Anda di halaman 1dari 18

Referat

Sinusitis Maksilaris

Disusun oleh:
Yehezkiel Edward 112014338
Martinus V. Tjandra 112015177

Pembimbing:
Dr.Nurlina M Rauf, Sp.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510, Telp: 021-56942061

KATA PENGANTAR

Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, telah dapat diselesaikan tugas
reffrat dengan judul Sinusitis Maksilaris ini.
Penulisan makalah ilmiah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas refrat pada
stase THT dalam koass. Selama penulisan makalah ilmiah ini banyak dibantu oleh
beberapa pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada: dr Tenty, Sp. THT, M. Biomed dan dr. Nurlina,
Sp. THT selaku pembimbing pada stase THT ini.
Penyusunan makalah ilmiah ini tentu tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran atas segala perbaikan senantiasa dihargai dan terima dengan hati
terbuka. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat.

Ciawi, 6 April 2016

Penulis

TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Rongga
ke

hidung

belakang

atau

dipisahkan

kavum

nasi

berbentuk

oleh

septum

nasi

terowongan

dibagian

dari

tengahnya

depan
sehingga

menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah
dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Bagian
dibelakang
rongga

dari

nares

hidung

permukaan

kavum
anterior,

adalah

dalam

nasi

yang

disebut

septum

prosesus

letaknya

sebagai
nasi.

frontalis

sesuai

vestibulum.

Dinding

os

ala

Dinding

lateral

maksila,

os

nasi,

tepat
medial

dibentuk
lakrimalis,

oleh
konka

superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka
inferior,

lamina

perpendikularius

os

palatum,

dan

lamina

pterigoides

medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar
dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil
adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang
terkecil

ialah

konka

suprema

dan

konka

suprema

biasanya

rudimenter.

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila


dan

labirin

etmoid,

sedangkan

konka

media,

superior,

dan

suprema

merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding


lateral

hidung

Tergantung
media

dan

dari

terdapat

rongga

letak

meatus,

ada

Dinding

inferior

superior.

sempit

yang

tiga

dinamakan

meatus

yaitu

merupakan

dengan

meatus.

meatus

inferior,

dasar

hidung

yang

dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os


palatum.
Dinding

superior

atau

atap

hidung

terdiri

dari

kartilago

lateralis

superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os


etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh
lamina kribrosa yang dilalui filamen - filamen n.olfaktorius yang berasaldari
permukaan

bawah

bulbus

olfaktorius

berjalan

septum nasi dan permukaan kranial konka superior.

menuju

bagian

teratas

Gambar 1. Penampang Koronal Hidung.

Kompleks osteomeatal (KOM)


Pada

sepertiga

media, ada
sinus

muara-muara

etmoid

kompleks

tengah

anterior.

osteomeatal

dinding

saluran dari
Daerah

(KOM).

ini
KOM

lateral
sinus

rumit

hidung,

yaitu

maksila,

sinus

dan

adalah

sempit,

bagian

meatus

frontal dan

dan

dari

di

dinamakan

sinus

etmoid

anterior. Pada potongan koronal sinus paranasal, gambaran KOM terlihat


jelas yaitu suatu rongga antara konka media dan lamina papirasea. Isi dari
KOM terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus
unsinatus,

sel

agger

nasi,

resesus

frontalis,

bula

etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.

Gambar 2. Kompleks osteomeatal.

etmoid,

dan

sel-sel

Prosesus

unsinatus

anterosuperior
melekat

ke

di

berbentuk

posteroinferior

anterosuperior

posteroinferior

pada

ujung

bumerang

sepanjang

memanjang

dinding

lateral

dari
hidung,

pada

pinggir

tulang

lakrimal

dan

di

superior

konka

inferior.

Prosesus

unsinatus

membentuk dinding medial dari infundibulum.


Bula

etmoid

terletak

di

posterior

prosesus

unsinatus

dan

merupakan sel udara etmoid yang terbesar dan terletak paling anterior.
Bula

etmoid

dapat

membengkak

sangat

besar

sehingga

menekan

infundibulum etmoid dan menghambat drainase sinus maksila.


