Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Asma adalah gangguan imflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Penyakit imflamasi kronik saluran nafas menyebabkan
peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik berupa
mengi, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam menjelang pagi hari.
Dimana saluran pernafasan mengalami penyempitan karena hiperaktifitas terhadap
rangsangan tertentu yang menyebabkan terjadinya peradangan dan penyempitan yang
bersifat sementara. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversible dengan atau tanpa pengobatan.
Umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah lima tahun dan
orang dewasa pada usia sekitar tiga puluh tahunan.
B. TUJUAN PENULISAN
Yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Agar mahasiswa mengetahui pengertian asma


Agar mahasiswa mengetahui apa saja penyebab terjadinya serangan asma
Agar mahasiswa mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit asma
Agar mahasiswa mengetahui tentang mekanisme tejadinya asma
Agar mahasiswa mengetahui cara penanganan atau pengendalian penyakit asma
Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan asma

C. RUANG LINGKUP PENULISAN


Dalam makalah ini membahas tentang Colorectal.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan makalah ini,yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup Penulisan
D. Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi asma
B. Etiologi asma
C. Manifestasi Klinis asma
D. Klasifikasi penyakit asma
E. Mekanisme terjadinya asma
F. Patofisiologi
G. Penanganan asma
H. Pemeriksaan Diagnostik
I.

Asuhan keperawatan asma

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Asma
Penyakit asma berasal dari kata Asthma yang diambil dari bahasa yunani yang
berarti sukar bernapas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk
yang disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Asma juga disebut penyakit paru-paru
kronis yang menyebabkan penderita sulit bernapas. Hal ini disebabkan karena
pengencangan dari otot sekitar saluran napas, peradangan, rasa nyeri, pembengkakan dan
iritasi pada saluran napas di paru-paru. Hal lain disebut juga bahwa asma adalah penyakit
yang disebabkan oleh peningkatan respon dari trachea dan bronkus terhadap bermacammacam stimuli yang di tandai dengan penyempitan bronkus atau bronkiolus dan sekresi
berlebih dari kelenjar di mukosa bronkus.
Asma adalah penyakit jalan napaf obstruktif intermitten, reversibel di mana
trakea dan bronki berespon, dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner
& Suddarth, 2002).
Asma adalah kondisi inflamasi kronik dan umu pada jalan napas yang
penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami. Sebagai akibat dari inflamasi, jalan napas
menjadi hiperesponsif dan mudah menyempit sebagai respon terhadap berbagai jenis
rangsangan (Caia, 2011).
Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada
National Institute of Health (NIH) Amerika, asma (dalam hal ini asma bronkial)
didefinisikan sebagai penyakit radang/inflamasi kronik pada paru, yang dikarakterisir
oleh adanya :
1. Penyumbatan saluran nafas yang bersifat reversible (dapat balik), baik secara
spontan maupun dengan pengobatan.
2. Peradangan pada jalan nafas.
3. Peningkatan respon jalan nafas terhadap

berbagai

rangsangan

(hiper-

responsivitas) (NAEPP, 1997).


Pada saat seseorang menderita asma terkena faktor pemicunya, maka dinding
saluran mafasnya akan menyempit dan membengkak menyebabkan sesak napas. Kadang
dinding saluran napas dilumuri oleh lendir yang lengket sehingga dapat menyebabkan

sesak napas yang lebih parah. Jika tidak dapat ditangani dengan baik maka asma dapat
menyebabkan kematian.
B. Klasifikasi Penyakit Asma
1. Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh alegren yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur yang tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap mereka yang sehat.
Asma

ekstrinsik

sering

dihubungkan

dengan

adanya

suatu

predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada alegren spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada
asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
Dengan kata lain Antibodi ini mencari dan menempelkan dirinya pada
sel-sel batang. Peristiwa ini terjadi dalam jumlah besar di paru-paru dan
saluran pernafasan lalu membangkitkan suatu reaksi. Batang-batang sel
melepaskan zat kimia yang disebut mediator. Salah satu unsur mediator ini
adalah histamin. Dan akibat pelepasan histamin terhadap paru-paru adalah
reaksi penegangan/pengerutan saluran pernafasan dan meningkatnya
produksi lendir yang dikeluarkan jaringan lapisan sebelah dalam saluran
tersebut.
b. Intrinsik (non alergik)
4

