PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia Islam saat ini memiliki dua tantangan: tantangan dari dalam diri sendiri (internal)
dan tantangan yang datang dari luar (eksternal). Namun mengatasi tantangan internal
lebih krusial, karena kita kalah sebetulnya bukan karena musuh kuat, tetapi karena kita
lemah. Meskipun musuh kita kuat (dan amat wajar jika musuh senantiasa berusaha
menguatkan dirinya), namun jika kita lebih kuat niscaya kita tidak akan bisa dikalahkan.
Jadi, problem terbesar umat ini adalah mengatasi tantangan yang ada dalam dirinya
sendiri.
Sekarang ini era global. Setiap negara di muka bumi ini pasti dipengaruhi secara kuat
oleh kekuatan global, atau lebih tepatnya konspirasi global. Tidak terkecuali dunia Islam.
Yang menjadi masalah adalah bahwa kekuatan global saat ini tidak berada di tangan
kita. Dan yang lebih parah lagi adalah ketika kekuatan global yang ada saat ini
memaksakan program globalisasi ke dunia Islam. Program ini tidak lain tujuannya
adalah untuk semakin menggencet, menekan, dan melemahkan dunia Islam.
Islam yang dibawa diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW mempunyai peran strategis
untuk menaburkan rahmat di seluruh alam ini (Q.S. al-Anbiya/21:107). Peran strategis
Islam itu dibarengi dengan titah-Nya kepada kelompok orang beriman untuk menjadi
pihak yang memimpin dan memakmurkan dunia (Q.S. al-Baqarah/2:30) sekaligus
sebagai umat terbaik (Q.S. Ali Imran/3: 110). Umat terbaik saja tidak cukup untuk
membuat Islam berperan sentral dalam kehidupan dunia ini, maka Allah juga
memerintahkan kepada umat terbaik itu untuk senantiasa berjuang tiada henti
menancapkan pilar-pilar kebenaran Islam yang berlaku universal (Q.S. al-Baqarah/2:
218; Ali Imran/3:142; al-Maidah/5:35; al-Anfal/8: 72; at-Taubah/9: 41, 86; al-Hajj/22: 78).
Akan tetapi, jika dilihat dari perspektif historis umat Islam, sungguh sangat
memprihatinkan. Jumlah pemeluk yang cukup besar, tidak dibarengai dengan peran
yang signifikan dalam menentukan arah peradaban dunia. Bandingkan dengan jumlah
Yahudi yang konon hanya sekitar 50 juta-an di seluruh muka bumi ini, tetapi kemajuan
ekonomi, politik, dan ilmu pengetahuan tidak ada bandingannya dengan negeri Muslim
di manapun.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dunia islam dan kontemporer.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa itu dunia kontemporer?
2. Bagaimana kaitannya dengan agama islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
Adopsi peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya,
ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai
pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari
kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang
mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di
dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika
peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah meminjam
konsep-konsep penting dalam Islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua
kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap kebudayaan
memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri yang disebut dengan
worldview (pandangan hidup).
Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki
pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya
(mengadopsi) konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan
identitasnya. Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya proses
integrasi dan internalisasi konseptual. Namun dalam proses itu, unsur-unsur pokoknya
berperan sebagai filter yang menentukan diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku
dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam khazanah
pemikiran Yunani, India, Persia, dan lain-lain. Pelajaran yang penting dicatat dalam hal
ini bahwa ketika para ulama meminjam konsep-konsep asing, mereka berusaha
mengintegrasikan konsep-konsep asing ke dalam pandangan hidup Islam dengan asas
pandangan hidup Islam. Memang, proses ini tidak bisa berlangsung sekali jadi. Perlu
proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung dari generasi ke generasi.
Di era modern dan post-modern sekarang ini, pemikiran dan kebudayaan Barat
mengungguli kebudayaan-kebudayaan lain, termasuk peradaban Islam. Namun tradisi
pinjam-meminjam yang terjadi telah bergeser menjadi proses adopsi, yakni mengambil
penuh konsep-konsep asing, khususnya Barat, tanpa proses adaptasi atau integrasi.
