Oleh:
Azmiadi
(1414201108)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi jalan napas menyebabkan gejala sesak napas. Sesak napas adalah
kesukaran bernapas yang dirasakan oleh pasien sebagai suatu gejala subjektif.
Kelainan sesak napas dapat disebabkan oleh kelainan rongga dada, kelainan paru,
sumbatan saluran napas, kelainan vaskuler paru dan lain-lain. Sesak napas di
bidang THT terutama disebabkan oleh sumbatan saluran napas atas, sumbatan
bronkus secara mekanik disebabkan oleh gangguan ventilasi, dan drainase sekret
bronkus. Secara fisiologis, bronkus yang
BAB II
PEMBAHASAN
Sindrom ini terdiri dari trias gejala yaitu mikrognasia, celah langit-langit, dan
oleh karena mikrognasia, lidah jatuh ke belakang mengakibatkan obstruksi jalan
napas atas. Kadang sindroma ini disertai defek pada mata.
Selaput (web) glotis dan stenosis glotis
Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial yang terbelah pada
garis tengah. Kegagalan pemisahan mengakibatkan berbagai derajat stenosis glotis,
mulai dari selaput pada komisura anterior sampai atresia total glotis. Biasanya
ditandai suara parau sedangkan pada bayi menifestasinya berupa suara serak dan
menangis tidak keras. Derajat sesak dan disfonia tergantung dari luasnya kelainan.
Pengobatan sementara pada bayi atau anak dengan businasi. Diperlukan
tindakan bedah untuk memisahkan pita suara melalui tirotomi.
Obstruksi di subglotis jarang ditemukan, yaitu berupa penyempitan jalan
napas setinggi rawan krikoid.
Radang
Angina Ludwig
Angina Ludwig ialah selulitis di dasar mulut dan leher akut yang invasif,
menyebabkan udem hebat di leher bagian atas yang dapat menyumbat jalan napas.
Kuman penyebab biasanya streptokokus atau stafilokokus. Infeksi biasanya berasal
dari lesi di mulut seperti abses alveolar gigi atau infeksi sekunder pada karsinoma
dasar mulut. Kelainan ini cepat meluas melalui ruang fasia tertutup dan dapat
menyebabkan udem glotis yang dapat mengancam jiwa karena obstruksi jalan napas.
Karena radang dasar mulut ini lidah terdorong ke palatum dan ke dorsal, ke arah
dinding dorsal faring sehingga menutup jalan napas.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibantu dengan pemeriksaan
biakan dan uji kepekaan kuman dari nanah.
Bila dapat dibuat diagnosis dini maka pemberian antibiotik kadang-kadang
memberikan hasil yang memuaskan. Bila pembengkakan leher dan dasar mulut tidak
segera berkurang maka dilakukan dekompresi terhadap ruang fasia yang tertutup di
dasar mulut dan leher, selanjutnya dipasang pipa penyalir.
Trauma
Menelan bahan kaustik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa kuat
seperti soda kaustik, potasium kaustik dan ammonium bila tertelan dapa
mengakibatkan terbakarnya mukosa saluran cerna. Pada penderita yang tak sengaja
minum bahan tersebut, kemungkinan besar luka baker hanya pada mulut dan faring
karena bahan tersebut tidak ditelan dan hanya sedikit saja masuk ke dalam lambung.
Tetapi pada mereka yang coba bunuh diri akan terjadi luka bakar yang luas pada
esofagus bagian tengah dan distal karena larutan tersebut berdiam di sini agak lama
sebelum memasuki kardia lambung.
Diagnosis didasarkan riwayat menelan zat kaustik dan adanya luka bakar di
sekitar dan di dalam mulut. Kasus kecelakaan biasanya terjadi pada anak usia
dibawah enam tahun, sedangkan kasus bunuh diri pada dewasa.
Trauma trakea
Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai trakea. Trauma tumpul
tidak menimbulkan gejala atau tanda tetapi dapat juga mengakibatkan kelainan hebat
berupa sesak napas, karena penekanan jalan napas atau aspirasi darah atau emfisema
kutis bila trakea robek.
