Anda di halaman 1dari 23

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Anatomi dan Fisiologi
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen. Jika lambung kosong
berbentuk tabung J dan jika penuh seperti buah alpukat raksasa Kapasitas normal
lambung adalah sebesar 1-2 L. Fungsi lambung sebagai tempat penyimpanan,
pencampuran, dan pengosongan cairan lambung ( kimus/ makanan yg bercampur
dengan sekret lambung ) ke duodenum.
Bagian utama dari lambung terdiri dari :
1. Fundus
2. Badan lambung
3. Pylorus

1. Kardia adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari kerongkongan itu
sendiri .
2. Fundus adalah bagian tengah, bentuknya membulat.
3. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang berhubungan dengan usus 12 jari atau
sering disebut duodenum.

Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni :


1. Mucosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti
enzim, asam lambung, dan hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk
memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak
volume getah lambung yang dapat dikeluarkan.
2. Submucosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan
untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa
nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut.
3. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis.
Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan
menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan
4. Gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan
makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu serosa berfungsi
sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan
untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh
lainnya.
Di lapisan mucosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan,
yaitu :
1. Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan
terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung.
2. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang
berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal
memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam
lambung mencapai pH 2.
3. Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam
bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim
tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat
menyebabkan kematian pada sel tersebut.

Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang


menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap makanan
secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung
mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin.
a. Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi molekul yang
lebih kecil.
b. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan makanan.
c. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia, berperan
sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca 2+ dari susu
sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renim susu yang berwujud cair
akan lewat begitu saja di dalam lambuing dan usus tanpa sempat dicerna.
d. HCl(Asam Klorida) merupakan enzim yang berguna untuk membunuh kuman dan
bakteri pada makanan.
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan menjadi
lembut seperti bubur, disebut chyme (kim) atau bubur makanan. Otot lambung bagian
pilorus mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Caranya,
otot pilorus yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuk
kim yang bersifat asam.
Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan berkontraksi
(mengerut) jika tersentuh kim. Jadi, misalnya kim yang bersifat asam tiba di pilorus
depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh karena makanan
asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan tersebut dicerna
sehingga keasamanya menurun.
Makanan yang bersifat basa di belakang pilorus akan merangsang pilorus
untuk membuka. Akibatnya, makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum.
Demikian seterusnya. Jadi, makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal
demi segumpal agar makanan tersebut dapat tercerna efektif. Seteleah 2 sampai 5
jam, lambung kosong kembali.

Fungsi Motorik

Fungsi Pencernaan

Fungsi

Penyimpanan makanan Pencernaan

Pencernaan protein oleh

reservoir

dan sedikit demi sedikit protein

pepsin dan HCL dimulai

dicernakan

saat

bergerak

kemudian
ke

saluran

ini,

sedangkan

Karbohidrat dan Lemak

cerna

dalam lambung sangat

Fungsi

Memecahkan makanan Sintesis

mencampur

menjadi

kecil
dan Sintesis dan pelepasan

partikel- pelepasan

gastrin dipengaruhi oleh

partikel kecil yang di gastrin

protein

campur dengan getah

peregangan

lambung / HCL melalui

rangsangan vagus

kontraksi

otot

yg

dimakan,
dan

yg

Fungsi

mengelilingi lambung
Diatur oleh permukaan Sekresi

Memungkinkan absobsi

pengosonga

sfingter

vit B2 dari usus halus

n lambung

dipengaruhi
viskositas,

pilorus

yg F intrinsik
oleh Sekresi mukus

bagian distal

keasaman,

volume dan di atur oleh


saraf dan hormonal

Membentuk

selubung

yg melindungi lambung
dan sbg pelumas shg
mkanan mdh di angkut

Lambung memproduksi kimus yg merupakan material yg terdiri atas :cairan


perekat, asam kuat dan komponen pencerna makan Ada 3 fase kerja lambung yg
dipengaruhi oleh sekresi kimus :