Apa yang dimaksud dengan konsep di sini bukan dalam kaitannya dengan sains dan
teknologi yang bersifat eksak, tetapi lebih berkaitan dengan konsep keilmuan,
kebudayaan, sosial, dan bahkan keagamaan.
Dalam konteks pembangunan peradaban Islam sekarang ini, proses adaptasi pemikiran
merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Namun sebelum melakukan hal itu
diperlukan suatu kemampuan untuk menguasai pandangan hidup Islam dan sekaligus
Barat, esensi peradaban Islam dan kebudayaan Barat. Dengan demikian, seorang
cendekiawan dapat berlaku adil terhadap keduanya.
Adil, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya atau dalam hal ini didahului dengan
mengambil sesuatu dari tempat asalnya. Jika ini didasarkan pada asumsi bahwa
konsep-konsep dalam peradaban asing (baca: Barat) adalah hikmah Islam yang hilang,
makaseseorang pemikir Muslim harus terlebih dahulu mempelajari tempat asal hikmah
tersebut dan tempat dimana hikmah itu hilang, sebelum mengambilnya kembali.
Esensi Kebudayaan Barat
Kebudayaan Barat (Western Civilization) berkembang mewarisi unsur-unsur
kebudayaan Yunani Kuno, Romawi, dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa
Eropa, khususnya Jerman, Inggris, dan Prancis. Sebagian penulis, seperti Samuel
ideologi tersembunyi yang akan membunuh ideologi Islam. Agenda noe-imperialisme itu
antara lain adalah kapitalisasi, liberalisasi, dan globalisasi.
b. Clash of Civilization (Benturan Peradaban)
Tokoh yang pertama mencetuskan teori clash of civilization adalah Samuel P.
Huntington. Dalam tulisan kontroversialnya The Clash of Civilization yang dimuat jurnal
Foreign Affair (Summer, 1993), guru besar studi-studi strategis pada Harvard University
AS itu memprediksikan makin parahnya ketegangan antara peradaban Barat dan
peradaban Islam. Tesis Huntington sebenarnya bagian dari rekomendasi bagi
pemerintahan Amerika Serikat untuk membuat peta tata dunia baru di planet bumi.
Huntington dalam hal ini ingin mengingatkan pemerintah AS untuk waspada terhadap
ancaman baru pasca perang dingin dan runtuhnya negara Uni Soviet.
Clash of civilization adalah tindak lanjut Perang Salib yang terjadi di abad 11-12 M. Barat
(terutama AS) memposisikan Islam sebagai musuh utama yang harus dilumpuhkan
dengan berbagai cara. Kepentingan global Barat dalam Clash of civilization
sesungguhnya adalah dominasi ekonomi dan politik atas seluruh negara non-Barat.
Untuk melancarkan kepentinganya itu, Barat memakai banyak cara, dari yang paling
halus sampai yang paling berdarah-darah. Cara halus Barat mengukuhkan
hegemoninya diantaranya melalui rezim pengetahuan. Rezim pengetahuan yang
diciptakan Barat tidak memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk
berkembang. Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa
menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara berfikir
saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.
Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di negara berkembang
dengan setia dan tidak sadar menyebarkan dan membela nilai-nilai dan institusi Barat
seperti demokrasi, civil society, hak asasi manusia. Semua yang datang dari Barat
diterima sebagai nilai-nilai universal yang merupakan produk peradaban terbaik yang
harus diikuti.
c. Isu Terorisme
Aktualiasi paling kontemporer dari clash of civilization adalah isu terorisme yang sedang
gencar-gencarnya dipropagandakan Barat untuk menyudutkan dan mendiskreditkan
Islam. Dipicu oleh serangan 11 September atas World Trade Cantre (WTC), AS dan
sekutunya seakan mempunyai mandat penuh untuk menyerang kelompok-kelompok
Islam yang dinilai radikal dengan dalih memberantas terorisme. Agresi AS di Afganistan
dan Irak adalah bagian dari perang melawan terorisme yang dilakukan AS dan Barat.
Perang melawan terorisme hanyalah sekadar dalih dari ambisi AS dan Barat untuk
menguasai negara-negara Muslim yang selama ini potensial untuk melakukan
perlawanan terhadap Barat. Dan yang lebih menyedihkan, agenda perang melawan
terorisme itu diterima oleh mayoritas negara-negara Muslim sebagai agenda bersama.
