Anda di halaman 1dari 22

Program Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah oleh Puskesmas

Yesica
NIM : 102013185
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
e-mail: yesica.ichaa@gmail.com

Pendahuluan
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak
daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran
penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan
peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut. Kebiasaan masyarakat Indonesia lebih kearah
mengobati demam berdarah dengue yang sudah terjadi dari pada mencegah terhadap penyakit
tersebut. Kurangnya pengetahuan dan perilaku tentang tanda-tanda dari demam berdarah dengue
yang kadang membuat masyarakat datang terlambat untuk datang ke unit pelayanan kesehatan,
agar dapat terwujud insiden serendah-renadahnya dan CFR pada 0% pada kasus demam berdarah
dengue. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara
masaal, abatisasi massal, serta penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus
menerus.
Belum adanya vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus dengue
tersebut.Namun beberapa cara pencegahannya dengan meminimalkan jumlah gigitan nyamuk,
selain itu memperkecil habitat nyamuk Aedes Aegypti.1
Definisi Demam Berdarah Dengue
Dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue penyebab DHF mempunyai
beberapa tipe, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Gejala DHF ditandai oleh empat manifestasi klinis
utama yaitu demam tinggi, fenomena pendarahan, sering disertai oleh hepatomegali dan pada
keadaan berat terjadi tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Manifestasi klinis yang lain adalah nyeri
otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan

hemoragik. Selama nyamuk Aedes aegypti tidak terkontaminasi virus dengue, maka gigitan
nyamuk DHF tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut menghisap darah penderita DHF,
maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa menularkan virus dengue yang mematikan.2
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.3
Ditinjau dari sudut ekologis, ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu kesakitan,
kecacatan, ketidakmampuan, atau kematian pada manusia. Tiga faktor itu disebut sebagai
ecological atau epidemiological triad yang terdiri atas agen penyakit, manusia, dan
lingkungannya. Dalam keadaan normal, ketiga komponen tersebut atau dengan kata lain orang
disebut sehat. Pada suatu keadaan saat keseimbangan dinamis tersebut terganggu, misalnya saat
kualitas lingkungan hidup menurun sampai tingkatan tertentu, agen penyakit dapat dengan
mudah masuk ke dalam tubuh manusia dan menimbulkan sakit. 2

Agen penyakit
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk
genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Virus dengue memiliki kode genetic (genom)
RNA rantai tunggal, yang dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid) ikosahedral dan
terbungkus oleh selaput lipid (lemak). Virus ini memiliki 4 tipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Virus dengue bersifat labil terhadap panas (termolabil). Sifat ini harus
diperhatikan ketika hendak melakukan isolasi ataupun mengkultur virus. Masing-masing
virus ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di lab. Infeksi oleh satu tipe virus dengue
akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa
yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap
infeksi tipe virus lainnya.1

Manusia (Host)
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit
demam berdarah dengue. Ada yang demam ringan dan sembuh dengan sendirinya,
bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Dalam hal ini faktor imunologis host
beserta virulensi sangat berpengaruh. Pada faktor kelompok yang memiliki keterbatasan
imunologis seperti ; anak anak yang telah mengalami infeksi dengue sebelumnya, dan
bayi dengan penyusutan kadar antibodi dengue maternal. Di Indonesia, penderita
penyakit DHF terbanyak berusia 5-11 tahun. Perilaku individu yang meliputi kebersihan
individu serta kebersihan lingkungan juga berpengaruh terhadap penyakit DHF. Selain
itu, Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus
DBD tersebut. 1

Lingkungan (Enviroment)
Pola siklus peningkatan penularan bersamaan dengan musim hujan telah teramati
di beberapa negara. Interaksi suhu dan turunnya hujan adalah determinan penting dari
penularan dengue, karena makin dingin suhu mempengaruhi ketahanan hidup nyamuk
dewasa sehingga mempengaruhi laju penularan. Lebih jauh lagi, turunnya hujan dan
suhu dapat mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk, dan meningkatkan
kepadatan populasi nyamuk. 3

Etiologi Demam Berdarah Dengue


Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-borne virus atau virus yang disebabakan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus
Flavivirus dari family Flaviviridae. David Bylon (1779) melaporkan bahwa epidemiologi dengue
di Batavia disebabkan oleh tiga factor utama yaitu virus, manusia, dan nyamuk.1
Vektor utama penyakit DHF adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan
Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :1
Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain.
Jarak terbang 100 m
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk itu kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk ini meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari
nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips bewarna
hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi
larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan
dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar
keempat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman (tidak aktif, tidur).1