Infundibulum etmoid berbentuk seperti terowongan dengan dinding
anteromedial

dibatasi

dibatasi

oleh

terdapat

ostium

terowongan

bula

yang

semilunaris anterior.

oleh

prosesus

etmoid,

alami

sinus

membuka

dan

unsinatus,
pada

maksila
kearah

dinding

bagian
sedangkan

kavum

nasi

posterosuperior

posteroinferolateralnya
proyeksi

dari

membentuk

tepi
hiatus

Sel agger nasi merupakan sel ekstramural paling anterior dari selsel etmoid anterior. Karena letaknya sangat dekat dengan resesus frontal,
sel ini merupakan patokan anatomi untuk operasi sinus frontal. Denganmembuka sel
ini akan memberi jalan menuju resesus frontal.
Resesus

frontal

dapat

ditemukan

pada

bagian

anterosuperior

dari

meatus media dan merupakan drainase dari sinus frontal, dapat langsung
ke meatus media atau melalui infundibulum etmoid menuju kavum nasi
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang
terletak

di

sekitar

hidung

dan

mempunyai

hubungan

dengan

rongga

hidung melalui ostiumnya. Ada 3 pasang sinus yang besar yaitu sinus
maksila, sinus frontal dan sinus sfenoid kanan dan kiri, dan beberapa selsel

kecil

yang

merupakan

sinus

etmoid

anterior

dan

posterior.

Sinus

maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior termasuk kelompok sinus
anterior dan bermuara di meatus media, sedangkan sinus etmoid posterior
dan sinus sfenoid merupakan kelompok sinus posterior dan bermuara di
meatus superior.
Sinus Maksila
Sinus

maksila

berbentuk

permukaan

fasial

os

maksila

posteriornya

adalah

permukaan

piramid.
yang

Dinding
disebut

infra-temporal

anterior
fosa

maksila,

sinus

kanina,
dinding

adalah
dinding

medialnya

adalah dinding lateral rongga hidung, dinding superiornya

adalah dasar

orbita

dan

dan

dinding

inferiornya

adalah

prosesus

alveolaris

palatum.

Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dari segi
klinik, yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga
gigi taring (C) dan gigi molar (M3), bahkan akar-akar gigi tersebut
dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah
naik ke atas menyebabkan sinusitis
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase hanya tergantung dari gerakan silia, lagipula drainase juga
harus melalui infundibulum yang sempit.
Identifikasi endoskopik sinus maksila adalah melalui ostium alami
sinus

maksila

yang

terdapat

di

bagian

posterior

infundibulum.

Ostium

sinus maksila biasanya berbentuk celah oblik dan tertutup oleh penonjolan
prosesus

unsinatus

ostium

sinus

lamina

papirasea.

dan

maksila

bula

etmoid.

Sisi

anterior

dan

adalah

fontanel

dan

terletak

di

Sinus

maksila

dapat

ditembus

posterior
sebelah

dengan

relatif

dari

inferior
aman

pada daerah sedikit ke atas konka inferior dan didekat fontanel posterior.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokal
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid
seperti

piramid

dengan

dasarnya

di

bagian

posterior.

Sinus

etmoid

berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang


terdapat di bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara konka media
dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.
Berdasarkan

letaknya,

sinus

etmoid

dibagi

menjadi

sinus

etmoid

anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecilkecil
bagian

dan

banyak,

posterior

letaknya

konka

media

di

depan
dengan

lempeng
dinding

yang

lateral

menghubungkan
(lamina

basalis),

sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.

Di
disebut

bagian
resesus

terdepan
frontal,

sinus

yang

etmoid

anterior

berhubungan

ada

dengan

bagian

sinus

sempit,

frontal.

Sel

etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anteriorterdapat suatu
penyempitan

yang

bermuaranya

ostium

menyebabkan

sinusitis

disebut

sinus

maksila.

frontal

dan

infundibulum,
Peradangan

resesus

pembengkakan

di

tempat
frontal

dapat

infundibulum

dapat

menyebabkan sinusitis maksila.


