Anda di halaman 1dari 32

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Manajemen Pemeliharaan dan Kontrol


Mesin-mesin dan peralatan yang dioperasikan di industri saat ini cenderung

semakin kompleks dan membutuhkan modal besar baik untuk investasi awal maupun
untuk biaya operasional. Untuk itu, strategi dan kebijakan pemeliharaan diperlukan
agar semua peralatan yang beroperasi di dalam sistem tidak mengalami kegagalan
dalam pengoperasiannya. Upaya mengoptimalkan pemeliharaan telah banyak
dilakukan, kesemuanya bertujuan untuk menjaga keandalan (reliability) dan
ketersediaan (availability) sistem. Oleh sebab itu saat ini teknik pemeliharaan lebih
banyak dikonsentrasikan pada pemeliharaan pencegahan (preventive) untuk
menghindari kerusakan yang lebih serius. Priyanta (2000) menyebutkan bahwa:
Jika tindakan pemeliharaan terhadap suatu plant menggunakan prinsip
minimal maintenance approach, dan dikombinasikan dengan manajemen
pemeliharaan yang terabaikan, maka hal ini akan memperpendek masa berguna
(useful life) dari plant, dan mungkin juga akan menambah biaya lainnya seperti
biaya kerusakan (downtime cost) dan berbagai denda yang timbul akibat dampak
yang ditimbulkan oleh kerusakan sistem.
Manajemen pemeliharaan (maintenance management) dapat dijelaskan
sebagai fungsi dari panduan kebijakan aktifitas-aktifitas pemeliharaan, teknik
pelatihan dan manajemen kontrol dari program-program pemeliharaan. Faktor utama
yang menyebabkan pentingnya manajemen pemeliharaan di industri saat ini adalah
meningkatnya mekanisasi dan otomasi dalam kebanyakan proses. Konsekuensinya
adalah berkurangnya kebutuhan operator tetapi meningkatnya kebutuhan tenaga

Universitas Sumatera Utara

pemeliharaan. Menurut Dhilon (2002), fungsi-fungsi dari departemen pemeliharaan


dan organisasi adalah dalam hal:
1. Perencanaan dan perbaikan peralatan/fasilitas pada standar-standar yang
ditetapkan
2. Pelaksanakan pemeliharaan preventif; khususnya, pengembangan dan penerapan
program kerja yang terjadwal untuk tujuan menjaga peralatan/fasilitas beroperasi
secara memuaskan
3. Persiapkan anggaran biaya yang realistis terhadap personil pemeliharaan dan
kebtuhan material
4. Pengaturan logistik untuk menjamin ketersediaan komponen/material yang
diperlukan untuk tugas-tugas pemeliharaan
5. Pemeliharaan pencatatan peralatan, servis dan lain-lain
6. Pengembangan pendekatan-pendekatan yang efektif untuk memonitor kegiatankegiatan staf pemeliharaan
7. Pengembangan teknik-teknik yang efektif untuk mengontrol tenaga operasi,
tingkat manajer, dan kelompok-kelompok lainnya yang sadar akan aktifitas
pemeliharaan
8. Pelatihan terhadap staf pemeliharaan dan karyawan lainnya untuk meningkatkan
keterampilan mereka dan kinerja yang efektif
9. Peninjauan ulang rencana-rencana terhadap fasilitas, instalasi dan peralatan baru.
10. Penerapan metoda-metoda untuk meningkatkan keamanan/keselamatan ditempat
kerja dan pengembangan pendidikan keamanan/keselamatan yang berhubungan
dengan program-program staf pemeliharaan
2.2.

Strategi Pemeliharaan (Maintenance Strategies)


Strategi pemeliharaan adalah teknik/metoda yang digunakan untuk mencapai

tingkat keandalan dan ketersediaan sistem yang tinggi dengan biaya operasional yang

Universitas Sumatera Utara

10

minimal. Maka strategi pemeliharaan sangatlah penting bagi suatu perusahaan untuk
menekan biaya yang harus dikeluarkan, karena kegiatan pemeliharaan secara
proposional mempunyai konsekuensi terhadap biaya keseluruhan operasi. Menurut
Smith (2001), elemen-elemen strategi pemeliharaan meliputi:
1. Organisasi sumber daya pemeliharaan (Organization of maintenance resources)
2. Prosedur pemeliharaan (Maintenance procedures )
3. Peralatan dan alat-alat uji (Tools and test equipent)
4. Seleksi karyawan, pelatihan dan motivasi (Personnel selecting, training and
motivation)
5. Manual dan petunjuk pemeliharaan (Maintenance instructions and manuals)
6. Penyediaan suku cadang (Spares provisioning)
7. Logistik (Logistics)
Elemen-elemen pemeliharaan tersebut biasanya dibagi kedalam tiga grup
tugas pemeliharaan, yaitu; pemeliharaan korektif (corrective), pemeliharaan rutin
(preventive) dan perbaikan tahunan (overhaul). Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan suatu pabrik menurut Paul.D, (1989) dapat
dilihat pada tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

