Bab I
0
Pendahuluan
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen. Menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik
tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.1
Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Selain penyebab bahan-bahan kimia, sering
kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitif kontak langsung dengan perhiasan logam. Jika
mengalami kulit kering dan gatal, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi pada dokter, apakah
yang terjadi pada kulit tersebut teridentifikasi dermatitis. Jika teridentifikasi dermatitis, maka
pertama kali yang harus diketahui adalah penyebab dari penyakit kulit tersebut, agar dapat
menghindari penyebab dari iritasi dan alergi.
Dermatitis tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Tipe dermatitis
yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik. Dermatitis jenis ini paling sering
muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya pada usia 2 bulan.1
Bab II
Pembahasan
2.1 Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada kondisikondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering diantaranya adalah ruam, gatal, bengkak,
ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat pasien datang dengan keluhan
utama kondisi medis lain.2
-
Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Dimana letaknya? Apakah terasa
gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alergan
potensial)? 2
Dimana letak
benjolan?
Apakah
terasa
gatal?
Apakah
berdarah?
Apakah
Pertimbangan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius, seperti
kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatik ke kelenjar getah bening atau organ
lain.2
Riwayat penyakit dahulu
-
Riwayat Obat-obatan
2
Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep
ataupun alternatif, yang dimakan atau topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk
penyakit kulit? Pernakah/apakah pasien menggunakan immunosupresan? 2
Alergi
-
Apakah pasien memiliki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul?
Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergan yang lain?
Pernahkah pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respon IgE? 2
Riwayat keluarga
-
Riwayat sosial
-
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, alergen potensial, atau
parasit kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan peliharaan baru, dan lain-
lain?
Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar negeri?
Adakah pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar air)? 2
a. Inspeksi
Pengamatan yang dilakukan dengan melihat, seperti apakah pasien sakit ringan atau berat?
Perhatikan tingkat kebersihan dan nutrisi dari penderita. Apakah pasien tampak pucat, syok,
berpigmen atau demam? (Kondisi serius yang mengenai daerah yang luas pada kulit bisa
-
Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari, atau perhiasan? 2
Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular, serpiginosa,
bertangkai)? 2
b. Palpasi
Lakukan perabaan pada lesi untuk mengetahui suhu, kontur, nyeri tekan, kelembapan dan
ukuran. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk menganalisis adanya penyakit sistemik.
Mungkinkah kelainan ini merupakan manifestasi dari kondisi sistemik serius 2
2.3 Pemeriksaan Penunjang
Berikut pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja: 4,5
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan hipereosinofilia dan peningkatan kadar IgE.
2. Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respons, yakni berturut-turut akan
terlihat garis merah di tempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya
selama beberapa detik, dan edema timbul sesudah beberapa menit. Penggoresan pada
pasien yang atopik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan,
tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan
ini disebut dermatografisme putih.
3. Percobaan asetilkoline
Pada kulit normal dilakukan penyuntikan solutio asetilkolin (1:5000) secara intrakutan
akan menyebablan hiperemia. Namun pada dermatitis atopik terjadi sebaliknya, yaitu
vasokontriksi yang tampak sebagai warna pucat selama kurang lebih satu jam.
4
2.4
Working Diagnosis
sekresi IgE dan/atau keadaan reaktivitas jaringan yang mengalami perubahan, pada kulit
penderita DA. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dijabarkan definisi dermatitis atopik
adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang bersifat kronis, residif, sering berhubungan
dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopi, distribusi simetris, biasanya terjadi pada
individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau individu tersebut. Dermatitis atopik
merupakan dermatitis tersering dijumpai pada anak. Banyak istilah lain dipakai sebagai sinonim
DA antara lain ekzema atopic, ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermitis
diseminata, prurigo Besnier. Tetapi, yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik. 1,4,5
2.5
Differential Diagnosis
Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang mengenai kulit kepala,
pipi, badan, ekstremitas dan diaper area. Penyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus
ringan, (2) onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang,
dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Dermatitis seboroik infantil sering
berhubungan dengan dermatitis atopik. Pada suatu penelitian, 37% bayi dengan dermatitis
seboroik akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian.