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap


faktor yang tidak spesifik atau tidak responsif terhadap pemicu yang berasal
dari alergen. Asma jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi
lingkungan seperti cuaca, kelembaban dan suhu udara, polusi udara, dan juga
oleh aktivitas olahraga yang berlebihan. Serangan asma ini menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi
ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan
paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru
(pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena
asma intrinsik.
c. Asma Campuran
Asma campuran adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau
non alergik.
2. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahan yaitu:
a. Ringan-sedang :
Mengi/batuk tanpa distres berat, dapat mengadakan

percakapan

normal.saturasi O2 masih 100 %.


b. Sedang-berat :
Mengi/batuk dengan distres, berbicara dalam kalimat atau frase pendek.
Saturasi O2 antara 90-95%.
c. Berat- mengancam nyawa :
Distres pernafasan berat, kesulitan berbicara, sianosis, lelah dan bingung,
usaha respirasi buruk, sedikit mengi (silent chest) dan suara napas lemah,
takipnea, bradikardi, hipotensi, saturasi O2 kurang dari 90 %.
C. Manifestasi Klinis Asma
Secara umum gejala penyakit asma adalah :

sesak napas karena udara pada waktu bernapas tidak dapat mengalir dengan lancar
pada saluran napas yang sempit hal ini juga yang menyebabkan timbulnya bunyi pada

saat bernapas.
batuk berdahak karena penyempitan saluran napas yang terjadi dapat berupa
pegerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan
5

suara napas yang berbunyi karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang

kadarnya rendah ketika pagi hari


D. faktor Pencetus serangan Asma adalah :
1. Alergen
Alergen adalah zat tertentu yang bila dihisap/dimakan dapat menimbulkan
serangan asma. Misalnya ; debu, bulu binatang, spora jamur, beberapa
makanan laut, dsb.
2. Infeksi saluran napas
Infeksi saluran napay terutama yang disebabkan oleh virus merupakan salah
satu pencetus paling sering yang menimbulkan asma bronkial
3. Stres
Tingkat stres seseorang dapatmenjadi pencetus munculnya asma, terutama
pada wanita dan anak-anak.
4. Olahraga/ Latihan Berat
Asma dapat muncul pada penderita yang sedang melakukan olahraga yang
berlebihan seperti bersepeda dan lari cepat.
5. Obat-obatan
Beberapa penderita asma yang sensitif terhadap obat tertentu seperti penicillin,
salisilat, beta blocker, dll.
6. Polusi Udara
Penderita asma sangat peka terhadap polusi udara seperti debu, asap pabrik,
asap rokok, serta asap hasil pembakaran lainnya dan yang berbau tajam.
7. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang kurang sehat dapat menjadi pencetus pada menderita
asma.
E. Patofisiologi Penyakit Asma
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga
terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini
menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada
interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila
seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi
lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.
6

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi dari
pada inspirasi.
Selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus.
Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas
residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan
asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest.