Gambar 1. Siklus Hidup Aedes aegypti.3

Gambar 2. Lamanya Siklus Hidup masing masing Stadium Aedes aegypti.2

Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari,
tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan
terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika
terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan
air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi
kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi
ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam
menghisap darah.
Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap
darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin, yang
diperlukan untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber
energy dan nectar bunga ataupun tumbuhan.1
Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda bewarna hitam atau
merah. Penyakit DHF/DBD kerap menyerang anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak
cenderung duduk di dalam ruang kelas selama pagi hingga siang haari dan kaki mereka yang
tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada
peningkatan kompetensi vector, yaitu kemampuan untuk menyebarkan virus. Infeksi virus
dengue dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berkali-kali
menusukkan alat penusuk dan pengisap darahnya (prosboscis), tetapi tidak berhasil menghisap
darah, sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, resiko penularan
penyakit DHF menjadi semakin besar.
Seseorang yang didalam

darahnya

mengandung virus dengue merupakan sumber

penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 12 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah
akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri
dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1

minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang
lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki
habitat di lingkungan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak
mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang berkembang biaknya. Selain itu, di dalam rumah
juga banyak terdapat baju yang tergantung atau lipatan gorden, di tempat-tempat inilah biasanya
nyamuk Aedes aegypti betina dewasa bersembunyi.

Distribusi Nyamuk Aedes aegypti


Nyamuk Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropics yang banyak
ditemukan antara garis lintang 350U dan 350S. distribusi nyamuk ini dibatasi oleh ketinggian,
biasanya tidak dapat dijumpai pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1.000m, meski pernah
ditemukan pada ketinggian 2.121m di India dan 2.200m di Kolombia. Nyamuk Aedes aegypti
betina merupakan vector penyakit DHF yang paling efektif dan utama. Hal ini karena sifatnya
yang sangat senang tinggal berdekatan dengan manusia dan lebih senang menghisap darah
manusia, bukan darah hewan (antropofilik). Selain Aedes aegypti, ada pula nyamuk Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis, dan Aedes scutellaris yang dapat berperan sebagai vector DHF,
tetapi kurang efektif.
Penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue di daerah perkotaan lebih intensif dari
pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi didaerah
perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan sehingga
memudahkan nyamuk penular Demam Berdarah Dengue (Aedes aegypti) menyebarkan virus
dengue dari satu orang keorang lain yang ada disekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti
biasanyatidak lebih dari 100 meter). Selain itu mobilitas penduduk dikota pada umumnya jauh
lebih tinggi dibandingkan di pedesaan.

Interaksi Agent Penyakit, Manusia (Host), Lingkungan (Enviroment), dan Vector


Musim hujan merupakan saat terjadinya peningkatan penyakit DHF. Karena saat musim
hujan terjadi banyak genangan air yang memudahkan perkembang biakan nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk yang menjadi vector penyakit DHF adalah nyamuk yang menjadi terinfeksi
saat menggigit manusia yang sedang sakit dan viremia (terdapat virus dalam darahnya). Menurut
laporan terakhir, virus dapat ditularkan secara transovarial dari nyamuk ke telur telurnya.1
Virus berkembang biak dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar
air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4 -6 hari dan
orang tersebut akan mengalami sakit DHF. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh
manusia dan berada dalam darah selama satu minggu. 1
Pada saat nyamuk menggigit tubuh manusia, kemudian virus akan masuk ke dalam darah
manusia yang kemudian bereplikasi. Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibody,
selajutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai
antigennya. Kompleks antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat zat yang merusak sel
sel pembuluh darah yang disebut proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas
kapiler meningkat yang salah satunya ditunjukkan dengan melabarnya pori pori pembuluh
darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel sel darah, antara lan trombosit
dan eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai perdarahan
hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah), saluran pernapasan (mimisan,
batuk darah), dan organ vital (jantung, hati, ginjal) yang sering ,emgakibatkan kematian.1
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam
berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau ada
yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama
satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada
nyamuk penularnya. Sekali terifeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidup. Penyebaran
penyakit DHF di Jawa bisanya terjadi mulai bulan Januari sampai April dan Mei.