Dari pemeriksaan photo roentgen dapat dilihat benda asing, trauma penyerta
seperti fraktur vertebra servikal atau emfisema di jaringan lunak di mediastinum,
leher dan subkutis.
Trauma tumpul trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita
diobservasi bila terjadi obstreksi jalan napas dikerjakan trakeotomi. Pada trauma
tajam yang menyebabkan robekan trakea segera dilakukan trakeotomi di distal
robekan. Kemudian robekan trakea dijahit kembali.
Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring dan
trakea. Keadaan ini baru diketahui bila pipa dicabut karena suara penderita terdengar
parau dan ada kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat
obstruksi pernapasan. Pengobatan dilakukan dengan pemberian kortikosteroid. Bila
obstruksi napas terlalu hebat maka dilakukan trakeotomi.
Stenosis trakea adalah komplikasi pemasangan pipa endotrakea berbalon
dalam waktu lama. Tekanan balon menyebabkan nekrosis mukosa trakea disertai
penyembuhan dengan jaringan fibrosis yang mengakibatkan stenosis.
Pengobatan stenosis ini berupa peregangan bagian yang stenosis dalam waktu
lama, tetapi seringkali perlu dilakukan reseksi segmental trakea dan anstomosis ujung
ke ujung.
Dislokasi krikoaritenoid
Trauma pada laring dapat menyebabkan dislokasi persendian krikoaritenoid
yang mengakibatkan suara parau disertai obstruksi jalan napas bagian atas. Pada
pemeriksaan roentgen leher tampak dislokasi struktur laring, penyempitan jalan
napas, dan udem jaringan lunak.
Penanganannya berupa trakeotomi, kemudian dislokasi direposisi secara
terbuka dan dipasang bidai dalam. Kelambatan penanganan dislokasi krikoaritenoid
dapat mengakibatkan stenosis laring.
Paralisis korda vokalis bilateral
Kedua pita suara tidak dapat bergerak sedangkan posisinya paramedian dan
cenderung bertaut satu sama lain waktu inspirasi. Penderita mengalami sesak napas
hebat yang mungkin memerlukan intubasi dan atau trakeotomi.
Tumor
Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil)
Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini disebabkan oleh papova
virus yang banyak didapatkan di lembah sungai Missisipi (AS). Penderitanya sering
mempunyai veruka kulit yang mengandung virus. Biasanya kelainan sudah mulai
pada usia dua tahun. Jika si ibu mempunyai veruka vagina maka kelainan ini dapat
terjadi pada bayi usia enam bulan.
Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang bertambah hebat sampai
terjadi sumbatan total jalan napas.
Terapi terdiri dari pembedahan dengan mikrolaringoskopi. Eksisi papiloma
dilakukan tanpa mengikutsertakan jaringan sehat. Kadang digunakan laser CO2,
pembedahan dingin atau radiasi ultrasonik. Angka kekambuhan tinggi sehingga perlu
dilakukan pembedahan berulang kali.
Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis infantile
atau tumbuh pada usia pertengahan dan tetap sebagai satu lesi tunggal terbatas pada
satu korda.
Kedua keadaan ini dapat berubah jadi karsinoma sel skuamosa. Perubahan ke
keganasan terjadi khusus pada penderita yang sebelumnya pernah mendapat
radioterapi. Penanganannya sama seperti pada anak-anak, hanya tidak memerlukan
trakeotomi.
Neoplasma tiroid
Karsinoma tiroid dapat berinvasi ke laring dan mempengaruhi jalan napas.
Adanya invasi ini harus dicurigai bila tumor tiroid tidak dapat digerakkan dari
dasarnya, disertai suara parau dan gangguan napas. Pada pemeriksaan photo roentgen
leher terlihat distorsi laring atau bayangan suatu massa yang menonjol ke lumen
laring dan trakea.
Kadang tumor tiroid berada pada saluran napas atas secara primer. Diduga
tumor primer di laring atau trakea bagian atas berasal dari sisa tiroid yang terletak
dalam submukosa yang melapisi krikoid dan cincin trakea atas yang ditemukan pada
1-2 % populasi. Tumor ini harus dieksisi dengan laringektomi.