F. Patoflow Asma
Faktor pencetus serangan asma : allergen, infeksi saluran napas, stress, olahraga, obat, polusi
udara, lingkungan kerja

Hipersekresi
mukus

Edema mukosa & dinding


bronkus

Hipereaktivitas
bronkus

Peningkatan usaha & frekuensi pernafasan, penggunaan otot


bantu pernapasan

Ketidakefektifan bersihan jalan


napas

Peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia
secara reversibel

Keluhan sistemis, mual,


intake
nutrisi
tidak
adekuat,
malaise,
kelemahan, dan keletihan
-Perubahan pemenuhan
7 dari
nutrisi kurang
kebutuhan
-Ggn pemenuhan ADL

Keluhan psikologis,
kecemasan, ketidaktahuan
akan prognosis

-Kecemasan
-Ketidaktahuan/pemenuh
an informasi

-resiko tinggi ketidakefektifan


pola napas
-gangguan pertukaran gas

Status
asmatikus
Gagal
napas

kematia
n

F. Penatalaksanaan Asma
Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya
dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA, 2005).
b. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma.
Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap
penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor
perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).
c. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala
asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma.
Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya
(GINA, 2005).
d. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan
tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,
menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh
Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,
menggunakan pilihan obat .

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma :

Glukokortikosteroid Inhalasi & oral

Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

2-Agonist Inhalasi

2-Agonist Oral

Teofiline

Leukotriens

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (reliever) asma:

2-Agonist Inhalasi

2-Agonist Oral

Antikolinergic

e. Pemeriksaan Teratur
Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara
teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat
perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).
Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola
hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan
pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang
biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation
of Victoria, 2002).

BAB III
ASKEP TEORITIS
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut :
a. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi, sentisifitas terhadap faktor lingkungan dll.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
b. Aktifitas
Tidak mampu melakukan aktifitas, karena gangguan bernafas.
Adanya penurunan kemampuan, dan aktifitas pasien.
c. Aktifitas sehari-hari
Tidur dalam posisi duduk tinggi
d. Pernafasan
Dispnea saat istirahat atau latihan
Nafas memburuk saat berbaring terlentang
Menggunakan oto bantu pernafasan.
e. Hidung
Ada bunyi nafas mengi
Ada batuk berulang
f. Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah
Adanya peningkatan frekuensi jantung
Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu,sianosis.
Kemerahan atau berkeringat
g. Integritas Ego
Ansietas
Ketakutan
10

Peka rangsangan
Gelisah

h. Asupan Nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan, karena gangguan pernafasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia
i. Hubungan Sosial
Keterbatasan mobilitas fisik
Susah bicara
Adanya ketergantungan pada orang lain
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan kemampuan bernapas
3. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2
4. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
5. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan regumen pengobatan (Doenges,2003)
C. Intervensi & Implemetasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
a. Tujuan: jalan nafas kembali efektif
b. Kriteria hasil:

c.

dapat mendemontrasikan batuk efektif


dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekret

Intervensi
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki.
R : beberapa derajat spasme bronkus terjadi sumbatan di jalan nafas
2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan.
R : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat di temukan pada
penerimaan atau selama stres
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur,

4.
5.
6.
7.

duduk pada sandaran tempat tidur.


R : peninggian kepal memudahkan untuk bernafas
Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
R : memberikan cara kepada pasien untk memgontrol dan mengatasi dispnea
Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
R : batuk pendek, basah biasanya sekret ikut keluar bersama batuk
Lakukan tindakan suction
R : untuk mengangkat ssekret dari jalan pernafasan
Kolaborasi dengan dokter
R : untuk pemberian obat
Evaluasi : Jalan napas efektif
11

2. Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas.


a. Tujuan: pola nafas pasien menjadi efektif
b. Kriteria hasil:

c.

Dada tidak ada gangguan pengembangan


Pernafasan menjadi normal 18-24 x/menit

Intervensi
1. Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
R : dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan
bervariasai
2. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi
R : dududk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan
3. Observasi pola batuk dan karakter sekret
R : menegtahui batuk keribg atau basah serta warna dari sekret itu
4. Berikan pasien latihan nafas dalam atau batuk efektif
R : dapat meningkatkan sekret di mana ada gangguan ventilasi sitambah
ketidaknyamana bernafas
5. Berikan O2 tambahan
R : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
6. Bantu fisioterapi dada
R : memudahkan upaya bernafas dalm dan meningkatkan draenase sekret
Evaluasi : pola napas kembali normal

