Anda di halaman 1dari 11

KEANEKARAGAMAN FLORA FAUNA TAMAN NASIONAL WAKATOBI

Ahmad Agung Masykuri NIM 13405241057; Pendidikan Geografi 2013;


Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Semula Wakatobi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton,
kemudian berdasarkan UU No. 29 tahun 2003, Kecamatan Wakatobi ditetapkan
menjadi kabupaten tersendiri. WAKATOBI merupakan kependekan dari nama 4
pulau besar, yaitu Pulau Wanci, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko.
Bagian Utara dibatasi dengan Laut Banda dan Pulau Buton, bagian Selatan dibatasi
oleh laut Flores, bagian Timur oleh Laut Banda dan bagian Barat dibatasi oleh Pulau
Buton dan Laut Flores. Secara kondisi fisik, Kepulauan Wakatobi terbagi menjadi 4
(empat) pulau besar yaitu P. Wangi-wangi, P. Kaledupa, P. Tomia, dan P. Binongko.
Kekayaan sumberdaya laut di Taman Nasional Wakatobi di kelompokkan menjadi 8
sumberdaya penting, yaitu: terumbu karang, mangrove, padang lamun, tempat
pemijahan ikan, tempat
cetacean.

Kedelapan

bertelur burung pantai, dan pantai peneluruan penyu,

sumberdaya

penting

tersebut

merupakan

bagian

dari

ekosistem Taman Nasional. Pertimbangan pemilihan Skenario Pengelolaan dengan


integrasi interdisiplin dalam pengelolaan Taman Nasional Wakatobi, antara lain:
pertimbangan biologi,

pertimbangan pengaruh anthropologis, pertimbangan

keterbatasan lahan, eprtimbangan homerange, pertimbangan sebaran pulau dan


bentuk kawasan,

pertimbangan hubungan kawasan dengan daerah sekitarnya,

pertimbangan prinsip

pengelolaan, pertimbangan tujuan utama pembangunan

taman nasional, dan pertimbangan kontrol kegiatan masyarakat.


Kata kunci: Wakatobi, sumberdaya, pengelolaan

A. PENDAHULUAN
Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu kabupaten baru di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Semula Wakatobi merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Buton,
kemudian berdasarkan UU No. 29 tahun 2003, Kecamatan Wakatobi ditetapkan

menjadi kabupaten tersendiri. WAKATOBI merupakan kependekan dari nama 4


pulau besar, yaitu Pulau Wanci, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko.
Bagian Utara dibatasi dengan Laut Banda dan Pulau Buton, bagian Selatan dibatasi
oleh laut Flores, bagian Timur oleh Laut Banda dan bagian Barat dibatasi oleh Pulau
Buton dan Laut Flores Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten kepulauan yang
mempunyai luas wilayah 1.390.000 ha. Secara keseluruhan kepulauan ini terdiri
dari 39 pulau, 3 gosong dan 5 atol. Terumbu karang di kepulauan ini terdiri dari
karang tepi (fringing reef), gosong karang (patch reef) dan atol. Secara geografi
Kepulauan Wakatobi terletak antara 123015'00" - 12404500 Bujur Timur dan
0501500 0601000 Lintang Selatan. Ada 5 (lima) kecamatan di kabupaten ini
yaituKecamatan

Wangi-wangi,

Kecamatan

Wangi-wangi

selatan,

Kecamatan

Kaledupa, Kecamatan Tomia, dan Kemacatan Binongko (Tim CRITC Coremap II-LIPI,
2007:1).
Kepulauan Wakatobi secara administratif, awalnya termasuk dalam Kabupaten
Buton, Propinsi Sulawesi Tenggara, namun sejak tahun 2004 terbentuk Kabupaten
Wakatobi yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Buton dengan letak dan
luas yang sama dengan Taman Nasional Wakatobi (TNW). Wilayah Kabupaten
Wakatobi didominasi oleh perairan yang luasnya mencapai 55.113 km2 dan garis
pantai 251,96 km atau mencapai 98,5% dari keseluruhan total wilayah. Selain itu
juga sumberdaya
sehingga