Udem angioneurotik
Nasoendoskopi
X-ray. Dilakukan pada foto torak yang mencakup saluran nafas bagian atas.
Apabila sumbatan berupa benda logam maka akan tampak gambaran
radiolusen. Pada epiglotitis didapatkan gambaran thumb like.
Biopsi
terdapat di infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea.
Stadium IV
sangat ketakutan dan sianosis, jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita
akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada
keadaan ini penderita tampaknya tenang dan tertidur, akhirnya penderita
meninggal karena asfiksia.
E. Tindakan pada Obstruksi Saluran Napas Atas
Pada prinsipnya penanggulangan pada obstruksi atau obstruksi saluran
napas atas diusahakan supaya jalan napas lancar kembali.
Tindakan konservatif
stadium
II
dan
III,
atau
melakukan
Membantu ventilasi.
Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau berasal dari
lambung.
Mudah dikerjakan.
Posisi pasien tidur telentang, leher fleksi sedikit dan kepala ekstensi
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan baik.
Jika menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien yang tidur
telentang itu pundaknya harus diganjal dengan bantal pasir, sehingga kepala
mudah diekstensikan maksimal.
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri dan
dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis diangkat
horizontal ketas bersama-sama sehingga laring jelas terlihat.
Pasien
tidur
telentang
dengan
kepala
ekstensi
pada
artikulasi
atlantooksipitalis.
-
Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan
kiri.
Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah
sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara
kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian
dibuat sayatan horizontal pada kulit.
Setelah tepi bawah kartilago terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.
Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai pipa
plastik untuk sementara.
Irisan horizontal.
Nebulizer.
Dalam 25 jam tidak ada keluhan sesak bila lubang trakeostomi ditutup waktu
tidur, makan dan bekerja.
Komplikasi trakeostomi:
- Waktu operasi:
Perdarahan, lesi organ sekitarnya, apnea dan shock.
-
Pasca operasi:
Infeksi, sumbatan, kanul lepas, erosi ujung kanul atau desakan cuff pada
pembuluh darah, fistel trakeokutan, sumbatan subglotis dan trakea, disfagia,
granulasi.
Teknik trakeostomi:
-
Dilakukan insisi.
Insisi vertikal: dimulai dari batas bawah krikoid sampai fossa suprasternum,
insisi ini lebih mudah dan alir sekret lebih mudah
Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian
suntikkan anestesi lokal kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk pada
waktu memasang kanul.
Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan trakea
yaitu dengan menusukkan jarum suntik dan letakkan benang kapas tersebut.
Kemudian kanul dimasukkan dengan bantuan dilator.
Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya jahitan
longgar agar udara ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah kulit.
- Bentuk pipa gepeng lengkung seperti huruf C berlubang di tengahnya dengan salah
satu ujungnya bertangkai dengan dinding lebih keras
- OPA juga dipasang bersama pipa trakhea atau sungkup laring utk menjaga patensi
kedua alat tersebut dari gigitan pasien
Sungkup Muka
Sungkup Laring
Pipa Trakhea
2. Chest Thrust
3. Back Blow
Indikasi
Untuk menghilangkan obstruksi di jalan napas atas yang disebabkan oleh benda asing
& yg ditandai oleh beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:
1.
5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk.
6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis
7.
Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau
wizing.
1.
Tangan kanan dikepalkan dan dengqan bantuan tangan kiri, kedua tangan
diletakkan pada perut bagian atas.
Kemudian dilakukan penekanan pada rongga perut kearah dalam dan kearah
atas dengan hentakan beberapa kali. Diharapkan dengan hentakan 4-5 kali
benda asing akan terlempar keluar. Pada anak, penekanan cukup dengan
memakai jari telunjuk dan jari tengah kedua tangan.
Pada pasien yang tidak sadar atau terbaring, dapat dilakukan dengan cara
penolong berlutut dengan kedua kaki pada kedua sisi pasien. Kepalan
tangan diletakkan di bawah tangan kiri di daerah epigastrium.