11

Tabel 2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemeliharaan


(Paul. D, 1989).
Priority

Control Element

1.
Labour Productivity
2.
Material Control & Purchasing
3.
Leadership
4.
Workload
5.
Organisation
6.
Interdepartmental Relation
7.
Cost Data
8.
Performance data
9.
Preventive Maintenance Procedure
10.
Planning
11.
Schedulling
12.
Training
13.
Engineering
14.
Technology
15.
Labour Practices
Dimana: Skala 1 s/d 3 ... sedikit pengaruh
Skala 4 s/d 6 ... cukup berpengaruh
Skala 7 s/d 10 ... besar pengaruhnya

Influence
Rating
10
10
9
9
8
8
7
7
7
6
5
4
4
3
2

Faktor-faktor pada tabel 2.1. tersebut dapat digunakan sebagai pedoman untuk
memprioritaskan perhatian dalam perencanaan strategi pemeliharaan. Sistim
pemeliharaan yang baik adalah berbeda untuk masing-masing pabrik karena masingmasing pabrik berbeda pemakaian bahan dan energinya.
Keterkaitan antar elemen-elemen yang berhubungan dengan strategi
pemeliharaan dalam menunjang proses produksi (manufacturing operation) dapat
diilustrasikan seperti pada gambar 2.1. Kebijakan yang diambil dalam strategi
pemeliharaan untuk pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan (maintenance & repair)
adalah berdasarkan analisis keandalan, ketersediaan dan laju kegagalan mesin.

Universitas Sumatera Utara

12

Purchasing

Tool room

Internal Factors
External Factors

Inventory

SDM

Maintenance
& Repair

Environment

Manufacturing
Operation

Maintenance
Strategies
Development

Reliability

Output

Equipment Performance
Measurement and
Evaluation

Availability

Quality
Rate

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Pengembangan Strategi Pemeliharaan

Pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan ditunjang oleh beberapa elemen lain


seperti peralatan kerja, peralatan uji, penyediaan komponen, tenaga kerja dan kondisi
lingkungan seperti keselamatan dan keamanan kerja. Proses produksi dan hasil
produksi hendaknya diukur dan dievaluasi secara periodik untuk mengetahui kinerja
mesin sehingga dapat dianalisa untuk pengambilan keputusan berikutnya.
Salah satu strategi pemeliharaan telah dikembangkan oleh Barabady (2005),
yang membagi kegiatan pemeliharaan menjadi tiga, yaitu; pemeliharaan dengan
modifikasi disain (Design-out Maintenance), perawatan pencegahan (Preventive
Maintenance), dan perawatan korektif (Coorective Maintenance), seperti terlihat pada
gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

13

Maintenance Strategy

Corrective
Maintenance

Preventive
Maintenance

Design-out
Maintenance
Condition
Monitoring

Run-To-Failure
(Break down
Maintenance

Condition-based Maintenance
(Predictive Maintenance

Inspection
Time-based Maintenance
(Systematic Maintenance)

Scadual
Overhaul

Scadual
Replacement

Rutine
Asset Care

Gambar 2.2 Strategi Pemeliharaan (Barabady, 2005)

Design-out maintenance berupa modifikasi disain dari sistem, membuang atau


mengurangi sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan selama beroperasi. Preventive
maintenance

dapat dianggap sebagai pemeliharaan dengan interval yang sudah

ditentukan untuk mengurangi kemungkinan kegagalan komponen. Ini berarti bahwa


pemeliharaan dilakukan sebelum suatu kerusakan meningkat. Pemeliharaan preventif
dapat dibagi; time-based preventive maintenance(T.B.M) dan condition-based
maintenance(C.B.M) . Time-based preventive maintenance terutama dilakukan untuk

Universitas Sumatera Utara

14

komponen-komponen yang tidak bisa diperbaiki. Condition-based preventive


maintenance, juga disebut pemeliharaan prediktif diterapkan pada komponenkomponen dimana kegagalan terjadi secara insidentil. Hal ini memerlukan periode
inspeksi yang optimal untuk meningkatkan keandalan mesin/peralatan berdasarkan
informasi statistik keandalan. Pemeliharaan korektif (corrective maintenance) adalah
pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadi kegagalan untuk mengembalikan ke
kondisi siap pakai.