Diseksi
harus

sel-sel

dilakukan

dengan

tembus. Daerah

pertama

etmoid
hati-hati
adalah

anterior

karena

daerah

dan

terdapat

arteri

dua

etmoid

posterior
daerah

anterior

rawan

dan

dan

daerah yang kedua adalah daerah sel etmoid posterior yang meluas ke
belakang dan di atas rostrum sfenoid (sel Onodi). Kainz dan Stammberger
menekankan daerah rawan tembus pada saat melakukan etmoidektomi di
bagian medial. Pada daerah medial ini terdapat pertautan yang sangat
tipis

antara

masuknya

atap

nervus

etmoid

dan

olfaktorius

lamina
yang

kibrosa,

langsung

yang

merupakan

berhubungan

tempat

dengan

lobus

frontal
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
ke empat fetus. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia
8-10 tahun dan akan mencapai usia maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris. Sinus frontal kanan
dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15 %orang dewasa
hanya

mempunyai

satu

sinus

frontal

dan

kurang

lebih

5%

sinus frontalnya tidak berkembang.


Sinus
lekuk.

frontal

Tidak

adanya

biasanya
gambaran

bersekat-sekat
septum-septum

dan

tepi

dinding

sinus
sinus

berlekukpada

foto

Rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh


tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga
infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase

melalui

ostiumnya

yang

berhubungan dengan infundibulum etmoid.

terletak

di

resesus

frontal,

yang

Sinus Sfenoid
Sinus

sfenoid

berbentuk

seperti

tonjolan

yang

terletak

di

lateral

septum nasi. Jika sinus sfenoid telah dibuka dan bagian dinding anterior
diangkat maka akan tampak konfigurasi khas dari bagian dalam sinus
sfenoid;

yang

terdiri

dari

tonjolan

sela

tursika,

kanalis

optikus

dan

indentasi dari arteri karotis. Sinus sfenoid mengalirkan sekretnya ke dalam


meatus superior bersama dengan etmoid posterior.

Gambar 3. Sinus Paranasal


Rhinosinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada mukosa sinus paranasal. Karena
inflamasi pada mukosa sinus paranasal seringkali disertai adanya inflamasi pada
mukosa hidung, istilah rhinosinusitis lebih baik dalam mendeskripsikan penyakit ini.1
Bila inflamasi mengenai lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai seluruh sinus paranasal disebut pansinusitis.2 Sinusitis dapat menjadi
berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi ke daerah orbita dan daerah
intrakranial, dikarenakan struktur anatomi yang saling berdekatan.
Rhinosinusitis dapat dibagi berdasarkan lama penyakit dan etiologi terjadinya
rhinosinusitis. Berdasarkan waktunya, rhinosinusitis dapat dibagi menjadi akut, sub
akut, dan kronik. Berdasarkan etiologinya, rhinosinusitis dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri ataupun virus. Banyak penyakit-penyakit seperti ISPA yang disebabkan
oleh virus dapat menyerupai gambaran klinis rhinosinustis akut, batasan waktu diatas

7 hari dan dibawah 4 minggu dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.


Umumnya rhinosinusitis akut terjadi diatas 5- 7 hari.1
Klasifikasi
Akut
Sub akut
Rekuren akut
Kronik
Akut eksaserbasi kronik

Durasi
7 hari sampai 4 minggu
4-12 minggu
4 kali serangan akut dalam setahun
12 minggu
Kronik yang mendadak memberat, namun
kembali ke keadaan awal.

Tabel 1. Klasifikasi rhinosinusitis1


Faktor resiko
Terdapat beberapa faktor resiko, antara lain ISPA akibat virus, bermacam rhinitis,
terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum hidung atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks
ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunulogik, dyskinesia silia
seperti pada sindrom Kartegener, dan penyakit fibrosis kistik.2

