Anda di halaman 1dari 30

DISKUSI TOPIK

MIKROPENIS

Pembimbing:
dr. Irene Akasia O., SpA

Disusun Oleh:
Tjiang Kelvin Candiago
07120110030

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Mikropenis didefinisikan sebagai panjang penis yang merenggang kurang dari


2,5 standar deviasi (SD) rata-rata untuk usianya1. Biasanya bentuk anatomis serta
perbandingan batang penis dengan diameternya dalam batas normal. Pengukuran
penis sebaiknya dilakukan saat penis dalam keadaan teregang (stretched) dan harus
pula dibedakan dengan keadaan lain yang dapat menyebabkan penis terlihat lebih
kecil, seperti pada buried penis ataupun pada penis yang terselubungi oleh perlekatan
kulit yang abnormal (webbed penis). Istilah mikropenis berkenaan dengan bentuknya
yang normal, dan istilah microphallus digunakan ketika berhubungan dengan adanya
hypospadias1.
Mikropenis merupakan keadaan yang didefinisikan sebagai penis yang kecil
yang tidak berkaitan dengan ambiguitas genitalia eksterna seperti hipospadia 1. Hal ini,
disebabkan akibat single gene disorder atau multifactorial disorder (genetik dan
faktor lingkungan). Karena perkembangan genitalia eksterna pria yaitu, pertumbuhan
penis, terutama disebabkan oleh efek androgen, gen-gen yang terlibat dalam produksi
gonad dan aksi androgen perifer dapat memengaruhi perkembangan mikropenis.
Enzim 5 -reduktase-2 berperan penting dalam diferensiasi seks pria
melalui konversi testosteron menjadi 5 -dihydrotestosterone (DHT) di jaringan
perifer organ target2. Telah diketahui maskulinisasi duktus Wolffian terutama
disebabkan oleh hormon testosteron, dimana maskulinisasi genitalia eksterna, uretra,
dan prostat disebabkan oleh hormon 5 -DHT2. Sehingga, defisiensi 5 reductase-2, meskipun dengan adanya perkembangan duktus Wolffian, menghasilkan
berbagai derajat pseudohermaphroditism pria dengan genitalia eksterna yang tidak

termaskulinisasi, terutama tergantung pada aktivitas residu enzim.


Rata-rata panjang penis merenggang pada bayi laki-laki cukup bulan 3,5cm.
Ukuran 2,5 SD dibawah rata-rata, pada bayi laki-laki yang lahir cukup bulan
didefinisikan sebagai mikropenis dan memerlukan evaluasi1. Pertumbuhan penis
terutama sepanjang pertengahan hingga akhir masa gestasi. Tuladhar et al melaporkan
hubungan antara panjang penis dan usia gestasi bayi lahir pada usia gestasi 24-36
minggu. Panjang penis dalam centimeter = 2.27 + 0.16 X (usia gestasi dalam
minggu)3.
Adanya skrotum normal dan testis yang teraba mengindikasikan probabilitas
tinggi karyotype yang normal. Bila testis tidak teraba, uretra penis tidak ada, atau
keduanya, pemeriksaan sebaiknya dianggap sebagai ambigu dan dievaluasi untuk
gangguan perkembangan seksual. Setelah beberapa tahun kehidupan awal,
pertumbuhan penis sangat sedikit hingga pubertas ketika kadar testosteron mulai
meningkat.
Secara garis besar, penyebab terjadi mikropenis dapat digolongkan menjadi 3
kelompok yaitu, Gangguan pada produksi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH)
oleh hipotalamus sehingga menyebabkan penurunan produksi LH dan FSH oleh
hipofisis4.
Yang terakhir adalah Idiopatik. Pada keadaan ini, analisis hormonal
menunjukan adanya aksis hipotalamus-hipofisis-testis yang normal.
Mikropenis dapat terjadi akibat adanya gangguan hormonal yang muncul
setelah usia kehamilan 14 minggu4. Diferensiasi genitalia eksterna pada janin laki-laki
selesai pada usia kehamilan 12 minggu 4. Keadaan ini membutuhkan produksi
testosteron secara normal oleh testis janin yang distimulasi oleh human chorionic
gonadotropin (hCG) maternal. Pada tahap akhir, pertumbuhan penis di atur oleh

androgen janin. Produksi hormon ini di atur oleh Luteinizing Hormone (LH) janin,
yang merupakan hormon gonadotropin. Adanya abnormalitas dalam produksi dan
fungsi testosteron, serta adanya defisiensi hormon gonadotropin dapat menyebabkan
terjadinya mikropenis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Seorang pria dikatakan memiliki mikropenis apabila panjang penisnya kurang
dari 2,5 standar deviasi (SD) rata-rata ukuran penis pria normal pada usia tertentu 1.
Acuan ukuran yang dapat dipakai apabila ukuran penis kurang dari 2 cm saat
kelahiran, 2,5 cm saat berusia satu tahun, 4 cm pada masa pubertas, dan 10 cm di
akhir masa pubertas atau saat dewasa4.
Ukuran penis anak yang mengalami mikropenis tidak lebih besar dari ibu jari.
Umumnya, panjang penis pada anak yang baru lahir mencapai 3-4 cm1. Sedangkan
pada umur 1 tahun, rata-rata panjang penis anak mencapai 3-5 cm. Jika ukuran kurang
dari ukuran normal menandakan anak mengalami mikropenis1.

