Anda di halaman 1dari 18

Dermatitis Atopik pada Anak

Felix Winata / A5 / 102012156

Bab I
0

Pendahuluan
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen. Menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik
(eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik
tersebut tidak selalu timbul pada saat yang sama. Dermatitis cenderung residif dan menjadi
kronis.1
Dengan kata lain, dermatitis adalah jenis alergi kulit. Selain penyebab bahan-bahan kimia, sering
kali dermatitis terjadi ketika kulit sensitif kontak langsung dengan perhiasan logam. Jika
mengalami kulit kering dan gatal, tidak ada salahnya untuk berkonsultasi pada dokter, apakah
yang terjadi pada kulit tersebut teridentifikasi dermatitis. Jika teridentifikasi dermatitis, maka
pertama kali yang harus diketahui adalah penyebab dari penyakit kulit tersebut, agar dapat
menghindari penyebab dari iritasi dan alergi.
Dermatitis tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Tipe dermatitis
yang sering terjadi pada anak-anak yaitu dermatitis atopik. Dermatitis jenis ini paling sering
muncul pada tahun pertama kehidupan biasanya pada usia 2 bulan.1

Bab II
Pembahasan
2.1 Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada kondisikondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering diantaranya adalah ruam, gatal, bengkak,
ulkus, perubahan warna kulit, dan pengamatan tak sengaja saat pasien datang dengan keluhan
utama kondisi medis lain.2
-

Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Dimana letaknya? Apakah terasa
gatal? Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alergan

potensial)? 2
Dimana letak

benjolan?

Apakah

terasa

gatal?

Apakah

berdarah?

Apakah

bentuk/ukuran/warnanya berubah? Adakah benjolan ditempat lain? 2


Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmentasi meningkat, ikterus, pucat)?
Siapa yang memperhatikan adanya perubahan warna? Sudah berapa lama?
Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik (misalnya
penurunan berat badan, artralgia, dan lain-lain)? 2

Pertimbangan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius, seperti
kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatik ke kelenjar getah bening atau organ
lain.2
Riwayat penyakit dahulu
-

Pernakah pasien mengalami gangguan kulit, ruam, dan lain-lain?


Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rinitis)?
Apakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil?
Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan? (Khususnya yang mungkin memiliki
manifestasi pada kulit, misalnya SLE, penyakit seliaka, miositosis, atau transplantasi ginjal) 2

Riwayat Obat-obatan
2

Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis pengobatan, baik obat resep
ataupun alternatif, yang dimakan atau topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk
penyakit kulit? Pernakah/apakah pasien menggunakan immunosupresan? 2
Alergi
-

Apakah pasien memiliki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul?
Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergan yang lain?
Pernahkah pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respon IgE? 2

Riwayat keluarga
-

Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga?


Adakah orang lain di keluarga yang mengalami kelainan serupa? 2

Riwayat sosial
-

Bagaimana riwayat pekerjaan pasien; apakah terpapar sinar matahari, alergen potensial, atau
parasit kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan peliharaan baru, dan lain-

lain?
Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar negeri?
Adakah pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar air)? 2

2.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Tanda-tanda vital:3
1. Suhu
Suhu tubuh yang normal adalah 36o-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan
pada sore hari mendekati 37oC.
2. Tekanan darah
Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg
3. Frekuensi nadi
Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 80 kali per menit. Bila frekuensi nadi lebih dari
100 kali per menit, disebut takikardia; sedangkan bila frekuensi nadi kurang dari 60 kali per
menit disebut bradikardia.
4. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan normal adalah 16-24 kali per menit. Bila frekuensi pernapasan kurang
dari 16 kali per menit disebut bradipneu, sedangkan bila lebih dari 24 kali per menit disebut
takipneu.
Pemeriksaan Kulit
3

a. Inspeksi
Pengamatan yang dilakukan dengan melihat, seperti apakah pasien sakit ringan atau berat?
Perhatikan tingkat kebersihan dan nutrisi dari penderita. Apakah pasien tampak pucat, syok,
berpigmen atau demam? (Kondisi serius yang mengenai daerah yang luas pada kulit bisa
-