perairannya memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi

pengelolaan Kepulauan Wakatobi perlu mempertimbangkan kaidah-

kaidah konservasi. Di sisi lain, pariwisata bahari yang didukung oleh adanya TNW
merupakan aktivitas yang dikembangkan. Keunggulan aset yang memiliki potensi
penting ini, terutama terumbu karang dan berbagai biota laut yang

beraneka

ragam dengan nilai estetika dan konservasi yang tinggi. Ini menjadikan kawasan
sangat comfortable untuk aktivitas wisata selam seperti; surfing, snorkeling, dan
memancing. Menurut jurnalis selam Perancis Jaques-Yves Cousteau, Wakatobi
sebagai tempat penyelaman terindah di dunia (Wakatobi is the finest diving site in
the world ). Malah banyak pakar kelautan yang pernah melakukan penelitian
menyebut bahwa terumbu karang di Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu
terindah di dunia (The world's most beautiful reefs) (Rudianto dan Santoso, 2008:3).
B. PEMBAHASAN

1. Kondisi Fisik
P. Wangi-wangi atau P. Wanci merupakan pulau terbesar diantara pulau yang
ada di Kabupaten Kepulauan Wakatobi. Mempunyai luas 156,5 km2, berbentuk
memanjang kearah barat laut dengan lebar sekitar 14,62 km dan panjang 16, 09
km. Pada rataan Pulau ini sendiri terdiri dari

beberapa pulau antara lain Pulau

Kapota, Pulau Oroho dan Pulau Sumanga. Rataan terumbu cenderung melebar
kearah timur dan selatan dengan panjang sekitar 250 m- 1,5 km (Tim CRITC
Coremap II-LIPI, 2007:18). Kedalaman perairan berkisar 5 1.884 m. Tipe pasang
surut campuran semi diurnal terendah 500 m dari garis pantai, khususnya bagian
selatan. Bagian barat, utara dan timur kondisi pantai relatif curam. Kecepatan arus
perairan P. Wangi-Wangi 0,09 0,6 m/detik. Musim timur gelombang sangat kuat
dipengaruhi angin Laut Banda, sedang musim barat tidak terlalu besar karena
terhalang P. Buton (Rudianto dan Santoso, 2008:3-4). b.
P. Kaledupa, luas pulau ini adalah 64,8 km2. Pulau ini dikelilingi oleh rataan
terumbu yang di dalamnya terdapat beberapa pulau antara lain Pulau Kaledupa,
Pulau Lentea Langge, Pulau Lentea Kiwolu dan Pulau Hoga. Mempunyai panajang
lebih kurang 22,92 km dan lebar 7,31 km, dengan rataan terumbu agak landai
sampai kedalaman 5 meter dan melebar kearah timur dan utara. Di sebelah selatan
perairan Pulau Hoga telah ditetapkan masyarakat, sebagai daerah perlindungan (no
fishing zone). Pantai Pulau Kaledupa mempunayi kenampakan yang jampir sama
dengan pulau-pulau yang ada disekitarnya yaitu rataan terumbu sebagian besar
landai dengan rataan terumbu yang lebar antara 200 m 6 km. Dasar perairan
berupa karang mati dan pasir lumpuran (Tim CRITC Coremap II-LIPI, 2007:20).
Bagian utara pulai ini bertopografi datar. Kedalaman perairan 2 m 1.404 m. Pantai
curam di bagian selatan dan timur dengan kedalaman 35 m 414 m. Perairan
terdalam di antara Pulau dengan karang Kaledupa sekitar 1.404 m. Tipe pasang
surut cenderung semi diurnal terendah sejauh 500 m dari garis pantai. Kecepatan
arus perairan berkisar 0,07 m/detik 0,20 m/detik. Musim barat gelombang tidak
terlalu besar karena arah angin terhalang P. Wangi-Wangi dan P. Buton. Beberapa
bagian utara hingga ke timur terlindung gelombang musim barat dan timur, karena
karang penghalang P. Hoga, P. Lentea dan P. Darawa (Rudianto dan Santoso, 2008:
4).

