Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

ADENOMIOSIS UTERI

Disusun Oleh:
Teresa Nadia (07120110050)
Pembimbing:
dr. Dachrial Daud, SpOG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan
Siloam Hospitals Lippo Village
Rumah Sakit Umum Siloam
Periode: 14 Maret 22 Mei 2016
Tangerang, 2016

BAB I
PENDAHULUAN

Adenomiosis, dikenal pula dengan nama endometriosis interna,


merupakan kelainan jinak uterus yang ditandai oleh adanya komponen epitel dan
stroma jaringan endometrium fungsional di miometrium. 1,2 Istilah adenomiosis
diperkenalkan pertama kali oleh Frankl (1925) dua tahun sebelum istilah
endometriosis diperkenalkan oleh Sampson (1927).2,3
Gambaran cystosarcoma adenoids uterinum (istilah awal adenomiosis)
pertama kali dilaporkan oleh patolog Carl von Rokitansky (1860).2,3,4 Pada tahun
1896, von Recklinghausen melaporkan fenomena yang sama dengan istilah
adenomyomata dan cystadenomata.2 Pada masa itu, patomekanisme adenomiosis
dan endometriosis masih dianggap berbeda.3 Thomas Stephen Cullen (1908)
menemukan tumor intramiometrial dengan epitel dan stroma endometrial
terdistribusi di dalamnya. Tahun 1921 barulah disadari bahwa adenomiosis dan
endometriosiskeduanya berasal dari jaringan endometriotik serupa.2,3
Tahun 1972, Bird et al. mengemukakan definisi adenomiosis sebagai
invasi jinak jaringan endometrium ke dalam lapisan miometrium yang
menyebabkan pembesaran uterus difus dengan gambaran mikroskopis kelenjar
dan stroma endometrium ektopik non neoplastik dikelilingi oleh jaringan
miometrium

hipertrofik

dan

hiperplastik.2,3,4

Belakangan

diketahui

ada

adenomiosis yang bermanifestasi sebagai lesi fokal terisolasi dalam miometrium.1


Pada awal tahun 1988, Honor et al. mempublikasikan kasus
adenomiosis pada tiga wanita muda infertil yang menjalani pembedahan dengan
diagnosis awal leiomioma uteri.4 Memang, telah lama dicurigai adenomiosis
berperan sebagai salah satu penyebab subfertilitas bahkan infertilitas pada
populasi wanita. Hanya saja diagnosis adenomiosis saat itu masih berdasarkan
spesimen histerektomi sehingga sangat sulit mengevaluasi pengaruhnya terhadap
fertilitas.4
Kini, pada wanita muda tanpa gejala sekalipun magnetic resonance
imaging (MRI) memungkinkan identifikasi penebalan junctional zone (JZ), tautan

antara endometrium dengan sisi dalam miometrium. JZ mengalami penebalan


signifikan pada adenomiosis.4Transvaginal sonography(TVS) memungkinkan
identifikasi adenomiosis itu sendiri.4,5,6 Kedua teknik noninvasif tersebut cukup
akurat dalam mendiagnosis adenomiosis preoperatif.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Adenomiosis adalah invasi jinak jaringan endometrium ke dalam lapisan

miometrium yang menyebabkan pembesaran uterus difus dengan gambaran


mikroskopis kelenjar dan stroma endometrium ektopik non neoplastik dikelilingi
oleh jaringan miometrium hipertrofik dan hiperplastik.1,2,3
Keberadaan kelenjar dan stroma endometrium dapat terjadi pada
sembarang lokasi di kedalaman miometrium.

2.2

Epidemiologi
Frekuensi adenomiosis bervariasi dari 5% hingga 70%, pada literatur lain

dilaporkan 8% hingga 61%, bergantung pada seleksi sampel dan kriteria


diagnostik yang dipakai .4,5,6 Diagnosis preoperatif sendiri masih kurang dari 10%

2.3

Anatomi dan Fisiologi


Uterus berbentuk seperti buah advokat. Dindingnya terdiri atas otot-otot

polos. Ukuran panjang uterus adalah 7 7,5 cm, lebar di atas 5, 25 cm, tebal 2,5

cm dan tebel dinding uterus adalah 1,25 cm. Bentuk dan ukuran uterus sangat
berbeda-beda, tergantung pada usia dan pernah melahirkan anak atau belumnya.
Terletak di rongga pelvis antara kandung kemih dan rectum. Letak uterus dalam
keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk
sudut dengan serviks uteri).

