Anda di halaman 1dari 5

Ivan Risyandi S

3211418054
Oceanography
Drs. Suroso, M. Si.
Dr. Edy Trihatmoko, S.Si., M.Sc.

TUGAS KETIGA

Deskripsi Kondisi Morfologi Laut di Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan yang dipersatukan oleh wilayah lautan dengan
luas seluruh wilayah teritorial adalah 8 juta km2, mempunyai panjang garis pantai mencapai
81.000 km, hampir 40 juta orang penduduk tinggal di kawasan pesisir. Luas wilayah perairan
mencapai 5,8 juta km2 atau sama dengan 2/3 dari luas wilayah Indonesia, terdiri dari Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE) 2,7 juta km2 dan wilayah laut territorial 3,1 juta km2. Luas wilayah
perairan Indonesia tersebut telah diakui sebagai Wawasan Nusantara oleh United Nation
Convention of The Sea (UNCLOS, 1982).

Gambaran Umum

Indonesia adalah negara kepulauan yang dipersatukan oleh wilayah lautan dengan
luas seluruh wilayah teritorial adalah 8 juta km2, mempunyai panjang garis pantai mencapai
81.000 km, hampir 40 juta orang penduduk tinggal di kawasan pesisir. Luas wilayah perairan
mencapai 5,8 juta km2 atau sama dengan 2/3 dari luas wilayah Indonesia, terdiri dari Zona
Ekonomi Ekslusif (ZEE) 2,7 juta km2 dan wilayah laut territorial 3,1 juta km2. Luas wilayah
perairan Indonesia tersebut telah diakui sebagai Wawasan Nusantara oleh United Nation
Convention of The Sea (UNCLOS, 1982).

Wilayah pantai dan laut Indonesia yang selain luas merupakan peluang dan sekaligus
tantangan karena dengan semakin terbatasnya sumberdaya mineral dan energi di darat dan
faktor resiko kerusakan lingkungan di darat jauh lebih besar maka perhatian kegiatan riset
geologi dan geofisika ditujukan ke laut sebagai harapan dimasa datang yang dapat
mengungkapkan berbagai kekayaan sumberdaya mineral dan energi.

Fisiografi Dasar Laut

Secara fisiografi wilayah laut Indonesia dapat dibagi menjadi tiga wilayah , yaitu:

[1]daerah Paparan Sunda terletak di bagian barat Indonesia;

[2] Paparan Sahul di bagian timur Indonesia dan;

[3] zona transisi.

Paparan Sunda meliputi daerah-daerah perairan Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan
Laut Jawa dengan kedalaman rata-rata mencapai 120 meter membentuk paparan sedimen
yang tebal dengan penyebaran yang cukup luas. Paparan Sahul meliputi daerah-daerah di
selatan Laut Banda dan Laut Aru. Daerah ini sangat dipengaruhi oleh sistem benua Australia,
sehingga sedimen di daerah ini ditafsirkan sebagai sedimen asal kontinen Australia.
Sedangkan daerah transisi meliputi daerah-daerah perairan Laut Sulawesi, Laut Maluku, Laut
Banda dan Laut Flores.

Perbedaan yang menyolok antara Indonesia bagian barat dan Indonesia bagian timur
adalah batas antara kaduanya barimpit dangan apa yang semula disebut sebagai garis wallace
(wallace line). Garis ini, yang membujur dengan arah utara-selatan melalui Selat Makasar dan
Selat Lombok (antara P. Bali dan P. Lombok), semula adalah suatu garis yang mumbatasi
fauna dan flora yang berbeda antara bagian timur dan barat, tetapi garis ini ternyata juga
mamperlihatkan bentuk fisiografi yang barbeda.

Dari kenampakkan fisiografi wilayah laut Indonesia maka dapat ditafsirkan secara
geologi bahwa perkembangan tektonik antara Indonesia bagian barat dan bagian timur
mempunyai perbedaan. Indonesia bagian barat terdiri dari beberapa pulau-pulau besar di
mana antara pulau satu dengan lainnya dipisahkan oleh laut dangkal serta mempunyai
tatanan tektonik yang lebih saderhana apabila dibandingkan dengan Indonesia bagian timur
yang terdiri dari sederetan pulau pulau berbentuk busur lengkung dengan perbedaan bentuk
relief yang sangat menonjol dan dipisahkan oleh laut dalam, yang mempunyai palung-palung
dalam dan pegunungan yang tinggi sehingga mempunyai tatanan tektonik lebih rumit.

Morfologi Dasar Laut

Panorama permukaan dasar laut atau morfologi merupakan gambaran dasar laut
sebagaimana yang ada di daratan, seperti kenampakkan dari : pegunungan, gunung api,
lereng, dataran, lembah, parit dan channel. Bentuk morfologi tersebut, umumnya berkaitan
dengan proses-proses geologi dari pembentukan dan perkembangannya baik secara sendiri-
sendiri maupun secara kelompok.

Berdasarkan peta batimetri Indonesia, pola batimetri yang berkembang


memperlihatkan morfologi dasar lautnya mengikuti garis pantai dan pola hasil tektonik. Di
sekitar Paparan sunda (Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan Laut Jawa) berkembang
morfologi paparan yang mengikuti garis pantai. Sedangkan di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) memperlihatkan kedalaman yang besar, mulai 2000 meter (Timor Trough) hingga lebih
7000 meter (Cekungan Weber). Pada umumnya cekungan di KTI yang terbentuk sangat
bervariasi dan terisi oleh sedimen laut dalam yang sangat tipis. Daerah tinggian
memperlihatkan bentuk tojolan-tojolan dan lembah sempit yang tajam sebagai penciri utama
batuan dasar (Basement Rock). Bentuk-bentuk tersebut tidak terlepas dari pengaruh
tumbukan intra mikrokontinen Australia dengan busur Kepuluan Banda. Proses tersebut
masih berlangsung hingga saat ini sehingga sedimen-sedimen yang ada selain terdorong ikut
penyusupan juga terakresi bahkan membentuk gunung api bawah laut (Sub-marine volcano).

Posisi kawasan Indonesia yang terletak pada jalur tektonik tersebut telah memberi
pengaruh yang besar terhadap bentukan roman dan morfologi dasar laut Indonesia. Pengaruh
langsung tersebut adalah terbentuknya wilayah paparan, tepi margin dan busur kepulauan.

Kondisi morfologi dasar laut Indonesia mempunyai perbedaan mencolok antara


kawasan barat dan kawasan timur. Laut Jawa yang merupakan sistem Paparan Sunda (Sunda
Shelf) mempunyai kedalaman dasar laut rata-rata 130 meter, sedangkan Laut Flores dan Laut
Banda yang merupakan laut tepi mempunyai kedalaman lebih 5000 meter. Karakteristik laut
dan samudra secara umum didasarkan pada kedalaman dasar laut yang dengan mudah dapat
diamati dari nilai garis kontur peta batimetri. Untuk sistem samudra terdapat hubungan
empiris yang memperlihatkan hubungan antara kedalaman dan umur pembentukannya.
Makin tua umur samudra serta proses-proses geologi yang berjalan, akan makin dalam dasar
laut tersebut.
Daftar Pustaka

Prasetyo, H., 1996, Profil Kelautan Nasional : Menuju Kemandirian, Edisi kedua. Panitia
Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim.

Salahuddin, M., Lubis, S., Makmur, A., Astjario, P., 2001, Pangkalan data Geologi dan
Geofisika Kelautan di Wilayah Perairan Indonesia. Pusat Pengembangan Geologi
Kelautan, Bandung (Tidak dipublikasikan).

T.E, H., 1996, Profil Kelautan Nasional : Menuju Kemandirian, Edisi kedua. Panitia
Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim.

Anda mungkin juga menyukai