Anda di halaman 1dari 6

KHUTBAH JUMAT

HIJRAH, ETOS KERJA MUSLIM

Saudaraku rahimakumullah,
Kita baru saja masuk pada bulan Muharram, salah satu bulan yang dimuliakan Allah seperti
firman Allah dalam QS Attaubah: 36

[9.36] Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan
haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri
kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Oleh karena itu sudah selayaknya kita senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah
dengan sebenar-benar takwa.

Sebelum kita kupas apa makna hijrah, maka kita lihat sekilas sejarah ditetapkannya
peristiwa hijrah Rasul sebagai awal kalender Islam.
Pada tangga 6 bulan Agustus 610 M Rosululloh Muhammad SAW dilantik menjadi
Rosul. Kemudian pada tanggal 28 Juni 623 M beliau Hijrah dari kota Mekkah ke kota
Madinah. Tepat pada tanggal 9 Juni 633 Masehi Rosululloh wafat.
Setelah Rosulullah wafat kemudian kepala Negara diganti oleh shohabat Abu Bakar
Shiddiq r.a. selama 2 tahun dan pada tahun 635 M setelah Shohabat Abubakar
wafat. Selanjutnya kepala negara diganti oleh Shohabat Umar bin Khottob selama
10 tahun.

Jadi Rosululloh SAW sebagai rasul selama 13 tahun dan kemudian menjadi rosul
dan Kepala Negara di Madinah selama 10 tahun. Shohabat Abu Bakar Shiddiq r.a.
menjadi kepala negara di Madinah selama 2 tahun. Shohabat Umar bin Khothob r.a.
menjadi kepala negara di Madinah selama 10 tahun.
Pada waktu shohabat Umar bin Khottob menjadi kepala negara di Madinah, banyak
negara-negara yang takluk dengan Madinah seperti : Negara Mesir, Negara Irak
atau Mesopotamia, Negara Yaman, Negara Bahrain, Negara Persi atau Iran, Negara
Palestina, Negara Syiria, Negara Turki. Sebelumnya negara-negara tersebut masuk
wilayah Negara Rumawi yang Kristen. Negara Negara seperti Kuffah, Baghdad,
Basroh di Irak masuk wilayah Negara Persi.
Ibu Kota Negara sebagai pusat kendali pemerintahan di bawah seorang Kepala
Negara yang disebut Amirul Mukminin adalah di Madinah di bawah pimpinan
Shohabat Umar Bin Khothob. Pada tahun ke 5 Sayyina Umar bin khothob menjabat
Kepala Negara beliau mendapat surat dari Musa Al Asari Gubernur Kuffah, yang
isinya adalah sebagai berikut : kataba musa al asari ila umar ibnul khothob. innahu
taktiina minka kutubun laisa laha taariikh. Artinya: Telah menulis surat Gubernur
Musa Al Asari kepada Kepala Negara Umar bin Khothob. Sesungguhnya telah
sampai kepadaku dari kamu beberapa surat-surat tetapi surat-surat itu tidak ada
tanggalnya.
Kemudian Kholifah Umar bin Khothob mengumpulkan para tokoh-tokoh dan
shohabat-shohabat yang ada di Madinah. Di dalam musyawarah itu membicarakan
rencana akan membuat Tarikh atau kalender Islam. Dan didalam musyawarah
muncul bermacam-macam perbedaan pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah
sebagai berikut:
Ada yang berpendapat sebaiknya tarikh Islam dimulai ari tahun lahirnya Nabi
Muhammad SAW.
Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Nabi Muhammad
SAW diangkat menjadi rosululloh.
Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Rosululloh di Isro
Miroj kan .
Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari wafatnya Nabi
Muhammad SAW.
Sayyidina Ali krw. Berpendapat, sebaiknya kalender Islam dimulai dari tahun
Hijriyahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah atau pisahnya negeri
syirik ke negeri mukmin. Pada waktu itu Mekkah dinamakan Negeri Syirik, bumi
syirik.
Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar Bin Khothob
sepakat memilih awal yang dijadikan kalender Islam adalah dimulai dari tahun
Hijriyahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Kemudian kalender
Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah.
Jadi, ditetapkan tahun Hijriyah itu dimulai sejak Umar bin Khothob menjabat Kepala
Negara setelah 5 tahun dimulai diberlakukan bertepatan dengan tahun 640M.
Setelah tahun Hijriyah berjalan 5 tahun kemudian Shohabat Umar Bin Khothob
wafat.
1. Peristiwa yang menarik adalah mengapa peristiwa hijrah ditetapkan sebagai
awal kelender, bukan saat lahirnya, matinya, Israknya, dll? Ini merupakan
penghargaan Islam terhadap prestasi, bukan prestise. Seseorang dihargai karena
prestasi bukan prestise.