menyebabkan kehilangan cairan yang membahayakan jiwa dan infeksi sekunder).2


Apa kelainan kulit yang ditemukan? Apakah terdapat efloresensi primer (makula, papula,
plak, pustula, vesikel, ulkus, kista)? Apakah sudah terjadi efloresensi sekunder (skuama,

krusta, erosi, likenifikasi, atrofi, parut, ekskoriasi, fisura)? 2


Periksa kulit, kuku dan rambut secermat mungkin, selain itu periksa rongga mulut dan mata.
Bagian kulit mana yang terkena? 2
Tentukan perluasan (soliter, lokal, regional, generalisata, atau universal) dan pola distribusi
(simetris atau asimetris, daerah pajanan, tempat tekanan, lipatan kulit, atau folikular)?

Apakah lokasi berhubungan dengan pakaian, pajanan sinar matahari, atau perhiasan? 2
Bagaimana warna dan bentuk lesi (misalnya bulat, lonjong, poligonal, anular, serpiginosa,

bertangkai)? 2
b. Palpasi
Lakukan perabaan pada lesi untuk mengetahui suhu, kontur, nyeri tekan, kelembapan dan
ukuran. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk menganalisis adanya penyakit sistemik.
Mungkinkah kelainan ini merupakan manifestasi dari kondisi sistemik serius 2
2.3 Pemeriksaan Penunjang
Berikut pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kerja: 4,5
1. Pemeriksaan darah tepi
Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan hipereosinofilia dan peningkatan kadar IgE.
2. Dermatografisme putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respons, yakni berturut-turut akan
terlihat garis merah di tempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya
selama beberapa detik, dan edema timbul sesudah beberapa menit. Penggoresan pada
pasien yang atopik akan bereaksi berlainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan,
tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan
ini disebut dermatografisme putih.
3. Percobaan asetilkoline
Pada kulit normal dilakukan penyuntikan solutio asetilkolin (1:5000) secara intrakutan
akan menyebablan hiperemia. Namun pada dermatitis atopik terjadi sebaliknya, yaitu
vasokontriksi yang tampak sebagai warna pucat selama kurang lebih satu jam.
4

2.4

Working Diagnosis

Dermatitis Atopik (DA)


Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen dan atau faktor endogen. Sedangkan atopi berasal dari kata atopos (Yunani) yang
berarti Out of Place atau Strange diseases. Kata atopi pertama kali diperkenalkan oleh Coca
(1928), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai
riwayat kepekaan dalam keluarganya misalnya asma bronkial, rinitis alergika, dermatitis atopik,
dan konjungtivitis alergik
Atopi juga dapat didefinisikan sebagai sifat hipersensitivitas kulit dan membran yang bersifat
mukosa familial, terhadap bahan-bahan dari lingkungan, yang berhubungan dengan peningkatan
5

sekresi IgE dan/atau keadaan reaktivitas jaringan yang mengalami perubahan, pada kulit
penderita DA. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dijabarkan definisi dermatitis atopik
adalah peradangan pada epidermis dan dermis yang bersifat kronis, residif, sering berhubungan
dengan individu atau keluarga dengan riwayat atopi, distribusi simetris, biasanya terjadi pada
individu dengan riwayat gangguan alergi pada atau individu tersebut. Dermatitis atopik
merupakan dermatitis tersering dijumpai pada anak. Banyak istilah lain dipakai sebagai sinonim
DA antara lain ekzema atopic, ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermitis
diseminata, prurigo Besnier. Tetapi, yang paling sering digunakan ialah dermatitis atopik. 1,4,5
2.5

Differential Diagnosis

Dermatitis seboroik
Ditandai erupsi berskuama, salmon colored atau kuning berminyak yang mengenai kulit kepala,
pipi, badan, ekstremitas dan diaper area. Penyakit ini dibedakan dari DA dengan: (1) pruritus
ringan, (2) onset invariabel pada daerah pantat halus, tidak bersisik, batas jelas, merah terang,
dan (3) sisik kuning gelap pada pipi, badan dan lengan. Dermatitis seboroik infantil sering
berhubungan dengan dermatitis atopik. Pada suatu penelitian, 37% bayi dengan dermatitis
seboroik akan menjadi DA 5-13 tahun kemudian.