Bahkan pemerintah RI langsung meresponnya dengan mengeluarkan UU anti-terorisme
yang menimbulkan kontroversi itu serta tidakan-tindakan lain yang menyudutkan umat
Islam seperti rencana membuat sidik jari santri dan lain-lain.
Dampak isu terorisme yang dialami oleh umat Islam yang tinggal di Barat sungguh
besar. Gerakan mereka selalu dicurigai dan yang lebih menyakitkan adalah stigma
sebagai kelompok teroris yang berpengaruh terhadap relasi sosial mereka.
Problematika Kontemporer:
Masa yang kami maksudkan di sini dimulai dari sejak jatuhnya Dinasti Usmani di dunia
Islam dimana dibagi dalam dua bagian:
1- Masa sebelum Kebangkitan Islam:
Dunia Salib Barat, pasca runtuhnya Dinasti Usmani karena masalah internal yang kala
itu disebut dengan "kematian orang yang sakit", yakin sekali bahwa tidak ada lagi
kekuatan di dunia Islam yang secara militer mampu berhadapan dengan Barat.
Kemudian mereka menyusun program "pelucutan Islam" dari kancah social masyarakat
Islam. Program musuh ini bertujuan untuk mengubah identitas dan memutuskan tali
hubungan umat Islam dengan latar belakang peradaban dan budaya masa lalunya.
Sebab, musuh-musuh Islam sadar benar bahwa komitmen umat Islam terhadap akidah
dan ikatan-ikatan keagamaan serta moral adalah hal yang selalu berpotensi
mendatangkan lampu merah alias bahaya bagi mereka. Dan berikut ini kami akan
menyebutkan beberapa sebab dan factor masalah ini.
Alhasil, untuk mencapai tujuannya di era ini dan mengkikis kekuatan kaum Muslimin,
musuh menetapkan aksi-aksi di bawah ini sebagai bagian dari agenda dan program
mereka:
a. Membagi kawasan Islam menjadi beberapa negara-negara kecil.
b. Mengangkat penguasa-penguasa yang menjadi boneka mereka.
c. Mengeksploitasi para penulis bayaran untuk tujuan-tujuan berikut:
- Memunculkan instabilitas akidah masyarakat.
- Menyebarkan pemikiran-pemikiran asing.
- Mengubah identitas budaya dan agama Islam.
Memecah dunia Islam menjadi beberapa negara kecil dari satu sisi dan mengangkat
penguasa-penguasa
boneka
untuk
mengaktualisasikan
program
pengaburan/pengkikisan identitas dari satu sisi yang lain termasuk agenda musuh yang
sukses dijalankan dengan baik di era ini.
Dalam bidang ini, peran para pemikir yang kebarat-baratan dan para penulis yang
secara sadar atau tidak kadang-kadang bergerak sesuai dengan apa yang telah
digariskan dan diprogram oleh musuh tidak kalah daripada peran para penguasa
boneka mereka. Para penulis yang telah terkontaminasi dengan aroma weternisasi,
seperti Toha Husein dan Salam Musa di Mesir dan dunia Arab, Diya Kuk Old di Turki,
Sayid Ahmad Khan di India, dan Qasim Amin dan Taqi Zodeh di Iran, dan tentu masih
banyak lagi para penulis dan kolomnis koran dan majalah lainnya yang nama mereka
dapat disebut, menilai bahwa jalan kemajuan dapat dicapai dengan membebek dan
mengikuti pola hidup ala Barat. Mereka menekankan masalah ini dalam pelbagai tulisan,
orasi dan konferen-konferensi yang mereka ikuti.
Qasim Amin adalah pendukung keras anti jilbab, karena menurutnya fenomena religius,
seperti jilbab kaum wanita mencegah kemajuan umat Islam. Sebagian dari mereka
menganggap bahwa mengubah tulisan ke latin adalah salah satu cara lain untuk
menghidupkan kembali pelbagai adat istiadat dan tradisi kaum Jahiliya dengan asumsi
bahwa hal tersebut merupakan latarbelakang nasional.