Bagian-bagian
uterus terdiri atas :
1. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di ats muara tuba uterina
yang mirip dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus.
Fundus uteri ini biasanya diperlukan untuk mengetahui usia/ lamanya
kehamilan
2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri
menyempit di bgaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai
serviks. Pada kehamilan, bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai
tempat janain berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut
kavum uteri ( rongga rahim ).
3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding
anteriornya,dan bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum. Serviks
uteri terdiri dari :

Pars vaginalis servisis uteri yang dinamakan porsio

Pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian serviks yang berada di atas vagina

Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikal berbentuk


sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. saluran ini dilapisi oleh kelenjarkelenjar serviks, berbentuk sel-sel torak bersilia dan berfungsi sebagai
reseptakulum reminis. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri
internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum. Secara histologis,
dinding uterus terdiri atas :
1. Endometrium ( selaput lendir ) di korpus uteri
Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan
dengan banyak pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel selapis silindris,
banyak kelenjar tubuler bersekresi lendir. Dua pertiga bagian atas kanal servikal
dilapisi selaput lendir dan sepertiga bawah dilapisi epitel berlapis gepeng,
menyatu dengan epitel vagina.Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan
mempunyai arti penting dalam siklus haid. Endometrium merupakan bagian
dalam dari korpus uteri yang membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat
lubang-lubang kecil yang merupakan muara-muara dari saluran-saluran kelenjar
uterus yang dapat menghasilkan secret alkalis yang membasahi cavum uteri.
Epitel endometrium berbentuk seperti silindris.

2. Myometrium / Otot-otot polos


Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di sebelah luar
berbentuk longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,
berbentuk anyaman, lapisan ini paling kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh
darah yang berada di sana. Myometrium merupakan bagian yang paling tebal.
Terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa hingga dapat mnedorong

isinya keleuar saat persalinan. Di antara serabut-serabut otot terdapat pembuluhpembuluh darah, pembuluh lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagain:

Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui


fundus menuju kea rah ligamenta

Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi


sebagai sfingter dan terletak pada ostium internum tubae dan
orificium uteri internum

Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas, merupakan


anyaman serabut otot yang tebal ditembus oleh pembuluhpembuluh darah. Jadi, dinding uterus terutama dibentuk oleh
lapisan tengah ini.

3. Perimetrium , yakni lapisan serosa / terdiri atas peritoneum viserale yang


meliputi dinding uterus bagian luar. Ke anterior peritoneum menutupi
fundus dan korpus, kemudian membalik ke atas permukaan kandung
kemih. Lipatan peritoneum ini membentuk kantung vesikouterina. Ke
posterior, peritoneum menutupi menutupi fundus, korpus dan serviks,
kemudian melipat pada rektum dan membentuk kantung rekto-uterina. Ke
lateral, hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk lipatan
ganda dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini
adalah ligamentum latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis.
Fungsi uterus:
1. Setiap bulan, berfungsi dalam pengeluaran darah haid dengan
ditandai adanya perubahan dan pelepasan dari endometirum.
2. Selama kehamilan sebagai tempat implantasi, retensi dan nutrisi
konseptus.
3. Saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding uterus dan
pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan.

2.4

Etiologi dan Faktor Risiko


Berbagai keadaan telah diteliti sebagai faktor resiko adenomiosis antara

lain usia antara 40-50 tahun, multipara, riwayat hiperplasia endometrium, riwayat
abortus spontan, dan polimenore. Sedangkan usia menarke, usia saat partus
pertama kali, riwayat abortus provokatus, riwayat seksio sesarea, endometriosis,
obesitas, menopause, panjang siklus dan lama haid, penggunaan kontrasepsi oral
dan IUD dilaporkan tidak berkaitan dengan adenomiosis.7
Penyebab tidak diketahui pasti, ada beberapa teori diduga sebagai penyebabnya:14
1. Invaginasi dari endometrioum basal ke myometrium.
Terjadi karena lapisan miometrium mengalami perlunakan akibat
riwayat trauma misalnya pada riwayat operasi pelvis sebelumnya
yang memungkinkan jaringan endometrium aktif untuk tumbuh subur
di tempat sel-sel yang sudah mengalami cedera. Insisi uterus
dilakukan