Gambar 2.3 Model Konseptual Diagram Keputusan Berdasarkan Karakteristik


Reliability dan Availability ( Barabady, 2005)

Universitas Sumatera Utara

15

Untuk menerapkan strategi pemeliharaan ini Barabady (2005) membuat suatu


detail pengambilan keputusan berdasarkan analisis keandalan seperti gambar 2.3.
Pemeliharaan dengan waktu yang tetap (Fixed Time Maintenance/F.T.M) digunakan
jika laju kegagalan konstan ( = 1). Jika laju kegagalan meningkat ( >1) dan biaya
pemeliharaan

preventif

yang

diharapkan

(Expected

Cost

of

Preventive

Maintenance/ECP) lebih kecil dari biaya pemeliharaan korektif (Expected Cost of


Corrective Maintenance/ECC), maka digunakan pemeliharan preventive, tetapi jika
tidak maka digunakan pemeliharaan korektif (Corrective Maintenance/C.M).
Pemeliharaan preventif bisa dilaksanakan dengan Condition Based Maintenance
(C.B.M) jika biaya pelaksanaannya efektif, tetapi jika tidak efektif maka dilakukan
Time Based Maintenance (T.B.M).
Strategi pemeliharaan menurut Smith (2001) yaitu Quantitative Reliability
Centered Maintenance (QRCM) yang meliputi perhitungan terhadap keseimbangan
biaya pemeliharaan yang berlebihan karena ketidaktersediaan yang timbul akibat
pemeliharaan yang tidak efisien. Langkah pertama dalam perencanaan strategi
QRCM adalah mengidentifikasi komponen-komponen kritis yang berpengaruh besar
terhadap kegagalam mesin/peralatan. Langkah kedua adalah mendapatkan data-data
spesifik kegagalan seperti laju kegagalan, waktu antar kerusakan, dan lama perbaikan.
Dari karakteristik kegagalan ini dilakukan analisis keandalan dan ketersediaan untuk
menentukan jenis pemeliharaan yang tepat digunakan. Dengan cara ini biaya-biaya
yang berhubungan dengan perubahan interval pemeliharaan, penyediaan suku cadang
dan waktu penggantian preventif dapat dibandingkan dengan penghematan biaya

Universitas Sumatera Utara

16

yang dicapai.
Is the failure
revealed or
unrevealed
All
Consider
optimm
spares

Revealed

Unrevealed

Are the
consequences
trivial?
Yes

No
Is there a
measureable
degradation
parameter?
Yes

Yes

Is there a
measureable
degradation
parameter?

DO
NOTHING

No

No

Carry out
condition
monitoring

In combination with
other failures, are the
consequences
trivial?No

Is there
failure rate
increasing?

Is there
failure rate
increasing?

No

Yes

Yes
Calculate
preventive
replacement
Trivial implies that financial
safety or onvironmental penalty
does not justify the cost of the
proposed maintenance

Yes

Calculate
preventive
replacement
and optimum
proof-test

No

Carry out
condition
monitoring
and
calculate
optimum
proof test

Calculate
optimum
proof test

Gambar 2.4 Algoritma Keputusan QRCM (Smith, 2001)

Perhitungan yang digunakan untuk mengambil keputusan menurut Smith adalah:


1. Penggantian komponen optimum (Optimum Replacement)
2. Penyediaan suku cadang optimum (Optimum spares holding)
3. Uji ketahanan interval optimum (Optimum proof-test intervals)
4. Monitoring kondisi (Condition monitoring)

Universitas Sumatera Utara

17

2.3.

Penerapan Strategi Pemeliharaan


Untuk melaksanakan strategi pemeliharaan

diterapkan

sistem

pemeliharaan

secara

yang efektif, saat ini banyak

periodik

(preventive

maintenance).

Keuntungan melakukan pemeriksaan dan perbaikan secara periodik dan pada saat
yang tepat pada semua mesin-mesin/peralatan adalah, dapat diramalkannya total
perbaikan pada seluruh sistim pabrik oleh para insinyur pemeliharaan. Dalam hal ini
perbaikan dilakukan segera sebelum terjadi kerusakan yang lebih fatal. Biaya
perbaikan dan lamanya mesin/equipmen tidak beroperasi dapat diminimalkan,
dibandingkan dengan perbaikan mesin yang sama tetapi dilakukan setelah mesin itu
rusak total. Hal-hal penting dalam penerapan strategi pemeliharaan menurut Alfian
(2004) adalah:
1. Frekuensi kerusakan dan pengeluaran biaya untuk perbaikan termasuk upah.
2. Item-item yang dipilih harus benar-benar penting dan dapat berakibat fatal untuk
keseluruhan pabrik tersebut.
3. Penaksiran biaya-biaya pemeliharaan.
4. Melakukan pekerjaan sebanyak mungkin pada saat pembongkaran pabrik tahunan
(overhaul) dan efektifitas kerja dari

para mekanik harus tinggi selama

dilakukannya pembongkaran pabrik tahunan tersebut.