Gambar 1. Gambaran mikropenis

II. Embriologi
Seperti pada penyakit-penyakit kongenital lainya, pemahaman yang baik
mengenai embriologi dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai
penyakitnya.
Dimulai pada usia kehamilan 8 minggu, hormon gonadotropin ibu yang
berasal dari plasenta mulai memberikan stimulasi produksi testosteron dari sel Leydig
janin. Dengan pengaruh dari hormon dihydrotestosteron, produk konversi dari
testosteron, terjadilah diferensiasi penis5. Tuberkulum genitalia berdiferensiasi
menjadi glans penis, lipatan genitalia menjadi batang penis, dan benjolan genitalia
bergerak ke garis tengah (midline) untuk kemudian menjadi skrotum5. Diferensiasi
penis selesai pada usia kehamilan 12 minggu4,5. Selama trimester kedua dan ketiga,
pertumbuhan penis selesai dengan bantuan hormon androgen janin, yang diproduksi
karena stimulasi dari hipofisis janin. Terjadi pertumbuhan ukuran penis yang
signifikan sebesar hampir 20mm dari usia kehamilan 16 minggu sampai 38 minggu5.
Maka dari itu, keadaan mikropenis yang sesungguhnya terjadi karena gangguan
hormon yang terjadi setelah usia kehamilan 12 minggu4,5.

Gambar 2. Proses diferensiasi penis

III. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi

Gambar 3. Anatomi penis dan testis


Yang termasuk organ reproduksi laki-laki adalah, testes, vas deferens, duktus
ejakulatorius, penis, dan kelenjar-kelenjar pendukung antar lain, prostat dan kelenjar
bulbouretra6. Secara garis besar, testes adalah organ yang berfungsi untuk
memproduksi testosteron dan spermatozoa. Setiap testis berukuran 4cm untuk
panjangnya dan volume 20ml7. Testes tersusun atas lobulus-lobulus yang banyak yang
terbuat dari tubulus yang kompleks (tubulus seminiferus) yang didukung oleh jaringan
ikat lunak. Tubulus seminiferus merepresentasikan sebesar 80-85% dari keseluruhan
volume testes6. Tubulus yang terdiri dari lapisan sel epitel yaitu, sel sertoli, yang

membentuk dinding dari tubulus seminiferus. Sel leydig yang dikelilingi oleh jaringan
ikat adalah sel endokrin yang bertanggungjawab untuk produksi hormon androgen
yang paling penting dalam sirkulasi yaitu, testosteron. Produksi testosteron dan
spermatogenesis dikontrol oleh aksis hipotalamus-hipofisis-gonad. Hipotalamus
memproduksi GnRH (gonadotropin releasing hormone), GnRh yang dihasilkan
bergerak menuju sistem portal hipotalamus-hipofisis untuk menstimulasi hipofisis
anterior untuk mensekresikan 2 hormon gonadotropin, LH dan FSH. FSH
menstimulasi sel sertoli untuk memproduksi paracrine growth factor untuk
mendukung terjadinya spermatogenesis. FSH juga menstimulasi produksi inhibin
sebagai respon dari spermatogenesis yang aktif. Androgen membantu
spermatogenesis melalui sel sertoli dan kadar androgen yang tinggi di testis sangat
penting untuk spermatogenesis. Sel Leydig menghasilkan testosteron dibawah
stimulasi dari LH. Konsentrasi testosteron di tubulus seminiferus adalah 80-100 kali
lebih besar dibandingkan di sirkulasi6. Testosteron yang berada di sirkulasi
memberikan umpan balik negatif pada produksi LH dan FSH oleh hipofisis dan pada
produksi GnRH oleh hipotalamus7.
Kumpulan sel sertoli membentuk tight junction yang membentuk blood-testis
barrier yang fungsinya adalah membagi tubulus seminiferus menjadi 2 kompartemen
untuk perkembangan spermatozoa7. Kompartemen yang berada di bawah tight
junction memiliki kontak dengan sirkulasi dan merupakan sebuah ruangan dimana
terjadi perkembangan spermatogonia menjadi spermatosit primer. Fusngi sel sertoli
antara lain, menciptakan lingkungan untuk germ cell dapat berkembang menjadi
dewasa, memberikan signal untuk terjadinya spermatogenesis dan mempertahankan
perkembangan spermatid, meregulasi kelenjar hipofisis dan mengontrol
spermatogenesis7. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sel sertoli bersama dengan sel

leydig merupakan 2 tipe sel yang memegang peran penting untuk fungsi testis.
Penis terdiri dari 2 kompartemen fungsional, korpus kavernosum dan korpus
spongiosum6. Korpus kavernosum adalah korpus yang berpasangan, strukturnya
berbentuk silinder dan merupakan bagian dari penis yang berfungsi untuk terjadinya
ereksi6. Korpus kavernosum memiliki lapisan yang keras pada bagian luarnya yang
disebut tunica albuginea dan jaringan sinusoid yang berbentuk seperti spons yang
nantinya terisi oleh darah saat terjadi ereksi. Jaringan sinusoid dipersarafi oleh nervus
kavernosa yang merupakan saraf otonom yang berasal dari pleksus hipogastrik dan
berfungsi penting untuk ereksi. Pada bagian yang lebih rendah terdapat korpus
spongiosum yang mengelilingi uretra. Korpus spongiosum tidak mempunyai lapisan
tunika yang sama dengan korpus kavernosum, sehingga korpus spongiosum tidak
memberikan efek yang sama saat terjadi ereksi6.