selama

operasi

seperti

operasi

caesar

(C-section)

mempromosikan invasi langsung dari sel-sel endometrium ke dalam


dinding rahim.
2. Teori Pertumbuhan.
Diyakini sejak awal, jaringan endometrium ini memang sudah ada
saat janin mulai tumbuh. ahli lainnya berspekulasi adenomiosis yang
berasal dalam otot rahim dari jaringan endometrium disimpan di sana
ketika rahim pertama kali terbentuk pada janin perempuan.
Sisa dari jaringan mullerian pada saat perkembangan sistem
mullerian.
3. Peradangan rahim akibat proses persalinan.
Teori ini menyatakan ada hubungan antara adenomiosis dan proses
persalinan. Proses deklamasi endometrium pada periode paska
persalinan bisa menyebabkan pecahnya/putusya ikatan sel pada
endometrium.
Dari teori diatas, kita bisa menarik kesimpulan bahwa faktor risiko terkena
adenomiosis adalah persalinan baik cesar maupun normal.
Walaupun tidak berbahaya, nyeri dan perdarahan berlebihan yang
ditimbulkannya bisa menggangu aktifitas sehari-hari. Bahkan jika nyeri
berulang dapat menyebabkan gangguan psikologi pada penderita seperti
depresi, sensi, gelisah, marah dan rasa tidak berdaya. Dalam hal-hal seperti

ini perlu segera cari pertolongan dokter. Perdarahan yang banyak dalam
waktu yang lama akan menyebabkan anemia.

2.6

Patofisiologi
Mekanisme yang memicu invasi jaringan endometrium ke dalam

miometrium masih belum jelas. Lapisan fungsional endometrium secara fisiologis


berproliferasi secara lebih aktif dibandingkan lapisan basalis. Hal ini
memungkinkan lapisan fungsional menjadi tempat implantasi blastokista
sedangkan lapisan basalis berperan dalam proses regenerasi setelah degenerasi
lapisan fungsional selama menstruasi. Selama periode regenerasi kelenjar pada
lapisan basalis mengadakan hubungan langsung dengan sel-sel berbentuk
gelondong pada stroma endometrium.8
Adenomiosis berkembang dari pertumbuhan ke bawah dan invaginasi dari
stratum basalis endometrium ke dalam miometrium sehingga bisa dilihat adanya
hubungan langsung antara stratum basalis endometrium dengan adenomiosis di
dalam miometrium. Di daerah ekstra-uteri misalnya pada plika rektovagina,
adenomiosis dapat berkembang secara embriologis dari sisa duktus Muller.8
Mekanisme terjadinya invasi endometrium ke dalam miometrium masih
harus dipelajari lebih lanjut. Perubahan proliferasi seperti aktivitas mitosis
menyebabkan peningkatan secara signifikan dari sintesis DNA & siliogenesis di
lapisan fungsional endometrium daripada di lapisan basalis. Lapisan fungsional
sebagai tempat implantasi blastocyst, sedangkan lapisan basalis sebagai sumber
produksi untuk regenerasi endometrium akibat degenerasi dari lapisan fungsional
saat menstruasi. Pada saat proses regenerasi, sel-sel epitel dari kelenjar basalis
berhubungan langsung dengan sel-sel stroma endometrium yang membentuk
sistem

mikrofilamentosa/trabekula

intraselular

dan

gambaran

sitoplasma

pseudopodia. Beberapa perubahan morfologi pada epitel kelenjar endometrium


adenomiosis tidak dapat digambarkan. Namun dalam studi invitro menunjukkan
sel-sel endometrium memiliki potensial invasif dimana potensial invasif ini bisa
memfasilitasi perluasan lapisan basalis endometrium ke dalam miometrium.4,8