2. Fase sefalik
Mempersiapkan lambung dr kedatangan makanan durasi sangat pendek (dalam
menit).
Mekanisme : neural melalui serabut preganglion nervus vagus dan sinap sinap di
dalam pleksus sub mucosal
Aksi : meningkatkan vol lambung, stimulasi mukus, enzim2, produksi asam dan
pelepasan gastrin oleh sel2 G
3. Fase gaster
Memulai pengeluaran sekresi dari kimus permulaan digesti protein oleh pepsin
Durasi : 3-4 jam. Terjadi pelepasan gastrin oleh sel sel G dan pelepasan histamin
oleh sel mast sbg proteksi thd reaksi antigen antibody dari beberapa makanan
tertentu
Meningkatkan produksi asam dan pepsinogen meningkatkan motilitas dan proses
penghancuran material
3.

Fase intestinal
Mengontrol pengeluaran kimus ke duodenum
Durasi : lama ( berjam-jam)
Stimulasi dari CCK, GIP, Umpan balik dlm menghambat asam lambung,
pepsinogen dan pengurangan motilitas lambung.
2.2 Definisi Ulkus Peptikum
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai
indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009).
Ulkus peptikum merupakan erosi lapisan mukosa biasanya di lambung atau
duodenum (Corwin, 2009).
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas
di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub mukosa hingga lapisan otot
dari suatu daerah saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011).
2.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang menderita ulkus peptikum dan sekitar
350.000 kasus baru terdiagnosa setiap tahunnya. Di Amerika Serikat sekitar 3000
orang meninggal dunia akibat ulkus duodenum dan 3000 akibat ulkus lambung.
Pasien yang di rawat akibat ulkus duodenum berkurang sekitar 50% dari tahun 1970
-1978 tapi untuk ulkus lambung tidak ada penurunan. Ada bukti bahwa merokok,
penggunaan rutin aspirin, dan penggunaan steroid yang lama menyebabkan ulkus
peptikum. Faktor genetik memainkan peranan penyebab ulkus peptikum. Beberapa
bukti menunjukkan bahwa kopi dan pengganti aspirin mungkin mempengaruhi ulkus,
tapi banyak penelitian menunjukkan alkohol tidak merupakan penyebab ulkus (Kurata
JH, 1984).
Prevalensi kemunculan ulkus peptikumberpindah dari yang predominan pada
pria ke frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 %
pada pria dan 8-11 % pada wanita. Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah
kemunculan ulkusmengalami penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk ulkus
duodenum, dan jumlah meningkat pada wanita usia tua. (Anand, 2012).
2.4 Etiologi
Diketahui ada dua faktor utama penyebab ulkus peptikum, yaitu,infeksi
Helicobacter pylori, dan penggunaan NSAID (Lam, 1994).
1. Infeksi Helicobacterpylori
Kasus

ulkus

peptikum

kebanyakan

disebabkan

oleh

infeksi

Helicobacterpylori dan penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus duodenum di


Amerika Serikat akibat Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang
75%. Dalam salah satu penelitian, pasien yang tidak menggunakan NSAID, 61%
merupakan penderita ulkus duodenum dan 63% merupakan penderita ulkus lambung
positif terinfeksi Helicobacter pylori. Hasil ini lebih rendah pada ras kulit putih
dibandingkan ras yang tidak berkulit putih.
Helicobacter pylori adalah suatu hasil gram-negatif, spiral dengan flagella
multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. Helicobacter pylori tidak

menyerang jaringan. Organisme menghuni dalam gel lendir yang melapisi sel
epitelial, dengan bagian kecil dari Helicobacter pylori melekat langsung pada sel
epitelial. Kebanyakan orang yang terinfeksi Helicobacter pylori mempunyai
neutrofil-neutrofil dalam lamina propia dan kelenjar epitel dan suatu peningkatan
dalam sel radang kronik pada lamina propia. Kolonisasi Helicobacter pylori dalam
duodenum terbatas pada daerah metaplasia lambung dan ditemukan dala m epitelium
pasien dengan ulkus duodeni (Mc.Guigan,2001).
Kuman Helicobacter pylori bersifat mikroaerofilik dan hidup di lingkungan
yang unik, di bawah mukus dinding lambung yang bersuasana asam. Kuman ini
mempunyai enzim urease yang dapat memecah ureum menjadi amonia yang bersifat
basa, sehingga tercipta lingkungan memungkinkan kuman ini bertahan hidup (Rani,
2001).
Terdapat hubungan timbal balik antara infeksi Helicobacter pylori, gastritis
dengan asam lambung. Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan
meningkatkan sekresi asam lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum
Inflamasi pada antrum akan menstimulasi sekresi gastrin, yang selanjutnya akan
merangsang sel pariental untuk meningkatkan sekresi asam lambung (Rani, 2001).
.