Gambar 4. Korpus kavernosum dan spongiosum pada penis


Fisiologi
Testes mensekresikan 2 hormon steroid yaitu, testosteron dan
dihidrotestosteron6. Testosteron, sebuah hormon steroid dengan rantai C19, disintesis
dari kolesterol oleh sel leydig di testes dan dari androstenedion yang disekresi oleh

korteks adrenal6. Mayoritas testosteron diikat oleh sex-hormone-binding globulin


(SHBG) dan sisanya terikat oleh albumin, hanya sekitar 2% yang tidak terikat oleh
apapun dan berada di sirkulasi6. SHBG disintesis di hati dan dapat meningkat pada
beberapa kondisi klinis. Efek dari peningkatan SHBG di sirkulasi adalah untuk
menurunkan bioavalaible dari fraksi testosteron sehingga, jika kadar total serum
testosteron normal, terjadi hypogonadism pada jaringan karena protein pengikat. Yang
peling sering menyebabkan peningkatan pada SHBG adalah disfungsi hati,
hiperesterogenemia, obesitas dan penuaan6.

Gambar 5. Kadar hormon testosteron pria pada berbagai umur

Dihidrotestosteron adalah turunan dari sekresi langsung dari testes (sebanyak


20%) dan dari konversi di jaringan perifer (sebanyak 80%)7. DHT berada di sirkulasi
aliran darah. Testosteron dan DHT yang berada di sirkulasi darah melewati membran
dari sel target dan masuk kedalam sitoplasma. Testosteron lalu dikonversi menjadi

10

DHT yang lebih poten didalam sel target. Testosteron atau DHT lalu berikatan dengan
reseptor androgen dan membentuk kompleks. Kompleks ini kemudian ditransport
menuju nukleus sel target, dimana kompleks ini akan berikatan dengan DNA dan
menyebabkan sintesis mRNA.

Gambar 6. Kontrol endokrin pada sistem reproduksi pria

Pada janin, androgen dibutuhkan untuk diferensiasi dan perkembangan normal


dari alat genitalia internal dan eksternal laki-laki6. Selama masa pubertas, androgen
dibutuhkan untuk pertumbuhan normal sturktur genitalia pria, termasuk skrotum,
epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Pada saat dewasa,
androgen bersama dengan estrogen menyebabkan pertumbuhan tulang dan otot yang

11

cepat. Androgen juga berfungsi untuk perkembangan karakteristik seks sekunder6.


Pada orang dewasa juga membutuhkan androgen untuk stimulasi eritropoiesis,
empertahankan struktur tulang dan masa otot, serta mempertahankan libido dan fungsi
ereksi pada pria6.

Gambar 7. Mekanisme kerja hormon androgen

Edstradiol diproduksi dari aromatisasi testosteron di sirkulasi perifer6. Enzim


aromatase muncul dalam jumlah yang sangat banyak di jaringan lemak. Maka,
obesitas dapat meningkatkan konversi testosteron sehingga menyebabkan
hiperesterogenemia, hipogonadisme dan penurunan regulasi aksis hipotalamushipofisis-gonad7.

12

IV. Etiologi
Mikropenis adalah sebuah kondisi yang merupakan akibat dari gangguan
hormon yang terjadi pada usia kehamilan setelah 12 minggu 4,5. Mikropenis adalah
sebuah anomali genitalia yang terjadi karena defisiensi hormon testosteron yang
mngakibatkan pertumbuhan dan perkembangan pernis terhambat.
Defisiensi hormon testosteron tidak hanya menyebabkan terhambatnya
perkembangan penis, tetapi juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan organ-organ lain yang menjadi target dari hormon testosteron seperti,
testis yang menjadi kecil. Pasien dengan mikropenis harus diberikan pengawasan
ketat terhadap gangguan endokrin lainnyan dan anomali organ sistem saraf pusat.
Pertumbuhan tulang yang terhambat, anosmia, kesulitan belajar, dan defisiensi
hormon adenokortikotropik dan thyrotropin memiliki hubungan dengan mikropenis4.
Secara garis besar, penyebab dari mikropenis dapat dibagi menjadi tiga
kelompok

besar

yaitu,

hypogonadotropic-hypogonadism

(gangguan

hipofisis/hipotalamus), gangguan testis, dan idiopatik4.


1. Defisiensi sekresi testosteron
A. Hipergonadotropik-hipogonadisme (gangguan gonad primer).
Pada gangguan gonad primer terjadi produksi androgen yang tidak adekuat karena
defisiensi salah satu enzim sintesis testosteron. Ditandai dengan peningkatan
konsentrasi gonadotropin yang disebabkan tidak adanya umpan balik negatif dari
steroid seks gonad. Penyebab terbanyak biasanya dihubungkan dengan kelainan
kariotipe dan somatik, seperti anorchia, sindrom Klinefelter dan Poly X, disgenesis
gonad, defek hormon luteinezing, defek genetik pada steroidogenesis testosteron,
sindrom Noonan, Trisomi 21, sindrom Robinow, sindrom Bardet Biedl, atau
sindrom Laurence Moon.

13

B. Hipogonadotropik-hipogonadisme (gangguan gonad sekunder).


Keadaan ini disebut juga gangguan gonad sekunder, sehingga diperlukan terapi
pengganti (replacement therapy) yang menetap (irreversible). Contoh gangguan
gonad sekunder adalah sindrom Kallman, defisiensi hormon pituitari lain, sindrom
PraderWilli, sindrom LaurenceMoon, sindrom Bardet-Biedl, dan sindrom Rud.

