Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan serangan yang sering berakibat kematian dan
paling banyak menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota
gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat

dan bentuk

kecacatan lain sebagai akibat dari gangguan fungsi otak, terutama


terjadi pada orang dewasa/lansia. Pada saat stroke terjadi, pada
umumnya telah ada penyakit yang mendahului, seperti : penyakit
kardiovaskuler (penyakit jantung, hipertensi), penyakit degeneratif,
radang sendi (arthritis), penyakit paru-paru menahun, kanker, diabetes
melitus yang tak terkendali, dan cedera kepala. Hampir 50 %
penderitanya menjadi cacat, mulai dari yang ringan sampai berat, 30
% penderita meninggal dan sisanya 20 % dapat dikatakan sembuh.
Berdasarkan data kunjungan penderita hipertensi di Puskesmas
Gamping I, didapatkan bahwa sebanyak 20 % dari kunjungan pasien,
memeriksakan diri karena menderita hipertensi mulai bulan Januari
sampai Mei 2006. Komplikasi untuk stroke sebanyak 5-10 % dari
hipertensi, sedangkan 10-15 % untuk komplikasi lain, seperti :
Diabetes Melitus, Gagal ginjal, dan lain-lain.
Peran perawat dalam asuhan keperawatan keluarga meliputi :
pemberi asuhan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,

koordinator pelayanan kesehatan, fasilitator, pendidik kesehatan, serta


penyuluh dan konsultan dalam memberi petunjuk tentang asuhan
perawatan dasar terhadap keluarga, disamping menjadi penasehat
dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan keluarga. Sedangkan
peran keluarga terhadap anggota keluarga lansia yang mengalami
post stroke, bekerja sama dengan perawat dalam meningkatkan
mobilitas penderita, terutama dalam hal perawatannya di rumah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka didapat
rumusan masalah dalam kasus ini adalah Bagaimana pelaksanaan
asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota keluarga
lansia mengalami stroke di wilayah kerja Puskesmas Gamping I
Sleman Yogyakarta.

3. Ruang Lingkup
Asuhan keperawatan keluarga dengan salah satu anggota
keluarga lansia mengalami stroke merupakan bagian dari mata ajar
keperawatan

kesehatan

komunitas,

keperawatan

keluarga,

keperawatan gerontik yang dikaitkan dengan Keperawatan Medikal


Bedah. Dari beberapa kasus di Puskesmas Gamping I, diambil satu
keluarga yaitu keluarga Ny.D. Asuhan dilaksanakan mulai dari tanggal

17 Juli 2006 sampai dengan tanggal 19 Juli 2006 dengan


menggunakan pendekatan proses keperawatan.

4. Tujuan
1. Tujuan umum
Diperolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan
keperawatan keluarga pada klien lansia Ny.D dengan menderita
stroke di wilayah kerja Puskesmas Gamping I Sleman Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a.

Menerapkan asuhan keperawatan keluarga


dengan salah satu anggota keluarga lansia mengalami stroke
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

b. Mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga dengan


salah satu anggota keluarga mengalami stroke.
c.

Mengidentifikasi

faktor

pendukung

dan

penghambat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga


lansia dengan salah satu anggota keluarga menderita post
stroke.
d.

Memberdayakan

keluarga

untuk

mandiri

dalam memberikan perawatan pada salah satu anggota keluarga


yang mengalami stroke.

5. Manfaat
1. Bagi profesi
Menambah wawasan bagi perawat untuk meningkatkan mutu
asuhan

keperawatan

keluarga

dengan

anggota

keluarga

mengalami stroke.
2. Bagi masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kemandirian keluarga tentang
asuhan keperawatan keluarga lansia yang mengalami stroke.
3. Bagi bidang ilmu keperawatan
Mengembangkan ilmu keperawatan yang berkaitan dengan
asuhan keperawatan keluarga khususnya keluarga lansia dengan
anggota keluarga mengalami stroke.

6. Metode
1. Metode pembuatan Karya Tulis Ilmiah
Metode yang digunakan adalah deskriptif yaitu pemaparan
kasus dengan fakta dari hasil perolehan data dan pemecahan
masalah dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2. Metode pengumpulan data
a.