Dalam studi yang menggunakan hibridisasi & imunohistokimia insitu


menunjukkan

kelenjar-kelenjar

endometrium

pada

adenomiosis

lebih

mengekspresikan reseptor mRNA hCG/LH secara selektif. Pada endometrium


yang normal, kelenjar-kelenjar ini tidak dapat mengekspresikan reseptor hCG/LH.
Hal ini mungkin meskipun belum terbukti bahwa peningkatan ekspresi reseptor
epitel endometrium berkaitan dengan kemampuan untuk menembus miometrium
dan membentuk fokal adenomiosis. Menjadi menarik dimana peningkatan
ekspresi reseptor hCG/LH ditemukan pada karsinoma endometrii dibandingkan
kelenjar endometrium yang normal seperti halnya yang ditemukan pada trofoblas
invasif dibandingkan yang non-invasif pada koriokarsinoma.8
Studi tentang reseptor steroid menggunakan Cytosol, menunjukkan hasil
yang tidak konsisten. Beberapa menunjukkan tidak ada ekspresi reseptor
progesteron pada 40% kasus adenomiosis, sedangkan yang lain menunjukkan
ekspresi reseptor progesterone yang lebih tinggi dibandingkan estrogen. Dengan
menggunakan tehnik pelacak imunohistokimia, ditemukan konsentrasi yang tinggi
baik reseptor estrogen dan progesteron pada lapisan basalis endometrium maupun
adenomiosis.8
Reseptor estrogen merupakan syarat untuk pertumbuhan endometrium
yang menggunakan mediator estrogen. Meskipun masih belum jelas evidensnya,
hiperestrogenemia memiliki peranan dalam proses invaginasi semenjak ditemukan
banyaknya

hiperplasia

endometrium

pada

wanita

dengan

adenomiosis.

Konsentrasi estrogen yang tinggi diperlukan dalam perkembangan adenomiosis


sebagaimana halnya endometriosis. Hal ini didukung bahwa penekanan terhadap
lingkungan estrogen dengan pemberian Danazol menyebabkan involusi dari
endometrium ektopik yang dikaitkan dengan gejala menoragia & dismenorea.8
Pada penyakit uterus yang estrogen-dependent seperti karsinoma
endometri, endometriosis, adenomiosis & leiomioma, tidak hanya terdapat
reseptor Estrogen, namun juga aromatase, enzim yang mengkatalisasi konversi
androgen menjadi estrogen. Prekursor utama androgen, Andronostenedione,
dikonversi oleh aromatase menjadi Estrone. Sumber estrogen yang lain yaitu
Estrogen-3-Sulfat yang dikonversi oleh enzim Estrogen sulfatase menjadi Estrone,
yang hanya terdapat dalam jaringan adenomiosis. Nantinya Estrone akan

dikonversi lagi menjadi 17-estradiol yang meningkatkan tingkat aktivitas


estrogen. Bersama dengan Estrogen dalam sirkulasi, akan menstimulasi
pertumbuhan jaringan yang menggunakan mediator estrogen. mRNA sitokrom
P450 aromatase (P450arom) merupakan komponen utama aromatase yang
terdapat pada jaringan adenomiosis. Protein P450arom terlokalisir secara
imunologis dalam sel-sel kelenjar jaringan adenomiosis.8

2.7

Manifestasi klinis
Adenomyosis mungkin tidak menghasilkan segala gejala-gejala, meskipun

beberapa wanita-wanita mungkin mengalami: 10,11


a. Perdarahan yang berlebihan,
b. Periode-periode menstruasi yang menyakitkan, Diharapkan dengan menikah
dan kemudian melakukan hubungan intim dan mengalami orgasme akan
mengurangi ketegangan pada rahim sehingga dismenore akan berkurang.
Kehamilan juga dapat mengurangi dimenore, yang diduga terjadi karena
c.
d.
e.
f.

hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan.


Perdarahan diantara periode-periode, dan
Hubungan seksual yang menyakitkan.
Perdarahan menstruasi berat atau lama
Parah kram atau tajam, nyeri panggul pisau seperti selama menstruasi

(dismenore)
g. Gumpalan darah selama periode menstruasi

Gejala Klinis Adenomiosis


1. Asimtomatis
Ditemukan tidak sengaja (pemeriksaan abdomen atau pelvis; USG
transvaginal atau MRI; bersama dengan patologi yg lain)
2. Perdarahan uterus abnormal
Dikeluhkan perdarahan banyak, berhubungan dengan beratnya
proses adenomiosis (pada 23-82% wanita dengan penyakit ringan
berat)

Perdarahan ireguler relatif jarang, hanya terjadi pada 10% wanita


dengan adenomiosis
3. Dismenorea pada >50% wanita dengan adenomiosis
4. Gejala penekanan pada vesica urinaria & usus dari uterus bulky (jarang)
5. Komplikasi infertilitas, keguguran, hamil (jarang)

