Sinusitis Maksilaris
Disusun oleh:
Yehezkiel Edward 112014338
Martinus V. Tjandra 112015177
Pembimbing:
Dr.Nurlina M Rauf, Sp.THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
KATA PENGANTAR
Atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, telah dapat diselesaikan tugas
reffrat dengan judul Sinusitis Maksilaris ini.
Penulisan makalah ilmiah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas refrat pada
stase THT dalam koass. Selama penulisan makalah ilmiah ini banyak dibantu oleh
beberapa pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, kami
mengucapkan terima kasih kepada: dr Tenty, Sp. THT, M. Biomed dan dr. Nurlina,
Sp. THT selaku pembimbing pada stase THT ini.
Penyusunan makalah ilmiah ini tentu tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran atas segala perbaikan senantiasa dihargai dan terima dengan hati
terbuka. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat.
Penulis
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Rongga
ke
hidung
belakang
atau
dipisahkan
kavum
nasi
berbentuk
oleh
septum
nasi
terowongan
dibagian
dari
tengahnya
depan
sehingga
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah
dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Bagian
dibelakang
rongga
dari
nares
hidung
permukaan
kavum
anterior,
adalah
dalam
nasi
yang
disebut
septum
prosesus
letaknya
sebagai
nasi.
frontalis
sesuai
vestibulum.
Dinding
os
ala
Dinding
lateral
maksila,
os
nasi,
tepat
medial
dibentuk
lakrimalis,
oleh
konka
superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka
inferior,
lamina
perpendikularius
os
palatum,
dan
lamina
pterigoides
medial. Pada dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar
dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil
adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang
terkecil
ialah
konka
suprema
dan
konka
suprema
biasanya
rudimenter.
labirin
etmoid,
sedangkan
konka
media,
superior,
dan
suprema
hidung
Tergantung
media
dan
dari
terdapat
rongga
letak
meatus,
ada
Dinding
inferior
superior.
sempit
yang
tiga
dinamakan
meatus
yaitu
merupakan
dengan
meatus.
meatus
inferior,
dasar
hidung
yang
superior
atau
atap
hidung
terdiri
dari
kartilago
lateralis
bawah
bulbus
olfaktorius
berjalan
menuju
bagian
teratas
sepertiga
media, ada
sinus
muara-muara
etmoid
kompleks
tengah
anterior.
osteomeatal
dinding
saluran dari
Daerah
(KOM).
ini
KOM
lateral
sinus
rumit
hidung,
yaitu
maksila,
sinus
dan
adalah
sempit,
bagian
meatus
frontal dan
dan
dari
di
dinamakan
sinus
etmoid
sel
agger
nasi,
resesus
frontalis,
bula
etmoid,
dan
sel-sel
Prosesus
unsinatus
anterosuperior
melekat
ke
di
berbentuk
posteroinferior
anterosuperior
posteroinferior
pada
ujung
bumerang
sepanjang
memanjang
dinding
lateral
dari
hidung,
pada
pinggir
tulang
lakrimal
dan
di
superior
konka
inferior.
Prosesus
unsinatus
etmoid
terletak
di
posterior
prosesus
unsinatus
dan
merupakan sel udara etmoid yang terbesar dan terletak paling anterior.
Bula
etmoid
dapat
membengkak
sangat
besar
sehingga
menekan
dibatasi
dibatasi
oleh
terdapat
ostium
terowongan
bula
yang
semilunaris anterior.
oleh
prosesus
etmoid,
alami
sinus
membuka
dan
unsinatus,
pada
maksila
kearah
dinding
bagian
sedangkan
kavum
nasi
posterosuperior
posteroinferolateralnya
proyeksi
dari
membentuk
tepi
hiatus
Sel agger nasi merupakan sel ekstramural paling anterior dari selsel etmoid anterior. Karena letaknya sangat dekat dengan resesus frontal,
sel ini merupakan patokan anatomi untuk operasi sinus frontal. Denganmembuka sel
ini akan memberi jalan menuju resesus frontal.