Metode pengumpulan data primer

1.

Wawancara

Tanya jawab / wawancara dilakukan pada kilen, keluarga, dan


petugas kesehatan untuk mendapatkan data tentang identitas,

keluhan utama, struktur keluarga, riwayat kesehatan keluarga,


riwayat penyakit dan pola kebiasaan.
2.

Pemeriksaan fisik
Untuk memperoleh data objektif pada kesehatan keluarga

dengan stroke dilakukan 3 cara meliputi inspeksi untuk


mengetahui keadaan fisik anggota tubuh yang mengalami post
stroke/adanya deformmitas, palpasi (mengetahui adanya nyeri
tekan ekstremitas), perkusi (mengetahui adanya krepitasi).
Selain itu untuk pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan
darah, denyut nadi dan respirasi.
3.

Observasi

Observasi langsung dilakukan terhadap keadaan fisik, sikap dan


pola kebiasaan keluarga yang meliputi : pola makan, pola
aktivitas-tidur, pola eliminasi dan kebersihan perseorangan
dalam keluarga. Selain itu diperoleh data tentang kondisi
keluarga, keadaan umum klien, kondisi rumah dan lingkungan.
Metode pengumpulan data sekunder dengan cara studi

b.

dokumen yang ada di Puskesmas Gamping I dari SP 2TP dan studi


kepustakaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR
1. Konsep dasar penyakit stroke
a. Pengertian
Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang
diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner
and Suddarth,1996). Sekitar 80 % sampai 85 % stroke adalah
stroke iskemik yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu
atau lebih arteri besar pada serebrum. Sumbatan aliran di arteri
karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang usia
lanjut.
Stroke

merupakan

sindrom

klinis

yang

awal

timbulnya

mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau


global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan

kematian

dan

semata-mata

disebabkan

oleh

gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer A,2000).

b. Etiologi
Beberapa penyebab stroke iskemik (Anderson S.P dalam
Patofisiologi,2003) yaitu :

1) Trombosis,

seperti

aterosklerosis,

vaskulitis

(arteritis

temporalis), robeknya arteri karotis, vertebralis, spontan atau


traumatik dan gangguan darah (polisitemia. hemoglobinopati).
2) Embolisme
- sumber di jantung berupa fibrilasi atrium, infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, kardiomiopati
iskemik.
- sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri berupa bifurkasio
karotis komunis dan arteri vertebralis distal.
- keadaan hiperkoagulasi oleh karena kontrasepsi oral atau
karsinoma.
3) Vasokonstriksi
Vasospasme serebrum setelah perdarahan subarachnoid.

Faktor resiko terjadinya stroke (Harsono dalam Mengenal dan


Memahami Stroke,1994), pada kasus ini meliputi :
1) Hipertensi, mengakibatkan menyempitnya pembuluh darah otak
yang disebabkan bertambahnya lemak yang pada akhirnya
terjadi kerusakan pada arteri.
2) Lanjut usia
Organ manusia akan mengalami kemunduran sejalan dengan
makin bertambahnya usia seseorang. Semakin lanjut usia

seseorang maka kemungkinan untuk munculnya hipertensi makin


tinggi.
3) Penyakit paru-paru menahun terutama asma bronkial
Penggunaan obat-obat asma yang berisiko terjadi peningkatan
tekanan darah.

c. Patofisiologi
Salah satu penyebab kategori stroke yaitu stroke iskemik. Terjadi
jika suplai darah pada salah satu bagian berkurang, terjadilah iskemik
pada otak dan sel yang mengalami kekurangan oksigen pada daerah
itu, akan tidak dapat berfungsi dengan sempurna. Tergantung pada
tingkat iskemik dan lamanya maka sel-sel otak tadi akan berhenti
berfungsi untuk sementara atau mati. Jika iskemiknya berlangsung
lebih lama maka terjadilah stroke. Stroke yang iskemik ini
menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih disebut
infark otak (Anderson,2003).
Manifestasi klinis stroke non hemoragik (iskemik) menurut
Mansjoer,A dalam Kapita Selekta Jilid 2, 2000, gejala utamanya
adalah timbulnya defisit neurologis secara mendadak didahului gejala
prodormal terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tidak turun kecuali bila embolus cukup besar.
Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.