3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2,


a. Tujuan: pertukaran gas menjadi efektif
b. Kriteria Hasil: Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat
dalam rentang
c. Intervensi:
1. Kaji TTV
R : perubahan TD terjadi dengan beratnya hipoksemia dan asidosis
2. Kaji tingkat kesadaran/ perubahan mental
R : hipoksemia sistemik dapat ditunjukkan pertama kali oleh gelisah dan peka
rangsang
3. Observasi adanya sianosis
R : Menunjukkanhipoksemia sistemik
4. Tinggikan kepala tempat tidur sesui kebutuhan pasien
R: meningkatkan ekspansi dada serta membuat mudah bernafas
5. Awasi BGA (blood gas analysis)
R : untuk mengetahui saturasi oksigen dalam darah
6. Berikan O2 sesui indikasi
R : memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran gas
12

Evaluasi : pertukaran gas kembali efektif


4. Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia
a.Tujuan: masukan nutrisi adekuat untuk kebutuhan individu
b. Kriteria hasil:
Berat badan pasien stabil
Peningkatan berat badan secara progresif menuju normal
c. Intervensi
1. Kaji status nutrisi secara kontinu
R : mengobservasi penyimpangan dari normal dan mempengaruhi pilihan
intervensi
2. Timbang berat badan setiap hari
R : mengontrol peningkatan berat badan pasien
3. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, jumlah kalori dengan tepat
R : mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi
dan masukan aktual
Evaluasi : masukan nutrisi adekuat untuk kebutuhan individu
5. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan
a. Tujuan : menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas
b. Kriteria Hasil :
Pasien dapat melakukan ADL sendiri
TTV dalam rentang normal
Kelemahan berkurang
c. Intervensi :
1. Berikan lingkungan tenang
R : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan
2. Jelaskan pentingnya intirahat dalam rencana pengobatan
R : tirah baring dipertahankan selama fase akut, menghemat energi
3. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
R : menetapkan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
Evaluasi : Pasien dapat melakukan ADL sendiri
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan rejimen pengobatan
a. Tujuan: pasien paham kondisi, tindakan yang akan dilakukan
b. Kriteria hasil:

c.

Penampilan releks saat di lakukan pengobatan


Berpartisipasi dalam program pengobatan

Intervensi
1. Kaji TTV (Vital Signs)
R : untuk mengetahui TTV(Vital Signs) pasien
2. Jelaskan kepada pasien sebelum melakukan tindakan
R : agar pasien tahu tentang tindakan yang dilakukan perawat kepadanya
3. Berikan informasi dalam bentuk tertulis maupun verbal
R : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk
menangkap informasi
13

4. Tekankan perlunya melanjutkan pengobatan selama periode


R : penghentian dini pengobatan dapat menyebabkan kekambuhan pada asma
5. Tekankan pentingnya melanjutkan intervensi medi
R : dapat mencegah terjadi komplikasi (Doenges,2003)
Evaluasi : Berpartisipasi dalam program pengobatan

BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi
gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien, keluarga,
dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus diberi informasi
lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis, aturan pakai, cara pakai dan
efek samping yang mungkin timbul. Pasien hendaknya juga menghindari faktor yang
14

menjadi penyebab timbulnya asma. Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu
membawa obat asma kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta
mengecek tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari
kualitas hidup pasien semakin meningkat.
b. Saran
Dengan mengetahui apa dan bagaimana penyakit asma maka dapat lebih
mengenali cara penanganannya.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Price,Sylvia. 2006. Anderson , Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit , alih
bahasa Peter Anugrah, edisi 4 . Jakarta :EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku ajar keperawatan medikel bedah. Jakarta: EGC
Suyono, Slamet. 2001. Ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

15

Nanda.2007. buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kreteria hasil
NOC, Ed 7. Jakarta: EGC
Doenges, EM.2003. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

16

Anda mungkin juga menyukai