Kendatipun berbagai konspirasi ini mendapat perlawanan kuat dan reaksi keras serta
efektif para ulama Islam, khususnya ulama Syiah di Iraq dan Iran, namun lemahnya
sarana dan alat dakwah dibandingkan dengan sarana yang digunakan pihak musuh dan
usaha biadab dan tak manusiawi pihak penguasa dalam mengkikis peran ulama dan
menghentikan gerakan-gerakan Islam, menyebabkan budaya impor ini berhasil
melakukan penetrasi secara mendalam di banyak dari masyarakat Islam.
Di banyak negara Arab faham nasionalisme berkolaborasi dengan sosialisme.
Kolaborasi ini begitu penting karena meskipun nasionalisme Arab mempunyai daya tarik
kebangsaan, namun ia sendiri tidak cukup untuk mengisi kekosongan pada program dan
pedoman kehidupan. Karena itu, sosialisme disosialisasikan sebagai system politiksosial yang berdampingan dengan nasionalisme Arab.
Dan dengan penggabungan ini, setelah mensosialisasikan penon-aktifan agama dari
panggung social, mereka berusaha untuk mengisi kekosongan ideologi. Di zaman itu,
ideologi Sosialisme-Marxsisme yang berseberangan dengan sistem Kapitalisme yang
menjadi penguasa dunia tampil sebagai sistem politik revolusioner baru yang memiliki
daya tarik tersendiri di kalangan anak-anak muda dan para mahasiswa. Karena alasan
ini, di banyak negara Arab, nasionalisme Arab yang memiliki karakter sosialisme berhasil
mengait pengikut dan simpatisan,khususnya di kalangan cendekiawan dan generasi
muda. Di Iraq, kelompok Komuniskarena dukungan dan lampu hijau dari pemerintah
secara terang-terangan bergabung dengan Materialisme-Marxsisme yang dasar
pemikirannya berhaluan pada pengingkaran terhadap metafisik dan Pencipta alam.
Dengan kata lain, mereka mengajak masyarakat kepada kekufuran dan
ketidakberimanan kepada Tuhan. Masalah ini memunculkan kecaman dan protes keras
kalangan agamis, sehingga Ayatullah al-Udzma Sayid Muhammad Hakim
mengeluarkan fatwa bersejarah yang berlebel Komunisme adalah kafir dan tak kenal
Tuhan . Fatwa ini berhasil menghentikan kesesatan tersebut. Sebab, dengan keluarnya
fatwa ini masyarakat termotivasi untuk melakukan kebangkitan kolektif dimana mereka
menyerang pusat kelompok sesat ini, sehingga membuat pemerintah mengubah
sikapnya dan menarik dukungannya terhadap gerakan Komunis ini.
Oleh karena itu, dengan mudah dapat dikatakan bahwa tujuan dan agenda musuh di era
ini dan di masa sebelum dimulainya kebangkitan Islam secara utama terpusat dan
terfokus pada usaha menyingkirkan peran agama dan menumbuhkan pemikiran
Materialisme.
Keimanan yang kuat dan kokoh masyarakat terhadap Islam dan pelbagai ajaran abadi Al
Qur'an menjadi penghalang melemahnya keterikatan mereka pada Islam, meskipun
serangan musuh di era ini bak ombak besar yang menerjang masyarakat Islam dari
pelbagai arah, dan kendatipun sekolah, dan universitas, koran, majalah, pena-pena
bayaran, dukungan para pengusa boneka berhasil menyebarkan budaya impor dan
gaya hidup Barat dan pelbagai asesorisnya di tengah masyarakat. Tetapi, mereka sama
sekali tidak mampu mengubah identitas asli Islam masyarakat dan hubungan mereka
dengan Islam. Sebagai contoh, di Turki, meskipun setelah jatuhnya Kerajaan Usmani,
Pertama, mereka memaksakan perang melalui partai Bats, Iraq yang dipimpim oleh
Saddam Husein Takriti. Kekuatan Adi Daya mendukung Saddam secara penuh (media,
logistic, alat militer) untuk menghancurkan Revolusi Islam yang baru berlangsung di
Iran. Dengan hancurnya Iran yang jelas-jelas mengangkat bendera Islam maka harapan
rakyat terhadap pemerintahan dan kemuliaan Islam di dunia akan sirna. Di samping
perang yang dipaksakan, Saddam juga menyiapkan pelbagai ambisi pribadi jahatnya,
namun gelombang ombak ini bukan hanya tidak berhenti, tapi justru semakin tumbuh
subur dan akarnya semakin kuat. Gaung kebangkitan Islam di Iran justruhari demi hari
semakin menyebar kemana-mana dan gerakan Islam di Iran semakin matang dan
mantap dalam menghadapi pelbagai konspirasi musuh eksternal dan internal.