Tabel 1. Factor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas penyakit DBDF1


1. Imunitas pejamu
2. Kepadatan populasi nyamuk
3. Transmisi virus dengue
4. Virulensi virus
5. Keadaan geografis setempat

Tabel 2. Factor penyebaran kasus DBD1


1. Pertumbuhan penduduk
2. Urbanisasi yang tidak terkontrol
3. Transportasi

Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas juga dapat didefenisikan sebagai unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarkan pembangunan
kesehatan suatu wilayah kerja (Depkes RI,2004).Dengan kata lain puskesmas mempunyai
wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah
kerjanya.
Fungsi
Berikut ini merupakan fungsi-fungsi puskesmas beserta proses dalam melaksanakan
fungsi tersebut.4

Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya dengan


mendirikan pondok bersalin, Posyandu, Posantren dan lain-lain.

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat dengan membina peran serta masyarakat di


wilayah kerjanya dalam rangka meningkat kemampuan untuk hidup sehat.

Sebagai pusat pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada


masyarakat di wilayah kerjanya dengan mewujudkan program-program kesehatan
yang mana antara lain adalah program pemberantasan DBD.

Dalam melaksanakan fungsi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.

Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana mengali dan


menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.

Merangsang masyarakat termasuk swasta melaksanakan kegiatan dalam rangka


menolong dirinya sendiri.

Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun rujukan kesehatan masyarakat dengan penentuan bantuan tersebut tidak
menimbulkan ketergantungan.

Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.

Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program


puskesmas.

Peran
Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital
sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh
ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan
daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tatalaksana kegiatan yang tersusun
rapi, serta sistem-evaluasi dan pemantuan yang akurat. Rangkaian manajerial tersebut
bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam
menentukan. Rancangan Anggaran Pembelanjaan Daerah (RAPBD) yang berorientasi kepada
kepentingan masyarakat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam
pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara
komprehensif dan terpadu.2,3,4

Peran dokter dalam masyarakat

Tujuan pengaturan praktik kedokteran dalam UU No.29 tahun 2004 (UUPK) adalah
memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medik, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dan pelayan kesehatan.3
Mengatur praktik merupakan ruh UUPK, agar praktik dokter tidak menyimpang dari
norma dan etika yang telah disepakati. Dalam hal ini etika profesi memiliki fungsi ganda yaitu
untuk mengontrol tindak ketidakprofesionalan demi kepentingan pasien/masyarakat, serta ke
dalam untuk menjaga keselarasan hubungan antar-sejawat. Dari tujuan UUPK tersebut dapat
dimengerti bahwa komunitas dokter membutuhkan pengaturan hukum yang memberi peluang
tumbuhnya self

regulation dan self

enforcement disamping law

enforcement bila

memang

diperlukan.
Dengan menumbuhkan self regulation dan self enforcement di kalangan profesi medik,
merupakan upaya ke arah pengembangan konsep yang applicable dan sustainable dengan
strategi: Doctors for the Future seperti yang telah digariskan oteh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pada tahun 1996.
Strategi WHO ini juga dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor di mana setiap dokter
diharapkan dapat berperan :

Sebagai health care provider yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif


dengan mempertimbangkan keunikan individu , berdasarkan kepercayaan dalam jangka
panjang.

Sebagai decision

maker yang

mampu

memilih

teknologi

yang

tepat

dengan

pertimbangan etika dan biaya.

Sebagai communicator

yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui

komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk


mencapai derajat kesehatan yang optimal.

Sebagai community

leader yang

mampu

memperoleh

kepercayaan,

membangun

kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama

Sebagai manager yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi kesehatan
bersama dengan menggunakan data yang akurat.2
Melalui pembangunan dokter dan masyarakat secara individu maupun kolektif seperti di

atas, diharapkan akan terbangun sistem pelayanan kesehatan yang lebih sehat (safer system
building), lebih murah serta lebih bermanfaat di masa datang.
Upaya kesehatan puskesmas
Program puskesmas atau upaya kesehatan dibagi menjadi dua kelompok yaitu upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib meliputi upaya
promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan,upaya kesehatan ibu dan anak serta KB,upaya
perbaikan gizi masyarakat,upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (DBD),upaya
pengobatan.
Kegiatan upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan bila upaya kesehatan wajib telah
terlaksana secara optimal (target cakupan dan mutu terpenuhi), namun dalam keadaan tertentu
ditetapkan

sebagai

Pengembangan

oleh

penugasan
Puskesmas

dari

Dinas

dilakukan

kesehatan.