Bila iritan kuat, gejala peradangan klasik ditempat kontak kulit, berupa eritema, edema, panas,
nyeri. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali terpajan, gejala
klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, likenifikasi dan lain-lain. 1
2.6
Etiologi
Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai faktor
yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan
fisiologi dan biokimia kulit, dan disfungsi imunologis, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, selain itu juga meliputi:1,6
Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir
40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick
test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap suatu makanan tertentu. Prevalensi reaksi
alergi makanan lebih banyak pada anak dengan dermatitis atopik berat. Makanan yang
sering mengakibatkan alergi antara lain susu, telur, gandum, kacang-kacangan kedelai
dan makanan laut.
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan
uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat
terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR).
Infeksi kulit
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik yang berperan
memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis atopik. Mikroorganisme
utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita DA didapatkan perbedaan
yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik.
Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada
penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang penting pada
terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi beratnya
penyakit. Faktor lain dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan kekambuhan dari
DA adalah adanya toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang
dihasilkan Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit, sehingga dapat
mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat sebagai superantigen,
yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan makrofag yang selanjutnya
melepaskan histamin. Enterotoxin Staphylococcus aureus menginduksi inflamasi pada
dermatitis atopik dan memprovokasi pengeluaran antibodi IgE spesifik terhadap
enterotoksin Staphylococcus aureus.6,7
2.7
Epidemiologi
Belakangan ini prevalensi DA semakin meningkat dan hal ini merupakan masalah besar karena
terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga melibatkan keluarganya.Di Amerika
Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri lainnya, prevalensi DA pada anak
mencapai 10 20%, sedangkan pada dewasa 1 3%. Di Negara agraris, misalnya Cina, Eropa
Timur, Asia tengah, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria adalah 1,3:1.1
DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya
akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih
separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi,
angka ini meningkat sampai 75%. Risiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA
dibandingkan dengan ayah. 1
2.8 Patofisiologis
8
kelas II yang berada di permukaan sel B pada Sel Langerhans (SL) epidermis dan sel dendritik
dermis ,APC kemudian mempresentasikan kepada Limfosit T Helper sehingga menyebabkan
reaksi inflammatory ,kemudian sel T akan berplofireasi menjadi sel TH2 ,sel TH2 ini akan
mengaktivasi sel mast dan eosinofil serta menyebabkan sel B mensintesis IgE yang kemudian
akan ditangkap sel mast (melalui reseptor FcRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan
FcRI, menyebabkan degranulasi sel mast.
Paparan allergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-sel inflamasi dan aktivasi serta
pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early (acute) allergic responses (EARs)
dan late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam beberapa menit kontak dengan alergen, sel
mast yang tersensitisasi IgE setelah mengalami degranulasi, melepaskan mediator pre-formed
dan mediator newly synthesized pada individu sensitif. Mediator-mediator tersebut meliputi
histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos
dan produksi mukus. Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi
yang menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2. Pelepasan
eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi, termasuk leukotrien-leukotrien dan
protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil peroxidase, major basic protein and
eosinophil-derived neurotoxin)3,8
2.9 Gejala Klinik
Berdasarkan lokalisasi, morfologi dan juga golongan umur, dermatitis dibagi dalam 3 bentuk
klinis, yaitu: 1, 5, 6
1. Fase infantil (2 bulan 2 tahun)
Mula-mula terlihat eritema tampak didaerah muka (dahi-pipi), papul-vesikel pecah
karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa
meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi
bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sering disertai infeksi sekunder. Sebagian
besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.Tempat
predileksi ialah kedua pipi (sering disebut melk eczema karena air susu), lipat siku dan
lipat lutut, biasanya simetris.
