Yesica
NIM : 102013185
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
e-mail: yesica.ichaa@gmail.com
Pendahuluan
Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak
daerah yang endemik. Daerah endemik DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran
penyakit ke wilayah lain. Setiap kejadian luar biasa (KLB) DBD umumnya dimulai dengan
peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut. Kebiasaan masyarakat Indonesia lebih kearah
mengobati demam berdarah dengue yang sudah terjadi dari pada mencegah terhadap penyakit
tersebut. Kurangnya pengetahuan dan perilaku tentang tanda-tanda dari demam berdarah dengue
yang kadang membuat masyarakat datang terlambat untuk datang ke unit pelayanan kesehatan,
agar dapat terwujud insiden serendah-renadahnya dan CFR pada 0% pada kasus demam berdarah
dengue. Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara
masaal, abatisasi massal, serta penggerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang terus
menerus.
Belum adanya vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus dengue
tersebut.Namun beberapa cara pencegahannya dengan meminimalkan jumlah gigitan nyamuk,
selain itu memperkecil habitat nyamuk Aedes Aegypti.1
Definisi Demam Berdarah Dengue
Dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Virus dengue penyebab DHF mempunyai
beberapa tipe, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Gejala DHF ditandai oleh empat manifestasi klinis
utama yaitu demam tinggi, fenomena pendarahan, sering disertai oleh hepatomegali dan pada
keadaan berat terjadi tanda-tanda kegagalan sirkulasi. Manifestasi klinis yang lain adalah nyeri
otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
hemoragik. Selama nyamuk Aedes aegypti tidak terkontaminasi virus dengue, maka gigitan
nyamuk DHF tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut menghisap darah penderita DHF,
maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa menularkan virus dengue yang mematikan.2
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.3
Ditinjau dari sudut ekologis, ada tiga faktor yang dapat menimbulkan suatu kesakitan,
kecacatan, ketidakmampuan, atau kematian pada manusia. Tiga faktor itu disebut sebagai
ecological atau epidemiological triad yang terdiri atas agen penyakit, manusia, dan
lingkungannya. Dalam keadaan normal, ketiga komponen tersebut atau dengan kata lain orang
disebut sehat. Pada suatu keadaan saat keseimbangan dinamis tersebut terganggu, misalnya saat
kualitas lingkungan hidup menurun sampai tingkatan tertentu, agen penyakit dapat dengan
mudah masuk ke dalam tubuh manusia dan menimbulkan sakit. 2
Agen penyakit
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu
arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk
genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Virus dengue memiliki kode genetic (genom)
RNA rantai tunggal, yang dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid) ikosahedral dan
terbungkus oleh selaput lipid (lemak). Virus ini memiliki 4 tipe, DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Virus dengue bersifat labil terhadap panas (termolabil). Sifat ini harus
diperhatikan ketika hendak melakukan isolasi ataupun mengkultur virus. Masing-masing
virus ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di lab. Infeksi oleh satu tipe virus dengue
akan memberikan imunitas yang menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa
yang akan datang. Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap
infeksi tipe virus lainnya.1
Manusia (Host)
Orang yang di dalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit
demam berdarah dengue. Ada yang demam ringan dan sembuh dengan sendirinya,
bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Dalam hal ini faktor imunologis host
beserta virulensi sangat berpengaruh. Pada faktor kelompok yang memiliki keterbatasan
imunologis seperti ; anak anak yang telah mengalami infeksi dengue sebelumnya, dan
bayi dengan penyusutan kadar antibodi dengue maternal. Di Indonesia, penderita
penyakit DHF terbanyak berusia 5-11 tahun. Perilaku individu yang meliputi kebersihan
individu serta kebersihan lingkungan juga berpengaruh terhadap penyakit DHF. Selain
itu, Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi virus
dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah insiden kasus
DBD tersebut. 1
Lingkungan (Enviroment)
Pola siklus peningkatan penularan bersamaan dengan musim hujan telah teramati
di beberapa negara. Interaksi suhu dan turunnya hujan adalah determinan penting dari
penularan dengue, karena makin dingin suhu mempengaruhi ketahanan hidup nyamuk
dewasa sehingga mempengaruhi laju penularan. Lebih jauh lagi, turunnya hujan dan
suhu dapat mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk, dan meningkatkan
kepadatan populasi nyamuk. 3
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,
tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot
tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain.