NSAID
Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab

umum. Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat mukosa


rentan rusak. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDmenderita efek
samping pada saluran gastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan peningkatan
resiko ulkus duodenum pada penggunaan NSAID seperti riwayat ulkus peptikum
sebelumnya, umur yang sudah tua, perempuan, penggunaan NSAID dengan dosis
tinggi, penggunaan NSAID jangka panjang, dan penyakit penyerta yang parah.
Penelitian jangka panjang menemukan bahwa pasien dengan penyakit artritis dengan
umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur menggunakan aspirin dosis rendah dapat
meningkatkan resiko dyspepsia yang cukup parah apabila menghentikan penggunaan

NS AID. Walaupun prevalensi kerusakan saluran gastrointestinal akibat penggunaan


NSAID pada anak tidak diketahui, sepertinya bertambah,terutama pada anak-anak
dengan penyakit artritis kronis yang diobati dengan menggunakan NSAID.
Ditemukan kasus ulserasi lambung dari penggunaan ibuprofen dengan dosis rendah
pada anak -anak (Anand,2012).
Faktor lain yang dapat menyebabkan ulkus peptikum yaitu :
.

Peningkatan sekresi asam


Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian awal
duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal, bahkan
sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari peningkatan asam ini
mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan pada hewan ditambah bukti
adanya perangsangan berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia
yang menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung yang
berlebihan (Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya
adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan

merokok.
Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan,
gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat (Lewis, 2000). Bila
kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan kondisi
ulkus peptikum menjadi lebh parah.

Refluks usus lambung


Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas yang
berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi
kerusakan epitel mukosa.

2.5 Faktor Resiko


a. Konsumsi Rokok
Bukti yang cukup kuat menunjukkan bahwa mengonsumsi rokok merupakan
faktor yang cukup besar yang berhubungan dengan kejadian, lama kejadian, rekurensi

dan komplikasi dari ulkus peptikum yang disebabkan oleh Helicobacterpylori.Suatu


penelitian epidemiologi menunjukkan merokok meningkatkan resiko baik ulkus
duodenal maupun ulkus lambung dan resikonya tergantung pada jumlah rokok yang
dikonsumsi. Merokok memperlambat penyembuhan ulkus, menyebabkan rekurensi ,
dan meningkatkan resiko komplikasi. Berhenti merokok sangat penting untuk
mencegah rekurensi dari ulkus duodenal.
b. Konsumsi Alkohol
Konsentrasi tinggi dari alkohol menyebabkan kerusakan pembatas mukosa
lambung terhadap ion hidrogen dan berhubungan dengan lesi mukosa lambung akut
yang disebabkan pendarahan mukosa. Alkohol sendiri menstimulasi sekresi asam, dan
komposisi dari minuman beralkohol selain dari alkohol juga menstimulasi sekresi
asam.
c. Faktor Psikologi
Faktor psikologis walaupun belum diketahui dengan pasti mekanismenya,
juga dapat meningkatkan resiko ulkus peptikum. Stres psikologi dapat menyebabkan
perilaku menyimpang seperti meningkatkan konsumsi rokok, konsumsi alkohol,
penggunaan obat -obatan dan kurang tidur yang bisa menyebabkan pertahanan
mukosa rusak sehingga bisa mengarah pada ulkus. Perilaku menyimpang tadi juga
bisa menyebabkan sekresi asam berlebihan, aliran darah berkurang, motilitas lambung
meningkat, motilitas usus menurun sehingga menyebabkan jumlah asam yang
memasuki usus meningkat. Kekebalan tubuh juga dapat menurun
2.6 Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak
dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin).
Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin
atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang
rusak tidak dapat mensekresi mucus yang cukup untuk bertindak sebagai barier
terhadap asam klorida.

Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :


1.

Serolitik

2.

lambung

3.

usus
Karena fase ini terkait dan tidak saling tergantung satu sama lain, gangguan

pada salah satu fase dapat terjadi ulcerogenik.


a. Sefalik Fase pertama
Dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa makanan yang
bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal.
Intinya, makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek
pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli gastroenterology
menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung
atau penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat
lambung kosong adalah iritan yang signifikan.
b. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan.
c. Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap
menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada
manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang
disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi
pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan secara
kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan
tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam
hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida

kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke


dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa
lambung. Barier ini adalah pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang
dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Apapun yang menurunkan yang mukosa
lambung atau yang merusak mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat
antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam kategori
ini.
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa
bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab
yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa
nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain
menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local
yang mamulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan
makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun
bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri
tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada
epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun
dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada
esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi
asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan

parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi di
sekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,
biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam
lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang
dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang mengalami akibat
ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan
gejala setelahnya. (Bruner and Suddart, 2001)
2.8 Diagnosa
Kriteria terpenting pada diagnosis tukak duodenum adalah nyeri khas yang
hilang oleh makanan. Anamnesis tidak begitu informatif seperti pada penderita tukak
lambung, sebab gejala tidak enak pada epigastrum lebih sering timbul. Biasanya tidak
mungkin untuk membedakan antara tukak lambung dan duodenum hanya dari
anamnesis saja (Wilson dan Lindseth, 2005).
Diagnosis tukak peptik biasanya dipastikan dengan pemeriksaan barium
radiogram. Bila radiografi barium tidak berhasil membuktikan adanya tukak dalam
lambung atau duodenum tetapi gejala-gejala tetap ada, maka ada indikasi untuk
melakukan pemeriksaan endoskopi. Peneraan kadar serum gastrin dapat dilakukan
jika diduga ada karsinoma lambung atau sindrom Zolliger-Ellison (Wilson dan
Lindseth, 2005).
Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan pengamatan klinis, hasil
pemeriksaan

radiologi

dan

endoskopi,

disertai

biopsi

untuk

pemeriksaan

histopatologi, tes CLO (Campylobacter Like Organism), dan biakan kuman


Helicobacter pylori. Secara klinis pasien mengeluh nyeri ulu hati kadang-kadang
menjalar ke pinggang disertai mual dan muntah (Tarigan, 2001).
a. Endoskopi

Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus peptikum.


Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya yang tinggi di beberapa negara seperti
Amerika Serikat. Keputusan untuk melakukan endoskopi pada pasien yang diduga
menderita ulkus peptikum didasarkan pada beberapa faktor. Pasien dengan
komplikasi ulkus peptikum seperti pendarahan memerlukan evaluasi endoskopi untuk
mendapatkan diagnosis yang akurat agar pengobatannya berhasil.
Pemeriksaan endoskopik saluran makanan memudahkan diagnosis tepat ulkus
duodenum. Endoskopik tidak diperlukan untuk diagnosis ulkus duodeum jika telah
dikenali dengan pemeriksaan radiografik barium. Akan tetapi endoskopi mungkin
paling besar nilainya:
1.

Dalam mendektesi ulkus duodenum yang dicurigai pada tiadanya ulkus yang

dapat diperlihatkan secara radiografik


2. Pada pasien dengan deformitas radiografik dan ketidakpastian mengenai aktivitas
ulkus
3. Dalam mengenali ulkus yang terlampau kecil atau terlampau dangkal untuk
4.

dikenali dengan sinarx


Dalam mengenali (atau meniadakan), ulkus sebagai sumber pendarahan saluran
makanan yang aktif.
Endoskopi memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus,

ukuran, bentuk dan lokasinya dan dapat memberikan suatu dasar/ basis referensi
untuk penilaian penyembuhan ulkus (Mc.Guigan, 2001).
b. Radiografi
Pemeriksaanradiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas juga bisa
menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah paparan radiasi.
Keuntungan endoskopi bisa melakukan biopsi mukosa untuk mendiagnosa
Helicobacterpylori, sedangkan radiografi terbatas dalam praktik dunia kedokteran
modern (Vakil, 2010).
c. Hasil Biopsi
Tidak menunjukkan adanya keganasan
d. Pemeriksaan tes CLO(Compylobacter Like Organism) / PA (Pyloric Antrum)