10
2.10 Diagnosis
KRITERIA MAYOR
KRITERIA MINOR
Pruritus
Serosis
Dermatitis di muka/ ekstensor pada bayi dan Infeksi kulit khususnya S.aureus dan Herpes
12
anak-anak
simplex
Dermatitis flexura pada dewasa
Dermatitis non spesifik pada kaki dan tangan
Dermatitis kronik
Iktiosis / hiperlinearis Palmaris
Riwayat atopi pada penderita atau pada
Pitiaris alba
keluarga penderita
Dermatitis papilla mammae
White dermatografism dan delayed blanched
response
Keylitis
Lipatan infra orbital dennie-morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritema
Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
Tabel 1. Kriteria Dermatitis Atopik.1
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Untuk bayi,
kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
1. Kriteria Mayor
Riwayat atopi pada keluarga
Dermatitis di muka atau ekstensor
Pruritus
2. Ditambah 3 kriteria minor :
Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris
Fisura belakang telinga
Skuama di scalp kronis1
13
2.11 Penatalaksanaan
Non medikamentosa:
Medikamentosa
Sistemik :
mengurangi infeksi
Siklosporin juga dapat diberikan karena dapat membuat suatu kompleks yang akan
menekan sitokin. Diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit
kambuh kembali.1
Topikal:
Pada bentuk bayi diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping sedikit, misalnya
2.12 Prognosis
Sulit meramalkan prognosis dermatitis atopik, karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik adalah:1
-
Prognosis lebih buruk bila kedua orang tua menderita DA. Diperkirakan 30 50% penderita DA
infantil akan berkembang menjadi asma bronkiale atau hay fever. 1
Bab III
Kesimpulan
Dermatitis atopik adalah dermatitis yang sering terjadi pada orang yang mempunyai riwayat
atopi dan berhubungan erat dengan genetic dan respon imun, serta merupakan jenis dermatitis
yang paling sering dijumpai. Seringkali dermatitis atopik tidak dianggap sebagai penyakit mayor,
tetapi dianggap sebagai kondisi minor. Penderita dermatitis atopik mempunyai tingkat ambang
rasa gatal yang rendah, gatal dapat hilang timbul sepanjang hari tetapi umumnya lebih hebat
pada malam hari serta adanya stigmata atopik pada pasien maupun keluarga yang lain. Tempat
predileksi adalah hal yang paling penting untuk diketahui dari pasien dermatitis atopik.
Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan
kehidupan, mulai dari saat bayi hingga saat dewasa. Dermatitis Atopik bisa hilang sendiri pada
fase infantil namun juga dapat berlanjut ke fase berikutnya. Dapat diberikan tatalaksana non-
15
Daftar Pustaka
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi-6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. h. 130-1, 139-47, 148-50.
2. Gleadle, Jonathan. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. h. 42-3.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 25-7.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, penyunting. Kapita selekta
kedokteran. Jilid-1. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2008. h. 90-2.
5. Staf pengajar ilmu kesehatan anak. Buku kuliah: Ilmu kesehatan Anak. Jilid-1. Edisi-11.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2007. h. 234-7.
6. Siregar RS. Atlas berwarna: Saripati penyakit kulit. Edisi-2. Jakarta: EGC; 2004. h. 10712, 120.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h. 1430-2.
16
8. Corwin EJ. Buku saku: Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009. h.107-9.
9. Cole GW, Shiel WC.Eczema (Atopic Dermatitis) Pictures Slideshow: Causes, Symptoms
and
Treatment.
Thursday,
2012
March
22.
diunduh
dari:
http://www.medicinenet.com/eczema_atopic_dermatitis_pictures_slideshow/article.htm,
21 April 2013.
10. Simpson EL, Hanifin JM. Atopic eczema: Periodic synopsis. J Am Acad Dermatol; 2005
Jul;53(1):115-28.
17