P. Tomia, umumnya bertopografi datar hingga curam. Kedalaman perairan 0 m


1.404 m. Topografi landai di bagian selatan P.Tomia, P. Tolandono, dan P. Lentea
Selatan, kedalaman maksimum 280 m, sedang yang curam/bertubir di bagian utara
kedalaman 500 m. Pasang surut semi diurnal terendah 500 m. Arus intertidal
umumnya lemah, kecuali di perairan selat kuat. Pada musim barat gelombang tidak
terlalu kuat karena terhalang P.Buton (Rudianto dan Santoso, 2008: 4). Pulau ini
mempunyai luas 52,4 km2, berbentuk memanjang kearah timur dengan lebar pulau
sekitar 7,80 km dan panjang 13,17 km. Merupakan pulau yang relatif besar, terdiri
dari Pulau Tomia, Pulau Tolandona dan Pulau Lentea. Rataan terumbu agak landai
sampai kedalaman 3 meter dan melebar kearah timur dan selatan. Pantai Pulau
Tomia mempunyai kenampakan yang hampir sama dengan pulau-pulau disekitarnya
yaitu rataan terumbu landai dengan lebar rataan terumbu antara 1,30 m 1,2 km
kearah laut. Dasar berupa karang mati serta pasir lumpuran yang ditumbuhi lamun
jenisThallasodendron ciliatum serta diselingi oleh alga

jenis Halimeda sp.

Pertumbuhan karang pada kedalaman 3-5 meter umumnya didominasi oleh karang
berbentuk pertumbuhan masive dan encrusting terutama jenis Porites lutea dan
Montipora informis. Sedangkan pertumbuhan karang bercabang didominasi oleh
suku Acroporidae jenis Acropora formosa dan Anacropora puertogalerae (Tim CRITC
Coremap II-LIPI, 2007:23-24). d.
P. Binongko, umumnya bertopografi curam, kedalaman perairan 181 m 721 m.
Bagian selatan mencapai 1.573 m. Kedalaman perairan pulau- pulau di Kecamatan
Binongko berkisar 18 m 500 m, dan 198 m 500 m di P. Kontiole dan P. CowoCowo. Perairan P. Moromaho 252 m 500 m. Perairan Karang Koko relatif dangkal.
Tipe pasang surut semi diurnal. Kecepatan arus berkisar 0.10 0.19 m/detik. Sekitar
perairan Binongko terdapat arus turbulen (Rudianto dan Santoso, 2008: 4-5) 2.
Potensi Kawasan Taman Nasional Wakatobi.
Secara umum perairan laut Taman Nasional Wakatobi mempunyai konfigurasi
dari mulai datar sampai melandai ke arah laut dan beberapa daerah terdapat yang
bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044
meter dengan dasar peraira sebagian besar berpasir dan berkarang. Sementara itu
kekayaan sumberdaya laut di Taman Nasional Wakatobi di kelompokkan menjadi 8
sumberdaya penting, yaitu: terumbu karang, mangrove, padang lamun, tempat
pemijahan ikan, tempat bertelur

burung pantai, dan pantai peneluruan penyu,

cetacean.