2. Defek pada aksi testosteron.


Kelainan yang termasuk defek aksis testeron adalah defisiensi hormon
pertumbuhan atau insulinlike growth factor I, gangguan reseptor androgen,
defisiensi 5 reduktase dan sindrom fetal hidantoin.

3. Idiopatik
Mikropenis idiopatik dapat ditegakkan jika fungsi jaras hipotalamus gonad
normal, penambahan panjang penis yang mendekati normal sebagai respon
terhadap pemberian testosteron eksogen, dan adanya maskulinisasi normal pada
masa pubertas.

Obesitas juga memiliki pengaruh terhadap kejadian mikropenis. Status gizi


merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pematangan seksual seorang
anak. Pertumbuhan dan perkembangan penis dipengaruhi oleh hormon testosteron
yang disekresi oleh sel Leydig di testis 4. Jika dikaitkan dengan metabolisme hormon,
testosteron memiliki hubungan dengan metabolisme lemak. Tebal lipatan lemak pada
anak dengan obesitas di daerah mons pubis menunjukkan konsentrasi timbunan lemak
dalam tubuh. Timbunan lemak ini dapat meningkatkan produksi kompleks aromatase

14

yang akan mengkatalisasi perubahan testosteron menjadi estrogen 4. Hal ini


menyebabkan anak dengan obesitas sering mengalami penurunan
kadar hormon testosteron, yang dapat menyebabkan mikropenis.

Gambar 8. Etiologi mikropenis

V. Patofisiologi
Pertumbuhan dan perkembangan penis terdiri dari 2 tahap, yaitu :
Tahap I (intrauterin)
Pada akhir formatif phase panjang penis hanya 3,5 mm. Oleh pengaruh
testosteron penis bertambah panjang 10 kali lipat sehingga pada saat lahir panjangnya
3,5 cm.

15

Tahap II (ekstrauterin)
Tahap ini sangat dipengaruhi oleh hormon testosteron (gangguan produksi,
sekresi, maupun kerja testosteron dapat memengaruhi morfogenesis dan/atau ukuran
penis). Penyebab mikropenis lebih banyak dipengaruhi oleh kejadian yang
memengaruhi sekresi atau kerja testosteron pada fase ke-2 perkembangan penis
intrauterin.
Produksi testosteron fetus dan dikonversi menjadi dihydrotestosterone (DHT)
penting untuk perkembangan pria normal. Pada masa awal gestasi, human
chorionic gonadotropin (hCG) plasenta merangsang perkembangan testis untuk
menghasilkan testosteron melalui pengikatan reseptor hormon LH 9. Mendekati usia
gestasi 14 minggu, axis hypothalamic-pituitary-gonadal fetus aktif, dan produksi
testosteron menurun dibawah pengaruh LH fetal8,9. Oleh karena itu , pertumbuhan
penis setelah trimester awal tergantung pada produksi testosteron fetal. Testosteron
dikonversi oleh enzim 5 -reduktase untuk menjadi androgen DHT, yang mana
bertanggung jawab atas virilisasi genitalia eksterna pria9.
Sesaat setelah lahir, terjadi peningkatan pada hormon LH dan testosteron yang
bertahan selama 12 jam, setelah itu gonadotropin (LH-FSH) dan produksi testosteron
menurun9. pada awal umur 1 minggu, kadar gonadotropin dan testosteron mulai
meningkat kembali sampai kadar pubertas, memuncak pada umur 1-3 bulan,
kemudian menurun hingga kadar prepubertas pada usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan,
pertumbuhan penis berikutnya terjadi secara paralel dengan pertumbuhan somatik
umum8. Pertumbuhan hormon juga berperan dalam pertumbuhan penis karena
mikropenis telah diobservasi pada anak anak dengan defisiensi hormon pertumbuhan.
Mikropenis dapat disebabkan oleh defek dimana saja sepanjang aksis

16

hypothalamus-hipofisis-gonad, defek pada kerja hormon androgen di organ perifer,


defisiensi hormon pertumbuhan, atau anomali struktur primer atau merupakan bagian
dari sindrom genetik8. Penyebab paling sering mikropenis adalah abnormalitas fungsi
hipotalamus atau hipofisis8. Pada keadaan abnormalitas fungsi hipotalamus atau
hipofisis, secara normal penis dapat berkembang akibat efek hCG maternal dalam
produksi testosteron fetal, tetapi pertumbuhan penis adekuat tidak terjadi setelah usia
gestasi 14 minggu ketika produksi testosteron tergantung pada sekresi LH pituitari
fetal9. Kegagalan produksi testosteron yang adekuat pada akhir masa gestasi akibat
gangguan testis primer dapat juga menyebabkan pertumbuhan penis yang tidak
adekuat. Mikropenis juga dapat terjadi pada anak dengan defek pada reseptor LH dan
hormon biosintesis testosteron seperti pada defisiensi hormon 17 -hidroksisteroid
dehidrogenase.
Defek pada kerja androgen termasuk defisiensi 5

reduktase (kegagalan

konversi testosteron menjadi DHT) dan parsial androgen insensitivity syndrome


(PAIS) akibat defek reseptor androgen. Namun, kebanyakan anak dengan kondisi ini
memiliki derajat bervariasi penyatuan labioskrotal inkomplit, menyebabkan
hipospadia dan ambiguitas genital.
Saat mikropenis berkaitan dengan hipopituitarisme dan hipoadrenalisme,
fetus dapat berkembang menjadi hipoglikemia, abnormalitas elektrolit, hipotensi, dan
syok8.
Bayi dengan hipoplasi nervus optik atau aplasia harus mendapat perhatian
khusus sebab defek ini dapat bermaksud defisiensi hormon-hormon hipofisis10.
Hipoplasia nervus optik adalah

sebuah kelainan perkembangan sistem saraf.