2.8

Diagnostik12
Adanya riwayat menorragia & dismenorea pada wanita multipara dengan

pembesaran uterus yang difus seperti hamil dengan usia kehamilan 12 minggu
dapat dicurigai sebagai adenomiosis. Dalam kenyataannya, diagnosis klinis
adenomiosis seringkali tidak ditegakkan (75%) atau overdiagnosis. Sehingga
adanya kecurigaan klinis akan adenomiosis dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan
pencitraan berupa USG transvaginal dan MRI.
Pencitraan mempunyai 3 peran utama dalam mengelola pasien yang
dicurigai adenomiosis secara klinis. Pertama, untuk menegakkan diagnosis dan
diagnosis diferensial adenomiosis dari keadaan lain yang mirip seperti leiomioma.
Kedua, beratnya penyakit dapat disesuaikan dengan gejala klinisnya. Ketiga,
pencitraan dapat digunakan untuk monitoring penyakit pada pasien dengan
pengobatan konservatif. Beberapa pencitraan yang digunakan pada pasien yang
dicurigai adenomiosis yaitu Histerosalpingografi (HSG), USG transabdominal,
USG transvaginal dan MRI.
Gambaran karakteristik utama pada HSG berupa daerah yang sakit dengan
kontras intravasasi, meluas dari cavum uteri ke dalam miometrium. HSG memiliki
sensitivitas yang rendah.
Kriteria diagnostik dengan USG transabdominal yaitu uterus yang
membesar berbentuk globuler, uterus normal tanpa adanya fibroid, daerah kistik di
miometrium dan echogenik yang menurun di miometrium. Bazot dkk pada 2001

melaporkan bahwa USG transabdominal memiliki spesifisitas 95%, sensitivitas


32,5% dan akurasi 74,1% untuk mendiagnosis adenomiosis. USG transabdominal
memiliki kapasitas diagnostik yang terbatas untuk adenomiosis terutama pada
wanita yang terdapat fibroid.
Biasanya USG transabdominal dikombinasikan dengan USG transvaginal
yang menghasilkan kemampuan diagnostik yang lebih baik. Kriteria diagnostik
dengan USG transvaginal untuk adenomiosis yaitu tekstur miometrium yang
heterogen/distorsi, echotekstur miometrium yang abnormal dengan batas yang
tidak tegas, stria linier miometrium dan kista miometrium. Bazot dkk melaporkan
sensitivitas 65%, spesifisitas 97,5% dan tingkat akurasi 86,6% dengan USG
transvaginal dalam mendiagnosis adenomiosis dimana kriteria yang paling sensitif
& spesifik untuk adenomiosis adalah adanya kista miometrium. MRI merupakan
modalitas pencitraan yang paling akurat untuk evaluasi berbagai keadaan uterus.
Hal ini karena kemampuannya dalam diferensiasi jaringan lunak. MRI dapat
melihat anatomi internal uterus yang normal dan monitoring berbagai perubahan
fisiologis. Menurut Bazot dkk, kriteria MRI yang paling spesifik untuk
adenomiosis yaitu adanya daerah miometrium dengan intensitas yang tinggi dan
penebalan junctional zone >12 mm.
Kanker Antigen 125 (CA125). Serum dari CA125 tumor marker telah
dievaluasi sebagai alat diagnostik tetapi belum terbukti bermanfaat. Meskipun
tingkat CA125 biasanya meningkat pada wanita dengan adenomiosis, mereka juga
dapat meningkat pada orang-orang dengan leiomioma, endometriosis, infeksi
panggul, dan panggul keganasan (Menon, 1999).