Untuk menunjukkan apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam rangka


eradikasi kuman (Tarigan, 2001).
Dalam perkembangannya jenis tes diagnostik infeksi Helicobacter pylori
adalah sebagai berikut:
a. Non Invasif
1. Serologi : I 9G, I 9A anti Helicobacter pylori
2. Urea breath test : 13C, 14C
b. Invasif / endoskopik
1. Tes urease : CLO (Campylobacter Like Organism), MIU (Motilit Indole Urease)
2. Histopatologi
3. Kultur mikrobiologi
4. Polymerase chain reaction (Rani, 2001).
2.9 Komplikasi
a. Kadang-kadang suatu ulkus menembus seluruh lapisan mukosa sehingga terjadi
perforasi usus, karena isi usus tidak steril, hal ini dapat menyebabkan infeksi
rongga abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat dan menyebar. Nyeri ini tidak
hilang dengan makan atau antasida.
b. Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cidera, peradangan dan
pembentukan jaringan perut yang berulang-ulang. Obstruksi paling sering terjadi
di saluran sempit antara lambung dan usus halus ada di pylorus (Sfingter di lokasi
ini).
c. Dapat terjadi perdarahan apabila ulkus menyebabkan erosi suatu arteri atau vena di
usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah darah) atau melena
(keluarnya darah saluran GI atas melalui tinja). Apabila perdarahannya hebat dan
mendadak, maka dapat timbul gejala-gejala syok. Apabila perdarahannya lambat
dan samar maka dapat terjadi anemia hipokronik mikrosisik.
2.10 Penatalaksanaan Tukak Peptik

Tujuan pengobatan tukak peptik adalah menghilangkan keluhan/ gejala


penderita, menyembuhkan tukak, mencegah relaps/ kekambuhan dan mencegah
komplikasi. Secara garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman
H.Pylori serta pengobatan/pencegahan gastropati NSAID (Tarigan, 2001). Pada saat
ini, penekanan pengobatan ditujukan pada peran luas infeksi Helicobacter pylori
sebagai penyebab ulkus peptikum. Eradikasi Helicobacter pylori infeksi dapat
dilakukan pengobatan antibiotik yang sesuai. Penderita ulkus harus menghentikan
pengobatan dengan NSAID atau apabila hal ini tidak dapat dilakukan pemberian
agonis prostaglandin yang berkerja lama, misalnya misoprostol (Ganong, 2003).
Dalam memberikan terapi terhadap tukak peptik akut pada umumnya serupa
dengan penderita tukak peptik kronik. Bila ditemukan penderita dengan keluhan
berat,maka sebaiknya dirawat di rumah sakit, serta perlu istirahat untuk beberapa
minggu. Penderita dengan keluhan ringan umumnya dapat dilakukan dengan berobat

jalan (Akil,2006). Secara garis besar pengelolaan penderita dengan tukak peptik
adalah sebagai berikut:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologi
1. Istirahat
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang berhasil
atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap. Penyembuhan akan lebih cepat
dengan rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh
bertambahnya jam istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan
analgesik. Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam
lambung dan penyakit tukak (Tarigan, 2001).
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih
baik daripada makanan biasa, karena makanan halus akan merangsang pengeluaran
asam. Cabai, makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat
menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien tukak dan dispepsia non tukak,
walaupun belum dapat dibuktikan keterkaitannya (Tarigan, 2001).
3. Kurangi merokok
Merokok menghalangi penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum, menambah refluks
duogenogastrik

akibat

relaksasi

sfingter

pilorus

sekaligus

meningkatkan

kekambuhan tukak (Tarigan, 2001).