5. Meramalkan kerusakan-kerusakan yang akan terjadi.
6. Data yang dikumpul dari pabrik secara harian, periodik, tahunan merupakan dasar
informasi untuk sistim pemeliharaan yang baik.
7. Pengawasan pekerjaan pemeliharaan harus merupakan suatu pekerjaan yang

Universitas Sumatera Utara

18

terintegrasi
Untuk itu perlu dibuat suatu jadwal pemeliharaan untuk setiap mesin dan
komponen. Penentuan interval pemeliharaan yang optimum adalah berdasarkan
perhitungan dan analisis keandalan, ketersediaan, dan biaya-biaya yang menyertai
keseluruhan kegiatan pemeliharaan. Interval pemeliharaan optimum inilah yang
dimasukkan kedalam prosedur pemeliharaan terencana menurut Corder (1992) seperti

Daftar sarana
(apa yang
dipelihara)

Jadwal pemeliharaan
(bagaimana
memeliharanya)

Catatan riwayat

Program pemeliharaan
(kapan harus dipelihara)

(hasil-hasil
pemeliharaan)

Spesifkasi
pekerjaan

Program
perencanaan
bulanan

Laporan
pemeriksaan

Staf
pemeliharaan

Permintaan
pemeliharaan

Operasi

Permintaan
pemeliharaan

Program
perencanaan
mingguan

Administrasi

terlihat pada gambar 2.5.

Staf
produksi

Pengendalian

Mesin

Gambar 2.5 Bagan Prosedur Pemeliharaan Terencana (Corder,1992)


Dari diagram pada gambar 2.5 terlihat bahwa yang diperlukan adalah:

Universitas Sumatera Utara

19

1. Jenis mesin dan komponen yang kritis untuk dirawat


2. Jadwal penggantian optimum tiap komponen
3. Jumlah komponen yang disediakan
4. Prosedur opersional standar (SOP)
5. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan.

2.4

Keandalan (Reliability)
Keandalan dapat didefinisikan sebagai probabilitas suatu sistem dapat

berfungsi dengan baik untuk melakukan tugas pada kondisi tertentu dan dalam selang
waktu tertentu pula. Sistem reliability, availability dan maintainability (RAM) akhirakhir ini sudah dianggap sangat signifikan terhadap lingkungan yang berkompetisi
dan keseluruhan biaya operasi/biaya produksi.

Gambar 2.6 Pengaruh Suatu Program Reliability Terhadap Biaya Masa Pakai
(Barabady, 2005)

Dari gambar 2.6 terlihat bahwa dengan menerapkan program reliability secara

Universitas Sumatera Utara

20

formal, maka walaupun biaya tambahan (acquisition) meningkat, tetapi biaya


operasional turun drastis sehingga secara keseluruhan total biaya masa pakai (total
life cycle costs) dapat diturunkan.
Pemeliharaan tidak dapat dipisahkan dari keandalan. Jika keandalan rendah,
berarti membutuhkan pemeliharaan yang lebih besar dengan biaya yang lebih besar
pula (Barabady, 2005). Salah satu tujuan dari analisis sistem keandalan dan
ketersediaan adalah untuk mengidentifikasi kelemahan dalam suatu sistem, dan
menghitung secara kuantitas dampak dari kegagalan komponen. Pertanyaan yang
sering timbul adalah seberapa handal atau seberapa aman suatu sistem akan
beroperasi selama masa pengoperasiannya dimasa yang akan datang?. Pertanyaan ini
sebagian dapat dijawab dengan menggunakan evaluasi keandalan secara kuantitatif.
Suatu peralatan yang sering terhenti kaena rusak (breakdown) tetapi dengan suatu
periode perbaikan yang pendek, bisa menghasilkan tingkat ketersediaan yang pantas.

Life Cycle
Cost
Optimized Cost
Point
Life
Cycle
Cost

Operational
Costs
Acquisition
Costs

Reliability

Gambar 2.7 Biaya Masa Pakai Optimum (Barabady, 2005)

Sebaliknya suatu peralatan dengan keandalan yang tinggi, bisa saja tingkat

Universitas Sumatera Utara

21

ketersediaannya rendah, karena memerlukan waktu yang lama untuk setiap kali
perbaikan. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut dapat ditentukan biaya
pemeliharaan yang optimum, seperti terlihat pada gambar 2.7.
Yin dkk (2009) membuat suatu konsep disain proses pada proses LNG dengan
pendekatan analisis Reliability, Availability dan Maintainability (RAM). Mereka
melakukan optimasi disain sistem terhadap turbin gas berdasarkan analisis RAM
seperti terlihat pada gambar 2.8 dan 2.9.

Gambar 2.8 Single System Optimal Design-With RAM (Yin dkk, 2009)
Tanpa analisis RAM, disain memerlukan biaya kapital yang lebih rendah, tetapi
downtime lebih tinggi dibandingkan sistem dengan analisis RAM, sehingga biaya
produksi tinggi. Dengan menggunakan analisis RAM, sistem dapat menrunkan biaya
10,99% dibandingkan dengan sistem tanpa analisis RAM, seperti terlihat pada tabel
2.2.