Diketahui bahwa hipoplasia nervus optik disebabkan oleh adanya gangguan pada
input inhibitorik atau peningkatan pada input eksitatorik pada GnRH, yang

17

menyebabkan gangguan sekresi hormon GnRH dan dapat terjadi pubertas prekoks.
Pada pria, mikropenis menjadi salah satu gejala gangguan pubertal yang paling sering
ditemukan pada pasien dengan hipoplasia nervus optik10.
Bayi-bayi yang bertahan pada periode awal kehidupan dapat menunjukan
berbagai derajat pertumbuhan buruk dan kegagalan pertumbuhan, bergantung pada
potensi defisiensi hormon yang berkaitan.

Defisiensi 5 -reduktase pada Mikropenis


5 -reduktase adalah enzim yang berfungsi untuk mengubah testosteron
menjadi dihydrotestosterone (DHT), yang mana diyakini berfungsi dalam diferensiasi
dan perkembangan penis. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Y. Z. Gad,
menemukan bahwa terdapat defisiensi enzim 5 -reduktase pada pasien dengan
ambigu genitalia dengan mikropenis dibandingkan dengan pasien ambigu genitalia
tanpa mikropenis11. Perubahan

hormon testosteron menjadi DHT oleh 5 -

reduktase memiliki peran besar pada maskulinisasi genitalia eksterna laki-laki dan
perkembangan penis. Gangguan pada fungsi 5 -reduktase terjadi karena mutasi
genetik, yaitu gen 5 -reduktase-2 yang terletak pada kromosom 2 lengan
pendek11. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh defek pada reseptor androgen, dimana
androgen berfungsi untuk memodulasi enzim 5 -reduktase11.
Pasien dengan resistensi androgen perifer yang disebabkan oleh 5 reduktase, akan tampak lebih feminim atau akan mengalami ambigu genitalia eksterna
yang berat.

18

Mutasi gen AR pada mikropenis


Sindrom insensitivitas androgen (AIS) atau yang dulu dikenal sebagai
feminisasi testes (testicular feminization), adalah sebuah kondisi X-linked resesif yang
mengakibatkan kegagalan maskulinisasi alat genitalia eksterna pria secara normal 12.
Kegagalan maskulinisasi ini dapat muncul sebagai sindrom insesitivitas androgen
total (CAIS) atau sindrom insensitivitas androgen sebagian (PAIS), tergantung dari
jumlah residu dari fungsi reseptor.
Dasar dari etiologi sindrom insensitivitas androgen adalah terjadinya mutasi
pada gen AR12. Gen AR ini berada di kromoson X lengan panjang. Mutasi pada gen
AR ini dapat menyebabkan berbagai macam gangguan fungsi, mulai dari hilangnya
reseptor di permukaan sel secara total dikarenakan proses sintesis protein yang tidak
sempurna sampai pada, gangguan pada afinitas ikatan substrat12. Gangguan pada
afinitas ikatan substrat ini akan menyebabkan hilangnya transmisi signal, meskipun
jumlah reseptor pada permukaan sel mencukupi.
Kehilangan fungsi dari gen AR karena terjadinya mutasi berarti bahwa,
walaupun sintesis androgen berjalan baik dan jumlahnya mencukupi, tidak terjadi
kejadian postreceptor yang memediasi efek dari hormon androgen pada jaringan.
Dengan kata lain, androgen yang dihasilkan tidak dapat berfungsi di jaringan
walaupun jumlah androgen dan reseptornya mencukupi. Hal ini akan memunculkan
manifestasi seperti, kegagalan maskulinisasi genitalia eksterna pria pada masa
prenatal, tidak tumbuhnya rambut pubis dan rambut ketiak, dan tidak terjadinya
perubahan suara pada masa pubertas.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee et al, mutasi gen AR cukup jarang
ditemukan pada pasien dengan mikropenis12. Dari 45 orang dengan mikropenis pada
penelitian, hanya 1 orang yang ditemukan memiliki sindrom insensitivitas androgen 12.

19

Pada penelitian ini penemuan mutasi gen AR yang jarang pada mikropenis adalah
pada kelainan strukturalnya. Hal ini tentu tidak mengejutkan karena, mikropenis
merupakan penyakit yang bersifat heterogen, dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor lingkungan. Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan terhadap fungsifungsi hormon hipofisis yang lain seperti tes untuk hormon hCG dan GnRH.
Gangguan-gangguan yang melibatkan produksi androgen di sel Leydig dan yang
mengganggu kerja androgen di genitalia eksterna pria, juga tidak terdeteksi dalam
penelitian ini12. Hal ini menjelaskan bahwa mungkin saja kelainan fungsional dari
mutasi gen AR dapat ditemukan pada mikropenis dibandingkan kelainan struktural.