Jarak terbang 100 m
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk itu kenyang sudah berpindah tempat)
Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi
Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk ini meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Setiap hari
nyamuk Aedes aegypti betina dapat bertelur rata-rata 100 butir. Telurnya berbentuk elips bewarna
hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi
larva. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan
dari instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar
keempat, larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman (tidak aktif, tidur).1
Pupa bertahan selama dua hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa.
Perkembangan dari telur hingga nyamuk dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari,
tetapi dapat lebih lama jika kondisi lingkungan tidak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan
terhadap kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga satu bulan dalam keadaan kering. Jika
terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan
air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat memengaruhi
kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi
ketersediaan makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam
menghisap darah.
Pola Aktivitas Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, yakni aktif pada pagi hingga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang menghisap
darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein, antara lain prostaglandin, yang
diperlukan untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh sumber
energy dan nectar bunga ataupun tumbuhan.1
Nyamuk Aedes aegypti menyukai area yang gelap dan benda-benda bewarna hitam atau
merah. Penyakit DHF/DBD kerap menyerang anak-anak. Hal ini disebabkan karena anak-anak
cenderung duduk di dalam ruang kelas selama pagi hingga siang haari dan kaki mereka yang
tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini.
Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada
peningkatan kompetensi vector, yaitu kemampuan untuk menyebarkan virus. Infeksi virus
dengue dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam menghisap darah, berkali-kali
menusukkan alat penusuk dan pengisap darahnya (prosboscis), tetapi tidak berhasil menghisap
darah, sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, resiko penularan
penyakit DHF menjadi semakin besar.
Seseorang yang didalam
darahnya
penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 12 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah
akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri
dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1
minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang
lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang
hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes Aegypti yang telah mengisap virus dengue itu
menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya
(proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Di Indonesia, nyamuk Aedes aegypti umumnya memiliki
habitat di lingkungan perumahan, tempat terdapat banyak penampungan air bersih dalam bak
mandi ataupun tempayan yang menjadi sarang berkembang biaknya. Selain itu, di dalam rumah
juga banyak terdapat baju yang tergantung atau lipatan gorden, di tempat-tempat inilah biasanya
nyamuk Aedes aegypti betina dewasa bersembunyi.
Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya
dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas juga dapat didefenisikan sebagai unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarkan pembangunan
kesehatan suatu wilayah kerja (Depkes RI,2004).Dengan kata lain puskesmas mempunyai
wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah
kerjanya.
Fungsi
Berikut ini merupakan fungsi-fungsi puskesmas beserta proses dalam melaksanakan
fungsi tersebut.4
Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun rujukan kesehatan masyarakat dengan penentuan bantuan tersebut tidak
menimbulkan ketergantungan.
Peran
Dalam konteks otonomi daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang sangat vital
sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh
ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan
daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tatalaksana kegiatan yang tersusun
rapi, serta sistem-evaluasi dan pemantuan yang akurat. Rangkaian manajerial tersebut
bermanfaat dalam penentuan skala prioritas daerah dan sebagai bahan kesesuaian dalam
menentukan. Rancangan Anggaran Pembelanjaan Daerah (RAPBD) yang berorientasi kepada
kepentingan masyarakat. Pada masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam
pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara
komprehensif dan terpadu.2,3,4
Tujuan pengaturan praktik kedokteran dalam UU No.29 tahun 2004 (UUPK) adalah
memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
medik, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dan pelayan kesehatan.3
Mengatur praktik merupakan ruh UUPK, agar praktik dokter tidak menyimpang dari
norma dan etika yang telah disepakati. Dalam hal ini etika profesi memiliki fungsi ganda yaitu
untuk mengontrol tindak ketidakprofesionalan demi kepentingan pasien/masyarakat, serta ke
dalam untuk menjaga keselarasan hubungan antar-sejawat. Dari tujuan UUPK tersebut dapat
dimengerti bahwa komunitas dokter membutuhkan pengaturan hukum yang memberi peluang
tumbuhnya self
enforcement bila
memang
diperlukan.
Dengan menumbuhkan self regulation dan self enforcement di kalangan profesi medik,
merupakan upaya ke arah pengembangan konsep yang applicable dan sustainable dengan
strategi: Doctors for the Future seperti yang telah digariskan oteh Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) pada tahun 1996.