Pemilihan

bersama-sama

dengan

kegiatan

kesehatan

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan masukan dari Badan penyantun Pelayanan (BPP).


Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang disesuaikan dengan
kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan
pokok yang telah ada, yakni : Upaya kesehatan sekolah,Upaya kesehatan olahraga,Upaya
perawatan kesehatan masyarakat,Upaya kesehatan kerja,Upaya kesehatan gigi dan mulut,Upaya
kesehatan jiwa,Upaya kesehatan mata,Upaya kesehatan usia lanjut,Upaya pembinaan pengobatan
tradisional,Upaya kesehatan Matra (tentera, kelautan, jemaan haji, dll),Upaya pelayanan
kesehatan daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK).2,4
Manajemen Program DBD di Puskesmas
Dalam penanggulangan DBD, menurut WHO, suatu panitia pengorganisasian atau
pengkoordinasian harus dibuat dan harus terdiri atas administrator, ahli epidemiologi, praktisi,

ahli entomologi, dan pekerja dari laboratorium virus. Tanggung jawab dari panitia yang dibuat
ini biasanya ditetapkan surat keputusan menteri kesehatan.2
Menyusun dan mendistribusikan protokol untuk diagnosis klinis dan pengobatan
DBD/DSS.
Menyiapkan dan menyebarkan DBD/DSS untuk petugas perawatan kesehatan,
masyarakat, dan media massa.
Merencanakan dan menerapkan program pelatihan untuk petugas perawatan kesehatan
dan pembantunya (misalnya staf rumah sakit, peserta didik kedokteran, perawat, teknisi
laboratorium).
Mengkaji kebutuhan terhadap cairan intravena, obat-obatan, produk darah, peralatan
perawatan intensif, materi penyuluhan dan peralatan untuk memindahkan pasien.
Mengawasi penggunaan suplai dan hasil program perawatan klinis (setiap hari bila perlu).
Mengkoordinasikan penelitian klinis tentang DBD/DSS selama wabah.
Hasil dari penerapan tindakan diatas, maka suatu program pemberantasan dan
penanggulangan dapat dibuat untuk selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi kesehatan yang
berurusan langsung dengan masyarakat, di Indonesia dikenal sebagai PUSKESMAS. 2
Bentuk manajemen program oleh PUSKESMAS dalam menanggulangi Demam Berdarah
Dengue.3
1. Tujuan
a) Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD
b) Mencegah dan menanggulangi KLB
c) Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang
nyamuk (PSN)
2. Sasaran
Sasaran nasional (2000) :
a) Morbiditas di kecamatan endemic DBD < 2 per 10.000 penduduk
b) CFR < 2,5%
3. Strategi
a) Kewaspadaan dini
b) Penanggulangan KLB
c) Peningkatan keterampilan petugas
d) Penyuluhan
4. Kegiatan

a) Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis, PE) yaitu kegiatan mendatangi


rumah-rumah daru kasus yang dilaporkan (indeks kasus) untuk mencari penderita
lain dan memeriksan angka jentik dalam radius 100 m dari rumah indeks.
b) Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita lain . jika
terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan penanganan kasus
termasuk merujuk ke unit pelayanan kesehatan (UPK) terdekat
c) Abatisasi selektif (AS) atau larvasidasi selektif, yaitu kegiatan memberikan atau
menaburkan larvasida ke dalam penampungan air yang positif terdapat jentik
aedes
d) Fogging focus (FF), yaitu kegiataan menyemprot dengan insektisida (malation,
losban) untuk membunuh naymuk dewasa dalam radius 1 RW pet 400 rumah per
1 dukuh
e) Pemeriksaan jentik berkala (PJB), yaitu kegiatan regular tiga bulan sekali, dengan
cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat
dilakukan dengan cara random atau metode spiral (dengan rumah ditengan
sebagai pusatnya) atau metode zig-zag. Dengan metode ini akan didapatkan angka
kepadatan jentik atau HI (house index)
f) Pembentukan kelompok kerja (pokja) DBD di semua level administrasi, mulai
dari desa, kecamatan sampai pusat
g) Penggerakan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan 3M (menutup dan
menguras tempat penampungan air bersih, mengubur barang bekas, dan
membersihkan tempat yang berpotensi bagi perkembangbiakan nyamuk) di
daerah endemic dan sporadic
h) Penyuluhan tentang gejala awal penyakit
5. Pencegahan
Kegiatan ini meliputi :
a) Pembersihan jentik :
Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Larvasidasi
Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
b) Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelambu
Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)
Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
Penyemprotan
6. Monitoring dan evaluasi