Resesus
frontal
dapat
ditemukan
pada
bagian
anterosuperior
dari
meatus media dan merupakan drainase dari sinus frontal, dapat langsung
ke meatus media atau melalui infundibulum etmoid menuju kavum nasi
Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang
terletak
di
sekitar
hidung
dan
mempunyai
hubungan
dengan
rongga
hidung melalui ostiumnya. Ada 3 pasang sinus yang besar yaitu sinus
maksila, sinus frontal dan sinus sfenoid kanan dan kiri, dan beberapa selsel
kecil
yang
merupakan
sinus
etmoid
anterior
dan
posterior.
Sinus
maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior termasuk kelompok sinus
anterior dan bermuara di meatus media, sedangkan sinus etmoid posterior
dan sinus sfenoid merupakan kelompok sinus posterior dan bermuara di
meatus superior.
Sinus Maksila
Sinus
maksila
berbentuk
permukaan
fasial
os
maksila
posteriornya
adalah
permukaan
piramid.
yang
Dinding
disebut
infra-temporal
anterior
fosa
maksila,
sinus
kanina,
dinding
adalah
dinding
medialnya
adalah dasar
orbita
dan
dan
dinding
inferiornya
adalah
prosesus
alveolaris
palatum.
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid. Dari segi
klinik, yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah:
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga
gigi taring (C) dan gigi molar (M3), bahkan akar-akar gigi tersebut
dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah
naik ke atas menyebabkan sinusitis
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase hanya tergantung dari gerakan silia, lagipula drainase juga
harus melalui infundibulum yang sempit.
Identifikasi endoskopik sinus maksila adalah melalui ostium alami
sinus
maksila
yang
terdapat
di
bagian
posterior
infundibulum.
Ostium
sinus maksila biasanya berbentuk celah oblik dan tertutup oleh penonjolan
prosesus
unsinatus
ostium
sinus
lamina
papirasea.
dan
maksila
bula
etmoid.
Sisi
anterior
dan
adalah
fontanel
dan
terletak
di
Sinus
maksila
dapat
ditembus
posterior
sebelah
dengan
relatif
dari
inferior
aman
pada daerah sedikit ke atas konka inferior dan didekat fontanel posterior.
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi
dan akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokal
infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa, bentuk sinus etmoid
seperti
piramid
dengan
dasarnya
di
bagian
posterior.
Sinus
etmoid
letaknya,
sinus
etmoid
dibagi
menjadi
sinus
etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecilkecil
bagian
dan
banyak,
posterior
letaknya
konka
media
di
depan
dengan
lempeng
dinding
yang
lateral
menghubungkan
(lamina
basalis),
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.
Di
disebut
bagian
resesus
terdepan
frontal,
sinus
yang
etmoid
anterior
berhubungan
ada
dengan
bagian
sinus
sempit,
frontal.
Sel
etmoid yang terbesar disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anteriorterdapat suatu
penyempitan
yang
bermuaranya
ostium
menyebabkan
sinusitis
disebut
sinus
maksila.