Tabel 2.2 Annualized Costs Data for Single System (Yin dkk, 2009)

Universitas Sumatera Utara

22

Total Cost in Life Cycle


Capital Cost (MM$)
Lost Production Cost (MM$)
CM Down Time (Hours)
PM Down Time (Hours)
Optimal PM Interval (Hrs)
Cost Reduction %

Without RAM Study


72.55
26.14
46.42
1007.67
551.99
3000.00
Base

With RAM Study


64.58
26.77
37.81
738.51
532.01
3333.00
10.99

Gambar 2.9 Parallel System Optimal Design-With RAM (Yin dkk, 2009)
Begitu juga dengan disain sistem paralel, dapat menurunkan sebesar 7,22%
dibandingkan sistem tanpa analisis RAM, seperti terlihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Annualized Costs Data for Parallel System (Yin dkk, 2009)
Total Cost in Life Cycle
Capital Cost (MM$)
Lost Production Cost (MM$)
Whole Capacity CM DT (Hours)
Half Capacity CM DT (Hours)
PM Down Time (Hours)
Optimal PM Interval (Hrs)
Cost Reduction %

Without RAM
57.94
27.49
Study
30.44
6.00
836.82
598.50
3000.000
Base

With RAM Study


53.75
27.59
26.16
5.70
815.84
465.50
3750.00
7.22

2. 4. 1 Indeks Keandalan

Universitas Sumatera Utara

23

Menurut Priyanta (2000), indeks keandalan yang paling sering digunakan


adalah sebagai berikut:
1. Jumlah kegagalan yang diharapkan akan terjadi dalam periode waktu tertentu
2. Waktu rata-rata diantara dua kegagalan
3. Laju kegagalan dari suatu proses
4. Durasi rata-rata downtime dari suatu sistem atau peralatan
5. Nilai harapan keuntungan yang hilang karena kegagalan
6. Nilai harapan yang hilang dari output suatu proses karena kegagalan
Indeks-indeks ini dapat dievaluasi dengan menggunakan teori keandalan yang relevan
setelah beberapa kriteria tertentu yang berhubungan dengan kondisi operasional dari
suatu item dipenuhi.
2. 5 Tingkat Kekritisan Mesin
Tingkat kekritisan mesin (sistem) atau komponen (subsistem) disebut juga
Equipment Critically Rating (ECR) adalah merupakan besaran yang menunjukkan
tingkat urgensi suatu mesin atau komponen terhadap jalannya proses produksi. Mesin
dan komponen kritis maksudnya adalah mesin dan komponen yang paling sering
mengalami kerusakan sehingga dapat mengakibatkan berhentinya produksi
(downtime), dan menimbulkan kerugian yang besar. ECR ini digunakan sebagai dasar
penentuan prioritas pada pemeliharaan dan kebijakan pengadaan suku cadang.
Penelitian Sitorus (2006) di PKS Tor Ganda menampilkan jumlah dan tingkat
kekritisan perlatan mesin, seperti pada tabel 2.4.

Universitas Sumatera Utara

24

Tabel 2.4 Jumlah dan Tingkat Kekritisan Peralatan Mesin di PKS Tor Ganda
Tahun 2005 (Sitorus, 2005)
Jumlah ECR-1 ECR-2 ECR-3 ECR-4
No.
Nama Mesin
(Unit)
1
Screw Press
6

2
Digester
6

3
Ripple Mill
4

4
Claybath
2

5
Boiler
3

6
Gear Box
26

7
Electromotor
164
37
109
17
1
8
Geared Motor
80
26
52
2
9
Pump
64
10
43
11
10 Vibration Screen
3

11 Thresser
3

12 Steam Turbine
3

13 Genset (genertor set)


2

14 Hoisting Crane
3

15 Decanter
4

16 Blower
25

Jumlah
398
84
283
28
3

2. 6 Distribusi Keandalan Weibull


Untuk menghitung keandalan peralatan atau komponen, langkah pertama
harus mengetahui model probabilitas atau komponen yang dinyatakan dengan
distribusi statistik. Distribusi statistik tergantung pada jenis kerusakan dari suatu
sistem independen terhadap umurnya dan karakteristik-karakteristik lain dari sejarah
pengoperasiannya. Distribusi eksponensial digunakan untuk laju kegagalan yang
konstan, sedangkan jika laju kegagalan tergantung pada bertambahnya umur sistem,
maka digunakan distribusi Weibull (Smith, 2001).
Untuk menentukan jenis distribusi data yang akan diproses, maka diperlukan

Universitas Sumatera Utara

25

pengujian distribusi (Probability Distributions), sehingga diketahui apakah data


berdistribusi secara Normal, Lognormal, Exponential atau Weibull. Pengujian
distribusi ini bisa dilakukan dengan bantuan Software Minitab, lalu diambil koefisien
korelasi (correlation coefficient) yang terbesar.

2.6.1 Fungsi kepadatan


Fungsi f(t) mewakili fungsi probabilitas untuk variabel random T yang
kontinu disebut fungsi probabilitas kepadatan. Menurut Smitch (2001) fungsi
kepadatan adalah;

.t 1 e ( t / )
,
f (t )

Dimana;

t 0, 0, 0

(2.1)

= parameter bentuk (slope)


= parameter skala

- untuk 0 < < 1, laju kegagalan akan berkurang seiring bertambahnya waktu.
- untuk = 1, maka laju kegagalannya adalah konstan
- untuk > 1, laju kegagalannya akan bertambah seiring bertambahnya waktu.