a. Indikator pemerataan
1. Penyelidikan epidemiologis (PE) =
Jumlah penduduk dengan PE
Jumlah penderita yang dilaporkan
2. Fogging focus =
Jumlah fogging

x 100%

Jumlah penderita
b. Indikator efektivitas perlindungan =
Cakupan rumah dengan FF/AS/PSN

x 100%

Jumlah rumah yang seharusnya tercakup dalam FF/AS/PSN


c. Indikator efisiensi program
1. Angka kepadatan jentik (HI) =
Jumlah rumah yang positif terdapat jentik

x 100%

Jumlah rumah yang diperiksa


2. Angka kesakitan DBD =
Jumlah kesakitan DBD x 100%
Jumlah penduduk
3. Angka kematian DBD =
Angka kematian DBD
x 100%
Jumlah penderita
7. Pengelolaan

Penderita atau tersangka DBD


Penyelidikan epidemiologi

Ada penderita DBD lain atau ada jentik


dan ada penderita demam tanpa sebab
yang jelas pada hari itu atau seminggu
sebelumnya 3 orang

Ya

Penyuluhan
PSN
Pengasapan
radius

Tidak

Penyuluhan
PSN

Gambar 3. Pengelolaan DHF di Puskesmas

Program Puskesmas dalam Penanggulangan DHF


Health Promotion (Promosi Kesehatan oleh Puskesmas)
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Tujuan
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah
kerjanya, agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dalam rangka mencapai visi
Indonesia Sehat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Puskesmas harus menyelenggarakan tiga
fungsi, yaitu sebagai: (1) pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, (2) pusat
pemberdayaan masyarakat, dan (3) pusat pelayanan kesehatan strata pertama. 5,6
Pada DHF Promosi kesehatan penyakit tidak sekedar membuat leaflet atau poster saja
melainkan suatu komunikasi perubahan Perilaku dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui
pesan pokok 3M PLUS, merupakan suatu kegiatan yang terencana sejak dari tahap analisa
situasi, perencanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan dan evaluasi. Saat ini

kegiatan

diintensifkan menjadi sub program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah diterbitkan
buku panduan untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Contoh salah satu kota yang telah
berhasil dalam penggerakkan peran serta masyarakat bekerja sama dengan PKK dan LSM
Rotary adalah Purwokerto. Pelaksana kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan
semua pihak yang terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader,
tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan, dan lain lain. 3

Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk).


Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalur- jalur
informasi yang ada:
1. Penyuluhan kelompok: PKK, organisasi sosial masyarakat lain, kelompok agama,
guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dan lain lain.
2. Penyuluhan perorangan:
a) Kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu
b) Kepada penderita/keluarganya di Puskesmas
c) Kunjungan rumah oleh Kader/petugas Puskesmas
3. Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dan lain lain (oleh Dinas
Kesehatan Tk. II, I dan pusat). Menggerakkan masyarakat untuk PSN penting
terutama sebelum musim penularan (musim hujan) yang pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh kepala Wilayah setempat. Kegiatan PSN oleh masyarakat ini
seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di wilayah dalam rangka program
Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat Puskesmas, usaha/kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya
diintegrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.

Cara Melakukan Penyuluhan Kelompok:


a. Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok dasawisma, pertemuan
arisan atau pada pertemuan warga RT/RW, pertemuan dalam kegiatan
keagamaan atau pengajian, dan sebagainya.
b. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok:
Usahakan agar setiap peserta pertemuan dapat duduk dalam posisi saling
bertatap muka satu sama lain. Misalnya berbentuk huruf U, O atau
setengah lingkaran.
Mulailah dengan memperkenakan diri dan perkenalan semua peserta.
Kemudian disampaikan pentingnya membicarakan demam berdarah
dengue, antara lain bahayanya, dapat menyerang sewaktu-waktu pada
semua umur terutama anak-anak.