4. Tidak Mengkonsumsi Minuman Asam dan Bersoda
Alkohol belum terbukti mempunyai efek yang merugikan. Air jeruk yang asam,
coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik pada mukosa lambung
tetapi dapat menambah sekresi asam dan belum jelas dapat menghalangi
penyembuhan tukak dan sebaiknya diminum jangan pada waktu perut sedang
kosong (Tarigan, 2001).

b. Penatalaksanaan Farmakologi
1. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi
dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel pariental lambung. Bila
histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya
tempat ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka
asam tidak akan dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala,
kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda, 2005).
Tabel 1. Obat-obat Antagonis Reseptor H2 (Lacy dkk, 2008).
Obat Dosis Frekuensi

Obat Dosis Frekuensi

Obat Dosis Frekuensi

Simetidin

Per oral : 300 mg


400 mg
800 mg
IV
: 300 mg
Per oral :150 mg
300 mg
IV
: 50 mg
Per oral : 20 mg
40 mg
IV
: 20 mg
Per oral : 150 mg
300 mg

4x sehari
2x sehari
1x sehari
4x sehari
2x sehari
1x sehari
3-4x sehari
2x sehari
1x sehari
1x sehari
2x sehari
1x sehari

Ranitidin

Famotidin

Nizatidin Per

Kemampuan antagonis reseptor H2 menurunkan asam lambung disamping


dengan toksisitas rendah merupakan kemajuan dalam pengobatan penyakit. Hasil dari
beberapa uji klinik menunjukkan obat-obat ini dapat menjaga gejala dengan efektif
selama episode akut dan mempercepat penyembuhan tukak duodenal (Ghosh dan
Kinnear, 2003).
2. PPI (Proton Pump Inhibitor)

Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan
memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan
asam dari kanalikuli serta pariental ke dalam lumen lambung. Panjang dapat
menimbulkan kenaikan gastin darah dan dapat menimbulkan tumor karsinoid pada
tikus percobaan. Pada manusia belum terbukti gangguan keamanannya pada
pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001).
Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal.
Dengan pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada
penyakit liver dan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 1530mg/hr, Rabeprazol 20 mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr
(Lacy dkk,2008).
Inhibitor pompa proton memiliki efek yang sangat besar terhadap produksi
asam. Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa
lambung, yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya
(Parischa dan Hoogerwefh, 2008). Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi
sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan
menyusui sebaiknya menghindari penggunaan PPI (Lacy dkk, 2008).
3.

Sulkrafat
Pada kondis i adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein

mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi
dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain
menghambat hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor
pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008).
Dosis sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang
sering dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda,
2005).
4. Koloid Bismuth

Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein


pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat
2x2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan
dengan pendarahan (Tarigan, 2001).
5. Analog Prostaglandin : Misoprostol
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus,sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya
digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan
OAINS. Dosis 4 x 200mg atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare,
mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada
wanita yang bakal hamil (Tarigan, 2001).
Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis (kondisi penyakit
bertambah parah) pada pasien yang menderita penyakit radang usus, sehingga
pemakaiannya harus dihindari pada pasien ini. Misoprostol dikontaindikasikan selama
kehamilan, karena dapat menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan
kontaktilitas uterus. Sekarang ini misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh
United States Food and Drug Administration (FDA) untuk pencegahan luka mukosa
akibat NSAID (Parischa dan Hoogerwefh, 2008).
5. Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat
dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat
yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium
menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh
sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari
malam dan sebelum tidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis,
barbiturat, salisilat, dan kinidin (Tarigan, 2001).