Kedelapan

sumberdaya

penting

tersebut

merupakan

bagian

dari

ekosistem Taman Nasional. Berikut ini beberapa tipe ekosistem penyusun Taman
Nasional Wakatobi :
a. Ekosistem Mangrove
Kondisi ekosistem Mangrove bisa dikatakan tidak tersebar secara merata di wilayah
pesisir, hanya beberapa wilayah saja dengan kondisi ketebalan mangrove yang
tipis. Adapun jenis pohon bakau yang ditemukan di TNW tercatat 10 jenis, yaitu :
Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, Osbornia octodonta, Ceriops tagal, Xylocarpus
moluccensis, Scyphiphora hydrophyllacea, Bruguiera gymnorrhi, Avicennia marina
dan Pemphis acidula, Avicennia officinalis, Rhizophora stylosa(Operation Wallacea,
2001). Beberapa jenis anggrek juga dapat ditemukan di vegetasi hutan bakau. Jenis
biota yang berasosiasi dengan mangrove yang umum ditemukan adalah bivalvia
(tiram),gastropoda dan crustacea. Kelimpahan organisme ini tergolong rendah.
b. Ekosistem Non-Mangrove
Vegetasi ekosistem non-mangrove di daerah pantai didiominasi oleh beberapa jenis
seperti :
Baringtonia asiatica, Hibiscus tilliaceus Ipomoea pescaprae, Spinifax sp,Terminalia
cattapa, Pandanussp, dan Casuarina equisetifolia. Sementara itu vegetasi yang
ditemukan yang ke arah darat disekitar perumahan/pekarangan antara lain: kelapa
(Cocos nucifera ), jambu mete (
indica ), nangka (

Anacardium ocidentale), mangga ( Mangifera

Arthocarpus integra ), ubi kayu ( Manihot utilisima), uwi

( Dioscorea spp.), jagung ( Zea mays) dan waru serta ekosistem semak belukar dan
rumput.
c. Ekosistem Terumbu Karang
Sampai saat ini di dalam ekosistem terumbukarang tercatat 396 jenis karang keras,
28 marga karang lunak dan 31 jenis karang jamur. Berikut ini identifikasi jenisnya:
1)Terumbu karang. Terumbu Karang perairan Wakatobi berada di pusat segitiga
karang dunia (the heart of coral triangle centre), yaitu wilayah yang memiliki
keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut lainnya tertinggi
di dunia, yang meliputi Phillipina, Indonesia sampai Kepulauan Solomon. Penafsiran

citra Landsat 2003, diketahui luas terumbu di Wakatobi 54.500 ha. Di P. WangiWangi lebar terumbu 120 m dan 2,8 km. Untuk P. Kaledupa dan P. Hoga, lebar 60 m
dan 5,2 km. P. Tomia rataan terumbunya mencapai 1,2 km untuk jarak terjauh dan
130 m terdekat. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5 km dan
14,6 km. Panjang atol Kaledupa 48 km. Karang Kaledupa merupakan atol
memanjang ke Tenggara dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9.75 km (atol tunggal
terpanjang di Asia Pasifik). Ada 396 spesies karang Scleractinia hermatipic terbagi
68 genus, 15 famili, serta rataan setiap stasiun pengamatan berkeragaman 124
spesies (Rudianto dan Santoso, 2008:5).
Jenis-jenis karang yang ditemukan antara lain
Acrophora spp, Dendrophyllia spp., Favia abdita, Echinopora horrida, Favites spp,
Heliofungia actiniformis, Holothuria edulis, Lobophylla spp.,

Montastrea spp.,

Mycedium spp., Millepora spp, Nepthea spp., Oulophylla crispa, Oxypora spp.,
Pavona clavus, P decussata, Platygira lamellina, P. pini, Porites spp., Porithes spp.,
Spirobranchus giganteus, Symphyllia spp, Turbinaria frondens Xenia spp, dan lainlain. Beberapa kawasan yang memiliki terumbu karang seperti disebut diatas yaitu
Karang Sempora, K. Kapota, K Watulopa, K. Sawa Olo-Olo, K. Tokobau, dan Karang
Waelale.2)Karang lunak. Jenis soft corals yang terlihat antara lain Sarcophyton
throcheliophorum, Sinularia spp. 3)Ikan. Kekayaan jenis ikan sebanyak 93 jenis ikan
yang dimanfaatkan untuk konsumsi perdagangan dan ikan hias diantaranya argus
bintik (Cephalopholus argus), napolean (Cheilinus undulatus), ikan merah ( Lutjanus
biguttatus) baronang (Siganus guttatus), Abudefduf leucogaster, A. saxatilis,
Acanthurus achilles, A. aliosa, A. mata,
specullum, Chelmon rostratus,