d. Penatalaksanaan dan pengobatan


Pada fase II (21 hari 1 tahun), penderita dengan kelumpuhan
yang ringan umumnya sudah dapat berjalan dan mengurus dirinya
sendiri,

malahan

sudah

banyak

yang

bekerja

kembali

(Harsono,1994). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan


penderita post stroke di rumah :
1) Emosi
Keluarga hendaknya paham, tanggap dan tabah agar keruntuhan
semangat penderita dapat dicegah. Sikap saling mendukung di
antara anggota keluarga yang sehat sangat diperlukan agar
terhindar dari depresi pasca stroke.
2) Fungsi sosial
Seluruh kegiatan dan kebutuhan sehari-hari harus mengalami
restrukturisasi dengan adanya anggota keluarga yang merawat di
rumah.
3) Faktor pekerjaan
Penderita yang mengalami kelumpuhan bagian anggota tubuh
hendaknya kelurga memperhatikan kemampuan aktivitas dan
pekerjaannya.
4) Faktor gizi
Penderita biasanya mempunyai permasalahan dalam hal makan
dan minum. Oleh karena itu, keluarga harus mampu memenuhi
kebutuhan nutrisi penderita ketika di rumah.

5) Latihan
Fisioterapi untuk mendukung kesembuhan penderita dapat
dilakukan di rumah dengan mendatangkan fisioterapis.
6) Kontrol teratur
Bagaimanapun juga penderita perlu kontrol secara teratur. Oleh
karena itu, keluarga hendaknya mengupayakan transportasi bagi
penderita, dengan mengantar dan mendampingi ketika periksa.

2. Konsep dasar keluarga


a. Pengertian keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah

satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan (Departemen kesehatan,1988).


Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung
karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan
dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu
sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan
serta mempertahankan kebudayaan (Baylon dan Maglaya,1989).
b. Tahap perkembangan dan tugas keluarga
Seperti halnya individu yang mengalami pertumbuhan dan
perkembangan keluarga sebagai sebuah unit yang mengalami
tahap-tahap perkembangan berturut-turut yang dapat diprediksi.

Menurut Duvall (1977) dalam bukunya Friedman (1998) tahap


perkembangan keluarga dibagi menjadi delapan yaitu :
1. Tahap I

: keluarga pemula (pernikahan)

2. Tahap II

: keluarga mengasuh anak (bayi 30 bulan)

3. Tahap II

: keluarga dengan anak usia pra sekolah

4. Tahap IV

: keluarga dengan anak usia sekolah (6 13 tahun)

5. Tahap V

: keluarga dengan anak remaja (13 20 tahun)

6. TahapVI

: keluarga yang melepas anak dewasa muda

7. TahapVII

: orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan)

8. TahapVIII

: keluarga lansia

Berikut akan dibahas lebih lanjut pada tahap terakhir, tahap VIII yaitu
keluarga lansia serta tugas perkembangannya.
1. Pengertian keluarga lansia
Menurut Duvall dan Miller dalam Friedman,1998,tahap terakhir
siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau kedua
pasangan memasuki masa pensiunan, terus berlangsung hingga
salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan lain
meninggal.
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda di kalangan
keluarga lansia lanjut usia. Banyak dari mereka tergantung pada
sumber-sumber finansial yang adekuat, kemampuan memelihara
rumah yang memuaskan, dan status kesehatan individu. Mereka
tidak lagi mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral yang

rendah dan kesehatan fisik yang buruk sering merupakan


anteseden penyakit mental di kalangan lansia (Lowenthal dalam
Friedman)
2. Tugas perkembangan keluarga lansia
Tugas perkembangan keluarga lansia menurut Duvall dan Miller
(1985) dalam Friedman (1998) :
1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Memelihara

pengaturan

kehidupan

merupakan

tugas

paling

penting

Pengaturan

hidup

seseorang

yang
dari

memuaskan

keluarga

merupakan

suatu

lansia.
prediktor

kesejahteraan yang ampuh di kalangan lansia. Relokasi atau


pindah merupakan pengalaman traumatik bagi lansia, apakah
itu sukarela atau tidak. Sejumlah temuan menyatakan bahwa
ketika

orang-orang

lansia

pindah,

sering

mengakibatkan

kemerosotan kesehatan (Lawton dalam Friedman,1998).