VI. Manifestasi Klinik dan Diagnosis


Anamnesis
Hipoglikemia neonatus, sering pada 24 jam pertama kehidupan, berkaitan
dengan defisiensi hormon pituitari lainnya, termasuk pan-hypopituitarism, defisiensi
hormon pertumbuhan, dan insufisiensi adrenal4. Ciri lainnya dapat berkaitan dengan
hipopituitarisme selama masa neonatus, kelahiran sungsang, hipoplasia atau aplasia
nervus optik, nistagmus, atau defek midline, dan kolestasis dengan hiperbilirubinemia
direk berkepanjangan.
Pertumbuhan yang buruk atau gagal tumbuh juga berkaitan dengan defisiensi
hormon pituitari lainnya. Indera penciuman yang abnormal (anosmia atau hyposmia)
memberi kesan Kallmann syndrome (hypogonadotropic-hypogonadism dengan
olfaktori yang abnormal)4.
Pada riwayat keluarga ditemukan adanya riwayat lahir mati atau hipospadia,
kriptorkidismus, infertilitas, atau kelainan kongenital ke arah kelainan genetik yang
diturunkan4. Pada riwayat obstetrik ditemukan penurunan gerakan janin atau otot bayi

20

yang lemas waktu dilahirkan, pada sindrom Prader-Willi4.


Pemeriksaan Fisik
Mikropenis adalah suatu kondisi yang hanya terjadi pada laki-laki yang
memiliki kromosom seks XY4. Karakteristik mikropenis pada pemeriksaan fisik
adalah terlihat penis yang berukuran kecil dan terdapat penyatuan kulit dibagian
tengah penis. Mikropenis dapat menunjukkan keadaan teregang atau flaccid,
tergantung pada panjang batang penis atau saat dilakukan pemeriksaan penis sedang
ereksi atau tidak ereksi.
Pada mikropenis ditemukan skrotum dan dalam keadaan baik. tetapi terkadang
dapat ditemukan skrotum yang perkembangannya tidak sempurna (hypoplastic)4.
Dapat juga ditemukan testes didalam skrotum, tetapi sering ditemukan tidak berfungsi
dengan baik4.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya dismorfik atau defek
kongenital lainnya. Termasuk juga dapat dilakukan pemeriksaan

untuk mencari

adanya cleft lip atau cleft palatum4.


Pertumbuhan pasien juga harus diperhatikan. Perkembangan yang abnormal
dapat mengindikasikan defisiensi hormon pertumbuhan dengan atau tanpa defisiensi
hormon hipofisis.
Pengukuran stretched penile length
Mikropenis dapat ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata 2.5
SD4. Cara mengukur penis sebaiknya dilakukan dalam keadaan penis diregang
(stretched)13. Inspeksi keadaan genitalia secara umum harus dilakukan sebelum
pengukuran dimulai. Penderita dibaringkan dalam keadaan terlentang. Glans penis
dipegang dengan jari telunjuk dan ibu jari, ditarik secara vertikal sejauh mungkin.
Kemudian diukur panjang penis mulai dari basis penis (pubis) hingga glans penis,

21

preputium tidak ikut diukur13.


Hasil pengukuran tersebut akan dibandingkan dengan ukuran panjang penis
secara statistik menurut usia anak. Bila hasil pengukuran penis anak dibawah 2.5 SD
maka panjang penis anak tersebut termasuk dalam mikropenis 13. Bila panjang penis
anak tersebut berada diantara 2.5 SD dan ukuran normal sesuai usianya maka
termasuk dalam penis kecil (small penis)13.

Gambar 10. Cara mengukur panjang penis teregang (SPL)

Gambar 13. Nilai normal SPL menurut umur


Gambar 11. Nilai normal SPL menurut umur

22

Laboratorium
Analisis kromosom direkomendasikan untuk konfirmasi kromosom seks dan
untuk mengevaluasi adanya keterkaitan sindrom genetik4. Bila dicurigai adanya
Prader-Willi syndrome, pada analisis kromosom ditemukan delesi pita 15q11-13
secara paternal (70%), disomy unipaternal maternal (25%), atau defek methylationspecific paternal (5%)4.
Peneriksaan serum hormon gonadotropin, testosteron, DHT, dan prekursor
testosteron juga dapat dilakukan. Pemeriksaan kadar hormon pituitari lainnya juga
perlu untuk diperiksa. Pemeriksaan ini dapat membantu mengetahui sudah berada
pada level mana penyebab mikropenis pada aksis

hypothalamic-pituitary.

Pemeriksaan fungsi testis juga perlu dilakukan untuk mengevaluasi fungsi endokrin
secara sentral. Serum testosteron diperiksa sebelum dan sesudah diberikan hCG 4.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan hCG secara intramuskular dengan
dosis 1.000 units untuk 3 hari atau 1.500 units setiap 2 hari selama 14 hari 4. Kadar
testosteron < 300 ng/dL mengindikasikan adanya disgenesis gonad 4. Jika kadar LH
dan FSH meningkat dan tidak ada peningkatan kada testosteron setelah diberikan
hCG, maka dapat dipikirkan adanya insufisiensi testis4. Sebagai tambahan,
pemeriksaan 17-hydroxyprogesterone, dehydroepiandrosterone dan androstenedione
sebelum atau setelah stimulasi hCG daapt dilakukan untuk mencari gangguan enzim
dalam pembentukan testosteron
Inhibin B and AMH, yang juga dikenal sebagai Mullerian-inhibiting hormone,
diproduksi oleh sel sertoli fungsional dan pemeriksaan kadarnya di darah dapat
mendeteksi fungsi jaringan testis. Kadar AMH yang rendah dan kadar inhibin B
normal mengindikasikan adanya sindrom duktus Mullerian persisten4.
Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism, kadar growth hormone dan kortisol

23

dapat diukur setelah stimulasi glukagon. Pada bayi yang dicurigai hypopituitarism,
ukur kadar tiroid total dan free thyroxine (T4) untuk mencari adanya hypothyroidism.
Kadar Thyrotropin-stimulating hormone (TSH) rendah pada hypothyroidism sekunder
dan tersier.