[49.13] Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Sabda Rasul

Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Shakhr ra, ia berkata Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak melihat pada tubuh kalian, dan tidak pula kepada rupa
kalian, tetapi Dia memandang kepada hati kalian. (HR Muslim)
2. Hijrah Dinamis
Dalam ajaran Islam sarat dengan istilah syariat, tharikat, manhaj, shirath, sabil.
Semua itu mempunyai arti dasar jalan. Hakikat jalan adalah untuk bergerak
berpindah, dinamis, senantiasa beraktivitas. Ini adalah etos kerja muslim. Jadi kalau
sebuah jalan kok tidak ada pergerakan, ada yang menghambat, macet, dsb, maka ia
telah menghianati hakikat jalan.
Maka tak ada tempat bagi orang Islam untuk berhenti, diam, pasif, menunggu,
meminta-minta, berhitung dengan seandainya jikalau umpama saja. Tetapi harus
senantiasa aktif, bergerak dinamis.
Allah tak akan merubah nasib seorang kalau dia sendiri tak merubahnya. Bahkan
Allah menegur orang yang menderita karena tak mau berjuang akibat tak mau
pindah, tak mau bergerak.

Se
sungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri
sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: Dalam keadaan bagaimana kamu
ini?. Mereka menjawab: Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri
(Mekah). Para malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu
dapat berhijrah di bumi itu?. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan
Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali, [QS An-Nisa 4.97]

kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita atau pun anak-anak yang
tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu,
mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun. [QS An-Nisa, 4.98-99]

Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini
tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[QS An-Nisa4.100]

Jika di tempat tinggalmu sudah tidak ada lagi orang yang berilmu dan beradab
(sebagai tempat penenang maka tinggalkanlah negerimu dan berlakuklah sebagai
musafir (orang asing)
Pergilah niscaya engkau akan mendapatkan pengganti orang yang kautinggalkan.
Kemudian menetaplah di tempat yang baru itu karena lezatnya kehidupan itu pada
ketetapan (tidak berpindah2). Sesungguhnya aku melihat terhentinya air dapat
membuat rusak, tetapi jika air itu mengalir akan menjadi baik dan sehat, dan bila
tidak mengalir akan tidak baik.
Seekor singa kalau dia tidak bergerak dari sarangnya tentu ia tidak akan
mendapatkan mangsanya. Sebuah panah tidak akan mengenai sasaran kalau ia
tidak mau bergerak dan berpisah dari busurnya.
3. Pilar-Pilar Hijrah
Membaranya besi Makah (penyiksaan, kezaliman dan berbagai penyelewengan
terhadap pengikut rasulullah) ketika itu, menjadikan Rasulullah SAW diperintahkan
untuk melakukan perpindahan syarI (hijrah) dari Mekah ke Madinah. Perpindahan
ini sendiri adalah awal dari tekad perubahan atau dalam istilah apapun (reformasi,
tajdid, islah, dll.) dari situasi yang tidak menguntungkan kepada situasi yang lebih
menguntungkan. Dari situasi yang stagnan terhadap situasi yang lebih dinamis.
Dalam hubungan ini Umat harus segera melakukan pilar-pilar hijrah dari masa ke
masa:
Pertama: Hijrah aqadiyah. Yaitu tekad dan komitmen penuh untuk melakukan hijrah
dari berbagai tuhan dalam hidup kita, termasuk tuhan-tuhan tokoh, harta,

