Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai dengan adanya nyeri radikuler unilateral
serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus
kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus.1
Herpes zoster mencerminkan kemunculan kembali virus varisela zoster
dari tempat persembunyiannya di suatu ganglion saraf.2
Herpes zoster disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), VZV
mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk
simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter
150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius.
Infeksiositas virus ini dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik,
deterjen, enzim proteolitik, panas, dan lingkungan pH yang tinggi.1
Reaktivasi virus varicella-zoster yang dormant didalam ganglion
sensorik radiks dorsalis yang sering terjadi selama beberapa dekade setelah
paparan awal terhadap virus dalam bentuk varicella (cacar), menghasilkan
herpes zoster (shingles).3 Meskipun biasanya herpes zoster ini dapat sembuh

dengan sendiriya (self limited disease), herpes zoster dapat berkembang


menjadi jauh lebih serius, di samping itu, kasus-kasus akut sering
menyebabkan postherpetic neuralgia (PHN).3
Virus varisela-zoster bersifat identik, kedua penyakit tersebut
merupakan akibat dari perbedaan respons pejamu. Infeksi varisela sebelumnya
dipercaya memberi imunitas seumur hidup terhadap varisela. Antibodi yang
diinduksi oleh vaksin varisela menetap selama minimal 20 tahun. Zoster
terjadi dengan adanya antibodi netralisasi terhadap varisela.Peningkatan
dalam titer antibodi varisela dapat terjadi pada pasien penderita infeksi HIV.4
Pembentukan imunitas yang diperantarai sel yang spesifik terhadap
virus varisela-zoster merupakan hal penting untuk penyembuhan, baik varisela
maupun zoster. Munculnya interferon lokal juga dapat berkontribusi terhadap
penyembuhan. 4
Herpes zoster terdapat di seluruh dunia. Zoster terjadi secara sporadis,
terutama pada orang dewasa dan tidak ada prevalensi musiman. 10-20% orang
dewasa akan mengalami setidaknya satu kali serangan zoster selama
hidupnya, biasanya setelah usia 50 tahun. Infeksi melalui kontak langsung
lebih jarang terjadi pada zoster, mungkin karena virus tidak ada disaluran
pernafasan atas pada kasus tipikal. Pasien zoster dapat merupakan sumber
varicela pada anak yang rentan.4

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi
pada orang tua yang khas ditandai dengan adanya nyeri radikuler unilateral
serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus
kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi
endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh
virus.1
Penyakit ini disebut juga dampa, cacar ular.5
B. EPIDEMIOLOGI
Herpes zoster terdapat di seluruh dunia. Zoster terjadi secara sporadis,
terutama pada orang dewasa dan tidak ada prevalensi musiman. 10-20% orang
dewasa akan mengalami setidaknya satu kali serangan zoster selama
hidupnya, biasanya setelah usia 50 tahun. Infeksi melalui kontak langsung
lebih jarang terjadi pada zoster, mungkin karena virus tidak ada disaluran
pernafasan atas pada kasus tipikal. Pasien zoster dapat merupakan sumber
varicela pada anak yang rentan.4
Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung

subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus


secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.5

C. ETIOPATOGENESIS
Virus varisela-zoster secara morfologi identik dengan HSV. Virus ini
tidak mempunyai reservoir hewan. Virus memperbanyak diri di kultur jaringan
embrionik manusia dan menghasilkan badan inklusi intranukleus tipikal.
Perubahan sitopatik bersifat lebih fokal dan menyebar jauh lebih lambat
daripada yang disebabkan oleh HSV. Virus infeksius tetap terkait sel secara
kuat, dan serangkaian perkembangbiakan virus lebih mudah terjadi melalui selsel yang terinfeksi daripada melalui cairan kultur jaringan.
Virus yang sama menyebabkan cacar air dan zoster. Isolasi virus dari
vesikel pasien cacar air atau zoster menunjukkan tidak ada variasi genetik yang
signifikan. Inokulasi cairan vesikel zoster ke tubuh anak-anak menyebabkan
cacar air.4
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepid an ganglion
kranialis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan
daerah persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motoric kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik.5

Lesi kulit zoster secara histopatologi identik dengan lesi


varisela. Juga terdapat inflamasi akut pada saraf sensoris dan
ganglia. Sering hanya satu ganglion yang terlibat. Biasanya
distribusi lesi pada kulit berhubungan erat dengan derah
inervasi suatu ganglion akar dorsal. 4
Belum jelas apa yang memicu reaktivasi infeksi virus
varisela-zoster

laten

di

ganglion.

Imunitas

yang

lemah

dipercaya menyebabkan terjadinya replikasi virus di ganglion


sehingga menimbulkan inflamasi dan nyeri yang hebat. Virus
berjalan

menuruni

saraf

ke

kulit

dan

menginduksi

pembentukan vesikel. Imunitas yang diperantarai sel mungkin


adalah

pertahanan

penjamu

yang

paling

penting

dalam

menahan virus varisela-zoster. Reaktivasi bersifat sporadis dan


jarang kambuh. 4
D. GAMBARAN KLINIS
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan
parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari
menjelang keluarnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan
demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2
hari sebelum terjadi erupsi.1

Nyeri bisa dirasakan terus-menerus maupun intermitten. Dan


seringkali disertai dengan nyeri tekan dan hiperestesia pada daerah kulit yang
terkena. Nyeri pre-erupsi pada herpes zoster dapat mensimulasikan pleurisy,
infark myocard, ulcer duodenum, kolesistitis, kolik renal atau kolik bilier,
appendicitis, prolaps diskus intervertebralis, ataupun glaucoma akut, ini dapat
menyebabkan misdiagnosis yang serius.6 Demam, sakit kepala, dan malaise
juga dapat terjadi pada fase prodromal.7
Nyeri prodromal jarang ditemukan pada orang yang sistem imunnya
baik dengan usia dibawah 30 tahun. Beberapa pasien mengalami akut neuralgia
segmental tanpa pernah berkembang menjadi erupsi kutaneus, ini disebut
dengan Zoster sine herpete.6
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang
lokalisata dan hampir selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh
salah satu ganglion saraf sensorik.1
Erupsi mulai dengan makulopapula eritematous. 12-24 jam kemudian
terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ke-3.
Seminggu sampai 10 hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini
dapat menetap selama 2-3 minggu. 1
Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada
anak-anak (jarang), hanya timbul keluhan ringan dan erupsinya cepat
menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita usia lanjut dapat menetap,
walaupun krustanya sudah menghilang. 1
Menurut daerah penyerangannya dikenal : 1
6

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata


Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan
Herpes zoster torakalis : menyerang dada dan perut
Herpes zoster lumbalis : menyerang bokong dan paha
Herpes zoster sakralis : menyerang sekitar anus dan genitalia
Herpes zoster otikum : menyerang telinga
Gangguan pada nervus fasialis dan otikus dapat menimbulkan

Sindrom Ramsay-Hunt dengan gejala paralisis otot-otot muka (Bells palsy ,


tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea. 1
Bentuk-bentuk lain herpes zoster : 1
1.

Herpes zoster hemoragika : vesikula-vesikulanya tampak berwarna

2.

merah-kehitaman karena berisi darah.


Herpes zoster abortivum : penyakit berlangsung ringan dalam waktu

3.

yang singkat dan erupsinya hanya berupa eritema dan papula kecil.
Herpes zoster generalisata : kelainan kulit yang unilateral dan
segmental disertai kelainan kulit yang menyebar secara generalisata
berupa vesikula dengan umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada
orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,
misalnya pada penderita limfoma maligna.
Daerah yang paling sering terkena infeksi adalah daerah torakal,

kemudian daerah mata, walaupun daerah-daerah lain tidak jarang.1


E. DIAGNOSIS
Diagnosis herpes zoster terutama didasarkan pada riwayat dan temuan
fisik. Dalam kebanyakan kasus, diagnosis dengan uji laboratorium tidak
memberi hasil yang berarti. Dalam kelompok pasien tertentu (terutama pasien

dengan immunocompromised), herpes zoster dapat atipikal dan mungkin


memerlukan pengujian tambahan.3
Dalam

stadium

pra-erupsi,

penyakit

ini

sering

diracunkan dengan penyebab rasa nyeri lainnya.misalnya


pleuritis

infrakmiokard

dan

sebagainya.Bila

erupsi

mulai

terlihat diagnosis mudah di tegakkan.1


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara laboratorik pemeriksaan sediaan apus secara
Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan
sel datia berinti banyak; demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta
tes serologik.1
Uji laboratorium untuk VZV meliputi:3
a. Uji Direct fluorescent antibody (DFA) terhadap cairan vesicular atau lesi
kornea
b. Uji Polymerase chain reaction (PCR) terhadap cairan vesicular, lesi kornea,
atau darah
c. Uji Tzanck smear terhadap cairan vesicular terhadap cairan vesicular
(sensitifitas dan spesifitas lebih rendah daripada DFA dan PCR)3

Pada pewarnaan apusan kerokan atau swab yang diambil dari dasar
vesikel (apusan Tzanck), terlihat sel-sel raksasa multinukleus. Ini tidak terdapat
pada vesikel non herpetik. Antigen virus intraseluler dapat dilihat dengan
pewarnaan fluoresens pada apusan yang sama.4
Prosedur diagnostik cepat secra klinis berguna untuk virus vrisela-zoster.
Antigen spesifik virus atau DNA virus dapat dideteksi pada cairan vesikel, pada
kerokan kulit, atau pada materi biopsi. Herpesvirus dapat dibedakan dari dari
poxvirus melalui penampakan morfologis partikel pada cairan vesikular yang
diperiksa menggunakan mikroskop elektron.4
Virus dapat diisolasi dari cairan vesikel pada awal perjalanan penyakit
dengan mengkultur sel manusia selama 3-7 hari. Virus varisela-zoster didalam
cairan vesikel bersifat sangat labil, dan sel kultur harus diinokulasi sesegera
mungkin.4
Kenaikan titer antibodi spesifik dapat dideteksi dalam serum pasien
melalui berbagai tes, meliputi antibodi fluoresens dan enzyme immunoassay.
Pemilihan pemeriksaan yang digunakan bergantung pada tujuan pemeriksaan
dan fasilitas laboratorium yang tersedia. Imunitas yang diperantarai sel bersifat
penting, tetapi sulit dipertunjukkan. 4
G. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Penyakit Herpes Zoster sangat jelas, karena gambaran
klinisnya memiliki karekteristik tersendiri. Beberapa penyakit kulit yang
memiliki gambaran gejala yang hampir sama dengan herpes zoster adalah:
1) Herpes Simpleks
9

Herpes Simpleks adalah suatu lesi akut berupa vesikel berkelompok di


atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok terutama
pada atau dekat sambungan mukokutan.8 Herpes simpleks adalah infeksi
akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis)
tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan,
sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.9
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun
wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh virus
herpes simpleks (V.H.S) tipe I biasanya dimulai pada anak-anak, sedangkan
infeksi VHS tipe II biasanya dapat terjadi pada dekade II atau III, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.9
VHS tipe I dan II merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II
berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic
marker, dan lokasi klinis (tempat predileksi).9
Awitan penyakit didahului rasa gatal, rasa terbakar dan eritema selama
beberapa menit sampai beberapa jam, kadang-kadang timbul nyeri saraf.
Pada infeksi primer gejala-gejala lebih berat dan lebih lama jika
dibandingkan infeksi rekuren, yaitu berupa malaise, demam, dan nyeri otot.
Efloresensinya berupa vesikel-vesikel miliar berkelompok, jika pecah