Pencitraan
Pada keadaan ambiguitas genital, USG pelvis dapat dilakuka. Adanya uterus
dan ovarium menguatkan sebagai bayi perempuan yang virilisasi (46,XX)4. Jika
mencurigai hipopituitarisme, MRI kepala harus dilakukan untuk mengevaluasi daerah
hipotalamus dan pituitari. Pada Kallmann syndrome, abnormalitas sistem olfaktorius
dapat terlihat. MRI kepala juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya defek
struktur midline, seperti pada pituitary stalk dysplasia syndrome. Jika dicurigai
terdapat diabetes insipidus sentral dapat ditemukan hilangnya bright spot dari
hipofisis pada MRI.

24

Gambar 12. Diagnosis pada anak usia 1 tahun - pubertas dengan mikropenis

Gambar 13. Dignosis pada bayi baru lahir dengan mikropenis

25

VII. Tata Laksana


Tujuan tata laksana mikropenis adalah untuk menambah ukuran penis
sehingga dapat mencapai ukuran normal sesuai dengan usianya dan tidak
menyebabkan malu saat pasien dilihat oleh orang lain. Selain itu juga, untuk membuat
pasien memiliki fungsi seksual normal, dan juga untuk membuat pasien mampu buang
air kecil dengan berdiri.

Terapi testosteron
Testosteron mengatur perkembangan dan pemeliharaan organ seks pria dan
karakteristik sekunder seks pria. Testosteron juga berperan dalam menghasilkan efek
sistem anabolik untuk meningkatkan erythropoietin, produksi protein, dan retensi

26

kalsium.
Terapi testosteron diberikan dalam jangka waktu pendek untuk mengevaluasi
respon dari perkembangan penis. Testosteron dapat diberikan secara intramuskular
atau topikal4. Dosis yang diberikan adalah 4 dosis 25mg testosteron testosteron
ccypionate atau enanthate 1 kali pemberian setiap 3 minggu selama 3 bulan4. Terapi
testosteron secara luas ditemukan efektif dalam mengobati mikropenis akibat
defisiensi testosteron dan memiliki efek samping yang minimal. Namun, pada
pemberian testosteron dapat terjadi peningkatan laju pertumbuhan dan peningkatan
bone age4.
Pada tahun 1999, Bin-Abbas et al menunjukan bahwa 1 atau 2 dari 3 injeksi
testosteron (25-50 mg) di berikan dalam interval 4 minggu pada masa infant atau
masa anak cukup meningkatkan ukuran penis mencapai ukuran sesuai usia. Regimen
yang digunakan testosteron cypionate atau enanthate (Andro-LA, Delatest, DepoTestosterone) dengan dosis,

Pemberian pada
Dosis/Administrasi
Durasi
Bayi
25 mg (IM)
1x/bulan dalam 3-6 bulan
Anak
50 mg (IM)
1x/bulan dalam 3-6 bulan
Inisiasi Pubertas
40-50mg/m2/dosis (IM)
Setiap bulan
2
Fase pertumbuhan akhir
100mg/m /dosis (IM)
Setiap bulan
2
Pemeliharaan virilisasi
100mg/ m /dosis (IM)
Setiap 2 minggu
Umumnya respon yang baik adalah peningkatan 100% pada panjang penis4.
Tetapi, ada beberapa penelitian yang menganggap peningkatan 3.5 cm pada panjang
penis setelah injeksi testosteron termasuk respon yang baik.
Terapi testosteron topikal cukup efektif pada masa infant. Arisaka et al

27

menemukan adanya peningkatan pada panjang penis pada 50 anak, anatara usia 5
bulan sampai 8 tahun, yang diberikan krim testosteron 5% selama 30 hari 15.
Testosteron yang diabsorbsi oleh kulit dapat meningkatkan stimulasi sekresi hormon
pertumbuhan (GH) oleh kelenjar hipofisis dan meningkatkan pertumbuhan tulang
dengan meningkatkan produksi insulin-like growth factor-115.

Terapi 5-

dihydrotestosterone (DHT) topikal

Pada pasien masa prapubertas dengan insensitifitas androgen, pemberian gel


DHT secara topikal pada regio periskrotal 3 kali dalam sehari selama 5 minggu
menunjukkan peningkatan kadar serum DHT4. Terapi ini juga efektif pada pasien
dengan 5 -reductase deficiency. Efek samping yang dilaporkan dari penggunaan
terapi ini minimal, seperti iritasi kulit ringan. Terapi ini dapat menjadi alternatif pada
pasien yang tidak memberikan respon yang baik terhadap terapi testosteron.