kedudukan, persepsi, dll. Menuju kepada Tuhan Yang Maha Tunggal, Allah SWT.
Barangkali, wacana ketuhanan Ibrahim akan sangat membantu kita dalam hal ini.
Ibrahim memulai menemukan tuhannya dalam bentuk bintang-bintang. Namun
karena timbul bulan yang kelihatannya lebih besar dan bersinar, ia pun memiliki
keberanian untuk mengetakan no kepada bintang-bintang tersebut. Beberapa
masa kemudian, ternyata bulan seolah mengilang dari pancaran mentari yang
bersinar. Maka dengan kebesaran jiwa yang dimilikinya, Ibrahim mampu
melepaskan diri dari mempertuhankan bulan menuju kepada keyakinan akan
ketuhanan matahari. Tapi tatkala matahari tenggelam, ia pun berkesimpulan, inni
wajjahtu wajhiya lilladzi fatarassamawati walardh haniifan musliman wa maa ana
minal musyrikiin.
Proses pencapaian kemurnian akidah Ibrahim ini adalah contoh kongkrit yang sering
terjadi dalam kehidupan kita. Betapa kekaguman kita terhadap seorang tokoh
misalnya, namun jika pada akhirnya fakta mengharuskan kita untuk mengambil sikap
bersebelahan, maka kita harus melakukannya. Sikap sebagian ummat selama ini,
yang cenderung mengidolasasikan (memberhalakan) pemimpin sesudah masanya
diilhami oleh hijrah (perpindahan positif) ke arah yang lebih positif.
Kedua, Hijrah Taabbudiyah. Yaitu tekad dan komitmen penuh dari ummat ini untuk
melakukan perubahan konsepsi terhadap ibadah dalam Islam. Selama ini, ummat
masih memahami makna ibadah sebagai kegiatan-kegiatan ritual yang terlepas dari
masalah-masalah sosial dalam kehidupannya. Konsekwensinya, terjadi personal
split (personalitas yang kontradiktif), di satu sisi merasa menjadi hamba yang saleh
karena banyak melakukan haji, namun di sisi lain, tanpa menyadari, menjadi hamba
yang korup dalam berbagai bentuknya.
Pemahaman terhadap konsepsi ibadah di atas sudah masanya diubah, direform,
sehingga ummat ini tidak lagi kehilangan banyak kunci-kunci surga. Kunci-kunci
surga dalam bentuk amal-amal kemasyarakatan, termasuk dalam pengelolaan
negara dan bangsa. Untuk ini, khutbah Jumat sudah harus dirubah isinya, yang
selama ini melihat pembicaraan mengenai hal-hal politis (tanpa bermaksud
politiking), dianggap tabu. Sebab hanya dengan menyadarkan ummat akan makna
ibadah dalam proses amar maruf, penegakan keadilan dan penanaman motivasi
agar ummat bangkit melakukan kewajiban dan memperjuangkan hak, ummat akan
terhindari dari perilaku penguasa yang cenderung memperbudak.
Ketiga, Hijrah Akhlaqiyah. Yaitu perubahan perilaku, baik lahir maupun bathin (Al
Akhlaq wassuluk), ke arah yang islami. Akhlaq yang diajarkan oleh Islam
sesungguhnya adalah perilaku manusia yang universal. Satu contoh misalnya,
ketika di musim haji anda akan merasakan betapa attitude manusia akan beragam,
termasuk yang sangat kasar (melompat di atas kepala sesama yang lagi duduk
berdzikir) misalnya. Padahal, dalam hadits disebutkan bahwa dilarang duduk di
antara dua orang tanpa seizinnya (hadits). Lalu bagaimana melompati kepala
orang?
Keempat, Hijrah Aqliyah Tsaqaafiyah. Yaitu tekad untuk membenahi sistem
pemikiran dan cara pandang kita sebagai Muslim. Salah satu ajaran penting Islam
dalam hal ini adalah bahwa manusia telah dimuliakan dengan kemampuan
intelektual (allama Aadam). Oleh sebab adalah pengingkaran terbesar terhadap
nimat Allah jika kemampuan ini tersia-siakan, dengan mengekor kepada cara
pandang orang lain tanpa reserve. Termasuk cara pandang dalam melihat
kehidupan misalnya. Amerika yang dipersepsikan sebagai the most super power
and by some others perceived to be the most civilized country, cenderung diikuti
dalam berbagai kebijakannya. Tanpa disadari sebagian ummat ini terlibat dengan
perilaku ini, yang sesungguhnya pada saat yang sama terjatuh dalam sebuah
penjajahan baru, yaitu intellectual colonization (penjajahan intellektual).