Jelaskan materi yang telah disiapkan sebelumnya secara singkat dengan


menggunakan gambar-gambar atau alat peraga misalnya lembar balik
(flipchart) atau leaflet/poster.
Setelah itu beri kesempatan kepada peserta untuk berbicara atau
mengajukan pertanyaan tentang materi yang dibahas.
Pada akhir penyuluhan, ajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui
sejauh mana materi yang disampaikan telah dipahami.
Pelaporan penderita dan pelaporan kegiatan :
a. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita
demam berdarah dengue menggunakan formulir :
W1/laporan KLB (wabah)
W2/laporan mingguan wabah
SP2TP: LB 1/laporan bulanan data kesakitan, LB 2/laporan bulanan data
kematian. Sedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir
LB3/laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP).
b. Penderita demam berdarah/suspect demam berdarah perlu diambil specimen
darahnya (akut dan konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim
bersama-sama ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas Kesehatan
Dati II setempat.
Preventif (Pencegahan Kesehatan oleh Puskesmas)
Secara garis besar kegiatan ini meliputi :
a. Pembersihan jentik
Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
Larvasidasi
Menggunakan ikan (ikan kepala timah, cupang, sepat)
b. Pencegahan gigitan nyamuk
Menggunakan kelambu

Menggunakan obat nyamuk (bakar, oles)


Tidak melakukan kebiasaan berisiko (tidur siang, menggantung baju)
Penyemprotan
Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD seperti juga penyakit menular lainnya
didasarkan pada usaha pemutusan rantai penularannya. Pada penyakit DBD yang merupakan
komponen epidemiologi adalah terdiri dari virus dengue, nyamuk Aedes aegypti dan manusia.
Oleh karena sampai saat ini belum terdapat vaksin atau obat yang efektif untuk virus dengue,
maka pemberantasan ditujukan terutama pada manusia dan vektornya. Yang sakit diusahakan
agar sembuh guna menurunkan angka kematian, sedangkan yang sehat terutama pada kelompok
yang paling tinggi terkena resiko, diusahakan agar jangan mendapatkan infeksi penyakit DBD
dengan cara memberantas vektornya. 7
Menurut Harmadi Kalim (1976), sampai saat ini pemberantasan vector masih merupakan
pilihan yang terbaik untuk mengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini
pada prinsipnya sama dengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan diadakan
penyesuaian tentang ekologi vektor penyakit di Indonesia. Strategi tersebut terdiri atas
perlindungan perseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah dan pemberantasan vektor untuk
pencegahan wabah, dan pencegahan penyebaran penyakit DBD. Untuk mencapai sasaran sebaikbaiknya perlu diperhatikan empat prinsip dalam membuat perencanaan pemberantasan vektor,
yaitu:
1. Mengambil manfaat dari adanya perubahan musiman keadaan nyamuk oleh pengaruh
alam, dengan melakukan pemberantasan vektor pada saat kasus penyakit DBD paling
rendah.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan cara menahan kepadatan vector pada
tingkat yang rendah untuk memungkinkan penderita-penderita pada masa viremia
sembuh sendiri.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah dengan potensi penularan
tinggi, yaitu daerah padat penduduknya dengan kepadatan nyamuk cukup tinggi.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat-pusat penyebaran seperti sekolah,
Rumah Sakit, serta daerah penyangga sekitarnya. Pemberantasan vektor dapat
dilakukan pada stadium dewasa maupun stadium jentik.

Pemberantasan vektor stadium dewasa


Pemberantasan vektor penyakit DBD pada waktu terjadi wabah sering dilakukan fogging
atau penyemprotan lingkungan rumah dengan insektisida malathion yang ditujukan pada nyamuk
dewasa. Caranya adalah dengan menyemprot atau mengasapkan dengan menggunakan mesin
pengasap yang dapat dilakukan melalui darat maupun udara. interval 1 minggu. Pada
penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif)
dan naymuk-nyamuk lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru
diantaranya akan mengisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan
terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan penyemprotan siklus kedua.
Penyemprotan yang kedua dilakukan satu minggu sesudah penyemprotan yang pertama agar
nyamuk baru yang infektif tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain
(Depkes RI, 2005: 13).
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengasapan rumah dengan malathion
sangat efektif untuk pemberantasan vektor. Namun kegiatan ini tanpa didukung dengan aplikasi
abatisasi, dalam beberapa hari akan meningkat lagi kepadatan nyamuk dewasanya, karena jentik
yang tidak mati oleh pengasapan akan menjadi dewasa, untuk itu dalam pemberantasan vektor
stadium dewasa perlu disertai aplikasi abatisasi.8
Pemberantasan vektor stadium jentik
Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah (PSN DBD).