Amphiprion tricinctus, Chaetodon

Heniochus acuminatus, H. permutatus, Macolor

macularis (snapper), Napoleon wrasse, Paramia quinquelineata, Scarus qibbus, S.


taeniurus dan masih banyak lagi. 4)Bivalvia yang terlihat adalah Tridacna spp
seperti kima (Tridacna
(Tridacna

sp.), kima tapak kuda ( Hippopus hippopus), kima sisik

squamosa), kima lubang (Tridacna crocea) dan kima raksasa (Tridacna

gigas) 5)Crinoidea yang terlihat adalah Comanthina schlegeli, Lily laut. 6) Ordo
Echinodea yang terlihat adalah Acanthaser planci, Diadema

setosum, Echinotrix

spp., Holothuria edulis, Parathicopus californicus, Stichopus variegatus. 7) Spons


yang terlihat adalah Tube sponges dan Cube sponges,

Phyllospongia foliascens.

8)Rumput laut. Jenis

seagrass yang terlihat antara lain Thallisia spp.,T. crocea,

danThalasodendron spp
d. Ekosistem Padang Lamun
Tercatat 9 jenis lamun di perairan Wakatobi dengan sebaran yang umumnya
merata, tersebar pada daerah intertidal setelah terumbu karang dan juga
ditemukan di antara terumbu karang. Jenis lamun yang telah diidentifikasi di
perairan Kepulauan Wakatobi yaitu Enhalus acororides ,Thalassia hemprichii,
Halophila

ovalis,

Halodule

pinifolia,

Cymodocea

rotundata,Syringodium

isoetifolium,Thalassodenron ciliatum,Halodule uninervis, Cymodocea serullata. Jenis


E. acoroides dan C. Rotundata banyak ditemukan pada substrat pasir dan pecahan
karang, sedangkan

jenis T. hemprichii, S. isoetiofoliumdan H. ovalis banyak

ditemukan pada substrat pasir halus dan pasir kasar. Padang lamun dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitarnya hanya sebagai daerah penangkapan beberapa jenis
ikan, seperti ikan baronang (Siganussp), lencam ( Lethrinussp), teripang, rajungan
dan jenis kerang-kerangan. Metode penangkapannya dengan alat tangkap jaring
insang, tombak/panah, bubu penangkap baronang (kulu-kulu) dan sebagian kecil
menggunakan pancing. Selain itu juga masyarakat memanfaatkan rumput laut
untuk dijual sebagai produk agar-agar.
3. Strategi Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi
Beberapa

pertimbangan

pemilihan

Skenario

Pengelolaan

dengan

integrasi

interdisiplin dalam pengelolaan taman nasional (Rudianto dan Santoso, 2008:8-11),


antara lain :
a. Pertimbangan biologi, yaitu mendudukkan taman nasional untuk

proteksi

rosesproses ekologi, suatu biota yang utuh/yang khusus, subset


tertentu.
lokasi,

Tujuan-tujuan

ukuran,

dan

ini

membutuhkan

bentuk

geometri

pertimbangan-

kawasan,

biota

pertimbangan

ketergantungan

dan

hubungan-hubungan spatialnya dengan daerah sekitarnya, ukuran populasi


yang dibutuhkan untuk mempertahankan spesies kritis, kolonisasi lokal dan
dinamika kepunahan biota pada tingkat lebih tinggi, dinamika ekologi
kawasan konservasi, serta ancaman-ancaman yang mungkin timbul oleh
penggunaan lahan di sekitar kawasan.

b. Pertimbangan pengaruh anthropologis, bila mungkin pengelolaan taman


nasional tidak mengganggu budaya lokal, tidak menghalangi pemanfaatan
tradisional berkelanjutan. Sebaliknya, dukungan sosial

penduduk lokal

terhadap kawasan konservasi, terhadap pengunjung, dan masyarakat umum


c.

diharapkan membuka peluang berhasilnya pengelolaan.