Dermatitis kontak iritan


Merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi. Dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras
dan jenis kelamin. 1
Penyebab munculnya dermatitis iritan adalah bahan-bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumnas, insektisida, dan serbuk kayu. Bahan-bahan iritan
kebanyakan akan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagia dapat
menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. 1

Bila iritan kuat, gejala peradangan klasik ditempat kontak kulit, berupa eritema, edema, panas,
nyeri. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali terpajan, gejala
klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, likenifikasi dan lain-lain. 1
2.6

Etiologi

Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga disebabkan oleh berbagai faktor
yang saling berkaitan (multifaktorial). Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan
fisiologi dan biokimia kulit, dan disfungsi imunologis, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, selain itu juga meliputi:1,6

Makanan
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge (DBPCFC), hampir
40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan. Bayi dan anak dengan alergi makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick
test) dan kadar IgE spesifik positif terhadap suatu makanan tertentu. Prevalensi reaksi
alergi makanan lebih banyak pada anak dengan dermatitis atopik berat. Makanan yang
sering mengakibatkan alergi antara lain susu, telur, gandum, kacang-kacangan kedelai
dan makanan laut.

Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat dibuktikan dengan
uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat inhalasi. Reaksi positif dapat
terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR).

Infeksi kulit

Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik yang berperan
memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis atopik. Mikroorganisme
utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada penderita DA didapatkan perbedaan
yang nyata pada jumlah koloni Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik.
Adanya kolonisasi Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada
penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang penting pada
terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan mempengaruhi beratnya
penyakit. Faktor lain dari mikroorganisme yang dapat menimbulkan kekambuhan dari
DA adalah adanya toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang
dihasilkan Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit, sehingga dapat
mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat sebagai superantigen,
yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan makrofag yang selanjutnya
melepaskan histamin. Enterotoxin Staphylococcus aureus menginduksi inflamasi pada
dermatitis atopik dan memprovokasi pengeluaran antibodi IgE spesifik terhadap
enterotoksin Staphylococcus aureus.6,7
2.7

Epidemiologi

Belakangan ini prevalensi DA semakin meningkat dan hal ini merupakan masalah besar karena
terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga melibatkan keluarganya.Di Amerika
Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri lainnya, prevalensi DA pada anak
mencapai 10 20%, sedangkan pada dewasa 1 3%. Di Negara agraris, misalnya Cina, Eropa
Timur, Asia tengah, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria adalah 1,3:1.1
DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya
akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih
separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi,
angka ini meningkat sampai 75%. Risiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA
dibandingkan dengan ayah. 1

2.8 Patofisiologis
8

Genetik & Kelainan Sawar Kulit


Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom 5q31-33, kromosom 3q21, serta
kromosom 1q21 dan 17q25. Juga melibatkan gen yang independen dari mekanisme alergi. Ada
peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9.
Hilangnya ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang
ekstraseluler stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi
ph kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar
mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss, kulit akan semakin kering dan
merupakan port dentry untuk terjadinya penetrasi alergen, iritan, bakteri dan virus.1,3
Respon Imun
Pada sekitar 70% penderita ditemukan riwayat stigmata atopi dalam keluarganya. Keadaan atopi
ini diturunkan.Individu dengan kondisi atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen lingkungan
(misalnya makanan dan inhalan), menimbulkan reaksi alergi tipe I.1
Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan menyebabkan pruritus.
Histamin menghambat kemotaksis dan menekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi
dermatitis atopik kronis. Sel ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri
tidak dapat menyebabkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan pruritus dan
eritema, mungkin akibat garukan karena gatal menimbulkan lesi ekzematosa. Pada pasien
dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.