frontal
dan
infundibulum,
Peradangan
resesus
pembengkakan
di
tempat
frontal
dapat
infundibulum
dapat
sel-sel
dilakukan
dengan
tembus. Daerah
pertama
etmoid
hati-hati
adalah
anterior
karena
daerah
dan
terdapat
arteri
dua
etmoid
posterior
daerah
anterior
rawan
dan
dan
daerah yang kedua adalah daerah sel etmoid posterior yang meluas ke
belakang dan di atas rostrum sfenoid (sel Onodi). Kainz dan Stammberger
menekankan daerah rawan tembus pada saat melakukan etmoidektomi di
bagian medial. Pada daerah medial ini terdapat pertautan yang sangat
tipis
antara
masuknya
atap
nervus
etmoid
dan
olfaktorius
lamina
yang
kibrosa,
langsung
yang
merupakan
berhubungan
tempat
dengan
lobus
frontal
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
ke empat fetus. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia
8-10 tahun dan akan mencapai usia maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris. Sinus frontal kanan
dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada lainnya dan
dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15 %orang dewasa
hanya
mempunyai
satu
sinus
frontal
dan
kurang
lebih
5%
frontal
Tidak
adanya
biasanya
gambaran
bersekat-sekat
septum-septum
dan
tepi
dinding
sinus
sinus
berlekukpada
foto
melalui
ostiumnya
yang
terletak
di
resesus
frontal,
yang
Sinus Sfenoid
Sinus
sfenoid
berbentuk
seperti
tonjolan
yang
terletak
di
lateral
septum nasi. Jika sinus sfenoid telah dibuka dan bagian dinding anterior
diangkat maka akan tampak konfigurasi khas dari bagian dalam sinus
sfenoid;
yang
terdiri
dari
tonjolan
sela
tursika,
kanalis
optikus
dan
Durasi
7 hari sampai 4 minggu
4-12 minggu
4 kali serangan akut dalam setahun
12 minggu
Kronik yang mendadak memberat, namun
kembali ke keadaan awal.
Pembengkakan
adenoid pada anak-anak, merupakan faktor penting terhadap terjadinya sinusitis pada
anak-anak. Faktor lingkungan seperti terpapar dengan asap rokok, lingkungan
berpolusi, dan udara dingin, dapat menyebabkan kerusakan mukosa dan silia bila
terpapar dalam waktu yang lama.
Etiologi
Pada rhinosinusitis bacterial, penyebab kuman sedikit berbeda pada keadaan akut dan
kronis. Pada dewasa, rhinosinutis akut bacterial umumnya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia (20-45%), Haemophilus influenza (22-35%). Pada anak,
bakteri penyebabnya ialah Streptococcus pneumonia (30-43%), Haemophilus
influenza (20-28%) dan Moxarella catarrhalis (20-28%). Pada rhinosinusitis kronis,
penyebab bakteri tersering ialah Staphyococcus aureus (20%), golongan enterobacter,
bakreri anaerob, bakteri gram negative, dan jamur.1
Patofisiologi
Terjadinya sinusitis berhubungan dengan kesehatan pada kompleks ostio-meatal.
Kompleks ostio-meatal yang baik ialah keadaan dimana ostium di seluruh sinus paten
dan klirens mucosiliar yang lancar. Secara umum, rhinosinusitis akut dapat terjadi
akibat infeksi virus di saluran pernapasan atas. Infeksi ini akan menyebabkan
pembengkakan mukosa dan obstruksi pada ostium di KOM. Keadaan ini akan
menyebabkan menurunnya tekanan oksigen di sinus yang tersumbat menjadi lebih
negatif. Tekanan negatif pada sinus akan menyebabkan penurunnya gerkan mukosiliar
dan terjadi transudasi dari pembuluh darah mukosa sinus. 1 Kedua keadaan tersebut
akan mengakibatkan akumulasi cairan transudat pada rongga sinus. Cairan transudat
merupakan medium pertumbuhan kuman yang baik. Sekret akan menjadi
eksudat(purulent) bila sudah terinfeksi, dan hal ini akan disebut rhinosinusitis akut
bacterial. Jika tidak diterapi atau terapi tidak adekuat, rhinosinusitis akan berkembang
menjadi kronis. Inflamasi yang berjalan akan menciptakan keadaan hipoksia kronis,
sehingga bakteri anaerob dapat tum buh. Mukosa akan berubah menjadi hipertrofi,
polipoid, atau pembentukan polip dan kista.2
Gejala Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal
drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekan di daerah sinus merupakan gejala khas pada
sinusitis akut, yang kadang disertai nyeri alih (reffered pain). Lokasi nyeri juga dapat
menentukan lokasi sinus yang mengalami infeksi. Keluhan nyeri di daerah pipi,
didapatkan pada sinusitis maksilaris. Keluhan nyeri di sekitar bola mata dan belakang
mata, didapatkan pada sinus ethmoid. Keluhan nyeri di dahi dan seluruh bagian
kepala, didapatkan pada sinisutis frotal. Keluhan nyeri pada vertex, oksiptal, belakang
bola mata, dan mastoid, didapatkan pada sinusitis sphenoid.2
Rhinosinusitis Task Force membagi gejala sinusitis menjadi dua, yaitu gejala
mayor dan minor. Diagnosis tegak bila terdapat 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
dan 2 gejala minor. 1
Gejala Mayor
Nyeri tekan wajah
Rasa penuh pdaa wajah
Sumbatan hidung
Sekret hidung atau post nasal
drip
Gangguan penghidu
Sekret purulent pada
Gejala Minor
Nyeri kepala
Demam
Halitosis
Lemas
Nyeri gigi
pemeriksaan Batuk
rhinoskopi
Demam
Tabel 2. Gejala klinis sinusitis 1
Diagnosis
Diagnosis rhinosinusitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan baik rhinoskopi anterior
dan rhinoskopi posterior. Penggunaan naso-endoskopi lebih dianjurkan untuk
diagnosis yang lebih tepat dan akurat.2 Pada pemeriksaan fisik, umumnya didapatkan
mukosa yang hiperemis dan bengkak. Pada anak-anak sering ditemukan kemerahan di
daerah kantus medius.
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau ct scan. Foto polos
posisi Waters, PA dab lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus
besar seperti sinus maksilaris dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas
udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan baku emas diagnosis sinusitis karena mampu
menilai hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. CT Scan yang biasa dilakukan adalah CT Scan sinusparanasal
potongan koronal, dimana dapat terlihat perluasaan penyakit di dalam rongga sinus
dan
kelainan
sinus
dapat
berulang,
kompleks
berguna
atau
rinosinusitis
spesifitas
di
untuk
rinosinusitis
kronik
dan
dan
sensitifitas
osteomeatal.
melakukan
CT
evaluasi
dengan
komplikasi
dipersiapkan
untuk
yang
tinggi.
Scan
pada
dan
Sebaiknya
kasus
pada
operasi.
dari
CT
rongga
rinosinusitis
pasien
Scan
pemeriksaan
dengan
memiliki
CT
Scan
pada
mukosa
dieliminasi
sehingga
kelainan
anatomi
dapat
rinosinusitis
medikamentosa.
antibiotik,
Yang
terdiri
termasuk
kortikosteroid,
anti
dari
terapi
jamur,
terapi
medikamentosa
medikamentosa
anti
bakteri,
dan
non
adalah
pemberian
anti
histamin,
Jika
pada
pemeriksaan
ditemukan
adanya
faktor
predisposisi
seperti deviasi septum, konka bulosa, hipertrofi adenoid pada anak, polip,
kista,
jamur,
gigi
penyebab
sinusitis,
dianjurkan
untuk
melakukan
yang
osteomeatal
kronik
yang
adekuat
merupakan
tidak
dan
sembuh
optimal,
indikasi
setelah
serta
tindakan
pengobatan
adanya
bedah.
obstruksi
Bedah
sinus
ini
menjadi
pilihan
karena
merupakan
tindakan
bedah
invasif
sinus
paranasal
dengan
menggunakan
endoskop
yang
bertujuan
Prinsipnya
osteomeatal
ialah
yang
membuka
menjadi
dan
sumber
membersihkan
penyumbatan
dan
daerah
kompleks
infeksi
sehingga
ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Operasi
bedah
sinus
endoskopik
dilakukan
untuk
penatalaksanaan
fungsional
rinosinusitis
pada
kronik
umumnya
atau
rinosinusitis
BSEF
mukokel,
termasuk
sinusitis
didalamnya
alergi
yang
adalah
rinosinusitis
berkomplikasi
atau
dengan
komplikasi,
sinusitis
jamur
yang
tumor
hidung
serebrospinal,
dan
tumor
sinus
paranasal,
hipofisa,
menambal
dekompresi
kebocoran
orbita,
kelainan
Tetapi
rinosinusitis
pada
sudah
masyarakat
semakin
dengan
jarang
tingkat
setelah
pengobatan
sosio-ekonomi
rendah
dari
sinus
paranasal
dapat
meluas
ke
orbita
secara
langsung atau melalui system vena yang tidak berkatup. Komplikasiorbita ini
dapat
dapat
merata
berupa
dilihat
di
gangguan
pus.