Dengan hentakan tangan kiri ke bawah dan ke atas beberapa kali udara
dalam paru akan mendorong benda asing keluar.
Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan
bagian bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus
xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).
Jika mungkin, lihat secara langsung mulut dan paring klien dengan
laringoskopi dan jika tampak utamakan mengekstraksi benda asing
tersebut menggunakan Kelly atau Megil forcep.
(untuk Bayi)
Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi
lebih rendah dari pada badannya.
Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.
Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan
tumit tangan anda.
Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di
atas paha.
Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah
anda pada sternum dampingi dengan jari manis.
Lakukan chest thrust dengan cepat.
Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran
Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan napas dan buang benda asing
jika ia terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara membuta pada
bayi dan anak, karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam
jalan napas.
b. Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust (untuk Anak 1-8 th)
Untuk klien yg berdiri/duduk:
-
Lakukan thrust ke atas dengan cepat, dengan arah menuju tengahtengah dan tidak diarahkan ke sisi abdomen.
BAB III
PENUTUP
Obstruksi saluran napas atas adalah sumbatan pada saluran napas atas (laring)
yang disebabkan oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan
nervus rekuren bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu.
Obstruksi saluran napas atas dapat disebabkan oleh radang akut dan radang
kronis, benda asing, trauma akibat kecelakaan, perkelahian, percobaan bunuh diri
dengan senjata tajam dan trauma akibat tindakan medik yang dilakukan dengan
gerakan tangan yang kasar, tumor pada laring baik berupa tumor jinak maupun tumor
ganas, serta kelumpuhan nervus rekuren bilateral.
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium, yaitu
Stadium I: adanya retraksi di suprasternal dan stridor. Pasien tampak tenang. Stadium
II: retraksi pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi
dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah.
Stadium III: retraksi selain di daerah suprastrenal, epigastrium juga terdapat di
infraklavikula dan di sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stadium IV:
retraksi bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis,
jika keadaan ini berlangsung terus maka penderita akan kehabisan tenaga, pusat
pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pada keadaan ini penderita tampaknya
tenang dan tertidur, akhirnya penderita meninggal karena asfiksia.
Penanggulangan pada obstruksi saluran napas atas diusahakan supaya jalan
napas lancar kembali. Tindakan konservatif berupa pemberian antiinflamasi,
antialergi, antibiotika serta pemberian oksigen intermitten, yang dilakukan pada
sumbatan laring stadium I yang disebabkan oleh peradangan. Tindakan operatif atau
resusitasi dengan memasukkan pipa endotrakeal melalui mulut (intubasi orotrakea)
atau melalui hidung (intubasi nasotrakea), membuat trakeostoma yang dilakukan pada
sumbatan laring stadium II dan III, atau melakukan krikotirotomi yang dilakukan
pada sumbatan laring stadium IV dan tindakan tanpa menggunakan alat seperti
heimlich manuver, chest trust dan backblow.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N. Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga-hidungtenggorok. Edisi 5. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2005.
2. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Editor. Kepala dan Leher dalam: Buku ajar ilmu
bedah. Edisi revisi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.
3. D Gerard,MD. Epiglotitis. Dalam: Daniel J Kelley MD, Francisco Talavera,
harmD, PhD, Gregory C Allen,MD, Christopher L Slack, MD, Arlen D
Meyers,MD,MBA (editor). http://www.emedicine.com.
4. D Gerard,MD. Croup Dalam: Daniel J Kelley MD, Francisco Talavera, PharmD,
PhD, Gregory C Allen,MD, Christopher L Slack, MD, Arlen D Meyers,MD,MBA
(editor). http://www.emedicine.com.
5. Adams GL, Boies LR, Jr. Highler PA. Boies Buku Ajar THT. Edisi 6. Effendi H.
Santoso RAK. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1993.
6. Ballenger JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 13.
Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta. 1994.
7. Hermani B, Abdurrachman. Penanggulangan sumbatan laring. Dalam: S.A.Efiaty,
I.Nurbaiti, B.Jenny, R.D.Ratna (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi VI. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 2003 : 243 - 253.