Sampai sekarang tekad dan perlawanan yang tumbuh dari kekuatan iman masyarakat
Muslim Iran menjadi faktor utama yang mampu menjaga cita-cita Imam Khomeini dan
pemerintahan Islam dan juga menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi pelbagai
konspirasi yang disusun sejak awal Revolusi Islam Iran.
Hari demi hari dunia Islam terus menghadapi pelbagai konspirasi yang dilancarkan para
musuh untuk menghambat laju kebangkitan Islam. Konspirasi ini bukan hanya tidak
berhenti, bahkan hari demi hari lebih dalam, lebih luas dan lebih sulit.
Untuk generasi yang hidup di era kebangkitan Islam dan Revolusi Islam, sangat penting
bagi mereka untuk mengetahui problematika kontemporer dunia Islam dan tujuan buruk
segi tiga kejahatan, yaitu kekuatan kekufuran, Zionisme, dan kaum Salibisme
internasional. Di samping pengetahuan ini, memahami potensi dan kekuatan
perlawanan serta unsur kemenangan di hadapan musuh-musuh bersama akan
menjamin basirah (ketajaman mata hati) dan membuat kita yang berada di barisan
kebenaran mengenal bagaimana caranya menghadapi front kebatilan dalam
peperangan panjang yang sangat menentukan ini.
Adapun strategi yang disusun Barat untuk menghadapi dunia Islam pada era
kebangkitan Islam adalah:
a. Mengkikis peran Islam dari percaturan masyarakat dunia.
b. Menghapus peran Islam di antara masyarakat Islami sendiri.
c. Melucuti infrastruktur dan potensi yang dimiliki negara-negara Islam.
Sekarang, kami akan menjabarkan ketiga strategi tersebut di bawah ini:
a. Mengkikis peran Islam dari percaturan masyarakat dunia
1. Meragukan keberadaan Islam sebagai agama samawi.
2. Meragukan keotentikan Al Qur'an.
3. Mendistorsi sejarah dan kehidupan Nabi Muhammad saw yang jelas-jelas diakui
kebenarannya oleh seluruh umat Islam.
4. Memberikan gambaran yang tidak benar berkenaan dengan ajaran Islam dan Al
Qur'an, dan mengenalkannya sebagai sumber kekerasan.
5. Mewujudkan kebencian dan ketegangan di antara kaum Muslimin dan para pengikut
agama lainnya, khususnya umat Kristen.
6. Mengadakan pelbagai seminar ilmiah dan mendirikan pusat penelitian untuk
mengenal Islam dengan tujuan untuk mempelajari kelemahan dan kekurangan agama
Islam.
fitnah ini dalam kemasan perang budaya dan peradaban. Sebab, sebagaimana yang
telah kami singgung bahwa fenomena kebangkitan Islam tidak akan pernah dicegah
oleh musuh melalui pendekatan dan aksi militer.
C. Kondisi Umat Islam
a. Terpecah belah dan diskonsolidasi
Adanya hadis yang menyebut bahwa umat Islam akan terbagi menjadi tujuh puluh tiga
golongan dan yang selamat hanya satu, seolah menjadi alasan normatif bagi umat umat
Islam untuk tidak bersatu. Realitas umat yang majemuk, terdiri dari beragai aliran
pemikiran dan golongan serta berbagai kelompok gerakan tidak disikapi secara bijak
oleh umat Islam sebagai sebuah keniscayaan sejarah, tetapi malah dijadikan alasan
untuk mengutuk, menyesatkan, menafikan dan menyerang kelompok lain.