Kelima, Hijrah Usrawiyah. Yaitu tekad dan komitmen baru untuk melakukan
perubahan dalam pola pembangunan keluarga. Keluarga disebutkan secara khusus
karena keluarga merupakan institusi terpenting untuk melakukan pembenahanpembenahan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Gagalnya institusi keluarga
merupakan kegagalan dalam institusi kemasyarakatan yang lebih luas.
Kalau selama ini, sebagian ummat terlalu materialistic minded dalam membangun
kehidupan keluarganya, mungkin sudah masanya dilakukan pembenahan dengan
peruabahan ke arah yang lebih seimbang antara material dan spiritual. Jika ummat
terlalu termotivasi untuk mendidik anak ke jenjang tertinggi, Ph.D dalam ekonomi,
politik, dll. Mungkin sudah masanya dibarengi dengan pendidikan tertinggi pula
dalam hal kerohaniaan. Intinya, hijrah ke arah kehidupan keluarga yang Islami, yang
ditandai oleh kesuksesan dunia akhirat (fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah).
Keenam, Hijrah Ijtimaiyah. Tekad dan komitmen dari semua anggota ummat ini
untuk melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih positif dalam kehidupan
jamaahnya, dalam segala skala kehidupannya, baik politik, ekonomi, legal dan
hukum dll. Untuk mencapai perubahan ini, diperlukan strategi-strategi yang sesuai,
yang menuntut kemampuan ijtihadiyah dari anggota ummat ini. Mungkin akan keliru,
jika ada di kalangan ummat ini yang mengakui bahwa metode pencapaian jamaah
islam (istilah apapun namanya, negara atau khilafah islamiyah) adalah miliknya
semata. Berbagai kelompok, yang berada pada jalur ini (upaya pencapaiannya),
berada pada persimpangan ijtihadi yang mungkin benar dan mungkin salah. Yang
pasti, bahwa memang ada perbedaan kadar kebenaran dan kesalahan yang dimiliki
masing-masing kelompok tersebut. Tinggal bagaimana agar kebenaran yang ada
pada masing-masing pihak dapat dikoordinasikan sehingga mampu menutupi
kekurangan-kekurangan yang ada.
Demikian sekilas refleksi hijrah. Selamat Tahun Baru 1422 H. Semoga perjalanan kita,
dalam setiap langkah yang diambil mendapat ridha dan hidayah serta maunah Allah

SWT.

Artinya:
Barang siapa pada hari ini dalam keadaan yang lebih baik dari hari kemarin, maka ia
termasuk orang yang beruntung, dan barang siapa yang pada hari ini sama dari hari kemarin
maka ia termasuk orang yang merugi, dan barang siapa yang pada hari ini dalam keadaan
yang lebih buruk dari hari kemarin,maka ia termasuk orang yang celaka

Anda mungkin juga menyukai