.
2.9

Diagnosis banding
Sebagai diagnosis banding adalah :
1. Kehamilan
Kehamilan dapat disingkirkan dengan tes kehamilan
2. Leiomioma Sub Mukosa
Leiomioma submukosa ini dapat terjadi pada 50-60% kasus
adenomiosis. Keiomioma dapat menyebabkan menoragi dan rasa sakit
yang hebat. Uterus biasanya lunak dan tidak tegang bahkan saat
terjadinya menstruasi. Diagnosis ditegakkan dengan histeroskopi atau
dan kuretase.
3. Kanker endometrial
Kanker endometrial ditegakkan dengan biopsy endometrial atau
kuretase
4. Sindroma kongesti pelvis (Taylors syndrome)
Sindroma ini ditandai dengan keluhan kronis dari rasa sakit pada organ
pelvis yang terus menerus dan menometrorragi. Pada beberapa kasus
uterus membesar, simetris dan sedikit lunak. Servik dapat sianosis dan

patulous. Pada operasi pembuluh darah pelvis dapat Nampak membesar


atau terpuntir.
5. Endometriosis pelvis
Ditandai dengan dismenore premenstruasi dan selama menstruasi,
adanya massa adnexa yang melekat, dan adanya nodul nodul pada
ligamentum uterosakral. Kelainan ini sering berkaitan dengan
adenomiosis.

2.10

Penatalaksanaan

NON-OPERATIF
a. Anti-inflamasi obat. Jika anda menjelang menopause, dokter Anda
mungkin telah Anda mencoba obat anti-inflamasi, seperti ibuprofen
(Advil, Motrin, lainnya), untuk mengontrol rasa sakit. Dengan memulai
obat anti-radang dua sampai tiga hari sebelum haid dimulai dan terus
membawanya selama periode Anda, Anda dapat mengurangi aliran darah
menstruasi selain menghilangkan rasa sakit.
b. Obat hormon (Agonis GnRH). Agonis GnRH akan berikatan dengan
reseptornya yang berada di kelenjar pituitari, dan berakibat pada terjadinya
down reguklasi aktivitas GnRH. Akibatnya adalah terjadinya keadaan
menopause secara medis yang masih reversibel. Pemberian obat hormonal
hanya mengurangi gejala dan efeknya akan hilang setelah pemberian obat
dihentikan. Obat hormonal yang paling klasik adalah gonadotrophin
releasing hormone agonist(GnRHa), yang dapat dikombinasikan dengan
terapi operatif. Mekanisme kerja GnRHa adalah dengan menekan ekspresi
sitokrom P450, suatu enzim yang mengkatalisis konversi androgen
menjadi estrogen. Pada pasien dengan adenomiosis dan endometriosis
enzim ini diekpresikan secara belebihan.13
c. Obat hormon. Mengontrol siklus menstruasi Anda melalui kombinasi
kontrasepsi estrogen-progestin oral dapat mengurangi perdarahan berat
dan rasa sakit yang terkait dengan adenomiosis.

d. Peggunaan progestin dosis tinggi seperti misalnya pil oral norethindrone


asetat jangka panjang atau medroxyprogesteron depo belum pernah diteliti
sebagai terapi adenomiosis, namun begitu, peranan mereka sebagai terapi
supresi

hormon

dapat

sedikit

banyak

memicu

regresi

jaringan

adenomiosis.
e. Sedian LNG AKDR (mirena) mensekresikan 20 ug levonorgesterel per
harinya dan merupkan

terapi yang efektif dalam penatalaksanaan

adenomiosis. Penggunaan LNG AKDR berkaitan dengan proses


desidualisasi endometrium untuk mengurangi perdarahan dan diperkirakan
juga bekerja langsung pada deposit jaringan adenomiosis dengan
mendown regulasikan reseptor estrogen. Hal ini pada kahirnya akan
mengurangi

ukuran

fokusjaringan

adenomiosis,

memperbaiki

kontraktilitas uterus sehingga dapat mengurangi jumlah kehilangan darah,


mengurangi

gejala

dismenorhea

dengan

menurunkan

produksi

prostaglandin dalam endometrium dan juga menginduksi amenorhea.

OPERATIF
Histerektomi

Jika rasa sakit parah dan menopause adalah tahun lagi, dokter mungkin
menyarankan operasi untuk mengangkat rahim (histerektomi). Menghapus
ovarium Anda tidak perlu untuk mengendalikan adenomiosis.

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim dan uterus) pada


seorang wanita, sehingga setelah menjalani operasi ini dia tidak bisa lagi hamil
dan mempunyai anak. Histerektomi biasanya disarankan oleh dokter untuk

dilakukan karena berbagai alasan. Alasan utama dilakukannya histerektomi adalah


kanker mulut rahim atau kanker rahim.
1. Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, rahim
diangkat, tetapi mulut rahim (serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu,
penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim sehingga masih perlu
pemeriksaan pap smear (pemeriksaan leher rahim) secara rutin.
2. Histerektomi total. Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat
secara keseluruhannya.
3. Histerektomi

dan

salfingo-ooforektomi

bilateral.