Pertimbangan keterbatasan lahan, pengelolaan taman nasional perlu
bekerja dalam kendala/keterbatasan lahan. Lahan dan produk-produknya
akan terus menjadi sumberdaya terbatas bagi populasi manusia yang terus
bertambah.

Memposisikan

keutuhan

dan

integritas

kawasan

penyangga kehidupan mutlak diperlukan, strategi pengelolaan

sebagai
prioritas

dalam menghadapi isu lapar lahan yang terus meningkat, dan antisipasi
berbagai isu kepentingan lain dalam jangka pendek. Posisi tawar mutlak
harus dimiliki kawasan konservasi dan dipahami oleh para pihak.
d. Pertimbangan homerange, adanya batas legal dan definitip dengan batas
ekologis dapat ditentukan berdasarkan batas Daerah Aliran Sungai (DAS)
atau daerah-daerah lain yang diperkirakan perlu untuk mempertahankan
viabilitas populasi binatang dengan daerah jelajahnya (home range) yang
paling besar.
e. Pertimbangan sebaran pulau dan bentuk kawasan, pertimbangan atas batas
taman nasional, ratio keliling batas/luas suatu kawasan juga

penting. Jika

ratio ini besar, seperti kawasan taman nasional yang berukuran kecil, atau
yang bentuk geometrinya memanjang yang secara

proporsional memiliki

keliling batas lebih panjang, maka spesies yang membutuhkan habitat tidak
terganggu dan jauh dari tepi, ini akan

berbeda dengan yang menderita

gangguan efek tepi. Hal tersebut juga berarti akan lebih banyak memerlukan
tindakan manajemen, karenanya lebih banya energi, uang, dan waktu
f.

diperlukan untuk mempertahankan ciri-ciri suatu kawasan konservasi.


Pertimbangan hubungan kawasan dengan daerah sekitarnya,
mempertimbangkan

intervensi

manusia,

baik

langsung

maupun

harus
tidak

langsung, legal ataupun illegal. Di sini termasuk pemanenan hasil secara


legal, pencurian, industri, pertanian, pertambangan, pembangunan kota dan
sub-sub kota. Taman nasional dapat dirancang untuk meminimumkan
beberapa kemungkinan pengaruh dari penggunaan lahan di sekitarnya
dengan

menggunakan

daerah

penyangga.

Selanjutnya,

memasukkan

keseluruhan unsur alami tertentu yang memungkinkan pengendalian dan

proteksi seluruh unit kawasan konservasi. Misalnya; kawasan taman nasional


yang memasukkan seluruh DAS akan lebih baik dari pada hanya bagian dari
DAS keluar dari kawasan, terutama daerah hulu. Kasus pertama, manajemen
taman nasional memiliki kewenangan pengendalian atas kegiatan-kegiatan
dalam seluruh DAS. Kasus kedua, kawasan taman nasional diperburuk oleh
kejadian-kejadian di hulu. Demikian halnya Kawasan Konservasi Laut (KKL)
yang wilayahnya berada di pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebuah KKL yang
memasukkan pesisir dan pulau pulau kecil serta

perairannya, akan lebih

menjamin upaya konservasi keanekaragaman hayatinya dalam jangka


panjang daripada KKL yang tidak memasukkan

pesisir dan pulau pulau

kecilnya. Inilah hubungan timbal balik ekologis antara ekosistem-ekosistem


tersebut.
g. Pertimbangan Prinsip Pengelolaan, pengelolaan harus dilaksanakan oleh
otoritas tertinggi dalam suatu negara yang berkuasa terhadap kawasan
dengan tetap memperhatikan kepentingan pemerintah daerah, masyarakat
sekitar, dan institusi lain yang berkepentingan terhadap konservasi jangka
panjang. Untuk mencapai tujuan utama pembangunan maka pengelolaan
taman nasional harus tetap mengacu pada strategi konservasi:
1)Perlindungan terhadap proses-proses ekologi yang essensial dan sistem
penyangga kehidupan,
2)Pengawetan keanakeragaman hayati (genetik, spesies, dan ekosistem), dan
3)Pemanfaatan lestari terhadap sumberdaya alam hayati beserta
ekosistemnya.
4)Pertimbangan tujuan utama pembangunan taman nasional,

berdasarkan

International Union for Conservation of Nature (IUCN), meliputi :


5)Melindungi kawasan secara alami memiliki nilai kepentingan nasional dan
internasional bertujuan; spiritual, IPTEK, pendidikan, rekreasi maupun wisata.
6)Mempertahankan sealami mungkin keterwakilan fisiografis, komunitas
biotik, sumberdaya genetik dan jenis, dan menjamin stabilitas keragaman
ekologis.
7)Mengelola pengunjung untuk tujuan inspirasi, pendidikan, budaya, dan
rekreasi pada kondisi terpeliharanya kawasan secara alami.
8)Mengeliminasi/bahkan
menghindarkan
tindakan
eksploitasi

atau

pendudukan yang mengancam tujuan penunjukan dan penetapan kawasan.


9)Memelihara atribut ekologis, geomorfologis, dan keindahan yang menjamin
pencapaian tujuan penunjukan dan penetapannya.

10)Mengakomodasikan kebutuhan masyarakat lokal (indigenous and/or local


people), termasuk pemanfaatan subsisten sepanjang tidak

bertentangan

dengan tujuan pengelolaan.


h. Pertimbangan kontrol kegiatan masyarakat, beberapa mekanisme yang dapat
diterapkan untuk mengontrol kegiatan masyarakat dalam kegiatan perikanan di
dalam taman nasional, diantaranya: 1)Mengembangkan batas untuk kegiatan
tertentu melalui system zonasi, termasuk wilayah larangan menangkap,
2)Memberikan pembatasan yang ketat terhadap waktu atau musim tertentu
setiap tahun untuk penangkapan spesies tertentu,
3)Mendefinisikan pembatasan ukuran, kapasitas tangkap maksimum yang
diijinkan, dan kuota tangkap,
4)Melarang/membatasi praktik-praktik perikanan yang merusak,
5)Membatasi dan mengendalikan perijinan bagi masyarakat yang memanfaatkan
sumberdaya laut,
6)Membatasi akses sesuai dengan daya dukung kawasan, dan
7)Mengatur jenis-jenis ikan yang boleh ditangkap/dibatasi kuota tangkapnya
serta alat tangkap yang dipergunakannya.

C. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1.Secara kondisi fisik, Kepulauan Wakatobi terbagi menjadi 4 (empat) pulau
besar yaitu P. Wangi-wangi, P. Kaledupa, P. Tomia, dan P. Binongko.
2.kekayaan sumberdaya laut di Taman Nasional Wakatobi di kelompokkan
menjadi 8 sumberdaya penting, yaitu: terumbu karang, mangrove, padang
lamun, tempat pemijahan ikan, tempat bertelur burung pantai, dan pantai

peneluruan

penyu,

cetacean.

Kedelapan

sumberdaya

penting

tersebut

merupakan bagian dari ekosistem Taman Nasional.


3.Pertimbangan pemilihan Skenario Pengelolaan dengan integrasi interdisiplin
dalam pengelolaan Taman Nasional Wakatobi, antara lain: pertimbangan biologi,
pertimbangan

pengaruh

anthropologis,

pertimbangan

keterbatasan

lahan,

eprtimbangan homerange, pertimbangan sebaran pulau dan bentuk kawasan,


pertimbangan hubungan kawasan dengan daerah sekitarnya, pertimbangan
prinsip pengelolaan, pertimbangan tujuan utama pembangunan taman nasional,
dan pertimbangan kontrol kegiatan masyarakat.
D. DAFTAR PUSTAKA
COREMAP II-LIPI. 2007.Monitoring Ekologi Wakatobi. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Rudianto, Wahyu dan Priyambudi Santoso. 2008. Memilih
Alternatif Pengelolaan Taman Nasional Wakatobi yang Efektif . Hasil Penugasan
SECEM-2008

Anda mungkin juga menyukai