Pembengkakan

adenoid pada anak-anak, merupakan faktor penting terhadap terjadinya sinusitis pada
anak-anak. Faktor lingkungan seperti terpapar dengan asap rokok, lingkungan
berpolusi, dan udara dingin, dapat menyebabkan kerusakan mukosa dan silia bila
terpapar dalam waktu yang lama.
Etiologi
Pada rhinosinusitis bacterial, penyebab kuman sedikit berbeda pada keadaan akut dan
kronis. Pada dewasa, rhinosinutis akut bacterial umumnya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia (20-45%), Haemophilus influenza (22-35%). Pada anak,
bakteri penyebabnya ialah Streptococcus pneumonia (30-43%), Haemophilus
influenza (20-28%) dan Moxarella catarrhalis (20-28%). Pada rhinosinusitis kronis,
penyebab bakteri tersering ialah Staphyococcus aureus (20%), golongan enterobacter,
bakreri anaerob, bakteri gram negative, dan jamur.1
Patofisiologi
Terjadinya sinusitis berhubungan dengan kesehatan pada kompleks ostio-meatal.
Kompleks ostio-meatal yang baik ialah keadaan dimana ostium di seluruh sinus paten
dan klirens mucosiliar yang lancar. Secara umum, rhinosinusitis akut dapat terjadi

akibat infeksi virus di saluran pernapasan atas. Infeksi ini akan menyebabkan
pembengkakan mukosa dan obstruksi pada ostium di KOM. Keadaan ini akan
menyebabkan menurunnya tekanan oksigen di sinus yang tersumbat menjadi lebih
negatif. Tekanan negatif pada sinus akan menyebabkan penurunnya gerkan mukosiliar
dan terjadi transudasi dari pembuluh darah mukosa sinus. 1 Kedua keadaan tersebut
akan mengakibatkan akumulasi cairan transudat pada rongga sinus. Cairan transudat
merupakan medium pertumbuhan kuman yang baik. Sekret akan menjadi
eksudat(purulent) bila sudah terinfeksi, dan hal ini akan disebut rhinosinusitis akut
bacterial. Jika tidak diterapi atau terapi tidak adekuat, rhinosinusitis akan berkembang
menjadi kronis. Inflamasi yang berjalan akan menciptakan keadaan hipoksia kronis,
sehingga bakteri anaerob dapat tum buh. Mukosa akan berubah menjadi hipertrofi,
polipoid, atau pembentukan polip dan kista.2
Gejala Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekan di daerah sinus merupakan gejala khas pada
sinusitis akut, yang kadang disertai nyeri alih (reffered pain). Lokasi nyeri juga dapat
menentukan lokasi sinus yang mengalami infeksi. Keluhan nyeri di daerah pipi,
didapatkan pada sinusitis maksilaris. Keluhan nyeri di sekitar bola mata dan belakang
mata, didapatkan pada sinus ethmoid. Keluhan nyeri di dahi dan seluruh bagian
kepala, didapatkan pada sinisutis frotal. Keluhan nyeri pada vertex, oksiptal, belakang
bola mata, dan mastoid, didapatkan pada sinusitis sphenoid.2
Rhinosinusitis Task Force membagi gejala sinusitis menjadi dua, yaitu gejala
mayor dan minor. Diagnosis tegak bila terdapat 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
dan 2 gejala minor. 1
Gejala Mayor
Nyeri tekan wajah
Rasa penuh pdaa wajah
Sumbatan hidung
Sekret hidung atau post nasal
drip
Gangguan penghidu
Sekret purulent pada

Gejala Minor
Nyeri kepala
Demam
Halitosis
Lemas

Nyeri gigi
pemeriksaan Batuk

rhinoskopi
Demam
Tabel 2. Gejala klinis sinusitis 1

Nyeri dan rasa penuh pada telinga

Diagnosis
Diagnosis rhinosinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan baik rhinoskopi anterior
dan rhinoskopi posterior. Penggunaan naso-endoskopi lebih dianjurkan untuk
diagnosis yang lebih tepat dan akurat.2 Pada pemeriksaan fisik, umumnya didapatkan
mukosa yang hiperemis dan bengkak. Pada anak-anak sering ditemukan kemerahan di
daerah kantus medius.
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau ct scan. Foto polos
posisi Waters, PA dab lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus
besar seperti sinus maksilaris dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas
udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan baku emas diagnosis sinusitis karena mampu
menilai hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. CT Scan yang biasa dilakukan adalah CT Scan sinusparanasal
potongan koronal, dimana dapat terlihat perluasaan penyakit di dalam rongga sinus
dan

kelainan

sinus

dapat

berulang,

kompleks

berguna

atau

rinosinusitis
spesifitas

di

untuk

rinosinusitis

kronik

dan

dan

sensitifitas

osteomeatal.

melakukan

CT

evaluasi

dengan

komplikasi

dipersiapkan

untuk

yang

tinggi.