Strategi WHO ini juga dikenal dengan sebutan Five Stars Doctor di mana setiap dokter
diharapkan dapat berperan :
Sebagai decision
maker yang
mampu
memilih
teknologi
yang
tepat
dengan
Sebagai communicator
Sebagai community
leader yang
mampu
memperoleh
kepercayaan,
membangun
Sebagai manager yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi kesehatan
bersama dengan menggunakan data yang akurat.2
Melalui pembangunan dokter dan masyarakat secara individu maupun kolektif seperti di
atas, diharapkan akan terbangun sistem pelayanan kesehatan yang lebih sehat (safer system
building), lebih murah serta lebih bermanfaat di masa datang.
Upaya kesehatan puskesmas
Program puskesmas atau upaya kesehatan dibagi menjadi dua kelompok yaitu upaya
kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib meliputi upaya
promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan,upaya kesehatan ibu dan anak serta KB,upaya
perbaikan gizi masyarakat,upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (DBD),upaya
pengobatan.
Kegiatan upaya kesehatan pengembangan dilaksanakan bila upaya kesehatan wajib telah
terlaksana secara optimal (target cakupan dan mutu terpenuhi), namun dalam keadaan tertentu
ditetapkan
sebagai
Pengembangan
oleh
penugasan
Puskesmas
dari
Dinas
dilakukan
kesehatan.
Pemilihan
bersama-sama
dengan
kegiatan
kesehatan
Dinas
Kesehatan
ahli entomologi, dan pekerja dari laboratorium virus. Tanggung jawab dari panitia yang dibuat
ini biasanya ditetapkan surat keputusan menteri kesehatan.2
Menyusun dan mendistribusikan protokol untuk diagnosis klinis dan pengobatan
DBD/DSS.
Menyiapkan dan menyebarkan DBD/DSS untuk petugas perawatan kesehatan,
masyarakat, dan media massa.
Merencanakan dan menerapkan program pelatihan untuk petugas perawatan kesehatan
dan pembantunya (misalnya staf rumah sakit, peserta didik kedokteran, perawat, teknisi
laboratorium).
Mengkaji kebutuhan terhadap cairan intravena, obat-obatan, produk darah, peralatan
perawatan intensif, materi penyuluhan dan peralatan untuk memindahkan pasien.
Mengawasi penggunaan suplai dan hasil program perawatan klinis (setiap hari bila perlu).
Mengkoordinasikan penelitian klinis tentang DBD/DSS selama wabah.
Hasil dari penerapan tindakan diatas, maka suatu program pemberantasan dan
penanggulangan dapat dibuat untuk selanjutnya dilaksanakan oleh organisasi kesehatan yang
berurusan langsung dengan masyarakat, di Indonesia dikenal sebagai PUSKESMAS. 2
Bentuk manajemen program oleh PUSKESMAS dalam menanggulangi Demam Berdarah
Dengue.3
1. Tujuan
a) Menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit DBD
b) Mencegah dan menanggulangi KLB
c) Meningkatkan peran serta masyarakat (PSM) dalam pemberantasan sarang
nyamuk (PSN)
2. Sasaran
Sasaran nasional (2000) :
a) Morbiditas di kecamatan endemic DBD < 2 per 10.000 penduduk
b) CFR < 2,5%
3. Strategi
a) Kewaspadaan dini
b) Penanggulangan KLB
c) Peningkatan keterampilan petugas
d) Penyuluhan
4. Kegiatan
a. Indikator pemerataan
1. Penyelidikan epidemiologis (PE) =
Jumlah penduduk dengan PE
Jumlah penderita yang dilaporkan
2. Fogging focus =
Jumlah fogging
x 100%
Jumlah penderita
b. Indikator efektivitas perlindungan =
Cakupan rumah dengan FF/AS/PSN
x 100%
x 100%
Ya
Penyuluhan
PSN
Pengasapan
radius
Tidak
Penyuluhan
PSN
kegiatan
diintensifkan menjadi sub program Peran Serta Masyarakat dalam PSN dan telah diterbitkan
buku panduan untuk ini. Diharapkan setiap wilayah memilih daerah uji coba untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam PSN DBD. Contoh salah satu kota yang telah
berhasil dalam penggerakkan peran serta masyarakat bekerja sama dengan PKK dan LSM
Rotary adalah Purwokerto. Pelaksana kegiatan tidak hanya sektor kesehatan tapi melibatkan
semua pihak yang terkait anak sekolah, pramuka Saka Bhakti Husada, mahasiswa, kader-kader,
tokoh masyarakat, petugas sektoral, pemilik bangunan/ pertokoan, dan lain lain. 3
Fisik
Menurut Erik Tapan (2004: 92), untuk mencegah dan membatasi penyebaran
penyakit Demam Berdarah, setiap keluarga perlu melakukan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue (PSN-DBD) dengan cara 3M yaitu:
Menguras dengan menyikat dinding tempat penampungan air (tempayan,drum,
bak mandi, dan lain-lain) atau menaburkan bubuk abate/altosid bila tempat-tempat
tersebut tidak bisa dikuras
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak dapatmasuk dan
berkembang biak di dalamnya
Kimia
Cara
memberantas
jentik Aedes
aegypti
dengan
menggunakan
insektisida pembasmi jentik (larvasida) ini antara lain dikenal istilah larvasidasi.