Universitas Sumatera Utara

26

Gambar 2.10 Pengaruh pada Laju Kegagalan Weibull (Weibull, 2009)

Gambar 2.11 Pengaruh pada Reliability (Weibull, 2009)

Untuk menaksir nilai parameter dan dilakukan dengan perhitungan regeresi linier

Universitas Sumatera Utara

27

Y = a + bt, (Weibull, 2009).

i 1

i 1

Xi b. Yi
N

(2.2)

N
N

Xi. Yi

i 1

Xi.Yi

i 1

i 1

(2.3)

(2.4)

N
Yi
N
2
Yi i 1

N
i 1

Yi ln ln(1 F (Ti )
Xi ln(Ti )

(2.5)

1
b

(2.6)

a 1
.
b

(2.7)

Nilai dan dapat juga dicari menggunakan Grafik Probablity Weibull, atau
menggunakan Software Mintab.
2.6.2 Fungsi keandalan
Keandalan suatu alat adalah probabiltas untuk tidak rusak (survival) selama
periode t tertentu atau lebih. Fungsi keandalan terhadap waktu R(t) dapat
diformulasikan sebagai berikut

R (t ) f (t )dt e

(2.8)

Dimana:
f(t) = fungsi kepadatan peluang, kemungkinan kegagalan untuk periode tertentu

Universitas Sumatera Utara

28

R(t) = keandalan (Reliability), peralatan beroperasi pada waktu t


R

= 1 sistem dapat melaksanakan fungsi dengan baik

= 0 sistem tidak dapat melaksanakan fungsi dengan baik

= 0,8 sistem dapat melaksanakan fungsi dengan baik = 80%

2.6.3 Fungsi laju kegagalan


Laju kegagalan adalah banyaknya kerusakan per satuan waktu. Secara
sederhana laju kegagalan dapat dinyatakan sebagai perbandingan banyaknya
kegagalan selama selang waktu tertentu dengan total waktu operasi sistem
atau sub sistem

.t 1
f (t ) .t 1 .e (t / )
(t )

R(t )

.e (t / )

(2.9)

Gambar 2.12 Gambar kurva Bath-tub


2.6.4

Fungsi kumulatif
F (t ) 1 R (t ) = 1 e

(2.10)

Universitas Sumatera Utara

29

2.6.5

Mean Time Between Failure (MTBF)


MTBF atau rata-rata waktu kerusakan adalah ekspektasi bisa pakai dari suatu

sistem atau peralatan, seperti yang dinyatakan oleh Dhillon (2002). MTBF bermanfaat
untuk mengetahui kinerja dan kemampuan dari peralatan yang digunakan dan dapat
didefinisikan sebagai berikut :

MTBF R(t )dt e (t / ) dt


t


.
e
1
.t

(2.11)

MTBF dinyatakan dalam total jam operasi per jumlah kegagalan.

2.7

Ketersediaan (Availability)
Didefinisikan sebagai probabilitas untuk dapat menemukan suatu sistem untuk

melakukan fungsi yang diperlukan pada suatu periode waktu tertentu. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi ketersediaan suatu sistem. Gambar 2.13. menunjukkan
beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan suatu sistem, beberapa diantaranya
dapat diperbaiki pada periode desain dan beberapa yang lainnya dapat diperbaiki pada
periode operasional.

Universitas Sumatera Utara

30

Beroperasi

Tidak beroperasi

Beroperasi
Waktu Admin

Waktu perawatan

Waktu Admin dan


Logistik

Beroperasi

Tidak beroperasi

Ketidak tersediaan

Ke tersediaan

Periode waktu tertentu

Gambar 2.13 Ilustrasi Ketersediaan (Priyanta, 2000)


Dari gambar 2.13 terlihat bahwa pada dasarnya perawatan akan berfungsi
untuk menjaga ketersediaan sistem melalui pengontrolan yang optimal pada
perawatan korektif dan perawatan preventif serta didukung oleh administrasi dan
penggunaan semua sumber daya secara efisien. Formulasi ketersediaan adalah:
A

MTBF
MTBF MTTR

(2.12)

Dimana; MTBF (Mean Time Between Failure) = waktu rata-rata antar kerusakan.
MTTR (Mean Time To Failure) = waktu rata-rata untuk mengerjakan
reparasi.
Availability = ketersediaan peralatan untuk beroperasi pada total jam
operasi.

Universitas Sumatera Utara

31

2.8 Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan


Ada dua macam pembiayaan pemeliharaan suatu mesin, yaitu: biaya
pencegahan (preventive cost) dan biaya kerusakan (failure cost). Preventive Cost
merupakan biaya yang timbul karena adanya perawatan mesin yang sudah
dijadwalkan. Sedangkan Failure Cost merupakan biaya yang timbul karena terjadi
kerusakan diluar perkiraan yang menyebabkan mesin produksi terhenti waktu
produksi sedang berjalan.
Cp

= biaya satu siklus preventive


= (biaya kehilangan produksi/hari + biaya tenaga kerja/hari + biaya
pemeliharaan rutin )x waktu standar pemeliharaan preventif + harga
komponen.

