Disusun Oleh:
Teresa Nadia Marpaung
Pembimbing:
dr. J. B. Lengkong, SpA
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
DEFINISI
RESPON IMUN
JENIS-JENIS VAKSIN
JADWAL IMUNISASI
12
14
25
28
DAFTAR PUSTAKA
29
BAB I
PENDAHULUAN
imunisasi
nasional
di
Indonesia,
yang
dikenal
sebgai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang amat berguna dan
efektif. Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama, namun keduanya
sebenarnya berbeda. Imunisasi adalah suatu pemindahan atau transfer antibodi
secara pasif, sedangkan istilah vaksinasi dimaksudkan sebagai pemberian vaksin
(antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) dari sistem
imun di dalam tubuh.1
Imunitas secara pasif dapat diperoleh dari pemberian dua macam bentuk,
yaitu immunoglobulin yang non-spesifik atau gamaglobulin dan imunoglobulin
yang spesifik yang berasal dari plasma donor yang sudah sembuh dari penyakit
tertentu. Immunoglobulin non-spesifik digunakan pada anak dengan defisiensi
imunoglobulin sehingga memberikan perlindungan dengan segera dan cepat yang
seringkali dapat terhindar dari kematian. Hanya saja perlindungan tersebut tidak
berlangsung
permanen
dan
hanya
bertahan
untuk
beberapa
minggu.
Imunoglobulin yang spesifik diberika kepada anak yang belum terlindungi karena
belum pernah mendapatkan vaksinasi dan kemudian terserang misalnya penyakit
difteria, tetanus, dan hepatitis B.1,2
Vaksinasi merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan
paparan dengan antigen yang berasal dari mikroorganisme patogen. Antigen yang
diberikan telah dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit, namun
mampu mengaktivasi limfosit untuk menghasilkan antibodi dan sel memori.
Tujuan pemberian vaksin adalah untuk memberikan infeksi ringan yang tidak
berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila
terjangkit penyakit yang sesungguhnya di kemudian hari, anak tidak menjadi sakit
karena tubuh cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen/penyakit yang
masuk tersebut.1,2
EPIDEMIOLOGI
MenurutdatadariKementrianKesehatanIndonesiatentangcakupanimunisasi
dasaryangdibuatpadatahun2014,diperolehdatasebagaiberikut:
ProvinsiDKIJakarta:
BCG:92.6%
HepB:74.9%
DPT:96%
Polio:94.2%
Campak:89.2%
Imunisasidasarlengkap:80.1%
melalui program imunisasi sangat membantu untuk mencari siapa target vaksinasi,
sehingga akan tepat sasaran dan lebih cepat menurunkan angka kejadian suatu
penyakit yang disebut sebagai source drying.1
Keuntungan lainnya yaitu, seiring dengan menurunnya angka kesakitan,
maka akan ditemukan juga penurunan biaya pengobatan dan perawatan di rumah
sakit. Selain itu, dengan mencegah infeksi pada seorang anak dari penyakit infeksi
yang berbahaya, maka kualitas hidup daya produktivitas anak akan ditingkatkan
baik saat ini atau pun di kemudian hari.1
RESPON IMUN7
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Dikenal dua
macam pertahanan tubuh yaitu : 1) mekanisme pertahanan nonspesifiik disebut
juga komponen nonadaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya untuk satu
macam antigen , tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme pertahanan
tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu jenis
antigen, terbentuknya antibodi lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian
antigen berikutnya. Hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada
pengenalan antigen pertama kali. Bila pertahanan nonspesifik belum dapat
mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang.
Mikroorganisme yang pertama kali dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan
oleh sel makrofag (APC = antigen presenting cel) Pada sel T untuk antigen TD (T
dependent) sedangkan antigen TI (T independent) akan langsung diperoleh oleh
sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas imunitas selular dan imunitas
humoral. Imunitas humoral akan menghasilkan antibodi bila dirangsang oleh
antigen. Semua antibodi adalah protein dengan struktur yang sama yang disebut
imunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif kepada individu yang lain
dengan cara penyuntikan serum. Berbeda dengan imunitas selular hanya dapat
dipindahkan melalui sel, contohnya pada reaksi penolakan organ transplantasi
oleh sel limfosit dan pada graft versus-host-disease.