Suasana tidak harmonis antar umat Islam tidak saja terjadi di level bawah, tetapi pada
level antar negara Islam. Arab Saudi, misalnya, tampak tidak begitu simpati apalagi
tergerak secara kongret untuk melakukan pembelaan terhadap Hizbulloh yang diserang
Israel, gara-gara Hizbulloh berpaham Syiah.
Belum lagi pertarungan antara kelompok konservatif salafi dengan gerakan-gerakan
Islam modernis internasional, seperti Ikhwan al-Muslimin dan Hizb at-Tahrir, antara
kelompok Islam pro pemerintah dengan kelompok Islam radikal di Mesir, Aljazair, Sudan,
Somalia, Pakistan dan sebagainya. Aneka konfilk itu sangat jelas melemahkan kekuatan
Islam dan menguntungkan kelompok Barat yang selama ini sedang giat-giatnya
membuat Islam lemah melalui politik adu domba.
Di level nasional Indonesia, dapat disaksikan betapa umat Islam tidak mempunyai satu
ritme gerakan untuk melaksanakan agenda umat melawan musuh bersama Islam. Atau
jangan-jangan musuh bersama (common enemy) itu tidak pernah terpikirkan oleh umat
Islam sehingga justru yang menjadi musuh adalah kelompok Islam lain. Sinergitas antar
gerakan Islam tidak tampak dan yang muncul adalah egoisme kelompok, seolah hanya
dengan kelompoknya sendiri seluruh persoalan umat Islam dapat dipecahkan.
b. Terpenjara oleh kesadaran magic (tahayul)
Salah satu akibat yang dimunculkan oleh kesadaran macam ini adalah mejadikan umat
Islam anti terhadap ilmu pengetahuan. Padahal, kemajuan yang dicapai Barat dan yang
lantas digunakannya untuk menyerang Islam adalah melalui ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dunia Islam terlena dengan kesadaran magic, dan menganggap seolah-olah semua
persoalan umat dapat diselesaikan dengan perilaku yang bersumber dari kasadaran
macam itu. Ketika Allah mengingatkan bahwa setan adalah musuh yang nyata, maka
banyangan umat tentang sosok setan adalah makhluk halus yang suka membuat orang
kesurupan atau hantu di malam hari semata. Umat tidak sadar bahwa manusia pun bisa
menjadi setan yang tingkah polahnya bisa jauh lebih dahyat efeknya bagi kehidupan.
Amerika dan Barat, yang sewenang-wenang terhadap Islam apa bukan setan namanya?
Majikan yang suka memeras buruhnya, apa tidak bisa digolongkan menjadi kelompok
setan? Penguasa yang dzalim dan korup apa bukan kelompok setan? Jika mereka
adalah sosok setan, lantas apa bisa melawannya hanya dengan kekuatan-kekuatan
magic? Kalau umat Islam mau meniru Iran, dengan bekal ilmu pengetahuan dan
generasi muda Islam kian hari kian menjauh dari ajaran Islam. Ini adalah problem
budaya yang harus dihadapi dengan counter hegemonic culture(melawan budaya
dominan), dan tidak semata-mata persoalan split personality (ketidak shalihan individu).
c. Berkubang dalam konflik
Akibat dari politik pecah belah yang dilakukan Barat, terasa sampai di tingkat lokal dan
akar rumput (grassroot). Umat Islam menjadi saling curiga antara satu kelompok dengan
kelompok lain bahkan sampai terjadi konflik yang berdarah-darah.
Saking curiganya dengan kelompok lain, hal-hal yang semestinya bukan ajang konflik
menjadi media efektif untuk menyulut konflik. Perbedaan furuiyah, manhaj gerakan,
manhaj dahwah dan tarbiyah menjadi lahan subur untuk saling menafikan bahkan
mengkafirkan.
Apalagi jika sudah memasuki wilayah politik, sungguh sangat sulit untuk tidak terjadi
konflik. Kerusuhan yang terjadi di Madura beberapa tahun silam diakibatkan oleh
berbedaan aspirasi politik walaupun mereka sama-sama Islam dan sama-sama NU. Nu
dan Muhammadiyah juga pernah hampir terjadi kerusuhan besar hanya saat berbeda
dalam sikap politik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dunia kebarat-baratan atau dunia kontemporer pada saat ini mulai memasuki agama
islam, banyak cara yang harus dilakukan