Cf

(2.13)

= biaya satu siklus kerusakan


= (biaya tenaga kerja/hari + biaya kehilangan produksi/hari) x waktu rata-rata
perbaikan kerusakan + harga komponen.

(2.14)

Model penggantian komponen yang akan digunakan adalah melakukan penggantian


komponen pada selang waktu (t) dengan mempertimbangkan probabilitas terjadinya
penggantian komponen akibat kerusakan (failure replacement) di dalam selang waktu
(t) tersebut.
Total biaya perawatan dan penggantian (Total expected replacement):
= (biaya satu siklus preventif x peluang siklus preventif) + (biaya satu siklus
kerusakan x peluang siklus kerusakan)
= Cp x R(t) + Cf x [1-R(t)]

(2.15)

Universitas Sumatera Utara

32

2.9 Penentuan Interval Waktu Pemeliharaan


Untuk menerapkan Preventive Maintenance, maka terlebih dahulu membuat
jadwal pemeliharaan yang optimal untuk tiap mesin tersebut. Optimal disini berarti
efektif dalam meminimalkan adanya kerusakan pada komponen tersebut dan efisien
dalam mengeluarkan biaya pemeliharaan.
Untuk menentukan interval waktu pemeliharaan yang optimal pada tiap mesin,
maka diperlukan parameter distribusi selang waktu kerusakan, dan biaya perbaikan
dari tiap komponen tersebut dengan kriteria minimasi biaya.
Total panjang siklus perawatan dan perbaikan adalah:
= (ekspektasi satu siklus preventif x peluang siklus preventif) + (ekspektasi satu
siklus kerusakan x peluang siklus kerusakan)
T

= TxR(t ) t. f (t )dt

(2.16)

Total biaya optimum pemeliharaan per satuan waktu suatu mesin menurut
Smith (2001) digunakan rumus sebagai berikut :

C (tp )

Cp x R(t ) Cf x (1 R(t ))

(2.17)

T .R(t ) t. f (t )dt
0

=
Dimana: T
R(t)

total biaya harapan dalam selang waktu (T )


panjang siklus

= waktu selang pemeliharaan preventif


= probabilitas komponen andal selama waktu T

Universitas Sumatera Utara

33

1-R(t) = F(t) = probabilitas komponen gagal selama waktu T


f(t)

= fungsi kepadatan probabilitas dari waktu kegagalan komponen.

Dari perhitungan total biaya diatas, dipilih interval waktu pemeliharaan berdasarkan
total biaya minimum.

2.10

Analisa Gaya Screw Press


Screw Press adalah unit yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari buah

sawit yang telah direbus dengan sistem penekanan/pengepresan. Buah sawit ditekan
dengan screw yang berputar 11-12 rpm dan ditahan oleh slidding/adjusting cone.

Gambar 2.14 Diagram Gaya Screw: a) gaya angkat, b) gaya turun (Shigley, 2006)

Universitas Sumatera Utara

34

Komponen utama Screw Press adalah Left & Right Handed Worm, yang
menerima beban tekan dari slidding/adjusting cone, sehingga analisa gayanya dapat
dilakukan sama dengan prinsip gaya pada screw, seperti terlihat pada gambar 2.14.
Dimana:

dm = diameter rata-rata ........................m


p = pitch

.......................... m

= sudut angkat

..........................

F = gaya aksial

.......................... N

f = koefisien gesek
N = gaya normal

.......................... N

Untuk mengangkat, gaya PR beraksi arah radial kekanan (gbr 2.14a), gaya gesek fN
bekerja kearah kiri. Persamaan kesetimbangan yang terjadi adalah:
Fv = Pr N sin fN cos = 0

(2.18)

Fh = F + fN sin N cos = 0

(2.19)

Dari pers (2.19) N

F
cos f sin

Subsitusi dengan pers (2.18), maka pers menjadi (Shigley, 2006):


PR

F (sin f cos )
cos f sin

(2.20)

Torsi yang ditimbulkan oleh gaya PR dan radius rata-rata dm/2 adalah:
TR

PR dm l fdm

2 dm fl

(2.21)

Tegangan geser akibat torsi pada screw adalah:

16TR

d r 3

(2.22)

Universitas Sumatera Utara

35

Tegangan prinsipal yang terjadi adalah gabungan dari tegangan geser dan tegangan
tekan dengan persamaan:

x y
2

x y
xy 2

2
2

(2.23)