JENIS-JENIS VAKSIN1,2,3
Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
Inactivate (bakteri, virus atau komponenmnya dibuat tidak aktif)
Vaksin hidup attenuated
Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi virus atau bakteri
penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang dihasilkan masih memiliki
kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak (replikasi) dan menimbulkan
kekebalan tetapi tidak menyebabkan penyakit. Vaksin hidup dibuat dari virus atau
bakteri liar (wild ) penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan
(attinuated) dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang.
Misalnya vaksin campak yang dipakai sampai sekarang, diisolasi untuk mengubah
virus liar campak menjadi virus vaksin dibutuhkan 10 tahun dengan cara
melakukan penanaman pada jaringan media pembiakan secara serial dari seorang
anak yang menderita penyakit campak pada tahun 1954.
Supaya dapat menimbulkan respons imun, vaksin hidup atteuated harus
berkembang biak (mengadakan replikasi) di dalam tubuh resipien.
Apapun yang merusak organisme hidup dalam botol (misalnya panas atau
cahaya) atau pengaruh luar terhadap replikasi organisme dalam tubuh
( antibodi yang beredar ) dapat menyebabkan vaksin tersebut tidak efektif.
Respons imun terhadap vaksin hidup attenuated pada umumnya sama
dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah. Respons imun tidak
membedakan antara suatu infeksi dengan virus vaksin yang dilemahkan
dan infeksi dengan virus liar.
Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk
patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup.
Antibodi dari sumber apapun (misalnya transplasental, transfusi) dapat
mempengaruhi perkembangan vaksin mikroorganisme dan menyebabkan
tidak adanya respons ( non response ). Vaksin campak merupakan
mikroorganisme yang paling sensitif terhadap antibodi yang beredar dalam
tubuh. Virus vaksin polio dan rotavirus paling sedikit terkena pengaruh.
Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila
kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan
dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia
o Berasal dari vrius hidup : Vaksin campak, gondongan ( parotitis ),
rubela, polio, rotavirus, demam kuning ( yellow fever ).
o Berasal dari bakteri : Vaksin BCG dan demam tifoid oral.
Vaksin Inactivated
o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri
atau virus dalam media pembiakan (persemaian), kemudian dibuat
tidak aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).
10
Manusia dapat terhindar atau sembuh dari serangan penyakit infeksi karena
telah dilengkapi dengan 2 sistem kekebalan tubuh, yaitu :
1. Kekebalan tidak spesifik (Non Spesific Resistance) Disebut sebagai sistem
imun non spesifik karena sistem kekebalan tubuh kita tidak ditujukan
terhadap mikroorganisme atau zat asing tertentu. Contoh bentuk kekebalan
non-spesifik :
-
Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung
yang berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke
saluran nafas bagian bawah.
Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin berperan sebagai antibakteri
Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih
akan memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut.
11
Vaksin rekombinan
12
13
dalam sel ragi. Sela ragi yang telah diubah ini kemudian menghasilkan antigen
permukaan hepatitis B murni.
Virus like particle vaccine atau vaksin yang dibuat dari partikel yang mirip
dengan virus, contohnya adala vaksin human papillomavirus (HPV) tipe 16 untuk
mencegah kanker leher rahim. Atigen diperoleh melalui protein virus HPV yang
diolah sedimikian rupa sehingga menghasilkan struktur mirip dengan seluruh
struktur HPV (atau dikenal sebagai pseudo particles of HPV tipe 16)
PEMBERIAN IMUNISASI2,4,9
Tata cara pemberian imunisasi, sebelum melakukan vaksinasi, dianjurkan
mengikuti tata cara sebagai berikut :
14
Berilah petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang
harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang
lebih berat.
Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis.
Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan
bidang Pemberantasan Penyakit Menular.
Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi
untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.
Penyimpanan
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus didinginkan pada
temperatur 2-8C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin (DPT, Hib, hepatitis B, dan
hepatitis A) menjadi tidak aktif bila beku
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus lateralis
atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke arah lutut
sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak. Kerusakan
saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut
900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi pada bayi
dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam batas antara
sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling tebal dan padat.
15
Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar (mereka
yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12 bulan
adalah :
16
17
Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
Perhatian:
CARA PENYUNTIKAN VAKSIN 5,6
Subkutan
Intramuskular
18
JADWAL IMUNISASI
Jadwal imunisasi terbaru yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia tahun 2014 adalah sebagai berikut4:
19
20
vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus
vaksin Td, di booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Imunisasi campak menurut Permenkes No.42 tahun 2013,
diberikan 3 kali pada umur 9 bulan, 2 tahun, dan pada SD kelas 1 (program
BIAS). Untuk anak yang telah mendapat imunisasi MMR umur 15 bulan,
imunisasi campak umur 2 tahun tidak diperlukan.
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan,
PCV diberikan 3 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu dosis booster 1 kali pada umur lebih dari 12
bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2
7.
8.
minggu).
Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan,
namun terbaik pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada
umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization)
pada anak umur kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal
4 minggu. Untuk anak 6 <36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai
umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1,
6 bulan; vaksin HPV antibodi dengan interval 0, 2, 6 bulan.
21
polio dan campak. Berikut akan dibahas secara garis besar mengenai kelima
vaksin tersebut.1,2,5
1) Hepatitis B
Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang tergolong dalam famili
hepadnaviridae yang pertama kali ditemukan pada tahun 1967 oleh Baruch
Blumberg dan sejak saat itu virus tersebut telah menginfeksi lebih dari 350 juta
orang di seluruh dunia.5
a) Epidemiologi
Di seluruh dunia diperkirakan sekitar 2 milyar orang terinfeksi virus
hepatitis B dan lebih dari 240 juta diantaranya menderita infeksi hati kronik.
Sekitar 600.000 ribu orang meninggal setiap tahunnya karena infeksi hepatitis B
akut ataupun kronik. Indonesia termasuk dalam salah satu daerah endemis sedangtinggi. Prevalens HBsAg pada donor darah (1994) adalah 9.4% (2.50 36.17%),
dan pada ibu hamil 3.6% (2.1 6.7%).5
Infeksi kronik berbanding terbalik dengan umur saat infeksi, yaitu antara 80
90% pada infeksi perinatal, 30 50 % pada anak umur 1 4 tahun, dan sekitar
10% infeksi pada orang dewasa sehat.5
b) Transmisi
Infeksi dapat terjadi secara vertikal atau pada saat perinatal yang ditularkan
dari ibu ke anak, melalui hubungan seksual, atau dapat juga terjadi secara
perkutaneus/parenteral/horizontal dimana infeksi VHB ditularkan melalui injeksi,
transfusi darah atau produk darah, dialisis, akupuntur, tattoo, maupun kontak
dengan lingkungan sekitar yang terkontaminasi.5
Bayi baru lahir dari ibu HBsAg positif diketahui mempunyai risiko sampai
dengan 90% terinfeksi VHB kronik yang selanjutnya dapat menyebabkan
penyakit hati kronik seperti sirosis hepatis dan kanker hepatoselular.5
c) Pencegahan
22
23
e) Bayi Prematur
Bayi prematur perlu mendapat imunisasi hepatitis B. Untuk bayi prematur
dengan berat lahir < 2000 gram, dosis pertama saat lahir tidak dihitung dan bayi
perlu mendapat 3 dosis vaksin hepatitis B tambahan.5
f) Proteksi
Efektifitas proteksi vaksin HB dan HBIg adalah 85 95% dalam mencegah
infeksi HVB dan kronisitas. Bila diberikan hanya vaksin HB saja, maka
efektivitasnya adalah sekitar 75%.5
g) Kontraindikasi dan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi absolut untuk pemberian vaksin
HB. Pada bayi baru lahir, sebelum diberikan vaksin HB perlu diberikan suntikan
vitamin K1. Pada pemberian vaksin HB ini, efek samping sistemik jarang terjadi,
akan tetapi terkadang dapat timbul demam ringan selama 1 2 hari.5
2) BCG
Vaksin Bacille Calmaette Gurin (BCG) adalah vaksin hidup yang
mengandung M. bovis yang dibiak berulang selama 13 tahun sehingga didapatkan
basil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG
berguna untuk mencegah penyakit TBC yang berat dan komplikasinya, namun
tidak dapat mencegah infeksi tuberkulosis.5
Efektivitas vaksin untuk perlindungan penyakit yaitu sekitar 40 78%,
namun sektiar 70% kasus TB berat (meningitis) ternyata mempunyai parut BCG.