Scan

pada
dan

Sebaiknya

kasus

pada

operasi.

dari

CT

rongga

rinosinusitis

pasien
Scan

pemeriksaan

dengan
memiliki

CT

Scan

dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses


inflamasi

pada

mukosa

dieliminasi

sehingga

kelainan

anatomi

dapat

terlihat dengan jelas


Tatalaksana
Terapi

rinosinusitis

medikamentosa.
antibiotik,

Yang

terdiri

termasuk

kortikosteroid,

dekongestan dan mukolitik.2

anti

dari
terapi
jamur,

terapi

medikamentosa

medikamentosa
anti

bakteri,

dan

non

adalah

pemberian

anti

histamin,

Jika

pada

pemeriksaan

ditemukan

adanya

faktor

predisposisi

seperti deviasi septum, konka bulosa, hipertrofi adenoid pada anak, polip,
kista,

jamur,

gigi

penyebab

sinusitis,

dianjurkan

untuk

melakukan

penatalaksanaan yang sesuai dengan kelainan yang ditemukan.


Tujuan terapi sinusitis adalah mempercepat penyembuhan, mencegah
komplikasi, dan mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah
membuka sumbatan di KOM sehinga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara
alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi terapi pilihan pada sinusitis
bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka
sumbatan ostium sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti
amoksisilin. Dikarenakan banyak kuman telah resisten dan memproduksi enzim beta
lactamase, diberikan amoksisilin-klavulanat sebagai terapi pilihan lini pertama. Dapat
juga diberikan sefalosporin generasi kedua. Antibiotiuk diberikan selama 10-14 hari
meskipun gejala sudah hilang. Pada sinusitis kronis diberikan antibiotik yang sesuai
dengan kuman gram negative dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung
dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).

Gambar 3. Pilihan antibiotik pada rhinosinusitis.3


Rinosinusitis
medikamentosa
kompleks

yang

osteomeatal

kronik

yang

adekuat
merupakan

tidak

dan

sembuh

optimal,

indikasi

setelah

serta

tindakan

pengobatan

adanya

bedah.

obstruksi

Bedah

sinus

endoskopik fungsional merupakan langkah maju dalam bedah sinus. Jenis


operasi

ini

menjadi

pilihan

karena

minimal yang lebih efektif dan fungsional.

Gambar 4. Tatalaksana rhinosinustis

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

merupakan

tindakan

bedah

invasif

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) adalah teknik operasi


pada

sinus

paranasal

dengan

menggunakan

endoskop

yang

bertujuan

menormalkan kembali ventilasi sinus dan "mucociliary clearance" dalam


sinus.

Prinsipnya

osteomeatal

ialah

yang

membuka

menjadi

dan

sumber

membersihkan

penyumbatan

dan

daerah

kompleks

infeksi

sehingga

ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Operasi
bedah

sinus

endoskopik

dilakukan

untuk

penatalaksanaan

fungsional
rinosinusitis

pada
kronik

umumnya

atau

rinosinusitis

akut berulang, yang seringkali disertai adanya poliposis di daerah meatus


media atau adanya polip yang sudah meluas ke rongga hidung. Indikasi
lain

BSEF

mukokel,

termasuk

sinusitis

didalamnya

alergi

yang

adalah

rinosinusitis

berkomplikasi

atau

dengan

komplikasi,

sinusitis

jamur

yang

invasif dan neoplasia.


Bedah sinus endoskopi sudah meluas indikasinya antara lain untuk
mengangkat
liquor

tumor

hidung

serebrospinal,

dan

tumor

sinus

paranasal,

hipofisa,

menambal

dekompresi

kebocoran

orbita,

kelainan

kongenital (atresia koana) dan lainnya.


Komplikasi
Komplikasi ini biasanya terjadi pada kasus rinosinusitis akut atau
rinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi
antibiotik.

Tetapi

rinosinusitis
pada

sudah

masyarakat

semakin
dengan

jarang

tingkat

setelah

pengobatan

sosio-ekonomi

rendah

yang kurang gizi dan tidak terjangkau oleh fasilitas kesehatan.


1. Kelainan orbita4
Infeksi

dari

sinus

paranasal

dapat

meluas

ke

orbita

secara

langsung atau melalui system vena yang tidak berkatup. Komplikasiorbita ini
dapat
dapat
merata

berupa
dilihat
di

gangguan
pus.

selulitis
sebagai

seluruh
visus

Pasien

orbita

pembengkakan

orbita,
sampai

harus

dan

atau
jelas

dirawat

dan

abses
kelopak

gangguan
adanya

orbita.
mata,

gerakan
abses

diberikan

Gejalanya
atau

bola

yang

antibiotik

edema

mata

dan

mengeluarkan
dosis

tinggi

intravena

dan

membaik

dirujuk ke

dalam

48

dokter

jam

spesialis

atau

ada

THT. Bila

keadaan

tanda-tanda

tidak

komplikasi

ke

intrakranial, perlu dilakukan tindakan bedah.


2. Kelainan intrakranial4
Dapat

berupa

sinus

meningitis,

kavernosus.

dipisahkan

sehingga

pada

tulang.

Sinusitis

Rongga

dengan

tipis

fosa

infeksi

Bila

dapat

sebagai

kesadaran

dirawat

dan

frontal,

meluas

komplikasi

yang

diberikan

dan

sfenoid

langsung

melalui

erosi

melalui

sistem

vena.

menyebabkan

abses

gejalanya

kejang-kejang.

dosis

tinggi

hanya
yang

sering

intrakranial

trombosis

tulang

juga

atau

otak,

dinding

secara

gigi

menurun
antibiotik

oleh

dapat

infeksi

abses

etmoid

anterior

infeksi

karena
ada

subdural,

sinus
kranii

Penyebaran

maksila

intrakranial.

abses

secara

dapat

terlihat

Pasien

perlu

intravena

dan

hal ini merupakan indikasi untuk tindakan operasi.


3. Mukokel (kista)4
Bila

saluran

keluar

sinus

tersumbat

dapat

timbul

mukokel.

Sering

timbul di sinus frontal meskipun dapat juga terjadi di sinus maksila,


etmoid

atau

yang

steril

besar

dan

menimbulkan
yang terkena.

sfenoid.
yang

Di

dalam mukokel

kemudian

mendesak
gejala

menjadi

organ
sakit

kental.

disekitarnya

kepala

dan

terjadi

pengumpulan

Mukokel

dapat

terutama

orbita.

pembengkakan

di

lendir
menjadi

Mukokel
atas

sinus

Penutup
Inflamasi pada sinus paranasal atau sinusitis masih menjadi alasan banyak pasien
mencari pertolongan medis. Sinusitis menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien,
bahkan menurunkan kinerja aktivitas seorang penderita sinusitis. Pemahaman yang baik
akan anatomi dan fisiologi sinus paranasal, akan memudahkan bagi seorang klinisi untuk
memberikan tatalaksana yang tepat. Klinisi harus memahami beberapa faktor resiko
terjadinya rhinosinustis, sehingga nantinya klinisi dapat memberikan saran edukasi bagi
pasien-pasien rhinosinusitis.
Makalah ini bertujuan untuk mmemberikan penjelasan tentang rhinosinusitis dari
pendahuluan penyakit sampai ke prognosis dari penyakit rhinosinusitis. Diharapkan
nantinya klinisi dapat memanajemen pasien-pasien rhinosinusitis dengan baik, tepat, dan
adekuat, sehingga adapat menurunkan angka terjadinya komplikasi dari rhinosinusitis.

Daftar Pustaka
1. Gleeson M. Scott-Browns Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Ed VII
London: Edward Arnold publisher; 2008.h 1439-1447.
2. Mangunkusumo E Wardani RS. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardy EA, Iskandar
N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Ed VII. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2012 : 122130.
3. Papadakis MA, Mcphee SJ. Current medical diagnosis and treatment 2014. United
States of America : The Mcgraw-Hill Companies; 2014. h.220-3.
4. Ludman H, Bradley PJ. ABC of ear , nose and throat. Ed VI. London:Blackwell
Publishing; 2013. h. 73-8.

Anda mungkin juga menyukai