4.

RUU tersebut kemudian disusun dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas)


oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun serta dibuat pula dalam
jangka waktu tahunan yang berisi RUU yang telah diurutkan prioritas
pembahasannya.

5.

Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan Naskah Akademik kecuali
untuk RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), RUU penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) menjadi UU, serta RUU
pencabutan UU atau pencabutan Perpu.

6.

Pimpinan DPR memberitahukan adanya RUU dan membagikan RUU kepada


seluruh anggota DPR dalam rapat paripurna

7.

DPR dalam rapat paripurna berikutnya memutuskan RUU tersebut berupa


persetujuan, persetujuan dengan perubahan, atau penolakan

8.

Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan.

9.

Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat
Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus

10. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I dilakukan dengan pengantar musyawarah,


pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini fraksi.
11. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna. Dalam rapat paripurna
berisi:

11

a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini
DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I;
b.

pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara
lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan

c. pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya.


12. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil
dengan suara terbanyak
13. RUU yang membahas tentang otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan wilayah; pengelolaan sumber daya
alam atau sumber daya lainnya; dan perimbangan keuangan pusat dan daerah,
dilakukan dengan melibatkan DPD tetapi hanya pada pembicaraan tingkat I saja.
14. Dalam penyiapan dan pembahasan RUU, termasuk pembahasan RUU tentang
APBN, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
kepada DPR melalui pimpinan DPR dan/atau alat kelengkapan DPR lainnya.
15. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan Presiden diserahkan
kepada Presiden untuk dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat
pengesahan, serta diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia

12

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Landasan

pembentukan

peraturan

perundang-undangan

memuat:
Landasan Filosofis,
Landasan Sosiologis,.
Landasan Yudiris,
Landasan Teknik Perancangan.
2. Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan menurut ketentuan UU No.
12 Tahun 2011 mengatur bahwa jenis dan hierarki peraturan perundangundangan terdiri atas:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

13

b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR);


c) Undang-Undang (UU)/Peraturan Pemerintahan Pengganti UndangUndang (Perpu):
d) Peraturan Pemerintah (PP)
e) Peraturan Presiden (Perpres)
f) Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi); dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota (Perda kabupaten/Kota).
3. Asas-asas Pembentukan Perundang-Undangan
Dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya Pasal 5 dan Pasal 6
yang dirumuskan sebagai berikut:
Kejelasan Tujuan
Kelembagaan Atau Organ Pembentuk Yang Tepat
Kesesuaian Antara Jenis Dan Materi Muatan
Dapat Dilaksanakan
Kedayagunaan Dan Kehasilgunaan
Kejelasan Rumusan
Keterbukaan
Asas-asas yang harus dikandung dalam materi muatan Peraturan
Perundang-undangan dirumuskan dalam Pasal 6 sebagai berikut :

Pengayoman
Kemanusiaan
Kebangsaan
Kekeluargaan
Kenusantaraan
Bhinneka Tunggal Ika
Keadilan
Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum Dan Pemerintahan
Ketertiban Dan Kepastian Hukum
Keseimbangan; Keserasian, Dan Keselarasan

4. Proses pembentukan undang-undang dibagi menjadi dua yakni:


Atas inisiatif Presiden yang prosesnya dimulai dari perencanaan melalui
prolegnas, pembahasan ditingkat pemerintah, pembahasan ditingkat

14

Dewan Perwakilan Rakyat, pengundangan, sosialisasi, penyebarluasan


melalui berbagai media.
Atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat yang prosenya dimulai dari
perencanaan melalui prakarsa Dewan Perwakiilan Rakyat dengan
persetujuan

Presiden,

pembahasan,

pengundangan,

sosialisasi,

penyebarluasan melalui berbaga media.

15

DAFTAR PUSTAKA
A

Hamid

Attamimi,

Penyelenggaraan

Peranan

Pemerintahan

Keputusan Presiden
Negara,

Disertasi,

RI

dalam
Fakultas

Pascasarjana Univesitas Indonesia, Jakarta, 1990


http://www.hukumonline.com/Di akses tanggal 20 Juni 2016
Undang-undang republik indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undanagan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen
ke-4

16

Anda mungkin juga menyukai