selulitis
sebagai
seluruh
visus
Pasien
orbita
pembengkakan
orbita,
sampai
harus
dan
atau
jelas
dirawat
dan
abses
kelopak
gangguan
adanya
orbita.
mata,
gerakan
abses
diberikan
Gejalanya
atau
bola
yang
antibiotik
edema
mata
dan
mengeluarkan
dosis
tinggi
intravena
dan
membaik
dirujuk ke
dalam
48
dokter
jam
spesialis
atau
ada
THT. Bila
keadaan
tanda-tanda
tidak
komplikasi
ke
berupa
sinus
meningitis,
kavernosus.
dipisahkan
sehingga
pada
tulang.
Sinusitis
Rongga
dengan
tipis
fosa
infeksi
Bila
dapat
sebagai
kesadaran
dirawat
dan
frontal,
meluas
komplikasi
yang
diberikan
dan
sfenoid
langsung
melalui
erosi
melalui
sistem
vena.
menyebabkan
abses
gejalanya
kejang-kejang.
dosis
tinggi
hanya
yang
sering
intrakranial
trombosis
tulang
juga
atau
otak,
dinding
secara
gigi
menurun
antibiotik
oleh
dapat
infeksi
abses
etmoid
anterior
infeksi
karena
ada
subdural,
sinus
kranii
Penyebaran
maksila
intrakranial.
abses
secara
dapat
terlihat
Pasien
perlu
intravena
dan
saluran
keluar
sinus
tersumbat
dapat
timbul
mukokel.
Sering
atau
yang
steril
besar
dan
menimbulkan
yang terkena.
sfenoid.
yang
Di
dalam mukokel
kemudian
mendesak
gejala
menjadi
organ
sakit
kental.
disekitarnya
kepala
dan
terjadi
pengumpulan
Mukokel
dapat
terutama
orbita.
pembengkakan
di
lendir
menjadi
Mukokel
atas
sinus
Penutup
Inflamasi pada sinus paranasal atau sinusitis masih menjadi alasan banyak pasien
mencari pertolongan medis. Sinusitis menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien,
bahkan menurunkan kinerja aktivitas seorang penderita sinusitis. Pemahaman yang baik
akan anatomi dan fisiologi sinus paranasal, akan memudahkan bagi seorang klinisi untuk
memberikan tatalaksana yang tepat. Klinisi harus memahami beberapa faktor resiko
terjadinya rhinosinustis, sehingga nantinya klinisi dapat memberikan saran edukasi bagi
pasien-pasien rhinosinusitis.
Makalah ini bertujuan untuk mmemberikan penjelasan tentang rhinosinusitis dari
pendahuluan penyakit sampai ke prognosis dari penyakit rhinosinusitis. Diharapkan
nantinya klinisi dapat memanajemen pasien-pasien rhinosinusitis dengan baik, tepat, dan
adekuat, sehingga adapat menurunkan angka terjadinya komplikasi dari rhinosinusitis.
Daftar Pustaka
1. Gleeson M. Scott-Browns Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Ed VII
London: Edward Arnold publisher; 2008.h 1439-1447.
2. Mangunkusumo E Wardani RS. Sinus Paranasal. Dalam: Soepardy EA, Iskandar
N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Ed VII. Jakarta: Balai penerbit FK UI, 2012 : 122130.
3. Papadakis MA, Mcphee SJ. Current medical diagnosis and treatment 2014. United
States of America : The Mcgraw-Hill Companies; 2014. h.220-3.
4. Ludman H, Bradley PJ. ABC of ear , nose and throat. Ed VI. London:Blackwell
Publishing; 2013. h. 73-8.