Gambar 2. Mekanisme alergi


Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super
antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut pada
mulanya akan ditangkap oleh Antigen Presenting Cell (APC) yang mengandung protein MHC
9

kelas II yang berada di permukaan sel B pada Sel Langerhans (SL) epidermis dan sel dendritik
dermis ,APC kemudian mempresentasikan kepada Limfosit T Helper sehingga menyebabkan
reaksi inflammatory ,kemudian sel T akan berplofireasi menjadi sel TH2 ,sel TH2 ini akan
mengaktivasi sel mast dan eosinofil serta menyebabkan sel B mensintesis IgE yang kemudian
akan ditangkap sel mast (melalui reseptor FcRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan
FcRI, menyebabkan degranulasi sel mast.
Paparan allergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-sel inflamasi dan aktivasi serta
pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early (acute) allergic responses (EARs)
dan late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam beberapa menit kontak dengan alergen, sel
mast yang tersensitisasi IgE setelah mengalami degranulasi, melepaskan mediator pre-formed
dan mediator newly synthesized pada individu sensitif. Mediator-mediator tersebut meliputi
histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos
dan produksi mukus. Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi
yang menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2. Pelepasan
eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi, termasuk leukotrien-leukotrien dan
protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil peroxidase, major basic protein and
eosinophil-derived neurotoxin)3,8
2.9 Gejala Klinik
Berdasarkan lokalisasi, morfologi dan juga golongan umur, dermatitis dibagi dalam 3 bentuk
klinis, yaitu: 1, 5, 6
1. Fase infantil (2 bulan 2 tahun)
Mula-mula terlihat eritema tampak didaerah muka (dahi-pipi), papul-vesikel pecah
karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa
meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi
bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sering disertai infeksi sekunder. Sebagian
besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.Tempat
predileksi ialah kedua pipi (sering disebut melk eczema karena air susu), lipat siku dan
lipat lutut, biasanya simetris.

10

Gambar 3. Dermatitis atopik pada kedua pipi 9


2. Fase anak (4 10 tahun)
Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de novo). Kelainan
kulit telah berubah bentuknya dan umumnya sudah tidak eksudatif lagi. Mulai terlihat
likenifikasi dan hipopigmentasi dengan papula miliaris dan mungkin infeksi sekunder.
DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.
Predileksi pada lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan
leher.

Gambar 4. Dermatitis atopik pada lipat lutut anak 10


3. Fase remaja - dewasa (13 - 30 tahun)
Lokasi lesi di Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis.
Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, dahi, sekitar mata.
Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan
pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya pada bibir (kering, pecah,
bersisik), vulva, puting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di
daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar
cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama. Bisa didapati
ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi.
11

Gambar 5. Dermatitis atopik pada lipat lutut dewasa 10


DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua.Umumnya DA
remaja dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia 30 tahun,
jarang sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua.1

2.10 Diagnosis
KRITERIA MAYOR
KRITERIA MINOR
Pruritus
Serosis
Dermatitis di muka/ ekstensor pada bayi dan Infeksi kulit khususnya S.aureus dan Herpes
12

anak-anak
simplex
Dermatitis flexura pada dewasa
Dermatitis non spesifik pada kaki dan tangan
Dermatitis kronik
Iktiosis / hiperlinearis Palmaris
Riwayat atopi pada penderita atau pada
Pitiaris alba
keluarga penderita
Dermatitis papilla mammae
White dermatografism dan delayed blanched
response
Keylitis
Lipatan infra orbital dennie-morgan
Konjungtivitis berulang
Keratokonus
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat atau eritema
Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap makanan
Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan atau emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan positif
Kadar IgE di dalam serum meningkat
Awitan pada usia dini
Tabel 1. Kriteria Dermatitis Atopik.1
Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor. Untuk bayi,
kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
1. Kriteria Mayor
Riwayat atopi pada keluarga
Dermatitis di muka atau ekstensor
Pruritus
2. Ditambah 3 kriteria minor :
Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris
Fisura belakang telinga
Skuama di scalp kronis1

13

2.11 Penatalaksanaan
Non medikamentosa:

Hindari semua faktor luar yang mungkin menimbulkan manifestasi klinik


Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)
Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)
Hindari pemakaian bahan yang merangsang seperti sabun keras (gunakan emolien) dan

bahan pakaian dari wol


Bila terasa gatal baiknya jangan digaruk ,dapat dikompres basah5

Medikamentosa
Sistemik :