Pemberian LH-FSH
Pemberian LH-FSH rekombinan pada pasien dengan hypogonadotropichypogonadism menunjukkan peningkatan panjang penis walaupun tidak terlalu
signifikan4. Main et al melaporkan terdapat peningkatan panjang penis sebesar 1.6-2.4
cm dan 170% peningkatan volume testis yang dievaluasi dengan USG pada pasien
dengan mikropenis yang diberikan rekombinan LH-FSH secara subkutan 20 dan 21.3
IU 2 kali dalam seminggu selama 6 bulan. Terdapat juga peningkatan kadar hormon
LH, FSH dan inhibin B. Efek samping pemberian terapi ini adalah, peningkatan
pertumbuhan rambut tubuh, peningkatan pigmentasi dan muntah interniten.

Pembedahan

28

Terapi pembedahan dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak mencapai


panjang penis yang adekuat sesuai umur setelah pemberian terapi hormonal atau
obat14. Pembedahan rekonstruksi yang pertama kali dilakukan pada pasien
mikropenis, dilaporkan oleh Hinman pada awal tahun 1970 14. Pada tahun 1980
ditemukan teknik pembedahan baru dimana, rekonstruksi dilakukan dengan
mengganti bagian fasikutaneus penis dengan arteri radialis di lengan 14. Beberapa
teknik lainnya juga diperkenalkan seperti mengganti dengan bagian osteokutaneus
fibula, scapula, dinding abdomen bagian suprapubik, dan otot rektus abdominis
vertikal, namun teknik yang paling banyak digunakan adalah yang berasal dari arteri
radialis di lengan14.
Penegasan jenis kelamin dapat dilakuakn dengan teknik pembedahan
genitoplasty14. Karena kebanyakan anak laki-laki dengan mikropenis dan descended
testes sensitif terhadap terapi testosteron, dipertimbangkan genitoplasty hanya pada
keadaan ekstrim yang mana terjadi insensitivitas testosteron4,14.
Sirkumsisi sebaiknya dihindari, atau paling tidak ditunda 4, hingga evaluasi
yang tepat, penegasan jenis kelamin, dan terapi selesai. Bila berkaitan dengan
pertumbuhan penis, terapi testosteron dapat memudahkan sirkumsisi.

VIII. Prognosis
Prognosis laki-laki dengan mikropenis akibat defisiensi gonadotropin atau
testosteron biasanya baik. Individu ini secara umum memberi respon baik terhadap
terapi testosterone dan berfungsi normal sebagai seorang yang dewasa. Namun,
walaupun ukuran penis berpotensi memiliki ukuran yang mendekati normal dan
sensitif, infertilitas biasanya dapat terjadi. Prognosis lebih buruk ditemukan pada anak
dengan insensitivitas androgen, terutama dengan ambiguitas genital.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Aaronson IA. Micropenis: medical and surgical implications. J Urol 1994;152:4-14.


2. Grumbach MM. A window of opportunity: the diagnosis of gonadotropin deficiency in the
male infant. J Clin Endocrinol Metab 2005;90:3122-3127.
3. Tuladhar R, Davis PG, Batch J. Establishment of a normal range of penile length in
preterminfants. J Paediatric Child Health. Oct 1998;34(5):471-3.
4. Lee PA, Mazur T, Danish R, Amrhein J, Blizzard RM, Money J, Migeon CJ. Micropenis I.
Criteria, etiologies and classification. Johns Hopkins Med J 1980;146:156-163.
5. Zalel Y, Pinhas-Hamiel O, Lipitz S, Mashiach S, Achiron R. The development of the fetal
penis-an in utero sonographic evaluation. Ultrasound Obstet Gynecol 2001;17:129-131.
6. Molina Patricia E, Ashman Richard. Endocrine Physiology. Ed.4th. LANGE: 2012
7. Hammer Gary D, McPhee Stephen J. Pathophysiology of The Disease. Ed.7E. Ch.23.
LANGE:2013
8. Wiygul J, Palmer LS. Micropenis. ScientificWorldJournal 2011;11:1462-1469.
9. Achermann JC, Hughes IA. Disorders of Sex Development. In: Kronenberg. Williams
Textbook of Endocrinology. 11th ed. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier; 2008:Chapter
22.
10. Oatman Oliver J, McClellan Donald R, Olson Micah L, Garcia-Filion P. Endocrine and
Pubertal Disturbance in Optic Nerve Hypoplasia, from Infancy to Adolescence.
International Journal of Pediatric Endocrinology. 2015
11. Gad YZ, Nasr H, Salah N, El-Ridi R. 5-reduktase deficiency in patients with
micropenis. Human genetics department, national research center. Cairo, Egypt.
2000:Kluwer Academic Publisher.
12. Ishii Tomohiro, Sato Seiji, Kosaki Kenjiro, Sasaki Goro, et al. Micropenis dan the AR
Gene: Mutation and CAG Repeat-Length Analysis. Department of Pediatrics. Keio
University School of Medicine. Tokyo, Japan. 2001
13. Ozbey H, Temiz A, Salman T. A simple method for measuring penile length in newborns
and infants. BJU Int 1999;84:1093- 1094.
14. Babaei A, Safarinejad MR, Farrokhi F, Iran-Pour E. Penile reconstruction: evaluation of
the most accepted techniques. Urol J 2010;7:71-78.
15. Arisaka O, Hoshi M, Kanazawa S, Nakajima D, Numata M, Nishikura K, Oyama M,
Nitta A, Kuribayashi T, Kano K, Nakayama Y, Yamashiro Y. Systemic effects of
transdermal testosterone for the treatment of microphallus in children. Pediatr Int
2001;43:134-136.

30

Anda mungkin juga menyukai