2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
Ketika pensiun terjadi penurunan pendapatan yang tajam dan
seiring dengan berlalunya tahun, pendapatan pun semakin
menurun dan semakin tidak memadai karena terus naiknya
biaya

hidup

munculnya

dan

terkurasnya

masalah-masalah

tabungan.
kesehatan

Karena
jangka

sering

panjang,

pengeluaran kesehatan merupakan masalah finansial yang

utama. Masalah-masalah perawatan bagi pasangan lansia lebih


sulit daripada pensiunan janda.
3) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
Merupakan tugas paling traumatis. Kehilangan pasangan pasti
membawa pengaruh dan yang masih hidup kemungkinan besar
akan mengalami masalah yang serius. Hilangnya seorang
pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total,
karena kehilangan mengurangi sumber-sumber emosional dan
ekonomi

yang

diperlukan

untuk

menghadapi

perubahan

tersebut.
4) Mempertahankan ikatan antar generasi
Keluarga tetap menjadi fokus interaksi-interaksi sosial lansia
dan

sumber

kecenderungan

utama
bagi

dukungan
lansia

untuk

sosial

walaupun

menjauhkan

diri

ada
dari

hubungan sosial.
5) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka
Karena

orang

menjadi

tua,

mereka

harus

memahami

keberadaan mereka. Lansia sangat peduli dengan kualitas hidup


mereka dan berharap agar dapat hidup terhormat dengan
kemegahan dan penuh arti (Duvall dalam Friedman,1998).
c. Tugas kesehatan keluarga

Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan


anggotanya dan saling memelihara untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan kesehatan keluarga.
Menurut Freeman (1981) dalam Friedman (1998) ada lima tugas
kesehatan yang harus dilakukan oleh keluarga, yaitu :
1.

Mengenal

gangguan

perkembangan

kesehatan

setiap

anggotannya,
2.

Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

3.

Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang


sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena
cacat atau usianya yang terlalu muda.

4.

Mempertahankan

suasana

rumah

yang

menguntungkan

kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.


5.

Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan


lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan
dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada.

3. Konsep dasar lansia


a. Pengertian
Menurut Depsos ,1999, usia lanjut adalah seorang yang telah
mencapai usia di atas 60 tahun.
Batasan usia lanjut menurut WHO :
1) Elderly (64 74 tahun)
2) Old (75 90 tahun)

3) Very old (> 90 tahun)


b. Tipe psikologis lansia pada Elderly (Brocklehusrt and Allen, 1987
dalam Succesful Aging, 2001). Terdapat salah satu tipe yang sesuai
dengan kasus, yaitu Tipe Konstruktif, ciri-cirinya sebagai berikut :
1) Integritas baik, toleransi tinggi, tahu diri.
2) Luwes/humorik.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi problema usia lanjut (Boedy
Darmojo dalam Succesful Aging, 2001), antara lain :
1) Makanan cukup dan sehat
2) Pakaian dan kelengkapannya
3) Perumahan/tempat tinggal
4) Perawatan dan pengawasan kesehatan
5) Bantuan teknis praktis sehari-hari, termasuk alat-alat panca indra
(kacamata, tongkat, dan lain-lain sesuai kebutuhan )
6) Transportasi umum bagi lansia yang mobilitasnya masih tinggi
7) Kunjungan/teman bicara/informasi
8) Rekreasi dan hiburan sehat yang lain (baik fisik maupun psikis)
9) Rasa aman dan tenteram

B. ASUHAN

KEPERAWATAN

KELUARGA DENGAN

SALAH

SATU

ANGGOTA KELUARGA MENGALAMI POST STROKE


Menurut Bailon dan Maglaya dalam Pusdiknakes (1989), tahaptahap dalam proses keperawatan saling berkaitan satu sama lain, disusun
secara sistematis untuk menggambarkan tahap satu ke tahap yang
lainnya, tahap-tahapnya sebagai berikut :
1. Pengkajian
a. Tahap penjajakan pertama
1) Struktur dan sifat keluarga
a) Identitas kepala keluarga
b) Daftar anggota keluarga
c) Anggota keluarga yang meninggal
d) Tempat tinggal masing-masing anggota keluarga
e) Tipe keluarga
f) Struktur keluarga
g) Hubungan antar anggota keluarga
h) Pengambilan keputusan dalam keluarga
i) Kebiasaan sehari-hari keluarga
2) Faktor sosial ekonomi dan budaya
a) Penghasilan
b) Penggunaan / pemanfaatan dana keluarga
c) Pengelolaan keuangan
d) Hubungan anggota keluarga dalam masyarakat

e) Fasilitas untuk pertemuan masyarakat


f) Pendidikan keluarga
3) Faktor lingkungan dan rumah
a) Rumah
b) Peralatan masak
c) Sampah
4) Sumber air
a) Jamban keluarga
b) Pembuangan air limbah
c) Kandang ternak
d) Halaman
5) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan anggota keluarga
b) Kebiasaan memeriksakan diri
c) Kebiasaan minum obat
d) Riwayat kesehatan mental psikososial spiritual
6) Persepsi dan tanggapan keluarga terhadap masalah
a) Persepsi keluarga terhadap masalah yang dihadapi
b) Tanggapan atau mekanisme koping keluarga terhadap masalah
7) Analisa data
Setelah dilakukan pengkajian data di atas tahap berikutnya
adalah

menganalisa

data

sehingga

terumuskan

masalah

kesehatan. Berdasarkan tipologinya, masalah kesehatan itu terdiri


atas 3 kelompok besar menurut Effendi (1998) yaitu :
a) Ancaman kesehatan adalah keadaan keadaan yang dapat
memungkinkan terjadinya penyakit, kecelakaan dan kegagalan
dalam mencapai potensi kesehatan.
b) Kurang atau tidak sehat adalah kegagalan dalam memantapkan
kesehatan.
c) Krisis adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau
keluarga dalam menyesuaikan diri termasuk juga dalam hal
sumber daya keluarga.

b. Tahap penjajakan ke dua


Setelah dilakukan analisa data dan muncul masalah kesehatan,
kita

dapat

menetapkan

etiologinya

berdasarkan

tugas-tugas

keluarga, menurut Effendi (1998) terdiri dari 5 tugas keluaga yaitu :


1) Ketidak sanggupan mengenal masalah kesehatan keluarga.
2) Ketidaksanggupan

keluarga

mengambil

keputusan

dalam

melakukan tindakan yang tepat.


3) Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidaksanggupan memelihara lingkungan rumah yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan perkembangan pribadi anggota
keluarga .

5) Ketidakmampuan menggunakan sumber di masyarakat guna


memelihara kesehatan .

2. Rumusan diagnosa keperawatan


Menurut Doengoes (1999) dan NANDA (2005) pada keluarga
dengan stroke muncul beberapa diagnosa keperawatan dengan
penyebab ketidakmampuan keluarga melaksanakan 5 tugas perawatan
kesehatan keluarga yaitu :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik
c. Kerusakan komunikasi verbal
d. Perubahan persepsi-sensori
e. Kurang perawatan diri
f. Gangguan harga diri
g. Risiko tinggi terhadap kerusakan menelan
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan
Sedangkan menurut Carpenito,1999, diagnosa yang muncul pada
klien stroke antara lain :
a.

Kerusakan mobilitas fisik

b.

Resiko terhadap cedera

c.

Kerusakan komunikasi

d.

Intoleransi aktivitas

e.

Kurang perawatan diri

3. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan meliputi penentuan tujuan
umum yang mengacu pada problem dan tujuan khusus yang mengacu
pada etiologi yang telah dilengkapi dengan standar dan kriteria.
Perencanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa keperawatan
keluarga yang lazim muncul pada kasus stroke disesuaikan dengan
masing-masing diagnosa. Sedangkan untuk tujuan khusus (objektifnya)
meliputi :
1) Keluarga mampu mengenal masalah, dengan kriteria : keluarga
mampu menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
komplikasi, dan penanganan serangan stroke.
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan menenai pengertian, penyebab, tanda
dan gejal, komplikasi dan cara penanganan dari serangan stroke.
2) Keluarga sanggup mengambil keputusan dengan kriteria : secara
verbal

keluarga

mengatakan

kesanggupan

untuk

melakukan

tindakan yang tepat yang harus dilakukan.

Tindakan :
Diskusikan pada keluarga tindakan yang tepat untuk keluarga yang
mengalami post stroke.

Motivasi keluarga untuk melakukan tindakan perawatan pada


keluarga dengan post stroke.
3) Keluarga mampu merawat dengan kriteria : keluarga mampu
menjelaskan cara perawatan anggota keluarga dengan post stroke.
Jelaskan pada keluarga cara perawatan anggota keluarga yang
mengalami stroke di rumah dengan baik dan benar.
Ajarkan latihan rentang gerak sesuai tahap yang dicapai secara
bertahap.
4) Keluarga mampu menciptakan suasana/lingkungan yang kondusif
dengan kriteria : keluarga mampu menciptakan lingkungan fisik
maupun psikis yang mendukung dalam perawatan penderita stroke.
Tindakan :
Motivasi keluarga untuk menghindarkan dari pikiran yang dapat
menyebabkan stres.
Beri reinforcement atas usaha yang dilakukan keluarga.
5) Keluarga sanggup dalam memfasilitasi kesehatan yang ada dengan
kriteria : keluarga mampu menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada dan keluarga sanggup memeriksakan ke pelayanan kesehatan.
Tindakan :
Jelaskan pada keluarga tentang pentingnya pemanfaatan fasilitas
kesehatan.
Motivasi keluarga agar memanfaatkan fasilitas kesehatan.

Ada empat kriteria dalam menyusun prioritas masalah kesehatan


menurut Bailon dan Maglaya dalam Pusdiknakes (1989) yaitu :
a. Sifat masalah, dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan,
keadaan sakit atau kurang sehat dan situasi krisis.
b. Kemungkinan

masalah

dapat diubah adalah kemumnhkinan

keberhasilan untuk mengurangi masalah.


c. Potensi masalah untuk dicegah adalah sifat dan beratnya masalah
yang akan timbul dan dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan
keperawatan dan kesehatan.
d. Masalah yang menonjol adalah cara keluarga melihat dan menilai
masalah dalam hal beratnya dan mendesaknya untuk diatasi
melalui intervensi keperawatan dan kesehatan.

4. Pelaksanaan (fase rehabilitasi) menurut Brunner and Suddarth,1996.


Tujuan utama dari pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga
dengan stroke adalah mencakup peningkatan mobilitas, menghindari
nyeri bahu, pencapaian perawatan diri, pencapaian kontrol kandung
kemih, peningkatan proses pikir, pencapaian beberapa bentuk
komunikasi, pemeliharaan integritas kulit, pemulihan fungsi keluarga
dan tidak terjadi komplikasi.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaan tindakan sudah berhasil dicapai
(Ignatavicius & Baine dalam Nursalam,2001).
Tindakan keperawatan dikatakan berhasil jika kriteria yang telah
ditetapkan dalam tujuan tercapai. Terkait dengan tujuan yang telah
ditetapkan, evaluasi yang diharapkan yaitu :
a) Keluarga mampu mengenal masalah penyakit stroke
b) Keluarga mampu mengambil keputusan melakukan keperawatan
yang tepat pada penderita stroke
c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami post
stroke
d) Keluarga mampu menciptakan lingkungan, baik fisik maupun psikis
yang kondusif bagi penderita post stroke
e) Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
Menurut Lismidar (1990) terdapat tiga alternatif yang dapat dipakai
oleh perawat dalam mengevaluasi intervensi dan sejauh mana tujuan
yang telah ditetapkan itu tercapai, antara lain :
a) Tujuan tercapai
b) Tujuan tercapai sebagian
c) Tujuan tidak tercapai

C. Dokumentasi

Dengan adanya dokumentasi keperawatan yang akurat, lengkap


dan sesuai urutan waktu, dapat memberikan gambaran perkembangan
keadaan klien dan segala yang terjadi pada klien (Nursalam,2001).
Prinsip yang diperlukan dalam pendokumentasian, menurut Allen
(1998) yaitu :
a) Identifikasi nama klien dalam rekam medis sebelum menulis catatan
perawatan.
b) Catat nama klien dan nomor, identifikasi setiap halaman pada
catatan perkembangan.
c) Tulisan harus dapat dibaca.
d) Semua penulisan dimulai dengan waktu dan tanggal.
e) Pada akhir catatan diberi tanda tangan.
f) Tulisan secara singkat, padat dan efektif.
g) Gunakan x yang besar untuk mengisi sisa halaman yang kosong.
h) Jika terjadi kesalahan penulisan, coret kata tersebut dengan garis
lurus dan tulis inisial di atas kata tersebut.
i) Jangan menggunakan tip-ex untuk memperbaiki kesalahan pada
catatan perawat.
Pada pendokumentasian menggunakan metode SOAP yang
didapatkan

langsung

dari

keluarga

dan

Ny.D.

Sedangkan

untuk

mendapatkan data sekunder dari Puskesmas menggunakan data dengan


sumber SP2TP. Dokumentasi untuk asuhan keperawatan keluarga di
Puskesmas Gamping I menggunakan Family Folder.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan pada studi kasus ini membandingkan antara teori asuhan


keperawatan

dan

fakta/kenyataan

pelaksanaan

asuhan

keperawatan

keluarga. Asuhan keperawatan keluarga Ny.D dengan salah satu anggota


keluarga mengalami post stroke dilaksanakan selama tiga hari, yaitu tanggal
17 Juli 2006 sampai dengan 19 Juli 2006. Asuhan keperawatan keluarga
dilaksanakan berdasarkan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pendokumentasian.
1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian data dasar tentang riwayat hipertensi dan
asma/penyakit paru-paru menahun didapatkan pada kasus ini, yang

berperan sebagai faktor resiko terjadinya stroke. Selain itu, didapatkan


data bahwa terjadi kelumpuhan/kelemahan tubuh sebagian. Dalam kasus
ini terjadi kelemahan tubuh sebelah kiri, terutama ekstremitas atas dan
bawah. Penderita stroke biasanya sering mengalami jatuh, sulit belajar
dari

kesalahan

yang

kelumpuhan/kelemahan

dilakukannya.

sebelah

kiri

Penderita
sering

dengan

memperlihatkan

ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan


ketidakacuhan sisi kiri. Kemampuan verbal umumnya baik (Sugiarto
dalam Mengenal dan Memahami Stroke RS Bethesda,1994). Pada saat
pengkajian, selain didapatkan data tentang stroke pada Ny.D, diperoleh
juga data tentang asma pada Ny.D. Kesulitan dalam mendapatkan data
insiden stroke di wilayah kerja Puskesmas Gamping I, dikarenakan tidak
ada. Sedangkan kesulitan dalam pengkajian klien meliputi keluhan utama
yang muncul dengan berbeda penyakit, antara asma dengan stroke.
2. Perumusan diagnosa keperawatan
Menurut Doengoes (1999) pada keluarga dengan stroke muncul
diagnosa keperawatan, antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik
c. Kerusakan komunikasi verbal
d. Perubahan persepsi-sensori
e. Kurang perawatan diri
f. Gangguan harga diri

g. Risiko tinggi terhadap kerusakan menelan


h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan
Sedangkan menurut Carpenito,1999, diagnosa yang muncul pada klien
stroke antara lain :
a. Kerusakan mobilitas fisik
b. Resiko terhadap cedera
c. Kerusakan komunikasi
d. Intoleransi aktivitas
e. Kurang perawatan diri
Pada kasus ini terdapat dua diagnosa yaitu resiko jatuh dan resiko
serangan asma berulang. Diagnosa kerusakan mobilitas fisik tidak
diambil karena tidak ada penyebab ketidakmampuan keluarga dalam
melaksanakan

tugas-tugas

kesehatan.

Selain

itu,

data-data

dan

intervensi lebih mendukung diagnosa resiko jatuh sehingga dimasukkan


dalam diagnosa resiko jatuh. Diagnosa resiko jatuh diambil selain karena
data post stroke, juga karena Ny.D telah lanjut usia yang lebih berisiko
terjatuh. Untuk diagnosa resiko serangan asma berulang didapatkan dari
adanya masalah tentang riwayat asmanya serta adanya faktor pemicu
terjadinya serangan asma berulang. Sehingga diambil diagnosa tersebut.
Penulis tidak mengambil diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas
dikarenakan tidak terdapat data yang mendukung, seperti pada
karakteristik datanya.
3. Perencanaan tindakan

Dalam perencanaan dilakukan penentuan prioritas masalah dengan


skoring yang meliputi 4 kriteria, yaitu sifat masalah, kemungkinan
masalah dapat diubah, kemungkinan masalah dapat dicegah dan
menonjolnya masalah dalam keluarga. Pada masalah keluarga Ny.D
terdapat 2 masalah sebagai prioritas pertama yaitu resiko jatuh dan yang
ke dua adalah resiko serangan asma berulang. Ny.D telah dilakukan
fisioterapi sejak 2 bulan ini oleh fisioterapis dari RS. Perencanaan untuk
masalah resiko jatuh antara lain dengan menjelaskan tentang perawatan
Ny.D yang mengalami stroke ketika di rumah, menganjurkan pada
keluarga dalam menghindarkan Ny.D dari jatuh, seperti melakukan
pendampingan ketika Ny.D berjalan di dalam rumah maupun ke luar
rumah serta memodifikasi lingkungan yang aman bagi Ny.D. Untuk
perencanaan

masalah

resiko

serangan

asma

berulang

dengan

memberikan pendidikan kesehatan tentang asma dan perawatannya,


menganjurkan keluarga untuk menghindarkan Ny.D dari faktor pencetus
asma.
4. Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan asuhan keperawatan telah sesuai dengan rencana
tindakan yang akan dilakukan terhadap keluarga Ny.D. Adapun
pelaksanaan dari kedua masalah tersebut antara lain :
Pelaksanaan untuk masalah resiko jatuh meliputi keikutsertaan keluarga
dalam perawatan Ny.D di rumah. Menganjurkan pendampingan
terhadap Ny.D ketika berjalan dan membantu kebutuhan dasar sehari-

hari Ny.D. selain itu, mendiskusikan dengan keluarga tentang


perawatan anggota keluarga yang mengalami post stroke di rumah.
Sedangkan untuk masalah resiko serangan asma berulang dilakukan
implementasi antara lain : memberikan pendidikan kesehatan tentang
asma dan perawatannya, menganjurkan keluarga untuk membantu
Ny.D menghindari faktor-faktor pemicu timbulnya serangan asma serta
menganjurkan keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan dan
merupakan tahap penilaian dari intervensi yang telah direncanakan. Dari
hasil pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga Ny.D dengan salah satu
anggota keluarga mengalami post stroke, tujuan tercapai sebagian dalam
intervensi memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan,
karena

keluarga

belum

merealisasikan

membawa

Ny.D

untuk

memeriksakan asmanya ke pelayanan kesehatan, hanya keluarga


mengatakan bersedia membawa Ny.D untuk periksa.
Kondisi terakhir Ny.D saat ditinggalkan dalam keadaan lebih baik.
Ny.D sudah bisa berjalan sendiri tanpa menggunakan alat bantu, jari kaki
kirinya sudah bisa digerakkan secara aktif, kecuali kelingking dan jari ke
empat belum bisa digerakkan sendiri, sedangkan tangan kirinya sudah
tidak kaku jika digerakkan. Fisioterapi sudah pada tahap latihan jongkokberdiri. Selama 3 hari dilakukan asuhan keperawatan keluarga pada

Ny.D, tidak terjadi jatuh dan tidak terjadi serangan asma berulang. Ny.D
sudah memakai kaos kaki ketika tidur dan ketika berjalan.
Tindak lanjut yang diperlukan untuk perawatan Ny.D di rumah antara
lain :
1. Memotivasi

keluarga untuk memeriksakan

Ny.D

ke

pelayanan

kesehatan.
2. Melakukan

pendekatan

lebih

lanjut

pada

keluarga

terhadap

pendampingan Ny.D ketika berjalan, baik di dalam rumah maupun ke


luar rumah.

Anda mungkin juga menyukai