Larvasida yang biasa digunakan antara lain adalah bubuk abate (temephos). Formulasi
temephos yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm
atau 10gram ( 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan
temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan
insect growth regulator.7
aplikasi I dilakukan 2 bulan sebelum musim penularan di suatu daerah atau pada
daerah yang belum pernah terjangkit DBD.
aplikasi II dilakukan 2-21/2 bulan berikutnya (pada masa penularan/populasi Aedes
yang tertinggi).
aplikasi III dapat dilakukan 2-21/2 bulan setelah aplikasi II.
Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi,ikan
cupang/tempalo dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thuringensisvar,
Israeliensis (Bti) (Depkes RI, 2005: 14). 7
Juru Pemantau Jentik (Jumantik)
Salah satu bentuk langsung peran serta masyarakat adalah kegiatan Pemantauan Jentik
Berkala (PJB) yang dilakukan oleh masyarakat melalui Juru Pemantau jentik (Jumantik).
Kegiatan Jumantik sangat perlu dilakukan untuk mendorong masyarakat agar dapat secara
mandiri dan sadar untuk selalu peduli dan membersihkan sarang nyamuk dan membasmi jentik
nyamuk Aedes Aegypti. Tujuan Umum rekrutmen Jumantik adalah menurunkan kepadatan
(populasi) nyamuk penular demam berdarah dengue (Aedes Aegypti) dan jentiknya dengan
meningkatkan peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD), melalui penyuluhan yang dilakukan secara terus menerus. Tugas pokok
seorang Jumantik adalah melakukan pemantauan jentik, penyuluhan kesehatan, menggerakkan
pemberantasan sarang nyamuk secara serentak dan periodik serta melaporkan hasil kegiatan
tersebut kepada Supervisor dan Petugas Puskesmas sehingga akan dapat dihasilkan sistem
pemantauan jentik berkala yang berjalan dengan baik. Untuk itu peran Jumantik akan dapat
maksimal apabila masyarakat dapat membantu kelangsungan kegiatan dengan kesadaran untuk
memberikan kesempatan kepada Jumantik memantau jentik dan sarang nyamuk di rumahnya. 2
Angka Bebas Jentik (ABJ)
Merupakan salah satu indikator keberhasilan program pemberantasan vector penular
DBD. Angka Bubas Jentik kubagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan
PSN-3M menunjukan tingkat partisipaki masyarakat dalam mencegah DBD. Apabila angka
bebas jentik suatu daerah rendah, maka kemungkinan penduduk daerah tersebut untuk terkena
demam berdarah adalah lebih besar dibanding daerah lain yang angka bebas jentiknya lebih
besar. ABJ yang diharapkan adalah >95%. Cara menghitung Angka Bebas Jentik (ABJ): 3
ABJ =
Penutup
Angka CFR yang tinggi dan ABJ yang rendah membuat Puskesmas dan pelayanan
kesehatan ditingkat atas membuat program kerja seperti Foging,serbuk abate,3M. Dengan tujuan
menurunkan morbiditas dan mortalitas yang disebabkan DBD. Dengan adanya Program
Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, untuk itu penting bagi
para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan membandingkan antara
cakupan dengan target yang telah ditetapkan.
Daftar Pustaka
1. Satari H.Demam Berdarah.Jakarta: Puspa Swara; 2008.
2. Efendi F,Makhfudli.Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam
Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika; 2009.
3. Arsin AA dan Wahiduddin. 2004. Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Demam Berdarah Dengue Di Kota Makasar. Jurnal Kedokteran Yarsi. ISSN: 0854-1159
Vol. 12 No. 2. Mei-Agustus 2004: 23.
4. Srisasi G. et al. Vektor penyakit virus, riketsia, spiroketa dan bakteri. Parasitologi
Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1998 : 235-7.
5. Suhendro et al. Demam berdarah dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi
IV. Jakarta : Pusat penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2006; 1709-13.
Juli