10

membentuk ulkus yang dangkal dengan kemerahan pada daerah


disekitarnya.8
Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkat.
a. Infeksi primer
Tempat predileksi VHS tipe 1 di daerah pinggang keatas terutama
didaerah mulut dan hidung, biasanya dimulai pada usia anak-anak,
inokulasi dapat terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada
perawat, dokter gigi, atau pada orang yang sering menggigit jari
(herpetic whit-low). Virus ini juga sebagai penyebab herpes ensefalitis.
Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat predileksi didaerah
pinggang

ke

bawah,

terutama

didaerah

genital,

juga

dapat

menyebabkan herpes meningitis dan infeksi neonatus.9


Daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan
seksual seperti oro-geni-tal, sehingga herpes yang terdapat didaerah
geni-tal kadang-kadang disebabkan oleh VHS tipe I sedangkan di
daerah mulut dan rongga mulut dapat disebabkan oleh VHS tipe II.9
Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3
minggu dan sering disertai gejala sitemik, misalnya demam, malaise,
dan anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan kelenjar getah
bening regional.9
11

Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang bekelompok diatas


kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian
menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang
mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatriks.
Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang dapat timbul
infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas.
Umumnya didapati pada orang yang kekurangan antibody virus herpes
simpleks. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80%
infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.9
b. Infeksi laten
Fase ini berarti pada penderita tidak ditemukan gejala klinis, tetapi
VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion
dorsalis.9
c. Infeksi rekurens
Infeksi ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan
tidak aktif, dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu ini dapat berupa
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, hubungan seksual, dan
sebagainya), trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi), dan
dapat pula timbul akibat jenis makanan dan minuman yang
merangsang.9
Gejala klinis yang timbul lebih ringan dari pada infeksi primer dan
berlangsung kira-kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala
prodromal local sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal, dan

12

nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama (loco)
atau tempat lain/tempat di sekitarnya (non loco).9
2) Varisela
Varisela adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela dengan
gejala dikulit dan selaput lender berupa vesikula dan disertai dengan gejala
konstitusi.8 Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis didahului gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi dibagian sentral
tubuh. Penyebab varisela adalah virus varisela-zoster (VVZ). Penamaan
tersebut memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan
penyakit varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.10
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari (rata-rata
14 hari).8,10 Gejala klinis dimulai dengan gejala prodromal, yakni demam
yang tidak terlalu tinggi, malaise dan nyeri kepala, kemudian disusul
timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas mirip
tetesan air embun (tear drops) di atas dasar yang eritematosa. Vesikel akan
berubah menjadi keruh menyerupai pustule kemudian menjadi krusta.
Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel baru
sehingga pada satu saat tampak gambaran polimorf.10
Penyebaran utama didaerah badan, kemudian menyebar secara
sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lender
mata, mulut, dan saluran nafas bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder
13

terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya


disertai gatal.10
3) Impetigo Vesikobulosa
Impetigo vesikobulosa atau disebut juga impetigo bulosa disebabkan
oleh Stap.aureus. Dimana tempat predilesinya yaitu di aksila, dada dan
punggung. Sering bersama-sama miliaria. Terdapat pada anak dan orang
dewasa. Kelainan kulit berupa eritema, bula dan bula hipopion. Kadang
kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah memecah
sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.11
H. PENATALAKSANAAN
1. Topikal
Selama fase akut, pemberian kompres dingin dan lotion calamine
dapat meringankan gejala lokal dan mempercepat pengeringan lesi. Krim
ataupun lotion yang mengandung glukokortikoid tidak boleh diberikan.
Selulitis bakterial harus diterapi dengan pemberian antibiotik sistemik. 6
Terapi

sistemik

simtomatik,

misalnya

pemberian

analgenetika untuk mengurangi neuralgia. Dapat pula


ditambahkan

neurotropik:

vitamin

B1

B6

,dan

B12.Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder.