Antihistamin untuk mengurangi rasa gatal dan sebagai penenang


Kortikosteroid jika gejala klinis berat dan sering mengalami kekambuhan
Jika ada infeksi sekunder diberi antibiotik seperti eritromisin, tetrasiklin untuk

mengurangi infeksi
Siklosporin juga dapat diberikan karena dapat membuat suatu kompleks yang akan
menekan sitokin. Diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit
kambuh kembali.1

Topikal:

Pada bentuk bayi diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping sedikit, misalnya

krim hidroklortison 1-1,5%


Pada bentuk anak dan dewasa dengan likenifikasi dapat diberi kortikosteroid kuat seperti
betametason dipropionat 0,05% atau desoksimetason 0,25%. Untuk efek yang lebih kuat,
dapat dikombinasi dengan asam salisilat 1-3% dalam salep.1

2.12 Prognosis
Sulit meramalkan prognosis dermatitis atopik, karena adanya peran multifaktorial. Faktor yang
berhubungan dengan prognosis kurang baik adalah:1
-

DA yang luas pada anak


Menderita rinitis alergika dan asma bronkiale
14

Riwayat DA pada orang tua atau saudaranya


Awitan (onset) DA pada usia muda
Kadar IgE serum sangat tinggi.

Prognosis lebih buruk bila kedua orang tua menderita DA. Diperkirakan 30 50% penderita DA
infantil akan berkembang menjadi asma bronkiale atau hay fever. 1

Bab III
Kesimpulan
Dermatitis atopik adalah dermatitis yang sering terjadi pada orang yang mempunyai riwayat
atopi dan berhubungan erat dengan genetic dan respon imun, serta merupakan jenis dermatitis
yang paling sering dijumpai. Seringkali dermatitis atopik tidak dianggap sebagai penyakit mayor,
tetapi dianggap sebagai kondisi minor. Penderita dermatitis atopik mempunyai tingkat ambang
rasa gatal yang rendah, gatal dapat hilang timbul sepanjang hari tetapi umumnya lebih hebat
pada malam hari serta adanya stigmata atopik pada pasien maupun keluarga yang lain. Tempat
predileksi adalah hal yang paling penting untuk diketahui dari pasien dermatitis atopik.
Manifestasi klinis dermatitis atopik berbeda pada setiap tahapan atau fase perkembangan
kehidupan, mulai dari saat bayi hingga saat dewasa. Dermatitis Atopik bisa hilang sendiri pada
fase infantil namun juga dapat berlanjut ke fase berikutnya. Dapat diberikan tatalaksana non-

15

medikamentosa bergantung pada tingkat keparahan penyakit, beberapa pasien mungkin


membutuhkan kortikosteroid topikal dengan potensi rendah untuk terapi pemeliharaan.

Daftar Pustaka
1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi-6. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013. h. 130-1, 139-47, 148-50.
2. Gleadle, Jonathan. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. h. 42-3.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 25-7.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, penyunting. Kapita selekta
kedokteran. Jilid-1. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2008. h. 90-2.
5. Staf pengajar ilmu kesehatan anak. Buku kuliah: Ilmu kesehatan Anak. Jilid-1. Edisi-11.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2007. h. 234-7.
6. Siregar RS. Atlas berwarna: Saripati penyakit kulit. Edisi-2. Jakarta: EGC; 2004. h. 10712, 120.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h. 1430-2.
16

8. Corwin EJ. Buku saku: Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009. h.107-9.
9. Cole GW, Shiel WC.Eczema (Atopic Dermatitis) Pictures Slideshow: Causes, Symptoms
and

Treatment.

Thursday,

2012

March

22.

diunduh

dari:

http://www.medicinenet.com/eczema_atopic_dermatitis_pictures_slideshow/article.htm,
21 April 2013.
10. Simpson EL, Hanifin JM. Atopic eczema: Periodic synopsis. J Am Acad Dermatol; 2005
Jul;53(1):115-28.

17

Anda mungkin juga menyukai