A. Terapi tukak peptik yang disebabkan Helicobacter pylori


a. Terapi dual
Terapi Dual meliputi kombinasi PPI (Proton pump inhibitor) dengan
amoksisilin atau klaritromisin. Terapi ini memiliki tingkat resistensi tinggi.
b. Terapi tripel
Regimen terapi tripel menggunakan kombinasi dua antibiotik dan satu obat
antisekretori, yakni sebagai berikut :
Tabel 2. Regimen Terapi Tripel Eradikasi H. pylory (Berardy dan Lynda, 2005).
Obat 1

Obat 2

Obat 3

Proton pump inhibitor, meliputi : Klaritromisin 500 mg Amoksisilin 1g 2x sehari/


Omeprazol 20 mg 2x sehari/ 2x sehari
metronidazol 500 mg 2x
lansoprazol 30 mg 2x sehari/
sehari.
pantoprazol 40 mg 2x sehari/
esomeprazol 40 mg 1x sehari/
rabeprazol 20 mg 1x sehari
c. Terapi kuadrupel
Regimen terapi kuadrupel menggunakan kombinasi bismut subsalisilat, dua
antibiotik dan satu obat antisekretori, yakni sebagai berikut:
Tabel 3. Regimen terapi kuadrupel eradikasi H. pylory Obat (Berardy dan Lynda,
2005).
Obat 1
Bismut
subsalisilat
525 mg 4x
sehari.

Obat 2

Obat 3

Proton pump inhibitor,


Metronidazol 250(Omeprazol 40 mg 2x sehari/ 500 mg 4x sehari.
lansoprazol 30 mg 2 x sehari/
pantoprazol 40 mg 2x sehari/
esomeprazol 40mg 1x sehari/
rabeprazol 20 mg 1x sehari).

B. Terapi Tukak Peptik yang disebabkan NSAID

Obat 4
Tetrasiklin 500 mg
4xsehari/ amoksisilin
500mg
4 x sehari/
klaritromisin 250-500
mg 4 x sehari.

Pengguna NSAID jangka panjang memiliki 2% sampai 4% resiko


berkembangnya ulcer simtomatik, pendarahan GI atau bahkan perforasi. Jika NSAID
dihentikan maka pengobatan diberikan standar regimen H2 reseptor antagonis, PPI
atau sulkrafat. Jika penggunaan NSAID dilanjutkan maka NSAID dapat diganti
dengan inhibitor COX-2 selektif atau dapat diterapi dengan menggunakan PPI atau
misoprostol. PPI merupakan pilihan yang tepat untuk penggunaan NSAID daripada
H2 reseptor antagonis atau sulkrafat, karena selain dapat menekan produksi asam, PPI
juga mempunyai efek dapat mencegah kekambuhan ulcer (Berardy dan Lynda, 2005).
Tabel 4. Regimen Terapi Obat Untuk Penyembuhan Tukak Peptik (Berardy dan

Lynda, 2005).
Mengobati tukak
lambung dan
duodenum (mg/dosis)

Terapi pemeliharaan tukak


lambung dan duodenum
(mg/dosis)

Omeprazol

20-40

20-40

Lansoprazol

15-30

15-30

Rabeprazol

20

20

Pantoprazol

40

40

Esomeprazol

20-40

20-40

Obat
a. Penghambat pompa proton

b. H2-RA
Simetidin

300 (4kali sehari)


400 (2kali sehari)

400-800

800
Famotidin
Nizatidin
Ranitidin
Sukralfat (g/dosis)

20 (2kali sehari)
40
150 (2kali sehari)
300
150 (2kali sehari)
300
1( 4kali sehari)

20-40
150-300
150-300
1-2 (2kali sehari)

2 (2kali sehari)

1 (4kali sehari)

c. Penatalaksanaan dengan Tindakan Operasi


Tujuan utama dari terapi pembedahan pada tukak peptik adalah
1. Untuk menekan faktor agresif terutama sekresi asam lambung dan pepsin terhadap
patogenesis tukak peptik.
2. Pada tukak lambung terutama untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di
antrium dan mengoreksi statis di lambung (Akil, 2006).
Indikasi operasi tukak peptik:
1. Gagal pengobatan.
2. Adanya komplikasi perforasi, pendarahan dan stenosis pilori.
3. Tukak peptik dengan sangkaan keganasan (Tarigan, 2001).

Tindakan pembedahan ada dua macam yaitu:


1. Reseksi bagian distal lambung atau gastrektomi sebagian (partial gastrectomy).
2. Vagotomi yang bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama pada
tukak duodenum (Akil, 2006).
d. Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi endoskopi,
seperti menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar pendarahan berhenti
(Keshav, 2004).

Anda mungkin juga menyukai