Saat ini vaksin BCG yang baru sedang dikembangkan yaitu vaksin BCG
rekombinan, strain M. tuberculosis yang dilemahkan, vaksin subunit dan DNA.5
24
a) Jadwal
Imunisasi BCG terbaik diberikan pada bayi umur 2 sampai 3 bulan.
Kementrian Kesehatan RI menganjurkan imunisasi BCG pada umur 0-12 bulan
agar cakupan lebih luas. Bila BCG diberikan setelah umur 3 bulan, perlu
dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Bila uji tuberkulin negatif, maka vaksin
BCG dapat diberikan. Namun bila uji tuberkulin tidak memungkinkan untuk
dilakukan, maka BCG dapat diberikan dengan syarat anak perlu diobservasi
selama 7 hari. Bila di tempat suntikan terdapat reaksi lokal cepat (accelerated
local reaction) maka perlu tindakan lebih lanjut (tanda diagnostik tuberkulosis).5
b) Dosis
Dosis vaksin BCG yaitu 0.05 ml untuk bayi yang umurnya kurang dari 1
tahun dan 0.1 ml untuk anak lebih dari 1 tahun. Pemberian secara intradermal
pada inersio M. deltoideus kanan sesuai konvensi dan kesepakatan IDAI.5
Vaksin BCG harus disimpan pada suhu 2 8oC. Vaksin yang telah
dilarutkan harus segera dipergunakan dalam waktu 3 jam, naum tetap harus
disimpan dalam suhu 2 8oC dan tidak boleh terkena sinar matahari.5
c) Kontraindikasi dan KIPI
Kontraindikasi pemberian vaksin BCG adalah pasien imunokompromais
yang dapat disebabkan oleh karena kondisi keganasan, pengobatan steroid jangka
panjang, atau bayi yang telah dicurigai terinfeksi HIV, gizi buruk, dan uji
tuberkulin > 5 mm.5
Pemberian vaksin BCG intradermal akan menimbulkan reaksi lokal minor
berupa eritema, indurasi, dan nyeri, dan juga diikuti oleh ulserasi dan akan timbul
jaringan parut kecil dalam beberapa bulan. Limfadenitis supuratif dapat terjadi di
aksila atau di leher. Pada anak dengan imunodefisiensi berat, dapat terjadi BCGitis diseminasi.5
25
3) Polio
Virus polio termasuk virus RNA golongan Picornaviridae genus
Enterovirus. Terdapat tiga jenis virus polio yaitu virus polio 1, polio 2, dan polio
3. Kasus polio liar tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia sejak tahun 1995 dan
Indonesia direncanakan bebas polio tahun 2005 oleh WHO. Namun pada bulan
Maret tahun 2005, ditemukan 1 kasus polio di daerah Sukabumi, Jawa Barat.
Kejadian luar biasa kasus polio tersebut menyebar ke 10 provinsi di Indonesia dan
sampai tanggal 21 Maret 2006 ditemukan pada 305 anak yang terkena.5
a) Transmisi Virus dan Gejala yang Timbul
Virus polio masuk ke tubuh melalui saluran cerna, bereplikasi di faring,
saluran cerna kemudian dapat menyebar secara hematogen ke susunan saraf pusat
dan jaringan saraf pusat.5
Pada infeksi virus polio, gejala yang timbul dapat sangat beragam mulai dari
tanpa gejala sampai dengan timbulnya meningitis asptik dan paralitik. Sebanyak
90 95% individu yang terinfeksi polio bersifat asimtomatis, sekitar 5% bersifat
abortif, sekitar 1% mengalami poliomyelitis non-paralitik dan hanya sekitar 0.1%
yang mengalami poliomyelitis-paralitik.
b) Pencegahan
Tindakan pencegahan infeksi virus polio dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan higiene perorangan dan lingkungan, dengan memerhatikan
kebersihan makanan dan minuman dan memberantas vektor seperti lalat dan lipas,
serta memberikan imunisasi polio bagi anak.5
Ada 2 macam vaksin polio yang tersedia yaitu jenis vaksin polio oral (Oral
Polio Vaccine) dan vaksin polio inaktivasi (Inactivated Polio Vaccine). Vaksin
polio oral atau OPV ini merupakan vaksin hidup yang dilemahkan. Vaksin ini
dibuat oleh Hilary Koprowski tahun 1951 pada tikus dan pada tahun 1955 Albert
Bruce Sabin memodifikasinya dengan membiakkan biakan jaringan ginjal kera
26
Macca rhesus. Vaksin ini mengandung tiga strain 1, 2, 3 virus polio (Sabin), dan
bahan preservatif Neomisin dan Kanamisin. Keuntungan yang didapat dari
penggunan jenis vaksin ini adalah OPV dapat diberikan secara oral, relatif tidak
mahal, menimbulkan imunitas humoral dan imunitas lokal di mukosa usus.
Pemberian OPV secara masal dapat memutuskan rantai penularan virus polio liar,
sehingga OPV menjadi vaksin pilihan utama untuk eradikasi polio. Sedangkan
kerugian pada pemberian OPV ini adalah timbulnya 1 kelumpuhan untuk setiap 3
juta dosis yang diberikan, baik pada anak yang divaksin atau orang sekitarnya.
Hal ini disebabkan karena OPV mengandung virus hidup yang dilemahkan.5
Kejadian lumpuh setelah imunisasi disebut vaccine associated paralytic
poliomyelitis (VAPP). Selain itu dapat pula terjadi mutasi virus vaksin di mukosa
usus, yang dikenal sebagai vaccine-derived poliovirus (VDPV). Hal ini dapat
disebabkan oleh defisiensi imunitas dari resipien, dan lebih sering terjadi pada
daerah dengan cakupan imunisasi yang rendah. Di Indonesia, pada tahun 2005
terdapat 46 kasus VDPV terjadi bersamaan dengan KLB polio di Madura.5
Vaksin polio inaktivasi atau IPV mengandung 3 strain virus polio inaktivasi
dengan formaldehid. IPV menimbulkan imunitas humoral namun sedikit imunitas
lokal pada mukosa usus, sehingga virus polio liar masih dapat berkembang biak
dalam usus anak yang telah mendapat IPV. Vaksin ini tidak dapat mencegah
penyebaran virus polio liar. Keuntungan yang didapat dari pemberian vaksin IPV
adalah masalah VAPP yang tidak muncul setelah pemberian vaksin karena IPV
tidak mengandung virus hidup yang dilemahkan. Sedangkan kerugiannya adalah
IPV sedikit menimbulkan kekebalan di mukosa usus, pemberian parenteral (IM),
dan harganya yang lebih mahal.5
c) Jadwal dan Dosis
Vaksin polio oral diberikan pada bayi bari lahir sesaat sebelum pulang dari
rumah sakit untuk menghindari penyebaran virus polio ke bayi lainnya.
Selanjutnya vaksin polio diberikan bersama vaksin DTP atau vaksin kombinasi
lainnya seperti DTP-Hib pada umur 2, 4, 6 bulan atau DTP-HB pada umur 2, 3, 4
bulan dan imunisasi ulangan DTP diberikan pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
27
Dosis yang diberikan yaitu 2 tetes atau 0.1 mL untuk OPV dan 0.5 mL secara IM
atau subkutan untuk IPV.5
d) Kontraindikasi dan KIPI
Kontraindikasi pemberian vaksin polio ini adalah apabila ditemukan adanya
reaksi alergi berat terhadap komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya.
Kejadian ikutan paska imunisasi yang mungkin terjadi adalah 1 kasus VAPP pada
setiap 3 juta dosis untuk pemberian OPV dan pada IPV yaitu kadang timbul reaksi
lokal ringan dan sementara.5
4) DTP
Corynebacterium diphteriae adalah basil Gram positif yang mempunyai 3
galur yaitu gravis, intermedius, belfanti, dan mitis; yang semuanya dapat
memproduksi toksin. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang
anaerobik, gram positif, yang mampu menghasilkan spora dengan bentuk
drumstick.
28
c) Pencegahan
Pencegahan dilakukan secara umum dan khusu. Pada pencegahan umum
dapat dilakukan perawatan luka, menjaga kesehatan gigi, mengobati infeksi
telinga menahun (OMSK). Hal ini merupakan pencegahan utama terjadinya
tetanus. Sedangkan untuk pencegahan khusus, dapat dilakukan imunisasi DTP
baik dengan menggunakan vaksin DTPw atau pun DTPa.1,2,5
d) Jadwal
Untuk imunisasi dasar, DTP diberikan pada umur 2, 4, 6 bulan; untuk
imunisasi ulangan, DTP diberikan pada umur 18 bulan dan 5 tahun, bersama
dengan vaksin polio (OPV atau IPV). Imunisasi ulangan selanjutnya, dengan
vaksin Td, diberikan pada umur 10-12 tahun dan umur 18 tahun.5
Untuk anak yang berumur lebih dari 7 tahun, diberikan vaksin Td. Bila
vaksin Td tidak tersedia, dapat diberikan vaksin DT. Vaksin DTP tidak boleh
diberikan pada anak berumur lebih dari 7 tahun.5
29
Sumber: Intisari Imunisasi untuk Mahasiswa Kedokteran, Dept. Ilmu Kesehatan Anak, FK-UI,
2013
Tabel 2 - KIPI sistemik imunisasi DTPa dan DTPw (per 1000 dosis)
Sumber: Intisari Imunisasi untuk Mahasiswa Kedokteran, Dept. Ilmu Kesehatan Anak, FK-UI,
2013
30
5) Campak
Virus campak merupakan virus RNA yang sangat menular, termasuk dalam
famili Paramyxovirus. Tahun 1954, Peebeles dan Enders berhasil membiakkan
virus campak pada kultur jaringan, yang berasal dari darah penderita campak
bernama David Edmonston.1,2
Campak terdapat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2008,
beberapa KLB terjadi terutama pada daerah dengan cakupan imunisasi campak
yang rendah, misalnya di Bangka Belitung terjadi 6 kali KLB, di Jawa Barat 31
kali, Jawa Tengah 12 kali, dan Jawa Timur 32 kali.5
Strategi untuk mengurangi kematian akibat penyakit campak adalah
pencapaian dan mempertahankan angka cakupan, mengusahakan agar semua anak
mendapat imunisasi campak kedua, mengimplementasikan
didukung
surveilens yang
31
32
33
penolakan
hubungan
kausal
(possible),
bukti
memperkuat
34
BAB III
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36
from
http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-
37