Histerektomi

ini

mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopii, dan kedua ovarium.
Pengangkatan

ovarium

menyebabkan

keadaan

penderita

seperti

menopause meskipun usianya masih muda.


4. Histerektomi radikal. Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina,
jaringan, dan kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya
dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan
nyawa penderita.
Adenomiomektomi
Eksisi dari fokus jaringan adenomiosis dapat dilakukan jika lokasi fokus
jaringan dapat ditentukan dengan pasti. Tidak seperti miomectomy, tindakan
ini agak lebih sulit dalam hal menentukan luasnya lesi, mengekspos lesi,
mennetukan batas serta kedalama invasi jaringan. Dengan mempertimbangkan
tantangan tersebut, mungkin saja dalam prosedur tersebut jaringan
adenomiosisnya masih tertinggal dan dengan begitu, sebagian jaringan
mungkin tidak akan tuntas dan dapat kambuh kembali. Oleh sebab iotu tingkat
keberhasilan teknik ini masih dibawah 50%.
Jaringan adenomiotik dieksisi secara radikal dan dinding uterus
direkonstruksi dengan teknik triple flap.

Ablasi endometrium
Telah digunakan untuk berhasil mengobati dismenore dan menorrhagia
disebabkan oleh adenomiosis. Endometrial ablation merupakan penghancuran
jaringan-jaringan pelapis dari kandungan (uterus) yang dikenal sebagai
endometrium.
Tindakan ini idlakukan dengan menggunakan laser garnet yttrium, reseksi
rollerball, ataupun teknik ablasi global.
Elektrokoagulasi Miometrium
Teknik elektrokoagulasi miometrium dapat dilakukan dengan
menggunakan jarum unipolar atau bipolar dengan memasukkan jarum ke ke
miometrium yang terkena pada jaringan adenomiosis. Prosedur inisedikit kurang
akurat dibandingkan dengan eksisi bedah karena konduksi elektrik pada jaringan
abnormal tidak utuh, sehingga jaringan itu sendiri nantinya sedikit lebih sulit
diablasi.
Reduksi Miometrium
Reduksi miometrium untuk menatalaksana adenomiosis yang difus telah
dilakukan pada berbagai jumlah kasus. Jaringan yang cukup luas dari miometrium
dibuang dengan teknik laparoskopi atau dengan laparotomy.

Referensi
1. Ferenczy A. Pathophysiology of adenomyosis. Human Reproduction Update
1998; 4: 312-322.

2. Benagiano G and Brosens I. History of adenomyosis (Abstract). Best Pract


Res Clin Obstet Gynaecol. 2006 Aug;20(4):449-63. Epub 2006 Mar 2.
3. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID
786132.
4. Edmonds DK. Dewhursts Handbook of Obstetrics and Gynaecology 7 th Ed.
2007. London : Blackwell Science, Ltd.
5. Chopra S, Lev-Toaff AS, Ors F, Bergin D. Adenomyosis:Common and
Uncommon Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance Imaging,
J Ultrasound Med 2006; 25:617627.
6. Parazzini F et al. Risk factors for adenomyosis. Human Reproduction vol.12
no.6 pp.12751279, 1997.
7. Parazzini F et al. Risk factors for adenomyosis. Human Reproduction vol.12
no.6 pp.12751279, 1997.
8. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID
786132.
9. Chopra S, Lev-Toaff AS, Ors F, Bergin D. Adenomyosis:Common and
Uncommon Manifestations on Sonography and Magnetic Resonance Imaging,
J Ultrasound Med 2006; 25:617627.
10. Berek, JS. Berek & Novak's Gynecology 14th Ed. 2007. Pennsylvania :
Lippincott Williams & Wilkins.
11. Roservear SK. Handbook of Gynecology Management. 2002. London :
Blackwell Science, Ltd.
12. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID
786132.
13. Campo S, Campo V, Benagiano G. Review Article Adenomyosis and
Infertility. Obstetrics and Gynecology International Volume 2012, Article ID
786132.
14. Hall, guyton. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai