Anda di halaman 1dari 12

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH

TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN


WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM


GERAKAN WAKATOBI BERSIH TERHADAP
MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI
KABUPATEN WAKATOBI
Eliyanti Agus Mokodompit
Fakultas Ekonomi, Universitas Halu Oleo, Kendari
Nora Suzuki-Mokodompit
Pusat Kajian Bahasa Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda

ABSTRACT
The research objective was to determine the effectiveness communications of "Gerakan
Wakatobi Bersih" program, to local people in Wangi-Wangi Island, Wakatobi. Research takes
place in the year of 2014 and 2015 in Wangi-Wangi Island, at The Wakatobi National Park, The
Province of South-East Sulawesi . The study was designed as descriptive research. Population is
local community who live in the districts of Wangi-Wangi and South Wangi-Wangi, in WangiWangi Island, The Regent of Wakatobi. Number of sample 600 people, selection using purposely
sampling technique based on 3 criteria group people namely, individually, house hold, and
students. Collecting data using a closed questionnaire, observation and in-depth interview.
Analyzing data use descriptive-qualitative tools. Research concludes that communications of
"Gerakan Wakatobi Bersih" program to local community of Wangi-Wangi Island is less effective.
Keyword: Effectiveness Communications, Gerakan Wakatobi Bersih

I. PENDAHULUAN
Wakatobi memiliki potensi yang sangat besar sebagai daerah tujuan wisata dengan
kekayaan sumberdaya laut dan pesisir serta gugusan pulau-pulau kecil yang dimilikinya. Di
samping itu, seluruh wilayah Wakatobi berada dalam kawasan yang telah ditetapkan sebagai
Taman Nasional (BTNW,2009). Dengan demikian, pengelolaannya harus mengedepankan
kaidah-kaidah pelestarian lingkungan. Konsep dan pengimplementasian manajemen pariwisata
berkelanjutan (WTO,1995) yakni ekowisata bahari (Wood,2002; Tuwo,2011) adalah yang paling
tepat untuk Wakatobi. Pulau Wangi-Wangi yang memiliki luas 156,6 km2 (BTNW, 2010) adalah
salah satu bagian dalam Taman Nasional Wakatobi. Secara administratif terdiri dari dua
Kecamatan yakni Kecamatan Wangi-Wangi dan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan.
Salah satu dampak dari pengembangan pariwisata adalah bertambahnya volume
sampah. Oleh karena itu, manajemen persampahan adalah salah satu isu penting untuk
memonitor keberlanjutan pariwisata di suatu kawasan destinasi (WTO, 2004; Mearns,2012)
melalui pengamatan terhadap jumlah sampah yang diproduksi, bagaimana proses
pembuangannya di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dan bagaimana proses daur ulang
dilakukan (Mars,1993).
Untuk mengatasi semakin meningkatnya volume sampah khususnya sampah plastik,
serta untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah
(Pemda) Wakatobi melalui Dinas Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (KP3K) Wakatobi
mencanangkan program Gerakan Wakatobi Bersih pada tahun 2011. Tiga kelompok masyarakat

200

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

yang menjadi sasaran program diantaranya adalah individu masyarakat, rumah tangga dan
pelajar (Dinas TRKP3K,2011).
Jumlah penduduk kawasan Pulau Wangi-Wangi pada tahun 2011 saat program
dicanangkan (TRKP3K Wakatobi,2011) adalah 48.901 jiwa; jumlah rumah tangga 11.068 unit
dan jumlah pelajar adalah 12.091 orang (BPS Wakatobi,2012). Jumlah penduduk pada tahun
2012 adalah 48.999 jiwa dan tahun 2013 adalah 49.154 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata
0,32%. Jumlah rumah tangga pada tahun 2013 adalah 13.119 unit dan pelajar mencapai 11.140
orang (BPS Wakatobi, 2014).
Sesuai pendekatan pemasaran dalam sektor publik (Kotler and Lee,2007) produk,
termasuk informasi, adalah bagian dari serangkaian penawaran yang dijual oleh organisasi.
Dengan demikian, Gerakan Wakatobi Bersih bisa dipandang sebagai sebuah produk. Produk
(informasi) perlu dipromosikan atau dikomunikasikan kepada audiens sasaran (masyarakat)
untuk memastikan bahwa informasi tersebut dimengerti, dipercayai, manfaat yang dijanjikan
bisa dirasakan dan menjadi inspirasi untuk bertindak. Sebuah komunikasi yang efektif pada
sektor publik dapat memotivasi kepatuhan secara sukarela (Kotler and Lee,2007). Evektifitas
komunikasi berkaitan dengan evektifitas dalam proses komunikasi, yang mencakup pelaku, alat,
fungsi dan gangguan-gangguan yang menghambat evektivitas komunikasi (Tjiptono et
al.,2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui evektifitas komunikasi dari program
Gerakan Wakatobi Bersih terhadap masyarakat lokal di Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi.

II. METODE PENELITIAN


Lokasi penelitian adalah kawasan Pulau Wangi-Wangi, Taman Nasional Wakatobi,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian berlangsung pada bulan April-Nopember 2014 dan MeiNopember 2015. Penelitian dirancang sebagai penelitian deskriptif.Populasi penelitian adalah
masyarakat lokal yang tinggal di Kecamatan Wangi-Wangi dan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan,
Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi. Pemilihan sampel menggunakan teknik non-random bertujuan,
berdasarkan 3 kriteria kelompok masyarakat yakni individu, rumah tangga dan pelajar, masingmasing berjumlah 200 orang. Masyarakat lokal adalah anggota masyarakat yang bertempat
tinggal di Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan; Individu adalah anggota
masyarakat yang tidak berstatus sebagai pelajar, hidup sendiri dan tidak berkumpul bersamasama anggota keluarga lain dalam suatu rumah tangga; Rumah Tangga adalah suami atau isteri
yang hidup bersama dan mengelola suatu rumah tangga; dan Pelajar adalah anggota masyarakat
yang bersekolah di tingkat SD, SMTP dan SMTA dan berada dalam wilayah Kecamatan WangiWangi dan Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Riset menggunakan data primer yang bersumber
dari masyarakat lokal dan data sekunder yang bersumber dari Dinas Kebersihan, Pertamanan,
Pemakaman dan Pemadam Kebakaran (Dinas KP3K) dan Badan Pusat Statistik Wakatobi.
Pengambilan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam dan menggunakan
kuisioner tertutup. Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemerintah Wakatobi melalui Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman
dan Pemadam Kebakaran (TRKP3K) sekarang KP3K, pada tahun 2011 mengeluarkan kebijakan
tentang Gerakan Wakatobi Bersih dalam rangka menjalankan fungsinya untuk mendorong
kesadaran masyarakat Wakatobi secara umum dan secara khusus, mendorong apresiasi
penduduk Pulau Wangi-Wangi terhadap lingkungan dan komitmen untuk menjaga kebersihan.
Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk menanggulangi banyaknya timbunan sampah, terutama
sampah plastik, yang menutup kanal Mola Raya, suatu kawasan pemukiman penduduk suku
Bajo dan tempat berlabuhnya kapal-kapal rakyat dari dan ke pulau-pulau di sekitar kawasan
Pulau Kaledupa, Tomia dan Binongko. Tumpukan sampah semakin menggunung pada musim
Barat akibat datangnya sampah kiriman dari Pulau Buton yang terbawa arus laut akibat angin

201

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

kencang, jumlahnya mencapai sekitar 10 meter kubik per hari (Dinas TRKP3K Wakatobi,

2014).
Bertambahnya jumlah penduduk dan pengunjung sebagai dampak dari pengembangan
Wakatobi sebagai kawasan destinasi pariwisata adalah penyebab lain dari banyaknya sampah di
Wakatobi, khususnya di Pulau Wangi-Wangi yang menjadi pusat pembangunan dan
pemerintahan Wakatobi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Wakatobi (2012) laju
pertumbuhan penduduk di Pulau Wangi-Wangi dan sekitarnya mencapai angka rata-rata 1,85%
per tahun, lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata penduduk Wakatobi yang berkisar
1,75% per tahun. Wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi pada tahun 2011 adalah 7.698 orang
dan menginap di hotel, penginapan maupun homestay yang ada di Wangi-Wangi mencapai 7.039
orang (BPS Wakatobi, 2011) atau 91% dari seluruh pengunjung Wakatobi. Pengunjung
Wakatobi pada tahun 2013 berjumlah 12.370 dan yang menginap di hotel, penginapan dan
homestay di Wangi-Wangi mencapai jumlah 7.047 orang (BPS Wakatobi,2014) atau 57% dari
pengunjung Wakatobi.
Pengelolaan sampah menjadi perhatian dalam pengembangan ekowisata terutama
karena daya tarik perjalanan ekowisata adalah pada keindahan alam dan keunikan masyarakat
lokal yang tinggal di destinasi tersebut. Keberadaan sampah yang tidak dikelola dengan baik,
menjadi pemandangan buruk yang mengganggu kenyamanan pengunjung dan dalam jangka
panjang akan merusak dan mengancam kelestarian lingkungan. Lingkungan terancam, dengan
sendirinya, masyarakat lokal yang hidup di sekitarnya, akan terancam pula.Hal ini tidak sejalan
dengan prinsip-prinsip ekowisata sebagai pariwisata berkelanjutan. Oleh sebab itu, pengelolaan
sampah menjadi indikator untuk memonitoring keberlanjutan suatu destinasi pariwisata.
Dalam pemahaman konsep ekowisata, PEMDA Wakatobi mengeluarkan kebijakan
program Gerakan Wakatobi Bersih adalah dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai
stakeholder (Eagles et al.,2002) dan masyarakat lokal Wangi-Wangi, sebagai sasaran program,
menerima aliran kebijakan tersebut dan melaksanakannya, juga dalam kedudukan sebagai
stakeholder ekowisata (Eagles et al.,2002). Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa ekowisata harus
mampu mengangkat mekanisme penduduk lokal dalam mengontrol dan memelihara sumber
daya (United Nations Commision on Sustainable Development, 2000) dan untuk itu, penduduk
lokal dapat menjadi sasaran dari komunikasi-komunikasi mengenai lingkungan (Wight, 1994).
Dalam pemahaman pemasaran untuk sektor publik, program tersebut adalah sebuah produk
yang harus dikomunikasikan untuk memotivasi atau mendorong kepatuhan masyarakat.
Proses komunikasi terdiri atas pelaku komunikasi (pengirim dan penerima), alat
komunikasi (pesan dan media), fungsi komunikasi (encoding, decoding, respon dan umpan balik)
serta gangguan yang menghambat evektivitas komunikasi (Tjiptono et al,2008), sebagaimana
terlihat pada gambar 3.1.

202

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

PENGIRIM

Encoding

Pesan

Decoding

Eliyanti Agus
Mokodompit

PENERIMA

Media

Gangguan

Umpan Balik

Respon

Gambar 3.1. Proses Komunikasi

Komunikasi dalam pengertian etimologis berasal dari kata communication yang


berarti sama makna tentang sesuatu hal yang dikomunikasikan; dalam pengertian terminologi
berarti penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain; dan secara
paradigmatik berarti pola korelasi antar komponen untuk mencapai tujuan tertentu
(Suprapto,2009). Komunikasi dalam pengertian pemasaran mencakup tugas-tugas untuk
menginformasikan dan mendidik, membujuk, mengingatkan kembali dan memelihara hubungan
(Lovelock and Wright,2005).
Pelaku komunikasi berkaitan dengan (who) siapa yang mengirim pesan dan ditujukan
kepada siapa (to whom) (Suprapto,2009). Pelaku komunikasi adalah pengirim dan penerima
pesan (Tjiptono et al,2008). Pengirim pesan juga diistilahkan sebagai duta pesan, merupakan
salah satu komponen penting dalam komunikasi (Kotler and Lee,2007). Teori hubungan sosial
menekankan tentang pentingnya variabel hubungan pribadi sebagai sumber informasi maupun
sebagai mekanisme penunjang bagi pesan-pesan yang disampaikan lewat media komunikasi (De
Fleur,1982). Sumber pesan yang kredibel di mata audiens adalah yang memiliki daya persuasif
besar karena memiliki faktor expertise (pengetahuan khusus yang mendukung); faktor trust
worthiness (obyektif dan jujur); dan faktor likeability (daya tarik) (Tjiptono et al (2008).
Penerima pesan juga diistilahkan sebagai audiens sasaran (Kotler and Lee,2007;
Tjiptono et al,2008). Dalam komunikasi inovasi yang menyampaikan pesan berupa ide atau
gagasan baru, efek perubahan diharapkan terjadi pada banyak orang. Oleh sebab itu, audiens
sasaran dari komunikasi efektif adalah khalayak atau orang banyak (Arifin,1982). Beberapa ciri
khas dari komunikasi massa adalah: berlangsung satu arah, sehingga umpan balik baru akan
diperoleh setelah komunikasi berlangsung; penyampai pesan atau komunikator sifatnya
melembaga dan pesan yang disampaikan adalah hasil kerja kolektif; pesan bersifat umum;
menciptakan efek serempak dan penerima pesan atau massa bersifat heterogen (Severin dan
Tankard,1979). Audiens yang menjadi sasaran Gerakan Wakatobi Bersih secara umum adalah
penduduk lokal Wakatobi dan sasaran khusus adalah penduduk lokal yang tinggal di kawasan
Pulau Wangi-Wangi, termasuk rumah tangga, pelajar dan individu.
Menurut Lovelock and Wright (2005); Tjiptono et al (2008) identifikasi terhadap
audiens sasaran mempengaruhi keputusan tentang apa (what), bagaimana (how), kapan (when),

203

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

di mana (where) dan kepada siapa (whom) pesan akan disampaikan. Menurut Arifin (1982)
dalam proses komunikasi, pengirim dan penerima pesan memiliki kepentingan yang sama.Untuk
menciptakan persamaan kepentingan, pihak komunikator (pengirim) harus memahami: (a)
kondisi kepribadian dan kondisi fisik audiens yang mencakup pengetahuan audiens tentang inti
permasalahan, kemampuan audiens menerima pesan lewat media yang digunakan dan
pengetahuan audiens tentang perbendaharaan kata yang digunakan; (b) pengaruh kelompok
dan masyarakat serta nilai-nilai dan norma-norma kelompok dan masyarakat yang ada; dan (c)
situasi dimana audiens sasaran berada. Sebagai masyarakat pesisir pedesaan, kelompok dan
nilai-nilai kelompok masih sangat kuat mempengaruhi kehidupan masyarakat Wakatobi. Hal ini
tercermin dari hasil pengamatan yang menemukan bahwa dari 65,7% responden masyarakat
lokal Wangi-Wangi yang menyetujui bahwa Gerakan Wakatobi Bersih dapat mendukung
pengembangan pariwisata Wakatobi, sebanyak 20,2% diantaranya menghubungkannya dengan
aspek kepentingan sosial antara lain bahwa gerakan tersebut akan mendidik warga untuk
bersatu, mencintai kebersihan dan lingkungan, menaikkan rasa bangga warga terhadap
Wakatobi dan sebagainya.
Tiga diantara beberapa sasaran Gerakan Wakatobi Bersih adalah Individu, Rumah
Tangga dan Pelajar. Setiap individu masyarakat di Wangi-Wangi diharapkan agar melakukan
tindakan-tindakan yang mendukung kelestarian sumberdaya alam (laut dan pesisir) dan
berpartisipasi memelihara kebersihan lingkungan (Dinas TRKP3K Wakatobi,2011). Hal ini
dipandang penting karena jika setiap orang di Wakatobi memiliki sikap tersebut maka
kelestarian sumberdaya laut dan pesisir, yang menjadi basis bagi ekowisata bahari akan
terjamin, sehingga dengan demikian akan mendukung keberlanjutan dan daya tarik Wakatobi
sebagai destinasi pariwisata dan ekowisata bahari.
Rumah tangga menjadi sasaran penting Gerakan Wakatobi Bersih karena volume
sampah yang dihasilkan rumah tangga di Wangi-Wangi sangat besar. Sesuai hasil laporan Dinas
TRKP3K (Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran Wakatobi
tahun 2014) sekarang KP3K Wakatobi, volume sampah yang terlayani pada tahun 2012-2013
untuk Wangi-Wangi adalah 66.334 liter/hari (Dinas TRKP3K Wakatobi,2014). Cakupan layanan
Dinas KP3K adalah 15 dari 41 Desa/Kelurahan yakni KelurahanWandoka, Wandoka Selatan,
Wandoka Utara, Wanci, Pongo dan Desa Pada Raya Makmur di Kecamatan Wangi-Wangi dan
Kelurahan Mandati I, Mandati II, Mandati III dan kawasan pemukiman suku Bajo di Mola Raya
yang mencakup Desa Mola Selatan, Mola Utara, Mola Samaturu, Mola Bahari dan Mola Nelayan
Bakti (Pokja Sanitasi Wakatobi,2013). Jumlah rumah tangga di kawasan layanan tersebut pada
tahun 2013 adalah 7.073 unit dengan rata-rata jumlah anggota 4,5 orang per rumah tangga (BPS
Wakatobi, 2014) atau sama dengan 31.829 jiwa. Dengan demikian, setiap orang yang dilayani di
Wangi-Wangi diperkirakan menghasilkan 66.334/31.829 = 2,1 liter sampah/orang/hari.
Standar Nasional Indonesia menetapkan angka 2,5 per liter/org/hari (Badan Standar
Nasional,2002). Jumlah penduduk Wangi-Wangi tahun 2013 adalah 49.154 (BPS Wakatobi,
2014). Dengan standar 2,1 liter/orang/hari tersebut, maka volume sampah Wangi-Wangi
diperkirakan 103.223 liter/hari. Dengan demikian, rumah tangga di Wangi-Wangi yang dilayani
oleh Dinas KP3K menghasilkan 66.334/103.223= 64,3% sampah dari semua sampah per hari di
Wangi-Wangi.
Sasaran rumah tangga dipilih karena rumah tangga tidak pernah berhenti memproduksi
sampah; sampah rumah tangga umumnya merupakan sisa bahan organik dan jika dibiarkan
menumpuk akan menjadi sarang penyakit sehingga lingkungan menjadi tidak sehat dan
nyaman; sampah yang dipilah-pilah dengan baik, bisa dijual untuk menambah pendapatan;
rumah tangga bisa mendapatkan keuntungan ekonomis melalui usaha kecil yang memanfaatkan
sampah sebagai bahan baku, dan sebagainya. Sikap yang diharapkan dari rumah tangga melalui
Gerakan Wakatobi Bersih adalah agar mempraktekkan pengelolaan sampah sesuai prinsip 3R
(Reduce-Reuse-Recycling). Reduce atau reduksi sampah merupakan upaya untuk mengurangi
timbunan sampah di lingkungan sumber atau bahkan sebelum sampah dihasilkan; reuse atau
penggunaan kembali mengandung makna menggunakan kembali bahan atau material agar tidak

204

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan); dan Recycle atau daur ulang adalah
kegiatan mendaur ulang bahan yang tidak berguna (sampah) menjadi bahan lain melalui proses
pengolahan (Subekti,2009).
Menurut Arrow (1962); Lucas (1988); Yang (1994); Yang & Zhang (2000), keunggulan
bersaing bisa dicapai melalui proses spesialisasi dengan melakukan investasi modal manusia
(human capital) guna mencapai akumulasi pengetahuan. Pendekatan ini disebut learning by
doing (Schumpeter, 1912). Kecerdasan bisa diperoleh melalui pembelajaran (Arrow,1962).
Learning atau pembelajaran adalah produk dari pengalaman, dan hanya bisa terjadi melalui
adanya usaha untuk memecahkan masalah atau selama berlangsungnya aktifitas atau produksi
(Wei-Chiang Hong, 2008). Pelajar menjadi sasaran penting program Gerakan Wakatobi Bersih
karena pengetahuan tentang lingkungan perlu diberikan sejak dini dan sesuai pendekatan
manajamen ekowisata, masyarakat lokal yang tinggal di daerah ekowisata harus dibangun
kecerdasannya terhadap lingkungan melalui pendidikan yang berbobot budi pekerti lingkungan
atau beretika lingkungan (Susilo, 2012). Sikap yang diharapkan dari pelajar di Wangi-Wangi
adalah agar senantiasa mematuhi ajaran-ajaran tentang lingkungan hidup, memahami dan
mempraktekkan pengelolaan sampah dan berpartisipasi dalam pemeliharaan kebersihan.
Bagaimana (how) pesan disampaikan (Lovelock and Wright,2005; Tjiptono et al., 2008)
berkaitan dengan pemilihan saluran komunikasi (In Which Channel) (Suprapto,2009). Saluran
komunikasi adalah media tempat pesan-pesan disampaikan (Curtis et al., 1992). Saluran
komunikasi dibedakan atas saluran komunikasi personal dan non-personal (Tjiptono et al.,
2008). Saluran komunikasi personal terdiri atas dua atau lebih orang yang berkomunikasi
secara langsung melalui tatap muka, telepon, via e-mail dan sebagainya. Komunikasi personal
yang paling efektif adalah social channels atau word-of-mouth communication (komunikasi getok
tular). Menurut Kotler and Lee (2007) kecocokan atau compatibility antara pesan yang ingin
disampaikan dengan media saluran komunikasi yang dipilih menentukan pengaruh komunikasi
tersebut terhadap audiens sasaran. Sedangkan audiens sasaran juga perlu dipertimbangkan
profilnya dari segi demografik, psikografik, geografik dan prilaku.
Komunikasi program melalui aparat atau teman atau keluarga adalah saluran
komunikasi personal yang dilakukan secara langsung (Tjiptono et al.,2008) dan sering
digunakan untuk instansi publik (Kotler dan Lee,2007). Menurut teori hubungan sosial (De
Fleur,1982) variabel hubungan pribadi berperan sebagai mekanisme penunjang bagi pesanpesan yang disampaikan lewat media komunikasi melalui proses two step-flow communication
(De Fleur,1982; Suprapto,2009). Aparat di tingkat Desa/Kelurahan sampai ke Kabupaten
Wakatobi adalah orang-orang yang menerima informasi langsung maupun dari media terbatas
seperti Buku Saku tentang Gerakan Wakatobi Bersih yang memuat juklak tentang gerakan
tersebut dan meneruskannya secara langsung ke orang lain, antara lain ke pihak lembaga
sekolah, yang kemudian menyampaikannya ke pelajar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
32,5% responden mendapatkan informasi dari aparat, terutama responden ibu rumah tangga
(15,8%) dan individu (8,83%) sedangkan 7,8% pelajar, menerima informasi dari aparat namun
disampaikan melalui sekolah. Dalam pandangan masyarakat lokal yang menjadi audiens
sasaran, pemerintah adalah pihak yang paling kredibel karena memiliki expertise (keahlian).
Pentingnya variabel hubungan pribadi sebagai sumber informasi sesuai teori hubungan sosial
(De Fleur,1982) juga menentukan efektifitas komunikasi program. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa 18,5% responden menerima informasi dari pihak teman atau keluarga,
terutama dari kelompok individu (8,5%) dan rumah tangga (7%). Dalam pandangan audiens
sasaran, teman atau keluarga adalah sumber yang trustworthiness (layak dipercaya) (Tjiptono et
al,2008).
Untuk mendukung komunikasi melalui saluran personal, Dinas KP3K Wakatobi juga
menggunakan media iklan. Periklanan adalah alat komunikasi yang paling mampu menembus
audiens dalam jumlah besar, dalam jangka panjang, dapat digunakan untuk membangun
gambaran yang diinginkan dan dalam jangka pendek berguna untuk memicu respon dengan
cepat. Iklan melalui media populer seperti saluran TV dan radio cocok untuk dipilih karena

205

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

memiliki pengaruh sangat besar terhadap penduduk (Kotler dan Lee,2007). Dalam laporan PPSP
(Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Wakatobi) Tahun 2013 yang disampaikan oleh
Pokja Sanitasi Kabupaten Wakatobi dijelaskan beberapa media populer yang digunakan untuk
mengkomunikasikan tentang kebersihan dan pelestarian lingkungan dengan sasaran seluruh
lapisan masyarakat seperti TV Sigma dan Wakatobi TV serta siaran radio lokal antara lain
Radio Ngkalo yang pendengarnya didominasi oleh remaja. TV Sigma memperkenalkan bahaya
banjir akibat membuang sampah sembarangan dan praktek-praktek 3R untuk mengelola
sampah. Radio Ngkalo memperkenalkan dampak sampah kepada masyarakat, khususnya
kepada remaja yang menjadi target pasar radio tersebut. Beberapa radio di Wakatobi setiap
tahun mengadakan talk show tentang kebersihan dengan pembawa materi Dinas KP3K
Wakatobi bekerja sama dengan Badan Lingkungan Hidup. Melalui acara tersebut, masyarakat
dapat berkomunikasi langsung mengenai masalah persampahan. Pemerintah daerah Wakatobi
juga menggunakan video-Film dokumenter untuk menginformasikan tentang komponen
persampahan dan dampak sampah kepada seluruh lapisan masyarakat.
Acara khusus (special events) adalah saluran komunikasi yang memberikan keuntungan
berupa interaksi langsung dengan audiens sasaran. Audiens juga bisa bertanya dan memberikan
opininya (Kotler and Lee, 2007). PEMDA Wakatobi melalui SKPD-SKPD secara bergiliran
mengadakan acara bersepeda santai untuk siswa-siswi SD sambil mengumpulkan sampah
plastik setiap minggu atau setiap bulan. Kegiatan yang masih berlangsung secara rutin sampai
saat ini adalah kegiatan Sabtu Bersih yang diselenggarakan di lingkungan pemukiman, pasar,
kantor-kantor pemerintah, sekolah dan sebagainya. Media tercetak (printed materials) paling
banyak dipertimbangkan dan digunakan oleh sektor publik sebagai saluran komunikasi (Kotler
dan Lee, 2007) bentuknya berupa brosur, poster, buklet, kalender dan lain-lain. Pemerintah
Wakatobi menggunakan media ini dalam bentuk brosur, spanduk dan media cetak lokal untuk
menginformasikan arti penting menjaga kelestarian lingkungan melalui komponen-komponen
persampahan. Juga menggunakan poster berbentuk kalender untuk menginformasikan tentang
komponen persampahan dan dampak sampah terhadap seluruh lapisan masyarakat.
Organisasi publik memiliki peluang yang sangat besar untuk menggunakan Signage
(papan tanda) sebagai media komunikasi terhadap masyarakat. Papan iklan bisa dipasang di
pinggir jalan raya, bandara, sekolah, taman, obyek wisata, pusat komunitas dan lain-lain yang
merupakan area publik. Media ini bisa menjangkau penduduk sesering mungkin dalam jumlah
besar, berkelanjutan dan biayanya rendah (Kotler and Lee,2007). Penggunaan papan tanda atau
baleho juga digunakan untuk mengkomunikasikan program Gerakan Wakatobi Bersih. Baleho
dipasang di pinggir jalan di sejumlah titik yang dipandang strategis. Barang-barang promosi
khusus adalah media komunikasi yang bisa dipilih karena unik dan jika didesain lebih stratejik,
berkelanjutan dan fungsional, bisa menjadi pengingat. Dalam dunia pemasaran kadang-kadang
disebut trinket and trash (Kotler and Lee,2007).
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa komunikasi melalui media iklan jenis spanduk,
baleho, brosur dan lain-lain lebih banyak ditanggapi oleh pelajar (4,7%) dan individu (4%)
daripada responden rumah tangga (1,8%) yang kebanyakan diwakili oleh ibu-ibu rumah tangga,
sedangkan media koran dan televisi lokal lebih banyak ditanggapi oleh kelompok individu (3%).
Menurut teori perbedaan individu, setiap individu memiliki perbedaan psikologis, oleh sebab itu
pengaruh media terhadap individu akan berbeda satu sama lain (De Fluer et al.,1982).
Responden Rumah Tangga, terutama ibu-ibu rumah tangga, sibuk bekerja atau mengurus
kebun/keluarga untuk menggantikan peran suami mereka yang kebanyakan pergi merantau,
sehingga kurang memiliki waktu untuk membaca, menonton TV atau memperhatikan baleho
yang terpasang di pinggir jalan, apalagi kalau tempat tinggal mereka jauh dari titik pemasangan
iklan. Oleh sebab itu, informasi yang dikomunikasikan secara langsung lebih mudah diterima
karena bisa sambil bekerja dan tidak mengganggu kesibukan utamanya sehari-hari. Jika
disampaikan kepada kelompok, mereka bisa langsung mendiskusikannya dengan anggotaanggota kelompok lainnya. Responden individu dan pelajar adalah yang paling bisa dijangkau
oleh saluran komunikasi non-personel, baik melalui iklan yang terpampang di jalan, koran, TV

206

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

lokal dan lain-lain. Masing-masing 7% dan 6%. Responden individu kebanyakan masih kuliah
atau memiliki pendidikan yang lebih tinggi sehingga wawasannya lebih luas. Di samping itu, ada
juga yang sudah bekerja tapi belum disibukkan oleh aktifitas mengurus keluarga karena masih
tinggal sendiri, sehingga memiliki perhatian, waktu luang dan kesempatan untuk menonton TV,
membaca, berjalan-jalan dan berinteraksi dengan orang lain, seperti halnya pelajar.
Metode penyampaian pesan yang mencakup cara pelaksanaan dan isi pesan akan
menentukan evektifitas komunikasi (Arifin,1982). Terkait dengan cara pelaksanaannya,
komunikasi perlu disampaikan secara berulang-ulang (redundancy/repetition) agar khalayak
lebih memperhatikan dan tidak mudah melupakannya. Prinsip ini kurang diterapkan pada
komunikasi Gerakan Wakatobi Bersih yang menggunakan media iklan baleho. Hasil observasi
menunjukkan bahwa penyebaran baleho tidak menyentuh semua titik dalam kawasan Pulau
Wangi-Wangi, hanya di bagian-bagian yang menjadi pusat keramaian seperti di dekat alun-alun
Kabupaten (Kelurahan Wanci) dan di sekitar pasar tradisional Mandati. Sedangkan di kawasan
yang relatif paling jauh seperti di Desa Waginopo, Kecamatan Wangi-Wangi maupun di kawasan
Liya, Kecamatan Wangi-Wangi Selatan luput dari pemasangan baleho. Sebagai perbandingan,
pada waktu pemerintah Korea Selatan mencanangkan Gerakan Saemaul atau Saemaul Undong
atau perang terhadap sampah yang intinya adalah mengajak masyarakat untuk menjadikan
sampah sebagai sumberdaya yang bermanfaat, dimana-mana ditemukan poster dan iklan berisi
ajakan (Kompas,2005). Komunikasi melalui iklan di TV lokal juga dipandang kurang efektif
untuk menjangkau khalayak secara luas karena kebanyakan penduduk lebih suka menonton TV
untuk menonton acara-acara hiburan.
Pesan adalah apa (what) yang akan dikomunikasikan kepada audiens sasaran. Inspirasi
pesan mempertimbangkan tentang apa yang perlu diketahui dan dipercayai sehingga dengan
senang hati akan diikuti dengan tindakan (Kotler and Lee,2007). Masyarakat Wakatobi diketahui
sangat bangga dengan keindahan alam laut dan pesisir yang mereka miliki dan menjadi daya
tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke Wakatobi. Oleh karena itu, ajakan untuk tidak
membuang sampah ke laut sebagai salah satu kampanye dalam Gerakan Wakatobi Bersih
dipatuhi oleh 66% responden yang mengaku tidak lagi membuang sampah ke laut.

(a)

(b)

(c)

Gambar 3.2. Komunikasi yang memuat pesan untuk memelihara kebersihan dan
melestarikan lingkungankawasan wisata (a) Danau Tailarontooge; (b) Hutan Motika; dan (c) Desa
Kapota,
di Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi

Agar dapat menimbulkan pengaruh kepada masyarakat, pesan harus bisa ditangkap oleh
panca indera dan harus mempunyai makna (Arifin,1982). Menurut Kotler and Lee (2007) untuk
menciptakan pesan yang efektif, harus dibuat sederhana, fokus pada manfaat bagi masyarakat,
menggunakan kata-kata yang bisa memberikan gambaran yang jelas, mudah diingat serta sesuai
dengan identitas merek. Merek bisa berupa nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi
dari hal-hal tersebut, yang mengidentifikasikan penjual produk (seperti: benda, layanan,
organisasi, tempat, orang atau gagasan) tersebut. Pesan juga harus disampaikan secara
bervariasi agar menarik dan tidak membosankan. (Arifin,1982). Contoh komunikasi yang

207

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

menggunakan kata-kata cukup menarik yang pada intinya berisi pesan untuk memelihara
kebersihan dan melestarikan lingkungan seperti disajikan pada Gambar 3.2.
Pemilihan karakter atau maskot untuk mengirim pesan dapat membantu menciptakan
perhatian dan ingatan. Menurut Jordan et al (1975) pesan yang digayakan dapat menarik dan
mempertahankan minat khalayak dan membantu ingatan terhadap pesan; menaikkan
pemahaman atas pesan (Mazza et al., 1972); dan meningkatkan daya tarik persuasif suatu pesan
(Siltanen,1981). Selanjutnya menurut Curtis et al (1999), salah satu alasan mengapa terjadi
kesulitan berkomunikasi adalah karena bahasa yang digunakan tidak tepat atau kata-kata yang
digunakan tidak dikenal oleh khalayak.
Pesan utama yang ingin disampaikan melalui Gerakan Wakatobi Bersih pada intinya
adalah mengajak masyarakat untuk melestarikan kejernihan air laut Wakatobi yang menjadi
daya tarik pariwisata Wakatobi dan tempat tumpuan kehidupan masyarakat Wakatobi. Pesan
lainnya adalah tidak membuang sampah ke laut dan senantiasa menjaga kebersihan. Untuk
memudahkan penyampaian, pengirim pesan perlu melakukan encoding atau menerjemahkan
pesan ke dalam simbol-simbol tertentu (Tjiptono et al.,2008) atau menggunakan karakter atau
maskot (Kotler and Lee,2007). Pesan yang disampaikan melalui Gerakan Wakatobi Bersih
disimbolkan dengan gambar atau maskot burung bangau, memegang sapu di atas genangan air
berwarna biru yang melambangkan air laut. Latar belakang warna putih dan slogan go wash
serta kalimat Gerakan Wakatobi Bersihdan Demi Kehidupan, Jagalah Kebersihan. Pesan yang
ingin disampaikan adalah agar masyarakat memiliki rasa kesetiaan, kerja sama, kekompakan
dan tolong menolong, seperti sifat burung bangau, dalam mewujudkan dan memelihara
kebersihan lingkungan sebagai tanggung jawab.

Gambar 3.3. Logo go wash Gerakan Wakatobi Bersih

Menurut Arifin (1982) kemampuan individu dalam hal meng-coding lambang-lambang


atau simbol sangat bergantung pada pengetahuan dan pengalamannya. Individu menjadikan
pengalaman pribadi sebagai pedoman, dan juga pengalaman orang lain yang dijadikan sebagai
pedoman dalam lingkungan sosial orang tersebut, sebagai dasar dalam memproses pesan
(Soesanto,1974).
Hasil pengamatan dan wawancara menemukan bahwa kebanyakan
masyarakat Wakatobi hanya tamatan Sekolah Dasar (30,15%) dan tidak tamat Sekolah Dasar
(28,73%) (BPS Wakatobi,2013). Slogan go wash yang tertulis dalam logo Gerakan Wakatobi
Bersih sulit dipahami dan kurang melekat di benak masyarakat, khususnya responden rumah
tangga dan individu, karena terkesan asing dan tidak bersumber dari bahasa lokal atau bahasa
sehari-hari yang mereka dengar. Dalam teori norma-norma budaya, dijelaskan bahwa pesanpesan yang disampaikan dengan cara tertentu melalui media massa dapat menimbulkan kesan
oleh khalayak jika disesuaikan dengan norma-norma budayanya (De Fleur, 1982). Penggunaan
logo burung bangau sebagai simbol untuk mewakili sifat-sifat kesetiaan, kerja sama,
kekompakan dan tolong menolong yang ada dalam masyarakat Wakatobi juga kurang dipahami
responden. Bahkan responden dari kelompok pelajar banyak yang tidak familier dengan burung
bangau, satwa tersebut sudah sudah jarang mereka jumpai saat ini. Kondisi-kondisi tersebut
menghambat kelancaran proses decoding atau kesamaan pemahaman dan interpretasi oleh
penerima sesuai dengan pemahaman dan interpretasi yang ingin disampaikan oleh si
penyampai pesan (Tjiptono et al.,2008) Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan yang