Lokal : diberi bedak.losio kelamin dapat di berikan untuk
mengurangi rasa tidak enak dan mengeringkan lesi
vesikuler
IDU 5-40% dalamm 100% DMSO (dimetilsulfoksid) di
pakai secara topikal.

14

Pemberian secara oral prednison 30 mg perhari atau 48


mg

sehari

akan

pascaherpatika

memperpendek

terutama

pada

masa
orang

neuralgia
tua

dan

seyogianya sudah diberikan sejak timbulnya erupsi.


Pengobatan dengan imunomodulator, seperti isoprinosis
dn

anti

virus

seperti

interferondapat

pula

dipertimbangkan.
Asiklovir (Zovirax) 5 X 200 mg sehari selama 5 hari
kemungkinan dapat memperpendek dan memperingan
penyakit ini
2. Antiviral
Tujuan terapi pada pasien herpes zoster adalah untuk membatasi durasi
dan tingkat keparahan nyeri dan ruam pada dermatom, mencegah
timbulnya lesi ditempat lain, serta mencegah terjadinya PHN (Post
Herpetic Neuralgia).6
I. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
Prognosis herpes zoster pada orang muda dan anak-anak umumnya
baik.8
Neuralgia pascaherpetic dapat timbul pada umur di atas 40 tahun,
persentasenya 10-15%. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya.5
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi
ulkus dengan jaringan nekrotik.5

15

Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi,


diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan
neuritis optik.5
Paralisis motorik terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
penjalaran virus secara per kontinulatum dari ganglion sensorik ke system saraf
yang berdekatan. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya urinaria, dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan. Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam,
misalnya paru, hepar, dan otak.5

BAB III
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada
orang tua yang khas ditandai dengan adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya
lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal
16

maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan
reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk
laten setelah infeksi primer oleh virus.1
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
hampir selalu unilateral. Erupsi mulai dengan makulopapula eritematous. 12-24 jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ke-3.
Seminggu sampai 10 hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
menetap selama 2-3 minggu. 1 Prognosis herpes zoster pada orang muda dan anakanak umumnya baik.8

DAFTAR PUSTAKA
1. Harahap M. Infeksi Virus, Ilmu Penyakit Kulit, Hipokrates, Jakarta ; 2000.
Hal. 92
2. Graham-Brown R, Bourke J, Cunliffe T, Dermatologi dasar untuk Praktik
klinik. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta ; 2008 Hal. 222
3. Janniger,
C
K,.
2015.
Herpes
Zoster
At

URL:

http://emedicine.medscape.com/article/ 1132465-overview#showallv (Diakses


pada tanggal 23 Februari 2016)
17

4. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Menick, &
Adelberg. 23 ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ; 2010. Hal. 448
5. Pusponegoro, Erdina HD, Penyakit Virus dalam Menaldi S L, Bramono K,
Indriatmi W, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta; 2015. Hal. 121-124
6. Schmader K E, Oxman M N, Varicella and Herpes Zoster in Goldsmith L A et
all Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8th Ed, Vol.2, Mc Graw
Hill Companies, United States Of America; 2012. Pages: 2383, 2387-90,
2395-96
7. Wolff K, Johnson R A, Fitzpatricks color atlas and synopsis of Clinical
dermatology, 6th Ed, Mc Graw Hill Companies, United States Of America ;
2009. Pages: 837-38
8. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta; 2005. Hal. 80-1, 84-8
9. Indriatmi W, Herpes Simpleks dalam Menaldi S L, Bramono K, Indriatmi w,
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta; 2015. Hal.478-9
10. Aisah S, Handoko R P, Varisela dalam Menaldi S L, Bramono K, Indriatmi w,
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta; 2015. Hal.128-29
11. Djuanda A, Pioderma dalam Menaldi S L, Bramono K, Indriatmi w, Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 7. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta; 2015. Hal.73

18

19

Anda mungkin juga menyukai