Fisik
Menurut Erik Tapan (2004: 92), untuk mencegah dan membatasi penyebaran
penyakit Demam Berdarah, setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan cara 3M yaitu:
Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan,drum,
bak mandi, dan lain-lain) atau menaburkan bubuk abate/altosid bila tempat-tempat
tersebut tidak bisa dikuras
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapatmasuk dan
berkembang biak di dalamnya

Mengubur/membuang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan


misalnya ban bekas, kaleng bekas, tempat minuman mineral dan lain-lain.

Kimia
Cara

memberantas

jentik Aedes

aegypti

dengan

menggunakan

insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal istilah larvasidasi.
Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah bubuk abate (temephos). Formulasi
temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm
atau 10gram ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan
temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan
insect growth regulator.7
aplikasi I dilakukan 2 bulan sebelum musim penularan di suatu daerah atau pada
daerah yang belum pernah terjangkit DBD.
aplikasi II dilakukan 2-21/2 bulan berikutnya (pada masa penularan/populasi Aedes
yang tertinggi).
aplikasi III dapat dilakukan 2-21/2 bulan setelah aplikasi II.
Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi,ikan
cupang/tempalo dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringensisvar,
Israeliensis (Bti) (Depkes RI, 2005: 14). 7
Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik
Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau jentik (Jumantik).
Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat agar dapat secara
mandiri dan sadar untuk selalu peduli dan membersihkan sarang nyamuk dan membasmi jentik
nyamuk Aedes Aegypti. Tujuan Umum rekrutmen Jumantik adalah menurunkan kepadatan
(populasi) nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes Aegypti) dan jentiknya dengan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD), melalui penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus. Tugas pokok
seorang Jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan
pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik serta melaporkan hasil kegiatan
tersebut kepada Supervisor dan Petugas Puskesmas sehingga akan dapat dihasilkan sistem
pemantauan jentik berkala yang berjalan dengan baik. Untuk itu peran Jumantik akan dapat

maksimal apabila masyarakat dapat membantu kelangsungan kegiatan dengan kesadaran untuk
memberikan kesempatan kepada Jumantik memantau jentik dan sarang nyamuk di rumahnya. 2
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan vector penular
DBD. Angka Bubas Jentik kubagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan
PSN-3M menunjukan tingkat partisipaki masyarakat dalam mencegah DBD. Apabila angka
bebas jentik suatu daerah rendah, maka kemungkinan penduduk daerah tersebut untuk terkena
demam berdarah adalah lebih besar dibanding daerah lain yang angka bebas jentiknya lebih
besar. ABJ yang diharapkan adalah >95%. Cara menghitung Angka Bebas Jentik (ABJ): 3

ABJ =

Jumlah bangunan diperiksa tidak ada jentik


100
Jumlah seluruh bangunan yang diperiksa

Penutup
Angka CFR yang tinggi dan ABJ yang rendah membuat Puskesmas dan pelayanan
kesehatan ditingkat atas membuat program kerja seperti Foging,serbuk abate,3M. Dengan tujuan
menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan DBD. Dengan adanya Program
Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, untuk itu penting bagi
para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan membandingkan antara
cakupan dengan target yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
1. Satari H.Demam Berdarah.Jakarta: Puspa Swara; 2008.
2. Efendi F,Makhfudli.Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika; 2009.
3. Arsin AA dan Wahiduddin. 2004. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue Di Kota Makasar. Jurnal Kedokteran Yarsi. ISSN: 0854-1159
Vol. 12 No. 2. Mei-Agustus 2004: 23.
4. Srisasi G. et al. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Parasitologi
Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1998 : 235-7.
5. Suhendro et al. Demam berdarah dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2006; 1709-13.

6. Effendy N. SP2TP. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit buku kedokteran EGC; 1998: 185-6.
7. Dirjen PPM-PL Depkes. Kebijaksanaan program P2DBD dan situasi terkini DBD di
Indonesia.Diunduhdarihttp://inkessulsel.go.id/new/images/pdf/buku/kebijakan
%20program%20dbd.pdf tanggal 9 Juli 2011.
8. 8. Kristina et al. Kajian masalah kesehatan demam berdarah dengue. Diunduh dari
1. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm tanggal 9
2011.

Juli

Anda mungkin juga menyukai