208

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

menunjukkan bahwa meskipun 67,2% responden mengaku pernah mendengar tentang Gerakan
Wakatobi Bersih, atau Go Wash namun responden yang benar-benar paham bahwa gerakan
tersebut berkaitan dengan kebersihan hanya 61,2%. Contoh slogan kebersihan yang berakar
pada budaya masyarakat adalah Makassarta tidak rantasa. Singkatan ta adalah istilah
sehari-hari bagi masyarakat yang tinggal di dalam Kota Makassar yang berarti kita untuk
mewakili kebersamaan sebagai penduduk dan kebersamaan sebagai pemilik kota Makasssar.
Kata rantasa diambil dari bahasa daerah Makassar yang berarti berantakan dan/atau kotor.
Dengan demikian slogan Makassarta tidak rantasa dapatlah diartikan sebagai Kota Makassar
milik kita bersama tempat kita berdiam tidak berantakan, dan/atau kotor!.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi
program Gerakan Wakatobi Bersih kurang efektif disebabkan adanya gangguan pada proses
encoding dan decoding. Gangguan disebabkan karena pengirim pesan (pemerintah) tidak sama
pemahamannya dengan audiens sasaran (masyarakat) tentang pesan yang dibawa melalui
maskot burung bangau dan penggunaan slogan go wash. Pengirim pesan beranggapan bahwa
logo burung bangau bisa mewakili rasa kesetiaan, kerja sama, kekompakan dan tolong
menolong yang dimiliki oleh masyarakat Wakatobi, sementara kebanyakan masyarakat tidak
yakin dengan hal tersebut bahkan kalangan masyarakat yang lebih muda yakni pelajar,
kebanyakan tidak mengenal burung bangau karena satwa tersebut sudah sulit ditemukan saat
ini. Pengirim pesan menggunakan slogan go wash untuk menyampaikan pesan agar usahausaha memelihara kebersihan dilakukan terus menerus, sementara kebanyakan audiens sasaran
memandangnya sebagai istilah bahasa asing (Inggris) semata. Pengamatan juga menemukan
bahwa kalimat-kalimat dalam logo memuat pesan informatif mengenai keberadaan Gerakan
Wakatobi Bersih dan pesan edukatif bahwa menjaga kebersihan berarti menjamin
keberlangsungan kehidupan. Namun demikian, logo dipandang kurang persuasif dalam
menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat melalui gerakan tersebut. Gangguan
juga terjadi pada pemanfaatan saluran komunikasi non-personal melalui papan iklan (baleho)
karena kurang gencar, padahal peluangnya untuk menjangkau masyarakat lebih luas sangat
besar. Pengirim pesan (pemerintah) juga perlu melakukan komunikasi pemasaran secara
variatif dan terpadu. Pengirim pesan bisa memanfaatkan media cetak tagihan retribusi sampah
untuk menyelipkan pesan tentang kebersihan, praktek 3R dan sebagainya; badan truk dan
gerobak sampah bisa ditempeli iklan ajakan praktek 3R, membuat kompos dari sampah dapur
dan lain-lain; barang-barang promosi yang fungsional dan dibuat dari sampah daur ulang
misalnya tas daur ulang, gantungan kunci, alas gelas dan sebagainya, bisa dimanfaatkan untuk
menyelipkan pesan dan dibagikan kepada warga dan pelajar yang menonjol dalam praktek 3Rnya. Sebagai perbandingan, untuk memotivasi pelajar di Jepang tentang Penanaman Budaya
Bersih yang disebut O-SOJI, selain ditanamkan pendidikan pelestarian lingkungan dengan sejak
dini siswa dilatih mengumpulkan dan menempatkan item tertentu dari rumah sesuai
peruntukannya, misalnya; sampah organik, non organik, kaleng, botol, yang bahan kimia baterei, dsbnya .Mereka juga diajak untuk melihat langsung sampah-sampah yang ditampung di
pabrik dan menyaksikan proses daur ulang sampah menjadi barang yang bermanfaat. Di Jakarta
sejak 29 april 2012 yang lalu telah berdiri Jakarta O Soji Club (JOC) yang diprakarsai oleh Mr.
Ashida, warga Jepang yang berada di Indonesia dan kini anggotanyapun banyak warga Indonsia
yang bergabung untuk membantu, menjaga kebersihan kota Jakarta secara berkala dan
sukarela.
Komunikasi yang efektif menurut Kotler dan Lee (2007) bisa memotivasi kepatuhan
secara sukarela. Dari tiga sasaran Gerakan Wakatobi Bersih yakni individu, rumah tangga dan
pelajar ditemukan bahwa baru 56,5% responden individu melakukan tindakan yang
mendukung pelestarian alam dan kebersihan lingkungan. Meskipun 92,5% responden rumah
tangga berpandangan bahwa menjaga kebersihan adalah hal yang sangat penting, namun hanya
23,15% responden yang mempraktekkan 3R; dan meskipun 89,5% responden pelajar
menyatakan bahwa sekolah selalu mengajarkan dan mengingatkan tentang pendidikan
lingkungan hidup dan 87,5% mengakui bahwa sekolah mempraktekkan pengelolaan sampah

209

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

dan pemeliharaan kebersihan di lingkungan sekolah dan sekitarnya, namun baru 44,6%
responden pelajar yang mempraktekkan pengolahan sampah dan berpartisipasi memelihara
kebersihan (Mokodompit dan Taufik,2014; Mokodompit dan La Hatani,2015).

IV. SIMPULAN
Hasil pengamatan dan analisis menyimpulkan bahwa komunikasi program Gerakan
Wakatobi Bersih terhadap masyarakat lokal Pulau Wangi-Wangi Wakatobi kurang efektif
karena kurang gencarnya komunikasi melalui media papan iklan (baleho), gangguan pada
proses encoding dan decoding serta tidak terpadunya komunikasi pemasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar. 1982. Strategi komunikasi. Sebuah pengantar ringkas. Lembaga kajian Inovasi
Indonesia (LKII).
Arrow, KJ. 1962. The economic implications of learning by doing. The review of Economic
Studies 29 No.3. pp. 155-173
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Wangi-Wangi dalam angka 2012 dan 2013. Wakatobi: BPS
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Wangi-Wangi Selatan dalam angka 2013. Wakatobi: BPS
Badan Pusat Statistik (BPS). 2014. Wakatobi dalam angka 2013. Wakatobi: BPS
Badan Standar Nasional, 2002. Standar Nasional Indonesia Nomor SNI-19-2454-2002 tentang
Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Jakarta: Badan Standar
Nasional.
Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW), 2009. Informasi Taman Nasional Wakatobi.
http://www.dephut.go.id/files/Wakatobi.pdf. Diunduh tanggal 29 Oktober 2014
Balai Taman Nasional Wakatobi. 2010. Informasi Taman Nasional Wakatobi.
www.wakatobi@yahoo.com . Diunduh tanggal 15 April 2011
Curtis, Dan B., J.J.Floyd dan J.L Winsor. 1999. Komunikasi bisnis dan profesional. In: Nanan
Kandagasari et al (terjemahan). Bandung: P.T Remaja Rosdakarya
De Fluer, Melvin L., and Sandra Ball-Rokeach. Theories of mass communication. Fourth Edition.
New York, London: Longman
Dinas Tata Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten
Wakatobi, 2011. Buku saku gerakan wakatobi bersih go wash. Wakatobi: Dinas Tata
Ruang, Kebersihan, Pertamanan, Pemakaman dan Pemadam Kebakaran Kabupaten
Wakatobi
Eagles, P., S.F. McCool and C.D. Haynes. 2002. Protected areas: guideline for planning and
management. United Nation Environment Program, World Tourism Organization ang the
IUCN-World Conservation Union. Best Practice Protected Areas Guidelines Series No.8.
Jordan, W.J., Flanagan, L.L., dan Wineinger, R.W. 1975. Novelty and Recall Effects of Animate and
Inanimate Methaporical Discourse. Central States Speech Journal, 26 (1). Pp.29-33
Kotler. Philip., and Nancy Lee.2007. Pemasaran di sektor publik. Jakarta: Indeks.
Lovelock. C.H., and L, Wright. 2005. Manajemen pemasaran jasa. Jakarta: P.T INDEKS Kelompok
Gramedia
Lucas RE (1988). On The Mechanism of Economic Development. Journal of Monetary Economics.
22:3 42.
Mazza, I., Jordon, W., and Carpenter, R. 1972. The Comparative Effects of Stylistic Sources of
Redudancy. Central States Speech Communication Journal, 23(4).pp.241-245
Marsh, J. 1993. An index of tourism sustainability. In: Nelson,J., Butler,R, and Wall,g (eds).
Tourism and Sustainable Development: Monitoring, Planning, Managing. Canada:
Department of Geography, University of Waterloo.pp.257-258.

210

Simposium ASJI, November 2015

EVEKTIFITAS KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN WAKATOBI BERSIH


TERHADAP MASYARAKAT LOKAL PULAU WANGI-WANGI KABUPATEN
WAKATOBI

Eliyanti Agus
Mokodompit

Mearns, Kevin Frank. Lessons From the Application of Sustainability Indicators to CommunityBased Ecotourism Ventures in Southern Africa. Journal of Business Management, Vol.6
(26).pp.7851-7860, 4 July 2012.
Mokodompit, Eliyanti Agus. 2014.Membangun Motivasi Intrinsik Ibu-Ibu Rumah Tangga
Wakatobi untuk Mengelola Sampah secara Inovatif dan Berbudaya. In: Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Halu Oleo (Eds). Percepatan pembangunan ekonomi
Indonesia perspektif kewilayahan dan syariah. Kendari: Universitas Halu Oleo.pp.202.210.

Mokodompit, Eliyanti Agus., M.Taufik. 2014. Evaluasi Terhadap Implementasi Gerakan


Wakatobi Bersih (Tahun I). Laporan Hibah Bersaing. Kendari: LPPM UHO
Mokodompit, Eliyanti Agus., La Hatani 2015. Evaluasi Terhadap Implementasi Gerakan
Wakatobi Bersih (Tahun II). Laporan Hibah Bersaing. Kendari: LPPM UHO
Lovelock, C., L, Wright. 2005. Manajemen pemasaran jasa. Jakarta: P.T indeks
Schumpeter, J.1912. The theory of economic development. Duncker & Humblot: Leipziq.
Reprinted in 1934 by Cambridge: Harvard University Press, and added subtitle An
inquiry into profits, capital, interest and the business cycle
Severin, W., and J.W.Tankard JR. 1979.Communication theories: origin-methods-uses. New York:
Hasting House Publishers.
Siltanen, S. 1981.The Persuasiveness of Metaphors: A Replication and Extension. The Southern
Speech Communication Journal, 47. Pp.67-83
Soesanto, Astrid. 1974. Komunikasi dalam teori dan praktek. Bandung: Bina Cipta.
Subekti,Sri. 2009. Pengelolaan sampah rumah tangga 3R berbasis masyarakat.
http//www.scribd.com. Diakses tanggal 8 September 2015
Suprapto, Tommy.2009. Pengantar teori dan manajemen komunikasi. Yogyakarta: Media
Pressindo.
Susilo, Rachmad K.Dwi. 2012. Sosiologi lingkungan. Jakarta: Rajagrafindo Persada
Tjiptono, Fandy., G.Chandra dan D.Adriana.2008. Pemasaran stratejik. Yogyakarta: ANDI
Tuwo, Ambo. 2011. Pengelolaan ekowisata pesisir dan laut, pendekatan ekologi, sosial ekonomi,
kelembagaan, dan sarana wilayah. Surabaya: Brilian Internasional.
Wei-Chiang Hong, 2008. Competitiveness in the tourism sector. A comprehensive approach from
economic value and management points. Phisica Verlag Heidel Berg
Wight, P.A. 1994. Environmentally responsible marketing of tourism.In: Cater, E and Lowman G
(eds) Ecotourism: a Sustainable Option?. Brisbane: John Wiley and Sons. pp. 39-56.
WorldTourism Organization, 1995. Agenda 21 for the travel and tourism industry
:towards environmentally sustainable development. London,Madrid, San Jose, Costa
Rica: World Travel and Tourism Council, WTO and Earth Council,
World Tourism Organization, 2004. Indicators of sustainable development for tourism
destinations: a guidebook. Madrid: World Tourism Organisation
Yang XK (1994). Endegenous Vs Exogeneous Comparative Advantage and Economies of
Specialization Vs Economies of Scale. Journal of Economics 60:29-54.
Yang XK, Zhang DS (2000).Endogenrous Stucture of the division of labor, endogenous trade
policy regime and a dual structure in economics development. Annals of Economics and
Finance 1:211-230.

211

Simposium ASJI, November 2015

Anda mungkin juga menyukai