2.11 Pengelolaan Dan Pengontrolan Suku Cadang


Suku cadang atau material merupakan bagian pokok yang perlu diperhitungkan
dalam pengaruhnya terhadap biaya perawatan. Jadi setiap bagian perawatan perlu
mengorgasisasian sistem penyimpanan suku cadang dan mengembangkan

suatu

program pengontrolan yang dibutuhkan secara khusus. Usaha-usaha yang perlu


ditangani dalam mengelola dan mengontrol suku cadang mencakup sistem order,
rencana teknik untuk mengganti atau memperbaiki, penanggulangan masalah produk
yang berubah karena pengaruh material atau suku cadang, persediaan suku cadang
sesuai dengan kebutuhan fasilitas yang akan menggunakannya.
2.11.1 Dasar-dasar kontrol suku cadang
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan suku cadang adalah bahwa
penyimpanan stok tidak terlalu lebih atau tidak terlalu kurang dari kebutuhan. Jumlah
maksimum dan minimum penyimpanan suku cadang harus ditentukan secermat
mungkin. Batas-batas tersebut dapat ditentukan berdasarkan pengalaman dan
kebutuhan nyata (lihat gambar 2.15).

Universitas Sumatera Utara

36

jumlah

stok maksimum

pemakaian

stok minimum
batas
pemesanan
kembali

standar
pemesanan
stok cadangan
waktu pengadaan

waktu

Gambar 2.15 Grafik Penyediaan Suku Cadang (Daryus, 2007).


Faktor-faktor penting yang mendasari pengontrolan suku cadang menurut Daryus
(2007), yaitu:
a. Persediaan/stok maksimum.
Menunjukkan batas tertinggi penyimpanan suku cadang dengan jumlah yang
menguntungkan secara ekonomi.
b. Persediaan/stok minimum.
Menunjukkan batas terendah penyimpanan suku cadang dengan batas yang aman.
Untuk mengatasi kebutuhan suku cadang di atas batas normal, maka harus selalu
ada persediaan dalam jumlah tertentu.
c. Standar pemesanan.
Menunjukkan jumlah barang atau suku cadang yang dibeli pada setiap
pemesanan. Pemesanan kembali dapat diadakan lagi untuk mencapai jumlah stok
yang ibutuhkan.

Universitas Sumatera Utara

37

d. Batas pemesanan kembali.


Menunjukkan jumlah barang yang dapat dipakai selama waktu pengadaannya
kembali (sampai batas stok minimum). Pada saat jumlah persediaan barang telah
mencapai batas pemesanan, maka pemesanan yang baru segera diadakan.
e. Waktu pengadaan.
Menunjukkan lamanya waktu pengadaan barang yang dipesan (sejak mulai
pemesanan sampai datangnya barang pesanan baru).
2.11.2 Jumlah Pesanan Ekonomis
Penilaian untuk pemesanan barang dalam jumlah ekonomis mencakup
perhitungan biaya-biaya berikut:
a. Biaya pengadaan barang, termasuk biaya administrasi, pengangkutan, inspeksi,
dan biaya-biaya lain yang tak terduga.
b. Biaya inventarisasi barang. Termasuk biaya pengelolaan penyimpanan di gudang,
asuransi, keusangan, penyusutan dan lain-lain. Besarnya biaya ini sekitar 10
sampai 20% dari harga rata-rata barang yang disimpan.
Jumlah pesanan ekonomis dapat diperoleh apabila besarnya biaya pengadaan
barang sama dengan besarnya biaya inventarisasi. Menurut Dhilon (2002):
Apabila: A = Jumlah barang yang dibutuhkan per tahun.
P = Biaya pengadaan barang per pesanan.

Universitas Sumatera Utara

38

C = Biaya inventarisasi per barang setahun.

biaya total inventarisasi per tahun


jumlah barang yang dibutuhkan per tahun

(2.24)

Q = Jumlah pesanan ekonomis.


Maka:
Biaya pengadaan barang per tahun =

AxP
jumlahbarang yang dibutuhkan/ thn X biaya pengadaan/ pesanan

Q
jumlah pesananekonomis

(2.25)

Biaya inventarisasi per tahun


= harga rata-rata barang yang disimpan dalam setahun X biaya inventarisasi
setiap barang per tahun. = Q.C
Harga total

A x P Q xC

Q
2

Harga total akan minimum bila:

Q2

(2.26)
A x P Q xC

Q
2

(2.27)

2 A.P
C

Jumlah pesanan ekonomis = Q

2 A.P
C

(2.28)

Universitas Sumatera Utara

39

2.12

Kerangka Konsep Pemikiran


Berdasarkan

tinjauan pustaka sebelumnya dapat dibuat kerangka konsep

pemikiran untuk penelitian ini seperti pada gambar 2.16

Prioritas pemeliharaan
Evaluasi:
- Mesin dan komponen kritis
- Kriteria kerusakan komponen
- Realibility
- Availablity
- laju kegagalan
- MTBF
- MTTR
- Biaya pemeliharaan optimum

Prosedur pemeliharaan
Jenis pemeliharaan
Jadwal pemeliharaan

Rancangan
strategi
pemeliharaan

Penyediaan komponen
Target pemeliharaan

Gambar 2.16 Kerangka Konsep Pemikiran

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai